Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA KLIEN

Ny. P DENGAN OPERASI STRUMECTOMY INDIKASI


STRUMA NODUSA DI RUANG IBS RSUD KABUPATEN
KEBUMEN
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA KLIEN Ny. P
DENGAN OPERASI STRUMECTOMY INDIKASI STRUMA
NODUSA DI RUANG IBS RSUD KABUPATEN
KEBUMEN
Disusun Guna Menyelesaikan Tugas Praktik Peminatan Bedah

Disusun oleh:
Aris Wibowo
(A11000615)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak mempengaruhi
bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut dengan struma.
Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut
struma nodosa.
Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh penderita
dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan tidak bermaknanya
kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang terjadi. Suatu penelitian di Boston,
pada 8% dari 2585 autopsi rutin, ditemukan nodul tiroid. Di RS. Hasan Sadikin Bandung
menemukan diantara 696 pasien struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan
hanya 31 diantaranya yang bersifat toksik. Penelitian Lukitho di RS. Hasan Sadikin Bandung
didapatkan dari 325 kasus struma nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1 : 4,2
sedangkan penelitian di Jakarta oleh Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan penderita
struma nodosa antara pria dan wanita adalah 1 : 5,6.
Bertitik tolak dari masalah diatas, maka penulis menulis karya ilmiah ini dengan judul
Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Klien Ny. P Dengan Operasi Strumectomy
Indikasi Struma Nodusa Di Ruang IBS RSUD Kabupaten Kebumen.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada pembahasan
makalah ini adalah bagaimana pengelolaan pasien dengan operasi strumectomy indikasi
struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pada pembahasan makalah ini adalah pengelolaan pasien selama
preoperasi, intraoperasi dan postoperasi.
D. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien dengan operasi strumectomy indikasi struma noduler ditinjau dari
asuhan keperawatan perioperatif.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian analisis data dan perumusan diagnosa
keperawatan pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan
keperawatan perioperatif.
b. Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan keperawatan pada klien
dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
c. Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan rencana keperawatan pada klien
dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
d. Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan
perioperatif.
e. Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan
perioperatif.
E. Manfaat

1. Manfaat bagi Institusi


Sebagai bahan ilmiah dan sumber informasi bagi institusi dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan pada masa yang akan datang.
2. Manfaat bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada dirumah sakit dalam
mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan pelayanan
keperawatan pada klien dengan mastectomy segmental indikasi tumor mamae.
3. Manfaat Bagi Penulis
Sebagai bahan evaluasi tentang penetapan konsep perawatan yang didapatkan selama
pendidikan ke dalam praktek keperawatan secara nyata.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua
bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran
panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid
sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja
setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan
menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap
molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh
kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4
yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium.4 Gambar anatomi
tiroid dapat dilihat di bawah ini.

Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme
energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan
energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis
asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal terhadap
glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem
saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan
neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.
B. Definisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar
tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong
trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal
tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat

C.
1.

2.

D.

E.

asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia (Sri Hartini, Ilmu
Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 2006).
Tanda dan gejala
Secara klinis pemeriksaan klinis struma dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik.
Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis
sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan
dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulanbulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan
reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon
tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya
konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk
menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala
hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis
tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat,
sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.
Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non
toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium
yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid
yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan
goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan
kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma
nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa
non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormone tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk kedalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida
menjadi bentuk yang aktif yang distimuter oleh tiroid stimulating hormone kemudian
disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang
terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin
(T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari seksesi tiroid
stimulating hormone dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan
hormone metabolic tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis,
pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis.
Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
Pemeriksaan Penunjang

1.

2.

3.

4.

5.

Tes Fungsi Hormon


Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk
mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan
radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara
metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma
sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme
sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme).
Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan
yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan
mengubah yodida.
Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan
nafas).
Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat
memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi
waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista,
adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan
yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu
kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah
teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak
nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat
memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang
benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli
sitologi.

F. Terapi
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain sebagai
berikut :
1. Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan
dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau
mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid.
Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis
parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi
hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini
disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat
sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah
pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan
tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat
dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah
tindakan pembedahan.

2. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga
menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium
radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul
dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya.
Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetic. Yodium
radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit,
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat
tiroksin.5
3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan
TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid
(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
G. Fokus Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan
guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan
yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :
1. Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi
otot.
2. Eliminasi : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
3. Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
4. Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.
5. Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
6. Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis
tirotoksikosis).
7. Keamanan : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium
(mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,4 C, diaforesis, kulit
halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi
pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
8. Seksualitas : libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi

BAB III
TINJAUN KASUS
1. Pengkajian
Hari/tanggal
: Sabtu, 4 Januari 2014
Tempat
: Ruang IBS RSUD Kebumen
Jam
: 09.00 WIB
Metode
: Observasi dan anamnesa
Sumber
: Pasien dan Rekam medik
A. Identitas pasien
1. Nama
: Ny. P
2. Umur
: 45 tahun
3. Jenis kelamin
: Perempuan
4. Alamat
: Sadang wetan 4/1, Kebumen
5. Pekerjaan
: IRT
6. Status
: Menikah
7. No. RM
: 249744
8. Tgl. Masuk
: 3 Januari 2014
B. Penanggung Jawab
1. Nama
: Tn. S
2. Umur
: 50 tahun
3. Alamat
: Sadang Wetan 4/1, Kebumen
4. Hubungan dengan pasien
: Suami
C. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada benjolan dilehernya
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri dirasakan 2 bulan yang lalu,nyeri dirasakan hilang timbul, dan teraba
benjolan dileher.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menjalani operasi pada daerah leher
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada satupun keluarganya yang mengalami penyakit yang diderita
pasien.
D. Fokus pengkajian fungsional menurut Virnia Handersoon
1. Kebutuhan bernafas dengan normal
Baik sebelum dan selama di rumah sakit pasien dapat bernafas spontan, sesak nafas (-).
2. Kebutuhan nutrisi
Pasien mengatakan sebelum dan selama di rumah sakit nafsu makannya baik, dan tidak ada
anoreksia maupun vomitus, frekuensi makan teratur.
3. Kebutuhan eliminasi
Pasien mengatakan baik BAB/BAK selama dirumah maupun dirumah sakit tidak ada keluhan
4. Kebutuhan istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sering terbangun tidurnya apabila merasakan nyeri pada lehernya
5. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan dan perubahan pada lehernya membuat cemas
terhadap kondisi fisik tubuhnya.

E.
1.
2.
3.
4.
5.
F.
1.
2.
3.
a.
b.

c.
d.
1)
2)
3)
4)
e.
f.
g.

Keadaan umum
Suhu
: 36,5 C
Nadi
: 105 kali/menit
Tekanan darah
: 170/100 mmHg
RR
: 20 kali/menit
Berat badan
: 65 kg
Pemeriksaan fisik
KU
: cukup
Kesadaran
: Compos mentis (E4,V5,M6)
Cepalo caudal
:
Kepala
: mesochepal, konjungtiva ananemis, skelera anikterik,
Leher
:
tidak terdapat pembesaaran
kelenjar
getah
bening,
tidak
terdapat peningkatan JVP, terdapat benjolan diameter 7 cm, benjolan teraba lunak dan
mobile.
Thoraks:
Auskultasi
: vesicular semua lapang paru. BJ 1-2 murni.
Abdomen:
Inspeksi
: tak tampak kelainan
Auskultasi
: peristaltic (+) 15 x/m
Palpasi
: tidak terdapat pembesaran hepar maupun limpa
Perkusi
: timpani (+).
Inguinalis: tidak ada pembesaran inguinalis.
Ekstremitas (kulit dan kekuatan)
Turgor kulit baik, acral hangat, pengisian kapiler < 3 detik, terpasang IV line di lengan
sebelah kiri, tidak ada edema maupun varises, kekuatan keempat ekstremitas baik.

F. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorim tanggal 17 Desember 2013
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Darah
Hb
11,5
8,7
Leukosit
HT
35
Eritrosit
4,6
Trombosit
BT
260
CT
3
3

Satuan

Normal

g/dl
/ul

11,7-15,5
3,6-11
35-47
3,3-5,2
150-400
1-3
3-6

/ul
/ul
Menit
Menit

Kimia klinik
GDS
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT

104
25
0,49
17
18

G. Asuhan Keperawatan Pre Operasi


1. Analisa Data
No
Hari/ tgl/jam
Data
1
Sabtu, 4
Ds :
januari 2014
P: pasien mengatakan nyeri pada
payudara kirinya
Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: regio mamae sinistra pars superior
S: skala nyeri 5
T: hilang timbul
Do:
Pasien tampak sesekali mengerutkan
dahi ketika menahan nyerinya
Pasien tampak sesekali memegangi
benjolan pada lehernya
HR : 105 kali/menit

