Anda di halaman 1dari 8

e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)

ANALISIS KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN


PEDAGANG AYAM GORENG KAKI LIMA DI SINGARAJA
Lilik Nur Indah Sari, Frieda Nurlita, Siti Maryam
Jurusan Pendidikan Kimia
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: {lilik_dia@ymail.com, friedanurlita1952@gmail.com,
titik_maryam@yahoo.co.id}@undiksha.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, yang bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang kualitas minyak yang digunakan pedagang ayam goreng kaki lima di
Singaraja dilihat dari warna, berat jenis, indeks bias (nD), bilangan peroksida, dan kadar
asam lemak bebas (%FFA). Subjek penelitian ini adalah minyak goreng yang digunakan
pedagang ayam goreng kaki lima. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 5 pedagang dan
dilakukan 3 kali pengambilan. Objek penelitian adalah kualitas minyak goreng yang
digunakan pedagang ayam goreng kaki lima di Singaraja yang dikaji dari aspek warna,
berat jenis, indeks bias (nD), bilangan peroksida, dan kadar asam lemak bebas (%FFA).
Penentuan indeks bias (nD) dengan menggunakan refraktometer Abbe, berat jenis
dengan menggunakan Piknometer, dan sifat kimia yang terdiri dari penentuan bilangan
peroksida, dan kadar asam lemak bebas (%FFA) melalui titrasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa minyak goreng yang digunakan pedagang ayam goreng kaki lima di
Singaraja memiliki kualitas yang rendah dilihat dari warna, berat jenis, indeks bias (nD),
bilangan peroksida, dan kadar asam lemak bebas (%FFA). Hal ini disebabkan karena
minyak telah mengalami hidrolisis, oksidasi, penguraian akibat dari pemanasan dan
penggorengan yang berulang kali, serta penambahan minyak baru tanpa membuang
minyak yang sebelumnya.
Kata kunci: minyak goreng, pemanasan, kualitas minyak goreng.
ABSTRACT
This research is an exploratory research, which is aimed to describe about the quality of
frying oil that has been used by fried chicken sellers in Singaraja focused on the color,
density value, refractive index (nD), peroxide numbers, and Free Fatty Acid content (%
FFA). The subjects used is frying oil fried chicken seller. Subjects in this research
amounted 5 sellers and conducted 3 times retrieval The research object in this study is
the quality of the frying oil fried chicken seller from the aspect of color, density value,
refractive index (nD), peroxide numbers, and Free Fatty Acids content (% FFA). To
determine of refractive index (nD) using Abbe refractometer and the determination of
density value by using a pycnometer, while to determine the chemical properties, such as
the determination of peroxide numbers, and Free Fatty Acid (%FFA) by titration. The
results of the study shows that there is used frying oil that has been used by fried chicken
sellers in Singaraja have seen the low quality of the color, density value, refractive index
(nD), peroxide numbers, and free fatty acid content (% FFA) due to hydrolysis, oxidation,
decomposition due to heating and repeated frying, as well as the addition of new oil
without removing the previous oil.
Key words: frying oil, heating, quality of frying oil.

99

99

e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)

Pendahuluan
Minyak goreng merupakan salah
satu kebutuhan pokok manusia sebagai
bahan dasar yang penting dalam proses
penggorengan dengan fungsi utama
sebagai medium penghantar panas,
menambah rasa gurih, menambah nilai gizi,
dan kalor bahan pangan (Ketaren, 2005).
Masyarakat kita dengan tingkat ekonomi
yang berbeda-beda, ada masyarakat yang
menggunakan minyak goreng hanya untuk
sekali pakai, namun ada juga masyarakat
yang menggunakan minyak goreng berkalikali. Banyaknya permintaan akan bahan
pangan digoreng merupakan suatu bukti
yang nyata mengenai betapa besarnya
jumlah bahan pangan digoreng yang
dikonsumsi
manusia
oleh
lapisan
masyarakat dari segala tingkat usia. Minyak
goreng juga membuat makanan menjadi
renyah, kering, dan berwarna keemasan
atau kecoklatan, akan tetapi jika minyak
goreng digunakan secara berulang kali
akan membahayakan kesehatan (Chalid,
2010).
Minyak goreng yang kita konsumsi
sehari-hari sangat erat kaitannya dengan
kesehatan tubuh kita. Hasil kajian dari
Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM), serta kajian dari pakar kesehatan
terhadap penggunaan minyak berkali-kali
akan memberikan dampak pada gangguan
kesehatan. Berbagai macam reaksi terjadi
selama proses penggorengan, seperti
reaksi oksidasi dan hidrolisis yang dapat
mengakibatkan minyak menjadi rusak.
Kerusakan tersebut menyebabkan minyak
dari kuning jernih menjadi berwarna
kecoklatan, lebih kental, berbusa, berasap,
serta meninggalkan aroma yang tidak
disukai pada makanan hasil gorengan
(Ketaren, 2005).
Pemanasan minyak goreng yang
berulang kali (lebih dari 2 kali) pada suhu
tinggi (160C sampai dengan 180C)
hidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas
yang mudah teroksidasi, sehingga minyak
menjadi tengik yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan (Suhardjo, 1992).
Menurut Nani dalam Marsmellowblack
(2010), mengatakan penggunaan minyak
yang dipergunakan berulang kali dalam

