PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki
paling sering terkena OA (Soeroso, 2009). Proses penyakitnya tidak hanya mengenai
rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral,
ligamentum, kapsul, dan jaringan synovial serta jaringan ikat periartikular (Nasution
& Sumariono, 2009).
Lebih kurang 16-23 juta orang di Amerika di diagnosis OA dan pada tahun
2020 diperkirakan meningkat menjadi 40 juta orang (Derek, 2004). Penelitian di
Amerika serikat pada tahun 1999 melaporkan kira-kira 25%-50% orang dewasa
dengan OA lutut tidak dapat atau mengalami banyak kesulitan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari seperti berjalan, membawa sesuatu atau membungkuk. Selama
beberapa tahun, studi klinis tentang pemberian obat pada pasien OA hanya terfokus
pada parameter klinis yang spesifik seperti nyeri dan fungsi sendi tanpa melihat efek
terapi terhadap perubahan struktural yang disebabkan oleh OA maupun terapi yang
mencegah degradasi kartilago lebih lanjut (Raynauld, et al.,2004).
Prevalensi OA lutut secara radiologis di Indonesia cukup tinggi yaitu
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh
nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang
terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus-menerus sehingga
sangat mengganggu mobilitas pasien (Soeroso dkk, 2009). Lebih dari 85% pasien OA
terganggu aktivitasnya terutama untuk kegiatan jongkok, naik tangga, dan berjalan.
Arti dari gangguan jongkok dan menekuk lutut sangat penting bagi pasien
osteoarthritis di Indonesia oleh karena banyak kegiatan sehari-hari yang bergantung
kegiatan ini khususnya sholat dan buang air besar.
karena prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya kronik-progresif, OA
mempunyai dampak sosio-ekonomik yang besar, baik dari Negara maju dan
berkembang. Pada abad mendatang tantangan terhadap dampak OA akan lebih besar
karena semakin banyak populasi yang berumur tua.
Dewasa ini OA telah menjadi permasalahan yang sering kali muncul ke
permukaan dan cukup mengganggu bagi pasien-pasien yang terkena OA sehingga
diperlukan tinjauan pustaka tentang gambaran klinis penyakitnya, perangkat
diasnotiknya, komplikasinya, dan penatalaksanaannya.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
OA baik mengenai definisi, faktor resiko, pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
dan terutama penatalaksanaannya.
C. MANFAAT PENELITIAN
Penulisan Refrat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman penulis dan pembaca mengenai osteoarthritis (OA).
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai
bentuk untuk memperoleh system musculoskeletal yang optimal. Aktivitas gerak
tubuh manusia bergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang normal
dengan unit-unit neuromuskuler yang menggerakkannya. Otot,tendon, ligament,
rawan sendi, dan tulang saling bekerja sama dibawah kendali system saraf agar
fungsi dapat sempurna.
Struktur sendi
Sendi adalah persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang tersebut
dapat bergerak maupun tidak dapat bergerak satu sama lain. Sendi dibagi menjadi 3
yaitu
1. Sinartrosis, sendi yang tidak memungkinkan tulang-tulang tulang-tulang
yang berhubungan dapat bergerak satu sama lain.
2. Diartrosis, sambungan antara 2 tulang atau lebih yang memungkinkan
tulang-tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain.
3. Amfiartrosis, merupakan sendi yang memungkinkan tulang-tulang yang
saling berhubungan dapat bergerak secara terbatas.
Rawan sendi
dan
molekul
glikosaminoglikan.
Glikosaminoglikan
yang
yang terdapat dalam tulang rawan sendi adalah kolagen tipe II. Kolagen
berfungsi sebagai kerangka bagi rawan sendi yang akan membatasi
pengembangan berlebihan proteoglikan..
Rawan sendi merupakan jaringan avaskuler, karena itu makanan diperoleh
dengan jalan difusi. Pada rawan sendi yang normal, proses degradasi dan sintesis
matrik selalu terjadi. Salah satu enzim proteolitik yang dihasilkan oleh kondrosit dan
berperan pada degradasi kolagen dan proteoglikan adalah kelompok enzim
metaloprotease, seperti kolagenase dan stromelisin. Berbagai sitokin juga berperan
pada proses degradasi dan sintesis matriks.
ini dipelihara oleh hialuronat dan material proteinaseus lainnya. Selain itu sinoviosit
B juga berperan memperbaiki kerusakan sendi yang memproduksi kolagen dan
melakukan proses remodeling.