mg/dl
mg/dl
mg/dl
u/l
u/l

70-120
15-50
0,4-0,9
0-35
0-35

Masalah
Nyeri akut

2. Rumusan Diagnosa Keperawatan


Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
3. Rencana Pre Operasi
Dx
Tujuan
Intervensi
Setelah diberikan tindakan a. Tentukan pengalaman klien
a.
keperawatan selama 1x 5
sebelumnya terhadap penyakit
menit diharapkan cemas
yang dideritanya.
berkurang dengan criteria b. Berikan
informasi
tentang
hasil :
prognosis secara akurat.
b.
Klien dapat mengurangi c. Beri kesempatan pada klien
rasa cemasnya
untuk mengekspresikan rasa
Rileks dan dapat melihat
marah, takut, konfrontasi. Beri
c.
dirinya secara obyektif.
informasi dengan emosi wajar
d.
Menunjukkan koping yang
dan ekspresi yang sesuai.
efektif serta mampu
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan
berpartisipasi dalam
efek samping. Bantu klien
e.

Etiologi
Agen injuri biologis

Rasional
Data-data mengenai pengalaman
klien sebelumnya akan memberikan
dasar
untuk
penyuluhan
dan
menghindari adanya duplikasi.
Pemberian informasi dapat membantu
klien dalam memahami proses
penyakitnya.
Dapat menurunkan kecemasan klien.
Membantu klien dalam memahami
kebutuhan untuk pengobatan dan efek
sampingnya.
Mengetahui dan menggali pola

pengobatan.

mempersiapkan
diri
dalam
pengobatan.
e. Catat koping yang tidak efektif
seperti kurang interaksi sosial,
ketidak berdayaan dll.
f.
f. Anjurkan untuk mengembangkan
interaksi dengan support system.g.
g. Pertahankan kontak dengan
klien, bicara dan sentuhlah
dengan wajar.

4. Pelaksanaan Dan
Dx
Tanggal/jam
04/01/2014, a.
jam 09.00
b.

Evaluasi Preoperasi
Implementasi
Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan
a.
intensitas
Berikan pengalihan seperti reposisi dan
b.
aktivitas
menyenangkan
seperti
mendengarkan musik atau berkomunikasi
c. Menganjurkan tehnik penanganan stress
c.
(tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan),
gembira, dan berikan sentuhan therapeutik

H. Asuhan Keperawatan Intra Bedah


1. Analisa data intra operasi
No
Hari/ tgl/jam
Data
1
Selasa, 17
Ds : Desember
Do:
2013
Input :
Makan : puasa
Minum :puasa
Infuse : 400 cc
AM
: 5 ml/Kgbb/hari, jadi 325
cc/hari = 14 ml/jam, 2 jam = 28
ml/jam.
Output
Urin
: 0,5-1ml/Kgbb/jam, jadi
32,5-65 cc/jam, 2 jam = 110 cc
Perdarahan : 100 cc
Iwl
: 15ml/kgbb/hari, jadi 975
ml/hari = 40,5 ml/jam, 2 jam 90 cc.
Bc : intake output
: 425- 250
: + 175
Kebutuhan cairan : 30-40 ml/kg

koping
klien
serta
mengatasinya/memberikan
solusi
dalam upaya meningkatkan kekuatan
dalam mengatasi kecemasan.
Agar klien memperoleh dukungan
dari orang yang terdekat/keluarga.
Klien mendapatkan kepercayaan diri
dan keyakinan bahwa dia benar-benar
ditolong

Evaluasi
Nyeri masih dirasakan hilang timbul pada
daerah benjolan
Pasien mampu merespon ketika ditanya,
berkomunikasi terbuka menceritakan
kondisi kesakitanya
Pasien mampu melakukan tekhnik
relaksasi secara mandiri, nyeri masih
hilang timbul

Masalah
Resiko kekurangan
volume cairan

Etiologi
Kehilangan cairan
aktif

bb/hari = 1950-2600 ml/hari = 162


216 cc/2jam
2. Rumusan Diagnosa Keperawatan
Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan kenilangan cairan aktif
3. Rencana intra operasi
Dx
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan tindakan
Monitor status hidrasi
Mengetahui
tanda-tanda
syok
keperawatan diharapkan
Monitor status hemodinamik hipovolemik
tidak terjadi perdarahan
pasien
Mengetahui respon organ vital akibat
berlebih dengan kriteria
Monitor balance cairan
kehilangan cairan aktif
hasil:
Monitor
pemberian
cairan Mempertahankan
keseimbangan
Urin output dalam rentang
melalui intra vena
cairan normal
normal
Monitor perdarahan selama Memenuhi
kebutuhan
cairan
Status hemodinamik dalam
operasi
elektrolit tubuh
rentang normal
Bernanfaat untuk terapi resusitasi
Tidak terdapat tanda-tanda
cairan
syok hipovolemik