penggorengan jelas sangat tidak baik untuk


kesehatan. Seharusnya minyak goreng
yang digunakan untuk menggoreng ikan
atau makanan yang lainnnya tidak boleh
melebihi sampai tiga kali penggorengan.
Setiap dipakai, minyak akan mengalami
penurunan mutu. Kadar asam lemak tak
jenuh dan vitamin A, D, E, dan K yang
terdapat pada minyak semakin lama akan
semakin berkurang dan yang tersisa tinggal
asam
lemak
jenuh
yang
dapat
menyebabkan penyakit, seperti penyakit
jantung koroner dan stroke.
Menurut Heru dalam Moehammad
(2011), pedagang makanan kaki lima belum
menaruh perhatian dan mengutamakan
kualitas minyak goreng yang digunakan,
sehingga produk makanan yang mereka
jual terkadang kurang higienis. Penggunaan
minyak berkali-kali mengakibatkan minyak
menjadi cepat berasap, berbusa, dan
meningkatkan warna coklat serta dihasilkan
rasa dan bau yang tidak disukai pada
bahan makanan yang digoreng. Kerusakan
minyak goreng yang berlangsung selama
penggorengan juga akan menurunkan nilai
gizi dan berpengaruh terhadap mutu dan
nilai bahan pangan yang digoreng. Hal ini
sesuai dengan pendapat Trubusagrisarana
(2005), yang menyatakan bahwa minyak
yang telah rusak akan mempunyai struktur
dan penampakan yang kurang menarik
serta menghasilkan cita rasa dan bau yang
kurang enak.
Menurut Aminuddin (2010), kadar
asam lemak bebas merupakan banyaknya
asam lemak bebas yang dihasilkan dari
proses hidrolisis minyak (dapat berlangsung
dengan penambahan panas) ataupun
proses pengolahan yang kurang baik.
Kadar asam lemak bebas dalam minyak
menunjukkan kualitas minyak. Semakin
besar angka ini berarti kandungan asam
lemak bebas semakin tinggi. Hal ini berarti
minyak tersebut memiliki kualitas yang
rendah. Meningkatnya kandungan asam
lemak bebas sangat berbahaya bagi
kesehatan, seperti berpengaruh terhadap
timbunan lemak pada pembuluh darah yang
kemudian dapat mendorong penyempitan
pembuluh darah arteri (arterioscelorosis)
yang dapat menimbulkan terkenanya

