Anda di halaman 1dari 11

A.

KONSEP DASAR DIABETES MELITUS


1. Pengertian
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda- tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 1999 : 580)
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia A
Price and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus
(DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk
heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh
darah.
Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang
retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio dorsal dan
bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas
yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena
mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut
processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2)

Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya
berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.

Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta
yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan
mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel.
Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul
insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk
bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari
insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke
aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin
ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong,
1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel
delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
Gambar anatomi pankreas dapat dilihat berikut ini :
Corpus pankreatikus
Canalis Pylorica

Ductus pankreaticus
Ductus

Coledukus

Cauda
Pankreatis

Duodenum Pars

asendens
Caput pankreatis
Duodenum pars horisontal
Processus uricinatus
b. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormonhormon yang disekresikan oleh sel sel dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat
diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan
hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.

Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya
pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin
menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan
utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar
glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara
berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara
kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera
digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall,
1999)
2. Etiologi
A. Keturunan
Orang yang bertalian darah dengan orang yang mengidap diabetes lebih cenderung
mengidap penyakit ini ketimbang mereka yang tidak didalam keluarga. Risiko bergantung
pada jumlah anggota keluark jumlah yang memiliki diabetes. Semakin banyak jumlah sanak
saudika orang yang menigidap diabetes, semakin tinggi riskonya. Ada 5% bagi anda untuk
mengidap diabetes jika orang tua atau saudara kandung anda mengidap dia btes. Risikonya
bisa meningkat meniadi 50% jika anda kelebihan berat badan. (Ramaiah Savitri, 2007)
Diabetes tipe 2 lebih banyak terkait dengan faktor riwayat keluarga atau keturunan
ketimbang diabetes tipe 1. Pada diabtes tipe, kemungkinan orang terkena diabetes hanya 3-5
persen bila orang tua dan saudaranya adalah pengidap diabetes. Namun, bila penderita
penderita diabetes mempunyai saudara kembar satu telur (identical twins), kemungkinan
saudaranya terkena diabetes tipe1 adalah 35-40 persen. Banyak penelitian dilakukan untuk
mencari petanda genetik pada kromosom penderita diabetes tipe 1 dan 2, dan ditemukan pada
penderita diabetes tipe 1 memang ada gen yang terkait dengan terjadinya diabetes. Hal ini
penting untuk melakukan screening dalam keluarga guna mendeteksi diabetes sedini
mungkin. (Tandra Hans, 2007)
b. Obesitas
Mungkin kegenmukan ini adalah factor resiko yang paling penting untuk diperhatikan.
Sebab, melojaknya angka kejadian diabetes tipe 2 sangat terkait dengan obesitas.
Menurunkan berat badan bukan sekedar soal berdiet, tetapi juga menyangkut perubahan gaya

hidup, olahraga, meninggalkan sedentary life atau hidup santai. Semua ini harus dilakukan
dengan penuh disiplin, kesabaran, dan ketekunan. Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes
tipe 2 adalah meraka yang kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan
otot akan resisten terhadap kerja insulin (insulin resistence), terutama bila lemak tubuh atau
kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan
memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel dan menumpuk
dalam peredaran darah. (Tandra Hans, 2007)
Hampir 80% orang yang terjangkit diabetes pada usia lanjut biasanya kelebihan berat
badan. Kelebihan berat badan meningkatkan kebutuhan tubuh akan insulin. Orang dewasa
yang kegemukan memiliki sel-sel lemak lebih besar pada tubuh mereka. Diyakini bahwa selsel lemak akn lebih besar tidak merespon insulin dengan baik.gejl-gejal diabetes mungkin
bisa menghilang seiring menurunya berat badan. (Ramaiah Savitri, 2007)
c.

Kurang gerak badan


Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau
aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi
enegi. Sel-sel tubuh menjadi lenih sensitive terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan
resiko terjadinya diabetes tipe 2 akan turun sampai 50 persen. (Tandra Hans, 2007)
Beberapa penelitian dewasa ini telah menujukkan bahwa orang yang memiliki gaya
hidup kurang aktif mungkin terkena diabetes dibandingkan mereka yang hidupnya aktif.
Diyakini bahawa olahraga dan aktivitas fisik meningkatkan pengaruh insulin atas sel-sel.