4. Pelaksanaan Dan Evaluasi Intra Operasi


Dx
Tanggal/jam
Implementasi
Evaluasi
04/01/2014,
Memonitor status hidrasi
Tak tampak tanda-tanda syok hipovolenik
jam 11.00 WIB Memonitor status hemodinamik pasien
Tekanan darah : 130/80 mmHg, nadi 75
Memonitor balance cairan
x/menit, RR :20 kali/menit, SpO2 : 98 %.
Memonitor pemberian cairan melalui Status cairan adekuat,
intra vena
Bc : intake output
Memonitor perdarahan selama operasi
: 425- 250
: + 175
Kebutuhan cairan : 30-40 ml/kg bb/hari =
1950-2600 ml/hari = 162 216 cc/2jam
Cairan Rl 400 ml, masuk via intra vena
selama operasi
Perdarahan aktif selama operasi (-)

I. Asuhan Keperawatan Paska Operasi


1. Analisa Data Pasca Operasi
No
Hari/ tgl/jam
Data
1
Selasa, 18
Ds : Desember
Do:
2013
Respirasi rate : 22 kali/menit
SpO2 : 95%
Pucat
Nafas spontan
Nadi : 74 x/menit
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Akral hangat
RT <2 detik
Stewart score 3
Terpasang mayo

Masalah
Gangguan pertukaran
gas

Etiologi
Efek samping
penggunaan obat
anastesi

2. Rumusan Diagnosa Keperawatan


Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping penggunaan obat anastesi
3. Rencana Pasca Operasi
Dx
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan tindakan
Pertahankan jalan nafas pasien Mencegah obstruksi jalan nafs dan
keperawatan 1 kali 15 menit adekuat dengan memringkan mencegah aspirasi
diharapkan pertukaran gas
kepala atau hiperekstensi rahang
Memaksimalkan
ventilasi
paru
adekuat dengan kriteria
Letakan klien pada posisi yang bagian bawah dan menurunkan
hasil:
sesuai, tergantung pada kekuatan tekanan pada diafragma
Tanda-tanda vital dalam
pernafasan
dan
jenis Mengidentifikasi adanya tanda-tanda
rentang normal
pembedahanya
hipoksi
Tidak terdapat sianosis
Pantau tanda-tanda vital
Meningkatkan sirkulasi
Tidak terdapat hipoksia
Menstimulasi
pasien
untuk Memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
melakukan mobilisasi dini
Mengevaluasi sejauh mana intervensi
Berikan oksigen sesuai indikasi
yang dibeikan
Monitor status kesadaran pasien
4. Pelaksanaan Dan Evaluasi Pasca Operasi
Dx
Tanggal/jam
Implementasi
04/01/2014,
mertahankan jalan nafas pasien adekuat
jam 10.15 WIB dengan
memringkan
kepala
atau
hiperekstensi rahang
meletakan klien pada posisi yang sesuai,
tergantung pada kekuatan pernafasan dan
jenis pembedahanya
memantau tanda-tanda vital
menstimulasi pasien untuk melakukan
mobilisasi dini
memberikan oksigen sesuai indikasi
memonitor status kesadaran pasien

Evaluasi
nafas spontan, posisi kepala ekstensi,
mampu menelan ludah
posisi pasien supinasi dengan diganjal
bantal dibawah bahu, jalan nafas lebih
adekuat , SpO2 98%
Tekanan darah : 150/900 mmHg, nadi 80
kali/menit, RR 20 kali/menit
Pasien masih lemah, respon gerak
minimal
Oksigen 3 LPM masuk via kanul,
kesadaran meningkat