100

e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)
penyakit jantung (Winarno, 1999). Minyak
goreng yang memiliki angka peroksida
melebihi batas yang telah ditentukan, yaitu
5,000 meq/Kg akan membentuk akrolein
dan kandungan asam lemak bebas menjadi
meningkat.
Hasil observasi yang telah dilakukan
peneliti, pedagang kaki lima umumnya
memilih minyak goreng curah karena lebih
praktis dan murah dibandingkan minyak
goreng dalam kemasan. Pedagang ayam
goreng di Singaraja ada 15. Pedagang
biasanya menambahkan minyak yang baru
meskipun minyak yang lama sudah
berwarna hampir hitam atau agak coklat.
Sebelum dicampur dengan minyak goreng
baru, minyak goreng lama disaring terlebih
dahulu untuk menghilangkan kotoran.
Berdasarkan latar belakang tersebut,
peneliti ingin menguji kualitas minyak
goreng yang digunakan pedagang ayam
goreng kaki lima di Singaraja, yang dikaji
dari aspek warna, berat jenis, indeks bias
(nD), bilangan peroksida, dan kadar asam
lemak bebas (%FFA).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
eksploratif,
yang
bertujuan
untuk
memberikan gambaran tentang kualitas
minyak goreng yang digunakan pedagang
kaki lima di Singaraja dilihat dari warna,
berat jenis, indeks bias (nD), bilangan
peroksida, dan kadar asam lemak bebas (%
FFA).
Penelitian ini dilakukan dengan 3
tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan (uji kualitas minyak goreng
dan) dan tahap pelaporan. Tahap persiapan
meliputi penyiapan alat dan bahan,
pembuatan larutan, dan standarisasi
larutan. Tahap pelaksanaan dilakukan
dengan menguji kualitas minyak goreng,
meliputi penentuan sifat fisika dan sifat
kimia minyak goreng yang digunakan oleh
pedagang ayam goreng kaki lima di
Singaraja, dan tahap pelaporan (laporan
penelitian).
Penelitian
ini
dilakukan
di
Laboratorium Analitik Jurusan Pendidikan
Kimia
FMIPA
Undiksha
Singaraja,
sedangkan untuk penentuan indeks bias
(nD) dengan menggunakan Refraktometer
Abbe dan untuk penentuan berat jenis

menggunnakan Piknometer dilakukan di


Laboratorium Organik Jurusan Pendidikan
Kimia FMIPA Undiksha Singaraja.
Subjek penelitian ini adalah minyak
goreng yang digunakan pedagang ayam
goreng kaki lima. Subjek dalam penelitian
ini berjumlah 5 pedagang dan dilakukan 3
kali pengambilan. Objek penelitian adalah
kualitas minyak goreng yang digunakan
pedagang ayam goreng kaki lima di
Singaraja yang dikaji dari aspek warna,
berat jenis, indeks bias (nD), bilangan
peroksida, dan kadar asam lemak bebas
(%FFA).
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada
penelitian
ini,
yaitu:
Buret
mikro,
Erlenmeyer 125 mL, gelas kimia 100 mL
dan 250 mL, corong, corong Buchner, gelas
ukur, labu ukur, spatula, cawan petri, kaca
arloji, batang pengaduk, stirer magnetik,
pipet tetes, pipet ukur, statif dan klem,
penangas, pemanas listrik, kertas saring,
labu dasar bulat 100 mL, pendingin refluks,
pompa air, selang, ring, batu didih, neraca
analitik, oven, serta beberapa instrumen,
seperti Refraktometer Abbe, Piknometer,
kertas label. Sementara bahan-bahan yang
diperlukan, yaitu: minyak goreng, asam
asetat glasial, kloroform, larutan KI, larutan
Na2S2O3, amilum, aquades, KOH, alkohol,
K2Cr2O7, fenolftalein, H2SO4, HCl, asam
oksalat, etanol.
Pembuatan Larutan
Pembuatan
larutan
terdiri
dari
pembuatan larutan indikator fenolftalein 1%,
indikator amilum 1%, etanol 70%, larutan
H2C2O4 0,3 N, K2Cr2O7 0,1 N, KI 15%, KOH
0,5 N dalam etanol 95%, HCl 0,5 N,
Na2S2O3 0,01 N, KOH 0,1 N.
Standarisasi Larutan
Standarisasi larutan terdiri dari
standarisasi
larutan
KOH
0,5
N
menggunakan larutan H2C2O4 0,3 N,
standarisasi
larutan
HCl
0,5
N
menggunakan larutan KOH 0,5 N, dan
standarisasi larutan Na2S2O3 0,01 N
menggunakan larutan K2Cr2O7 0,1 N.