Cairan sendi
Pada sendi yang normal, cairan sendi sangat sedikit, sehingga sulit untuk
diaspirasi dan dipelajari. Cairan sendi merupakan dialisat atau ultrafiltrat plasma.
Pada umumnya kadar molekul dan ion kecil adalah sama dengan plasma, tetapi kadar
proteinnya lebih rendah.
Meniscus
Meniscus merupakan struktur yang hanya ditemukan dalam sendi lutut,
temporomandibular,
sternoklavikular,
radioulnardistal,
dan
akromioklavicular.
Meniscus merupakan diskus fibrokartilago yang pipih atau segitiga atau irregular
yang melekat pada kapsul fibrosa dan selalu pada salah satu tulang yang berdekatan.
Meniskus memiliki fungsi yang sangat penting pada sendi lutut, termasuk di
antaranya adalah menahan beban, shock absorption, stabilitas sendi dan lubrikasi
sendi. Kemampuan biokemikal dari meniskus tergantung pada karakteristik anatomi
dan materinya.
Ligament dan kapsul sendi, terutama tersusun oleh serat kolagen dan elastin,
sedikit proteoglikan. Komponen glikosaminoglikannya terutama adalah kondroitin
sulfat dan dermatan sulfat. (Sumariyono,2009).
Jumlah
66-78%
22-34%
Kolagen tipe II
48-62%
Proteoglikan
22-38%
Hialuronat
Kondrosit
Anorganik
<1%
0.4-2%
5-6%
B. DEFINISI
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. kerusakan tulang rawan sendi ini berkembang
9
lambat yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat beberapa faktor resiko
yang berperan. Keadaan ini berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi
tangan dan sendi besar yang menanggung beban dan secara klinis ditandai oleh
nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak. Seringkali berhubungan
dengan trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban
tubuh, chronic inflammatory arthritis, malformasi congenital, dan penyakit-penyakit
sendi lainnya (Soeroso,2009).
Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering terkena OA
(Soeroso, 2009). Proses penyakitnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga
mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul, dan
jaringan synovial serta jaringan ikat periartikular (Nasution & Sumariono, 2009).
disbanding OA sekunder.(Soeroso,2009).
Pada studi epidemiologi didapatkan faktor resiko endogen dan eksogen pada
osteoarthritis (Joem et.al., 2010).
Eksogen
Trauma besar
Trauma ringan yang berulang
Berat badan berlebih
Operasi sendi
Faktor gaya hidup (alcohol, merokok)
Isbagio (2009) mengklasifikasikan faktor resiko osteoartritis menjadi faktor resiko umum dan
mekanik yaitu:
a.Usia
Dari semua faktor resiko timbulnya OA, faktor usia adalah yang terkuat. Prevalensi dan
beratnya OA meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anakanak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun
(Isbagio, 2009).
11
b.Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, lelaki lebih sering terkena OA
paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, usia dibawah 45 tahun frekuensi OA kurang
lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi usia diatas 50 tahun (setelah menopause)frekuensi OA
lebih banyak pada wanita dari pada pria (Isbagio, 2009).
c.Suku bangsa
Osteoartritis lebih jarang pada orang-orang berkulit hitam dan asia dibanding dengan
kaukasian. Osteoartritis lebih sering terjadi pada orang eropa dan ras kulit putih lainnya (Isbagio,2009).
d. Genetik
Osteoartritis disebabkan karena genetik, mekanisme stres lokal maupun faktor sistemik
yang mengawali hilangnya kartilago sendi. Pertumbuhan berlebih pada tulang dan perubahan lain
dari tulang, termasuk juga perubahan ligamentum, meniscus dan otot (CDC, 2010).
Faktor genetik yang belum teridentifikasi diduga terlibat dalam perkembangan osteoartritis,
teori komponen genetik ini didukung oleh penelitian yang dilakukan pada keluarga dan anak
kembar. Aberasi kromosom klonal, misal penambahan pada kromosom 5 dan 7, yang ditemukan
di membrane Synovial pada beberapa pasien osteoartritis. Alpha1-antitripsin, 1antichymotrypsin, gen polimorfisme, dan alel HLA diduga berhubungan dengan
osteoarthritis generalisata, sebaliknya gen polymorfisme prokolagen tipe II diduga
berhubungan dengan perkembangan osteoartritis dengan kondroplasia ringan (Sakkas et al., 2007).
e. Kegemukan dan penyakit metabolik
12
Dalam suatu studi epidemiologi, Grotle et al (2008) menemukan adanya hubungan yang
signifikan untuk kegemukan (BMI >30) sebagai faktor resiko osteoartritis lutut, tetapi bukan
merupakan faktor resiko osteoartritis pinggul (Joern et al., 2010). Obesitas merupakan faktor resiko
bagi pertumbuhan dan perkembangan dari osteoartritis lutut. Obesitas juga berpengaruh terhadap
osteoartritis pinggul dan tangan namun, hubungan yang jelas belum ditemukan(Sharma, 2000).