Nilai stewart score 4

2.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan studi kasus yang dilakukan pada hari Sabtu, 4 Desember 2014 dapat
dievaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang diberikan berdasarkan diagnos keperawatan
yang diangkat diantaranya :
1. Pada diagnosa pertama, masalah nyeri dianggap teratasi sebagian pada tahap preoperasi dari
proses keperawatan yang dilakukan. Hal ini tampak pasien mampu melakukan tekhnik nafas
dalam dengan mandiri dengan begitu klien tanpak lebih tenang.
2. Pada diagnosa ke-2, masalah keperawatan resiko kekurangan cairan pada tahap intra operasi
teratasi. Hal ini nampak dari hasil pengkajian dan perhitungan balance cairan didapatkan
hasil sebagai berikut :
Bc : intake output
: 425- 250
: + 175 cc
Kebutuhan cairan : 30-40 ml/kg bb/hari = 1950-2600 ml/hari = 162 216 cc/2jam, artinya
dalam waktu 2 jam apabila terjadi perdarahan lebih dari 216 cc maka dinyatakan kekurangan
volume cairan, pada kasus ini kebutuhan cairan pasien terpenuhi karena masih dalam rentang
162-216 cc/2jam.
3. Pada diagnosa ke-3, masalah keperawatan yang muncul pada tahap paska operasi sebagian
teratasi, hal ini dibuktikan nafas spontan, mampu menelan ludah, jalan nafas lebih adekuat ,
SpO2 98%, tekanan darah : 150/900 mmHg, nadi 80 kali/menit, RR 20 kali/menit, nilai
stewart score meningkat dari 3 menjadi 4.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
a.

b.
1.

2.
3.

Kesimpulan
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik
teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. Penyebab paling
banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan
pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui namun salah satu
penyebabnya adalah kekurangan yodium dan kelebihan yodium. Kebanyakan penderita
struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme
namun kebanyakan penderita struma nodusa non toxic banyak diderita pada wanita usia
lanjut
Saran
Sebaiknya klien segera memeriksakan kelenjar tiroid apabila merasa ada yang berbeda pada
daerah sekitar leher karena pada struma nodusa non toxic tidak mengalami keluhan yang
hebat sehingga dampaknya sangat membahayakan apabila klien sudah terjangkit pada struma
nodusa non toxic sebaiknya memeriksakan ke dokter.
Selama operasi baik pada tahap preoperasi, intraoperasi, maupun postoperasi harus tetap
memegang prinsip steril agar tidak terjadi komplikasi akibat tindakan pembedahan.
Selalu memonitor kebutuhan cairan selama tindakan operasi, dengan menghitung balance
cairan sehingga dengan kebutuhan cairan yang adekuat dapat mencegah syok hipovolemik
karena pada tindakan bedah banyak cairan aktif yang hilang.

DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Brunner dan Suddarth, (200

ASKEP STRUMA
Posted on Maret 26, 2008 by harnawatiaj

1.
Pengertian struma nodosa non toksik
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul
satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
(Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).
1.
Anatomi kelenjar tyroid
Kelenjar tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi, lobus terletak
di sebelah lateral trakea tepat dibawah laring dan dihubungkan dengan jembatan jaringan
tiroid, yang disebut isthmus, yang terlentang pada permukaan anterior trakea. Secara
mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing masing menyimpan
materi koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan dan mensekresi kedua
hormon utama T3(triodotironin) dan T4 (tiroksin). Jika kelenjar secara aktif mengandung
folikel yang besar, yang masing masing mempunyai jumlah koloid yang disimpan dalam jumlah
besar sel selnya, sel sel parafolikular mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini dan dua
hormon lainnya mempengaruhi metabolisme kalsium. Hormon hormon ini akan dibicarakan
kemudian.
1.
Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab
pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1.
1.
Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.

1.
1.
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai).
Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
1.
Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah
dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi
bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi
molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan
pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung
pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid
sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif
meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran
kelenjar tyroid.
1.
Gejala-gejala
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini
membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area
trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
1.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toksik,
melalui :
1.
1.

Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,
konsistensinya kenyal.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4(troksin) dan
T3 (triyodotironin) dalam batas normal.
Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya
nodul.
Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat
dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
Pencegahan
2.