101

e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)
Penyiapan sampel
Minyak goreng yang digunakan
adalah minyak goreng yang diperoleh dari
pedagang kaki lima di kawasan Singaraja.
Minyak goreng tersebut kemudian disaring
dengan menggunakan corong Buchner dan
kertas saring, sehingga diperoleh minyak
goreng yang bebas kotoran.
Penentuan kualitas minyak goreng.
1). Penentuan Warna
Perbedaan warna minyak goreng
dapat diamati dengan cara membandingkan
warna minyak goreng standar dengan
minyak
goreng
dari
masing-masing
pedagang pada setiap pengambilan.
Sampel minyak goreng standar dan minyak
goreng pedagang A, pedagang B,
pedagang C, pedagang D, dan pedagang E
pada pengambilan I, II, dan III ditempatkan
pada tabung reaksi. Kemudian diberi label
agar sampel tidak tertukar. Warna sampel
minyak goreng diamati dan dibandingkan
dengan standar minyak goreng. Jika terlihat
warna kuning hingga tak berwarna sesuai
dengan warna standar minyak goreng,
maka hasil dinyatakan normal. Jika terlihat
warna selain warna pada poin c, maka hasil
uji dinyatakan tidak normal.
2). Penetuan Berat Jenis
Penentuan berat jenis minyak goreng
menggunakan Piknometer. Piknometer
dibersihkan dan dikeringkan, kemudian
ditimbang dengan neraca analitik. Isi
piknometer dengan sampel minyak goreng,
pengisian dilakukan sampai sampel dalam
botol meluap dan tidak ada gelembung
udara di dalamnya, kemudian piknometer
dibersihkan dengan tisu. Timbang berat
botol dengan isinya menggunakan neraca
analitik. Data hasil pengukuran dengan
piknometer dihitung dengan rumus.
Bj =

m
v

Keterangan:
m = berat minyak goreng
v = volume minyak goreng
3). Penentuan Indeks Bias
Penentuan indeks bias minyak goreng
menggunakan
alat
Refraktometer.

Refraktometer diletakkan pada tempat yang


terang, sehingga intensitas sinar matahari
dapat ditangkap. Sebelum dan sesudah
digunakan,
prisma
Refrakktometer
dibersihkan dengan toluen atau alkohol.
Beberapa tetes minyak goreng diteteskan
pada prisma Refraktometer Abbe yang
sudah distabilkan pada suhu tertentu, yang
selanjutnya prisma ditutup dengan sekrup
dan diputar. Knop pengatur cahaya dan
pengatur prisma diputar-putar agar warna
cahaya pada layar dalam alat tesebut
menjadi dua warna dengan batas yang
jelas. Knop pengatur diputar lagi untuk
menggeser tanda batas hingga memotong
titik perpotongan dua garis diagonal yang
saling berpotongan. Nilai indeks bias
minyak goreng dapat dibaca pada layar
skala.
4). Penentuan Bilangan Peroksida
Penentuan
bilangan
peroksida
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Sebanyak 5 gram minyak goreng
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer.
Selanjutnya, ditambahkan 7,5 mL asam
asetat glasial-kloroform (3:2) sambil dikocok
sampai semua minyak goreng larut.
Kemudian ditambahkan 5 tetes larutan KI
15% sambil dikocok, didiamkan selama dua
menit, selanjutnya ditambahkan 7,5 mL
aquades sambil dikocok. Setelah itu,
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N
sampai menjelang warna kuning hilang, lalu
ditambahkan 1 mL larutan amilum 1%.
Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.
Titrasi ini dilakukan dengan pengulangan
sebanyak 3 kali.
Bilangan peroksida dihitung dengan
rumus:
Bil. peroksida=

mL Na 2 S 2 O3 N Na 2 S 2 O3
1000
massa sampel ( gram)

Keterangan:
ml Na2S2O3 = Volume titran Na2S2O3
N Na2S2O3 = Normalitas larutan Na2S2O3
5). Penentuan Kadar Asam Lemak
Bebas (% FFA)
Penentuan
bilangan
peroksida
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Sebanyak 5 gram minyak goreng
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer.

102

e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)
Selanjutnya, ditambahkan 5 mL alkohol
95%, kemudian dipanaskan selama 10
menit dalam penangas air sambil diaduk.
Sebanyak 2 tetes indikator PP 1%
ditambahkan dan campuran tersebut
kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1
N yang telah distandarisasi. Titrasi
dihentikan ketika warna merah jambu telah
terbentuk dan tidak hilang selama 30 detik.
Titrasi ini dilakukan dengan pengulangan
sebanyak 3 kali. Kadar asam lemak bebas
dihitung dengan rumus sebagai berikut.