Sejumlah besar studi yang telah dilakukan tidak ditemukan adanya ikatan metabolis antara
kegemukan dengan osteoartritis. Sebagai contoh, pengontrolan distribusi lemak tubuh, diabetes,
kadar kolesterol, kadar asam urat, dan tekanan darah tidak menurunkan hubungan antara obesitas
dengan osteoartritis lutut dalam data First National Health and Nutrition Examination
Survey (NHANES-I) (Sharma, 2000).
f. Cidera sendi, pekerjaan, dan olahraga
Pada studi cross sectional ditemukan resiko osteoartritis 1,9-13 kali lebih tinggi pada
penambang mineral di bawah tanah pada populasi yang terkontrol, dapat diasumsikan bahwa faktor
resiko utama pada golongan ini adalah seringnya posisi berlutut maupun jongkok. Pekerja
konstruksi, terutama pemasang lantai mengalami kenaikan prevalensi osteoartritis yang signifikan
(Joern et al., 2010). Bukti menyatakan bahwa kebiasaan berolahraga yang cukup saat usia
dewasa muda dan tua tidak meningkatkan resiko osteoartritis. Tetapi, telah diketahui bahwa trauma
atau luka pada lutut berhubungan dengan kejadian osteoartritis dan kegiatan olahraga yang
berbahayameningkatkan resiko luka di lutut secara akut (Michaelsson, 2011).
g. Kelainan pertumbuhan
13
Kelainan kongenital dan pertumbuhan pada paha telah dikaitkan dengan timbulnya OA
paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA pada paha
laki-laki dan ras tertentu (Isbagio, 2009). Panjang tungkai yang tidak sama diduga juga berhubungan
dengan prevalensi, keluhan simptomatis dan osteoartritis lutut yang progresif. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa ketidaksamaan panjang tungkai merupakan modifikasi dari faktor resiko
osteoartritis (Harvey,2010).
D. PATOFISIOLOGI
Pada OA terdapat dua perubahan morfologi utama yaitu kerusakan tulang
rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang
rawan sendi dan tepi sendi (osteofit). Penelitian menunjukkan bahwa perubahan
metabolisme tulang rawan sendi telah timbul sejak proses patologis osteoarthritis.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak
makromolekul matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen). Hal ini
menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan
berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Saat ini osteoarthritis tidak dipandang
hanya sebagai proses degenerative saja, tetapi juga merupakan suatu penyakit dengan
proses aktif. Dengan adanya perubahan-perubahan pada makromolekul tulang rawan
tersebut, sifat-sifat biomekanis tulang rawan sendi akan berubah. Hal ini akan
menyebabkan tulang rawan menjadi
14
tulang baru (osteofit) dipandang oleh beberapa ahli sebagai suatu proses perbaikan
untuk membentuk kembali persendian atau tepi sendi
Perkembangan osteoarthritis terbagi atas 3 fase, yaitu sebagai berikut:
1. Fase I: terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme
kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti
metalloproteinase yang kemudian hancur dalam matriks kartilago.
Kondrosit
juga
memproduksi
penghambat
protease
yang
akan
15
16
usia
Jenis
kelamin
geneti
k
suku
kegemuka
n
Perubahan metabolisme
tulang
Peningkatan aktifitas enzim yang
merusak makro molekul matriks
tulang rawan sendi
Penurunan kadar
proteoglikan
Perubahan sifat-sifat
kolagen
Berkurangnya kadar air tulang
rawan sendi
Timbul laserasi
17
OSTEOARTRITIS
Nyeri
Hilang fungsi
Kaku
Terbatasnya gerakan
Memburuk pada aktivitas sehari-hari
Gejala lain
Krepitasi
Sensitif terhadap dingin dan lembab
Perkembangan yang bertahap
18
tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan yang lain. Nyeri pada
OA dapat berupa penjalaran atau radikulopati (Soeroso et al., 2009). Pada awalnya nyeri bersifat
episodik, sering didahului oleh penggunaan sendi yang sakit secara berlebih selama sehari atau dua
hari sebelumnya. Seiring dengan bertambah beratnya penyakit, nyeri menjadi berkelanjutan dan
bahkan mengganggu saat malam hari (Brandt, 2007)
2.Hambatan Gerak Sendi
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun OA yang masih dini (secara radiologis).Biasanya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan
menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris
(salah satu arah gerakan saja) (Kalim, 2004).