Penatalaksanaan

Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat.
Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi
suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam
tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc 0,8 cc.
1.
1.
Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya,
indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
Konsep Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pedoman asuhan
keperawatan sebagai dasar pemecahan masalah pasien secara ilmiah dan sistematis yang meliputi
tahap pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
1.
Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan
guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan
yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :
1.
1.
Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan
berat, atrofi otot.
Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik,
emosi labil, depresi.
Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah,
pembesaran tyroid, goiter.
Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru
(pada krisis tirotoksikosis).
Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi
terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di
atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis,
mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan
berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali,
impotensi.
Langkah selanjutnya adalah penentuan diagnosa keperawatan yang merupakan suatu
pernyataan dan masalah pasien secara nyata maupun potensial berdasarkan data yang
terkumpul. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan struma nodosa nontoksis khususnya post
operai dapat dirumuskan sebagai berikut ;
Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema
jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan
pada sistem saraf pusat.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
1.
Perencanaan keperawatan/intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan
tujuan utama memenuhi kebutuhan pasien. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diuraikan
di atas, maka disusunlah rencana keperawatan/intervensi sebagai berikut :
1.
1.
Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.
Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :
Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.
Rencana tindakan/intervensi
Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.
Rasional :
Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada
pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.
Rasional :
Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan
evaluasi dan intervensi yang cepat.
Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
Rasional :
Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi
segera.
Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala dengan bantal.
Rasional :

Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.


Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi.
Rasional :
Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan
dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan
jalan nafas.
Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan
karakteristik sputum.
Rasional :
Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan
membersihkan jalan nafas sendiri.
Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posterior
Rasional :
Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena
darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung.
Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.
Rasional :
Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah
operasi.
Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien.
Rasional :
Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan yang darurat.
Pembedahan tulang
Rasional :
Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pembuluh darah yang
mengalami perdarahan yang terus menerus.
1.
1.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan


saraf laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Rencana tindakan/intervensi
Kaji fungsi bicara secara periodik.
Rasional :
Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena
pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf
menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.
Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya
atau tidak.
Rasional :
Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan
gambar.
Rasional :
Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.
Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
Rasional ;
Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan
segera.
Rasional :
Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang
diketahui/memerlukan bantuan.
Pertahankan lingkungan yang tenang.
Rasional :

Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya


suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan.
1.
1.
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses
pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
Rencana tindakan/intervensi
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
Rasional :
Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran
hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.
Rasional :
Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 7 hari pasca
operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari
trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid
selama pembedahan.
Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
Memantau kadar kalsium dalam serum.
Rasional :
Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).

Rasional ;
Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga
menjadi permanen.
1.
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan paska operasi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi
dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Rencana tindakan/intervensi :
Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala
0 10) dan lamanya.
Rasional :
Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan
efektivitas terapi.
Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal pasir/bantal
kecil.
Rasional :
Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.
Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi.
Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan
untuk menghindari hiperekstensi leher.
Rasional :
Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.
Rasional :
Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan
menelan.

Rasional :
Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami
kesulitan menelan.
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut,
relaksasi progresif.
Rasional :
Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk
mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
Kolaborasi
Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya.
Berikan es jika ada indikasi
Rasional :
Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri.
1.
1.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan
kebutuhan tindakan berhubungan dengan tidak mengungkapkan secara
terbuka/mengingat kembali, setelah menginterpretasikan konsepsi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan penanganannya, berpartisipasi
dalam program pengobatan, melakukan perubahan gaya hidup yang perlu.
Rencana tindakan/intervensi :
Tinjau ulang prosedur pembedahan dan harapan selanjutnya.
Rasional ;
Member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat keputusan sesuai informasi.
Diskusikan kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila dapat mencakup garam
beriodium.
Mempercepat penyembuhan dan membantu pasien mencapai berat badan yang sesuai
dengan pemakaian garam beriodium cukup.

Hindari makanan yang bersifat gastrogenik, misalnya makanan laut yang berlebihan, kacang
kedelai, lobak.
Rasional :
Merupakan kontradiksi setelah tiroidiktomi sebab makanan ini menekan aktivitas
tyroid.
Identifikasi makanan tinggi kalsium (misalnya : kuning telur, hati)
Rasional :
Memaksimalkan suplay dan absorbsi jika fungsi kelenjar paratiroid terganggu.
Dorong program latihan umum progresif
Rasional :
Latihan dapat menstimulasi kelenjar tyroid dan produksi hormon yang memfasilitasi
pemulihan kesejahteraan.
1.
Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan menggunakan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan, haruslah
dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang berhubungan dengan pelayanan
keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah sakit.
1.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai
tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap evaluasi
ini akan difokuskan pada :
1.

Apakah jalan nafas pasien efektif?

2.

Apakah komunikasi verbal dari pasien lancar?

3.

Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi?

4.

Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi?

5.

Apakah pasien telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tindakan perawatan dan
pengobatannya?

Sumber:
1.

Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.

2.

Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiol

Anda mungkin juga menyukai