% FFA

mL KOH N KOH BM
100
massa sampel 1000

Keterangan:
% FFA = Kadar asam lemak bebas
ml KOH = Volume titran KOH
N KOH = Normalitas larutan KOH
BM : Berat molekul asam lemak (asam
lemak palmitat) = 256

Data-data yang dikumpulkan dalam


penelitian ini berupa data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif berupa penentuan
warna minyak, sedangkan data kuantitatif
yang diukur adalah, indeks bias, berat jenis,
volume larutan Na2S2O3 pada penentuan
bilangan peroksida, volume larutan KOH
pada penentuan kadar asam lemak bebas.
Seluruh data yang terkumpul dianalisis
secara deskriptif. Data yang diperoleh
tersebut kemudian dibahas berdasarkan
teori yang berkaitan, sehingga diperoleh
suatu simpulan.
Hasil Penelitian
Data hasil penelitian minyak goreng ayam
goreng yang ditinjau dari warna, berat jenis,
indeks bias (nD), bilangan peroksida, dan
kadar asam lemak bebas (%FFA), disajikan
pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1.
Kualitas Minyak Goreng yang Dibandingkan dengan Standar Minyak Goreng
Pedagang
Kualitas Minyak Goreng
Berat
Indeks
Bil.
Warna
%FFA
Jenis
bias (nD) Peroksida
Pedagang A
Tidak normal
0,955
1,3627
7,400
0.855
Pengambilan I
Tidak normal
0,955
1,3633
7,380
0,829
Pengambilan II
Tidak normal
0,955
1,3713
6,880
0,666
Pengambilan III
Pedagang B
Tidak normal
0,954
1,3663
7,600
0,923
Pengambilan I
Tidak normal
0,954
1,3670
7,500
0,911
Pengambilan II
Tidak normal
0,954
1,3679
7,360
0,890
Pengambilan III
Pedagang C
Tidak normal
0,916
1,3610
9,000
0,973
Pengambilan I
Tidak normal
0,916
1,3610
8,760
0,947
Pengambilan II
Tidak normal
0,916
1,3651
7,800
0,923
Pengambilan III
Pedagang D
Tidak normal
0,945
1,3646
8,000
0,943
Pengambilan I
Tidak normal
0,945
1,3650
7,600
0,923
Pengambilan II
Tidak normal
0,945
1,3662
7,440
0,911
Pengambilan III
Pedagang E
Tidak normal
0,949
1,3624
7,200
0,794
Pengambilan I
Tidak normal
0,949
1,3630
7,000
0,717
Pengambilan II
Tidak normal
0,949
1,3642
7.000
0,819
Pengambilan III
0,900
1,4485,000
Maks 0,300
Standar Minyak Goreng
Normal
gram/L
1,450
meq/Kg
% b/b

103

e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)
Pembahasan
Data kuantitatif yang diperoleh
tentang kualitas minyak goreng pedagang
ayam goreng kaki lima di Singaraja tidak
dirata-ratakan, tetapi untuk meyakinkan
peneliti tentang kualitas minyak goreng
yang digunakan pedagang ayam goreng
kaki lima di Singaraja. Berdasarkan data
pada tabel 1, perbedaan warna minyak
goreng
dapat
diamati
dengan
membandingkan warna minyak goreng dari
masing-masing pedagang dengan minyak
goreng standar. Berdasarkan hasil analisa
menunjukkan bahwa, minyak goreng yang
digunakan oleh pegadang ayam goreng
kaki lima di Singaraja setelah beberapa kali
pemakaian memiliki kondisi warna yang
tidak normal. Sangat berbeda dengan
warna minyak goreng standar SNI 01-37412002 dengan kondisi yang normal (kuningtidak berwarna), terlihat dari warna minyak
goreng kelima pedagang pada pengambilan
I, II, dan III berturut-turut menunjukkan
warna coklat kehitaman, coklat, dan kuning
kecoklatan. Perubahan warna minyak
goreng dapat terjadi selama proses
pengolahan dan disebabkan oleh suhu
pemanasan yang terlalu tinggi. Pemanasan
yang lama dan berulang-ulang akan
mempercepat terjadinya hidrolisis, oksidasi,
dan penguraian minyak menjadi karbon.
Selain itu, minyak yang teroksidasi akan
memberikan perubahan warna minyak
goreng yang terlihat secara visual, ini
disebabkan terdapat senyawa-senyawa
volatil yang akan menguap selama proses
penggorengan
berlangsung,
sehingga
menyebabkan intensitas warna pada
minyak goreng menjadi semakin gelap
(Serjouie et al., 2010).
Dikaji dari berat jenis minyak goreng
yang ada pada tabel 1, berdasarkan hasil
penelitian minyak goreng yang digunakan
oleh para pedagang kaki lima berkisar
antara 0,916-0,955 gram/L, sehingga
memiliki berat jenis yang lebih besar
dibandingkan dengan SNI 01-3741-2002,
yaitu 0,900 gram/L. Peningkatan berat jenis
berbanding lurus dengan banyaknya
frekuensi dalam menggoreng. Semakin
sering penggorengan dilakukan, semakin
terhidrolisis
minyak
tersebut
yang
mengakibatkan berat jenis semakin besar.
Hasil
hidrolisis
terhadap
minyak