(Ramaiah Savitri, 2007)


d. Usia
Risiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama diatas 40
tahun, serta mereka yang kurang gerak badan, massa ototnya berkurang, dan berat badanya
makin bertambah. Namun, belakangan ini, dengan makin banyknya anak yang mengalami
obesitas, angka kejadian diabetes tipe 2 pada anak dan remaja pun meningkat. (Tandra Hans,
2007)
Risiko diabtes meningkat sejalan bertambahnya usia, terutama setelah usia 40 tahun,
karena jumlah sel-sel beta didalam pancreas memproduksi insulin menurun seiring
bertambahnya umur. (Ramaiah Savitri, 2007)
e. Jenis kelamin
Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama besar untuk mengidap diabetes
sampai usia40 tahun, karena jumlah sel-sel beta didalam pancreas yang memproduksi insulin
menurun seiring bertambahnya umur. (Ramaiah Savitri, 2007)
f. Infeksi
Pada kasus diabtes tipe 1 yang terjadi pada anak, sering kali didahului dengan infeksi flu
atau batuk pilek yang berulang-ulang. Penyebanya adalah infeksi oleh virus, seperti mumps

dan coxsackie, yang dapat merusak sel pancreas dan menimbulkan diabetes. Seringkali
keadaan ini tidak diwaspadai. Tanpa disadari, si anak tiba-tiba kondisinya merosot, kejang,
atau koma karena glukosa darah tinggi, anak ini harus segera diobati dengan insulin. (Tandra
Hans, 2007)
g. Stres
Sukar bagi kita untuk memghubungkan pengaruh stress dengan timbulnya diabetes.
Namun, yang pasti adalah bahwa stress yang hebat, seperti halnya infeksi hebat, trauma
hebat, operasi besar, atau penykit berat lainnya, menyebabkan hormone counter-insulin (yang
kerjamya berlawanan dengan insulin) lebih aktif. Akibatnya, glukosa darah pun
meningkat.diabtes ini kadang ditemukan secara kebetulan pada waktu pasien memeriksakan
glukosa darahnya. (Tandra Hans, 2007)
h. Pemakaian obat-obatan.
Bebrapa obat dapat meningkatkan kadar glukosa darah, dan bahkan bisa menyebabkan
diabetes. Bila anda mempunyai resiko terkena diabetes, anda harus memakai obat-obatan ini
dengan sangat hati-hati. Tanyakan kepada dokter anda tentang kemungkinan mengganti obat.
Obat obatan yang dapat menaikan glukosa darah antara lain adalah hormon steroid,
beberapa obat anti hipertensi, dan obat untuk menurunkan kolesterol. (Tandra Hans, 2007)
3. Patofisiologi
Diabetes Tipe II ini adalah jenis yang paling sering dijumpai. Biasanya terjadi pada
usia diatas 40 tahun. Sekitar 90-95 persen penderita diabetes adalah penderita diabetes tipe 2.
Pada diabetes tipe ini, pancreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas insulinya buruk,
tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukan glukosa ke dalam sel.
Akibatnya, glikosa dalam darah meningkat. Pasien biasanya tidak pelu tambahan suntikan
insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja untuk memperbaiki
fungsi insulin itu, memlin erlikan glukosa, memperbaiki pengolahan gula di hat, dan lain-lain.
Kemungkinan lainnya terjadi diabetes tipe 2 adalah bahwa sel-sel jaringan tubuh dan otot si
pasien tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin (dinamakan resistensi insulin atau
insuresistence) sehingga glukosa tidak dapat masuk kedalam sel dan akhirnya tertimbun
dalam peredaran darah.keadaan ini umumnya terjadi pada pasien yang gemuk atau
mengalami obesitas. (Tandra Hans, 2007)
DM Tipe II adalah hasil interaksi faktor genetik dan keterpaparan lingkungan. Faktor
genetik akan menentukan individu yang suseptibel atau rentan ke DM. Faktor lingkungan
disini berkaitan dengan 2 faktor utama kegemukan (obesitas) dan kurang aktivitas fisik.
Dalam masyarakat, mereka yang berkelompok risiko DM :

1. Usia > 45 tahun


2. Obesitas
3. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
4. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi > 4000 gram
5. Pernah diabetes sewaktu hamil
6. Riwayat keturunan DM
7. Kolesterol HDL < 35 mg/dl atau tuigliserida > 250 mg/dl

5. Manifestasi klinis
Pada klien dengan DM Tipe II sering ditemukan gejala-gejala :
a.

Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul dan luka tidak sembuh

b.