3.Kaku Sendi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk
dikursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur kaku sendiserig
kali cepat (<30 menit) (Soeroso et al., 2009).
b.Tanda ( Sign)
1.Kaku Pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk
dikursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur (Kalim, 2004).
2.Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya
berupaperasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
19
memeriksa.Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu.
Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi
digerakkan atau secara pasif dimanipulasi (Kalim, 2004).
3.Pembesaran Sendi (Deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau
tangan) secara pelan-pelan membesar (Soeroso et al., 2009). Pembengkakan sendi pada OAdapat
timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (<100 cc). Sebab lain ialah karena
adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi (Kalim, 2004).
4.Perubahan Gaya Berjalan
Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau pinggang berkembang
menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman
yang besar untuk kemandirian pasien OA yang umumnya berusia tua. Hal ini merupakan hal yang
paling menyusahkan pasien (Soeroso et al., 2009).
F. PENEGAKAN DIAGNOSA
a. Radiografi
Radiografi sendi yang terkena dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri saat malam hari
dan tidak melakukan kegiataan. Jika nyeri menetap setelah terapi efektif untuk osteoarthritis,
radiografi dapat menunjukkan diagnosis yang terlewat. Pada pasien osteoartritis hasil radiografi yang
ditemukan tidak berhubungan rasa nyeri yang dialami pasien. Walaupun begitu kondrokalsinosis
dapat terlihat pada pemeriksaan radiologis, ini berhubungan dengan usia seseorang dan berhubungan
dengan rasa nyeri yang dikeluhkan oleh pasien.
20
b.Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin tidak dikerjakan pada pasien dengan nyeri lutut yang kronik
hinggaditemukan gejala dan tanda remathoid arthritis maupun artritis inflamasi lain. Penilaian
cairan sinovial dilakukan jika dicurigai artritis inflamasi atau gout atau pseudogout pada sendi
21
yang terinfeksi, pada osteoartritis sel darah putih ditemukan kurang dari 1000/m3 di cairan
sinovial,sedangkan jumlah yang lebih tinggi menandakan artritis inflamasi. Jika didapatkan
kristal,merupakan diagnosis dari gout maupun pseudogout (Nelson, 2006)
c.Marker
Kadar dari marker pembentukan kembali tulang meningkat pada pasien dengan
osteoarthritis yang progresif dan mirip dengan pasien dengan osteoporosis post menopause
(Bingham et al.,2006). Inflamasi sinovial memberikan pengaruh pada perkembangan penyakit,
hubungan antara marker biologis inflamasi seperti protein C- reaktif dan protein matriks
kartilago oligomeri dengan perkembangan perubahan struktural pada osteoartritis (Bondeson et al.,
2010).
G. PENATALAKSANAAN
22
pertama yang dianjurkan pada osteoartritis lutut dan pinggul, walaupun masih kurang cukup bukti
untuk merekomendasikan penanganan yang spesifik untuk penyakit ini (Abbot, 2009).
Keterangan
Hindari jika nyeri memburuk. Latihan yang
progresif lebih baik
Tongkat dan kaki yang terkena harus menginjak
lantai pada saat yang bersamaan
Dianjurkan jika nyeri tidak membaik dengan
terapi lain.
Rata-rata mengurangi rasa nyeri
beberapa sesi
setelah
b. Terapi farmakologi
Agen farmakologi (analgesic oral dan topical, obat anti inflamasi non steroid
(OAINS)
termasuk
penghambat
selektif
cyclooxygenase-2,
dan
terapi
intraartikular (kortikosteroid dan preparat hyaluronan ) jika dibutuhkan. Suplemen diet dan
nutrisi termasuk glucosamine Dan chondroitin sulfate, sering digunakan oleh pasien dan
direkomendasikan oleh praktisi (Hochberg,2006)
c. Terapi farmakologi lain
23
24
25
26
27
28
29
30