menghasilkan senyawa gliserol dan asam


lemak yang memiliki berat molekul lebih
besar
dibandingkan
dengan
minyak
(trigliserida) yang belum digunakan untuk
menggoreng, sehingga berat jenis minyak
goreng semakin besar.
Berdasarkan data pada tabel 1,
hasil pengukuran indeks bias minyak
goreng dari kelima pedagang berkisar
antara 1,3610-1,3713. Jika dibandingkan
dengan standar SNI 01-3741-2002, sebesar
1,448-1,450. Terdapat penurunan nilai
indeks
bias
minyak
goreng
jika
dibandingkan dengan standar, minyak
goreng dengan pemanasan yang lama dan
berulang-ulang
akan
mempercepat
terjadinya destruksi minyak goreng akibat
meningkatnya kadar peroksida, sehingga
trigliserida pada minyak berubah menjadi
gliserol dan asam-asam lemak. Hal ini
menyebabkan intensitas warna pada
minyak goreng semakin gelap sehingga
cahaya yang masuk sulit untuk dibiaskan.
Sudut datang tidak sama dengan sudut
bias. Besar sudut datang dan sudut bias
tergantung pada berat jenis, suhu, dan
media yang dilewati serta cahaya yang
datang. Makin besar sudut bias, maka
semakin kecil nilai indeks biasnya.
Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel 1, bilangan peroksida minyak goreng
yang digunakan oleh para pedagang kaki
lima berkisar antara 6,880-9,000 meq/kg.
Dilihat dari hasil analisa kadar peroksida
pada minyak goreng kelima pedagang
ayam goreng, menunjukkan angka yang
lebih besar dari SNI 01-3741-2002, yaitu
sebesar 5,000 meq/Kg. Hasil pengukuran
terhadap bilangan peroksida menunjukkan
kecenderungan meningkat dengan semakin
banyaknya pengulangan penggorengan.
Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara
spontan jika bahan berlemak dibiarkan
kontak
dengan
udara,
sedangkan
kecepatan proses oksidasinya tergantung
pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan
(Ketaren, 2005). Minyak curah terdistribusi
tanpa kemasan, paparan oksigen dan
cahaya pada minyak curah lebih besar
dibanding dengan minyak kemasan.
Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi
merupakan
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
oksidasi.
Selain
itu,
penggunaan
suhu
tinggi
selama

104

e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)
penggorengan memacu terjadinya oksidasi
minyak. Menurut de Man (1999) setiap
peningkatan suhu 10oC laju kecepatan
oksidasi meningkat dua kali lipat.
Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah
dengan kenaikan suhu dan berkurang pada
suhu rendah.
Menurut teori Farmer, mekanisme
reaksi oksidasi pada minyak goreng diawali
oleh penguraian molekul minyak menjadi
radikal bebas yang tidak stabil. Radikal
bebas dari minyak akan bereaksi dengan
oksigen (O2) di udara membentuk radikal
peroksida. Radikal peroksida ini akan
bereaksi dengan molekul minyak yang lain
menghasilkan hidroperoksida dan radikal
bebas dari minyak. Jumlah peroksida yang
terbentuk
diukur
sebagai
bilangan
peroksida yang menunjukkan kecepatan
oksidasi minyak (Sakidja, 1984).
Hasil ini sesuai dengan penelitian
Aidos et al. (2001) dalam Aminah (2010),
yang menyatakan bahwa suhu serta waktu
penggorengan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kualitas minyak
khususnya dalam peningkatan bilangan
peroksida.
Semakin
tinggi
suhu
penggorengan serta semakin lama minyak
goreng digunakan untuk menggoreng
secara berulang-ulang, maka semakin
tinggi pula bilangan peroksidanya.
Dikaji dari kadar asam lemak bebas
(%FFA) minyak goreng sesuai tabel 1
menunjukkan kadar asam lemak bebas
minyak goreng kelima pedagang berkisar
antara 0,666-0,973%, lebih tinggi dari
standar yang ditetapkan pada SNI 01-37412002, yaitu sebesar 0,300%. Asam lemak
bebas (FFA) terbentuk akibat proses
oksidasi
dan
hidrolisis
selama
penggorengan.
Reaksi
hidrolisis
disebabkan oleh kandungan air dalam
bahan pangan yang digoreng, di samping
itu terdapat lemak pada daging yang
terendam dalam minyak yang mampu
menghidrolisis
trigliserida,
sehingga
menghasilkan asam lemak bebas dan
gliserol. Reaksi lain yang menghasilkan
asam lemak bebas adalah oksidasi. Asam
bebas akan terbentuk selama proses
oksidasi yang dihasilkan dari pemecahan
dan oksidasi ikatan rangkap.
Berdasarkan pemaparan di atas,
dapat diketahui bahwa minyak goreng yang