Kelainan ginekologis : gatal-gatal sampai dengan keputihan

c.

Kesemutan dan baal-baal

d.

Lemah tubuh atau cepat lelah

e.

Trias gejala hyperglikemi (poliuri, polipagi, polidipsi) ditambah penurunan BB


Sedangkan pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/ NIDDM mungkin

sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan
pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa. Sedangkan pada tahap lanjut klien akan
mengalami gejala yang sama dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I/ IDDM
6. Komplikasi
Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi
menahun.
A.

Komplikasi Metabolik Akut


1)

Ketoasidosis Diabetik
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan

glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi


asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan

elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan
meninggal
2)

Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar

glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat
makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat
dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin.
Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi,
berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan
oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan
gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi
penurunan kesadaran dan koma.
B.

Komplikasi Vaskular Jangka Panjang

1.Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), syaraf-syaraf perifer (neuropaty
diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran
sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan
jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa
protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan
menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat
gangguan jalur poliol (glukosasorbitolfruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan
sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan
neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem
syaraf otonom.

2. Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a)

Penimbunan sorbitol dalam intima vaskular

b)

Hiperlipoproteinemia

c)

Kelainan pembekun darah

Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular


jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer
yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah
arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark
miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk
menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.
7. Penegakkan Diagnostik
Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah
yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya
di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali
pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.
8. Pemeriksaan penunjan
Data Penunjang
a)

Laboratorium
Jenis
Hasil
pemeriksaan
HEMATOLOGI
Haemoglobin
9,0
Leukosit
6,600
Hematokrit
25
Trombosit
385,000
KIMIA KLINIK
Karbonhidrat
33,0(05,08)

Nilai
Normal

Satuan

12-16
3,8-10,6 rb
35-47
150-440 rb

gr/dl
mm3
%
mm3

Rendah
Rendah
Rendah
Rendah

60-120

mg/dl

Rendah

b) Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL.


1.
2.
3.

Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl


Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl
Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.

8. Pentalaksanaan

Interpretasi

Tujuan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan atau gejala sedangkan tujuan
jangka panjang adalah mencegah komplikasi, tujuan tersebut dilakukan dengan cara
menormalkan kadar glukosa lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan
tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan
mengajarkan kegiatan mandiri. Kegiatan utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu :
a. Diet
Penderita DM ditujukan untuk mengatur santapan dengan komposisi seimbang berupa
karbohidrat (60-70 %) protein (10-15 %), dan lemak (20-25 %) yang dimakan setiap hari.
Jumlah kalori yang dianjurkan tergantung sekali terhadap pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan kolesterol <
300 mg/hari, jumlah kandungan serat 25 gram perhari, diutamakan jenis serat larut.
Konsumsi garam dibatasi apabila terjadi hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
b.

Pengaturan Aktifitas Fisik


Latihan fisik atau bekerja mempengaruhi pengaturan kadar glukosa darah penderita

DM. Latihan fisik membantu mempermudah transport glukosa ke dalam sel. Agar penderita
dalam melakukan pengaturan kadar glukosa yang lebih baik, maka diperlukan pengaturan
waktu yang tepat dalam melakukan latihan fisik..
c.

Agen Hipoglikemi
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan melakukan latihan jasmani yang

teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum turun, dipertimbangkan pemakaian obat
berkhasiat hipoglikemi (oral/suntika.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. Paradigma Indonesia Sehat 2010. Jakarta : Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat. 1999
Doenges, Marylinne. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. 1995
Effendi, Nasrul. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta : EGC. 1995
Ganong, WF. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 1992
Greenspan, Francis S. Endokrinologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC. 2000
Guyton, Arthur C dan Hall John. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
1997
Long, Barbara C. Perawatan Medikal bedah. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawtaan Bandung. 1996

Anda mungkin juga menyukai