digunakan pedagang ayam goreng memiliki


kualitas yang rendah dibandingkan dengan
standar minyak goreng. Hal ini diakibatkan
oleh perilaku pedagang tidak mengganti
minyak yang telah digunakan berulang kali,
melainkan hanya menambahkan minyak
goreng baru ke dalam minyak goreng lama.
Selain itu, bahan-bahan yang digoreng juga
mempengaruhi penurunan kualitas minyak.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat disimpulkan bahwa minyak goreng
yang digunakan pedagang ayam goreng
kaki lima di minyak goreng yang digunakan
pedagang ayam goreng kaki lima di
Singaraja memiliki kualitas yang rendah
dilihat dari warna, berat jenis, indeks bias
(nD), bilangan peroksida, dan kadar asam
lemak bebas (%FFA). Hal ini disebabkan
karena minyak telah mengalami hidrolisis,
oksidasi,
penguraian
akibat
dari
pemanasan dan penggorengan yang
berulang kali, serta penambahan minyak
baru tanpa membuang minyak yang
sebelumnya.
Saran yang dapat diberikan oleh
peneliti adalah perlu diadakan penelitian
lebih lanjut untuk menguji kualitas minyak
goreng menggunakan sampel minyak
goreng yang tidak pernah dipakai, sekali
pakai, dan dua kali pakai sebagai
parameter pembanding hasil uji dengan
minyak goreng yang diperoleh dari
pedagang ayam goreng kaki lima di
Singaraja.
Daftar Pustaka
Aidos, I., Padt, A.F.D., Remko, B.M., &
Luten, J.B., (2001).Upgrading of
Maatjes
Herring
by-Products:
Production
of
Crude
Fish
Oil.Journal Agriculture and Food
Chemistry, Volume 49 Nomor 8
(hlm. 3697-3704)
Aminah, S. 2009. Retensi Vitamin A oleh
Tempe dan Minyak Goreng Curah
pada
Penggorengan
Berulang.
Tesis (tidak diterbitkan). Jurusan
Teknologi
Pangan,
Universitas
Muhammadiyah Semarang
Aminuddin, 2010. Asam Lemak Bebas.
Tersedia
pada

105

e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)
http://www.google.com.
Diakses
pada tanggal 03 Juni 2013
Chalid, S., Anna M., & Ida J. 2010. Minyak
Goreng
Pedagang
Gorengan.
Terdapat
pada
http://www.google.com.
Diakses
pada tanggal 05 Januari 2012
deMan, M.J. 1999. Principle of Food
Chemistry. Third Edition. Maryland:
Aspen Publisher Inc.
Kataren, S. 2005. Pengantar Teknologi
Minyak dan Lemak pangan. Jakarta:
UI-Press
Marsmellowblack.
2012.
Gorengan
Penyebab Kanker. Terdapat pada
http://www.google.com.
Diakses
tanggal 03 Juni 2013
Moehammad, R. 2011. Perbedaan Minyak
Curah dengan Minyak Kemasan.
Terdapat
pada

http://www.blogspot.com.
Diakses
tanggal 03 Juni 2013
Sakidja. 1984. Kimia Pangan. Jakarta
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Proyek
Pengembangan LPTK
Serjouie, A., Yaakob B.C.M., Mirhosseini
H., & Chin P.T. 2010. Effect of
Vegetable-Based
Oil
on
Psychochemical Properties of Oils
During Deep Fat Frying. American
Journal of Food Technology. ISSN
1557-4571 (page 310-323)
Suhardjo, C. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Trubusagrisarana. 2005. Mengolah Minyak
Goreng
Bekas.
Surabaya:
Perpustakaan Nasional RI
Winarno, F. 1999. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

106

Anda mungkin juga menyukai