PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit yang menyerang sistem kardiovaskular akhir-akhir ini
meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern,
polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah
satunya adalah penyakit infark miokard kronik. Infark miokard kronik
merupakan kematian sel miokard yang berkembang oleh karena
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung.
Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh
pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark
bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral dan berlangsung
lama (Davey, 2010). Faktor risiko seperti hipertensi, diabetes mellitus,
dislipidemia, penyakit jantung coroner, aktivitas fisik, dan stress
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Sebanyak satu setengah
juta pasien infark miokard kronis di Amerika Serikat terdiagnosis setiap
tahunnya dengan mortalitas 30% (Rilantono et al., 2014).
Infark miokard kronis merupakan salah satu diagnosa yang paling
umum pada pasien yang dirawat di rumah sakit di negara- negara barat. Di
Amerika Serikat, kurang lebih 1,5 juta infark miokard kronis terjadi setiap
tahunnya. Mortalitas karena infark akut kurang lebih 30 persen, demikian
pula di Indonesia (Rilantono et al., 2014).
B. Tujuan
1. Memahami definisi, etiologi, epidemiologi, faktor resiko, patogenesis,
patofisiologi, tanda dan gejala Penyakit Infark Miokard Kronik.
2. Dapat mengidentifikasi gambaran patologi anatomi dan histopatologi
Penyakit Infark Miokard Kronik.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
1
Faktor predisposisi :
a) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) usia lebih dari 40 tahun
2) jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada
wanita meningkat setelah menopause
3) hereditas
4) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b.
hiperlipidemia
hipertensi
Merokok
Diabetes
Obesitas
Diet tinggi lemak jenuh, kalori
Minor:
1) Inaktifitas fisik
2) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif).
3) Stress psikologis berlebihan.
C. Epidemiologi
Infark miokard kronis merupakan salah satu diagnosa yang paling
umum pada pasien yang dirawat di rumah sakit di negara- negara barat. Di
Amerika Serikat, kurang lebih 1,5 juta infark miokard kronis terjadi setiap
tahunnya. Mortalitas karena infark akut kurang lebih 30 persen, dengan
lebih separuh dari kematian terjadi sebelum pasien/penderita masuk rumah
sakit. Meskipun harapan hidup sesudah perawatan di rumah sakit telah
meningkat selama dua dekade terakhir, tambahan 5 10 persen pasien
yang selamat meninggal pada tahun pertama sesudah infark miokard
kronis dan jumlah infark miokard kronis setiap tahun di Amerika Serikat
sebagian besar tetap tidak berubah sejak awal tahun 1970-an. Resiko
mortalitas berlebihan dan infark miokard non-fatal rekuren menetap pada
pasien yang sembuh. Jika hal ini diterapkan di Indonesia, berarti ada
sekitar 270.000 kasus/tahun (asumsi penduduk 270 juta). Di jakarta sendiri
3
b) Pemeriksaan Fisik
1) Tampak cemas
2) Tidak dapat istirahat (gelisah)
3) Ekstremitas pucat disertai keringat dingin
4) Takikardia dan/atau hipotensi
5) Brakikardia dan/atau hipotensi
6) S4 dan S3 gallop
7) Penurunan intensitas bunyi jantung pertama
8) Split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
9) Peningkatan suhu sampai 38oC dalam minggu pertama.
c) Elektrokardiogram
Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi
segmen ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari
perubahan EKG ini belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q
disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan segmen St disebabkan
oleh injuri otot dan kelainan gelombang T karena iskemia(Alwi,
2006).
d) Laboratorium
1) CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard
danmencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam
2-4 hari.
2) cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini
meningkatsetelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah
5-14 hari, sedangkancTn I setelah 5-10 hari.
3) Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan
mencapaipuncak dalam 4-8 jam.
4) Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada
infarkmiokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali
normaldalam 3-4 hari.
5) Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila
ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali
normaldalam 8-14 hari
(Alwi, 2006).
G. Patogenesis
H. Patofisiologi
8
I. Gambaran Histopatologi
10
1
3
pengobatan
adalah
untuk
mendapatkan
pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat
kelemahan pada otot jantung.
b) Non Farmakologis(Alwi, 2006).
1) Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.
2) Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulutdalam
4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori total
dankandungan kolesterol <300 mg/hari. Menu harus diperkaya
denganmakanan yang kaya serat, kalium, magnesium dan rendah
natrium.
c) Tindakan
1) Rekanalisasi : CABG
2) Transplantasi jantung dan terapi gen.
Tidak mudah untuk menghasilkan
kelangsungan
hidup
allograft
efek
jantung
samping
setelah
dan
jantung
pembaruan
diri
dan
mempertahankan diri.
2) Memiliki potensi lebih untuk membedakan.
3) Kemampuan memisahkan diri pada stem cell dapat dipertahankan
dalam waktu yang lama.
4) Keduanya memiliki kapasitas fisiologis yang diperbarui, juga
memiliki reaksi terhadap cedera atau penyakit dan kemampuan
untuk memperbaiki diri.
5) Pembaruan diri dan diferensiasi stem cell memerlukan lingkungan
yang spesifik.
12
13
14
15
daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang lebih kecil
tekanannya. Darah yang dapat dipindahakan ke kanan jantung cukup
besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi
berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang disertai
peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti (Guyton, 2010).
4. Ruptur jantung
Ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi
perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak
elastis tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh
darah menekan jantung ini akan menimbulkan tamponade jantung.
Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah
jantung (Guyton, 2010).
5. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel
menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus.
Pecahan trombus mural intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi
sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi membentuk trombus
adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan
embolisme pada paru-paru (Guyton, 2010).
6. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang
permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan, kadangkadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara kedua
lapisan (Guyton, 2010).
7. Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan
jinak yang disertai nyeri pada pleuroperikardial. Diperkirakan sindrom
ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang
mengalami nekrosis (Guyton, 2010).
16
8. Aritmia
Aritmia
timbul
akibat
perubahan
elektrofisiologis
sel-sel
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Hal: 1616.
Brown, Carol T. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. dalam
PatofisiologiKonsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1.
Jakarta: EGC. Hal 589-599.
Elsevier Ltd. Rang et al dalam Pharmacology 5E www.studentconsult.com
Choi BW. 2010. Differentiation of Acute Myocardial Infarction from
Chronic Myocardial Scar with MRI. Korean J Radiol 7(1).
Ferri F. 2011. Practical Guide to The Care of The Medical Patient. Philadelphia:
Mosby Elsevier.
Guyton AC. 2010. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC
Penerbit Buku Kedokteran
Harun, Sjaharuddin, Idrus Alwi. 2000. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST.
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Hal: 1626.
Horstick G, Bierbach B. et al. 2009. Critical Single Proximal Left Arterial
Descending Coronary Artery Stenosis to Mimic Chronic Myocardial
Ischemia: A New Model Induced by Minimal Invasive Technology. J Vasc
18
Res;vol46:290298
Kumar, Abbas, Fausto, dan Mitchell. 2010. Robbins: Basic Pathology. 8th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Nafrialdi and Suyatna FD. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam
Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.
Hal 589-590.
Rilantono, Lily, Ismudiati, et al. 2014. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. hal 173-181.
Udjianti WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
Medika.
Wollert KC, Drexler H. Clinical applications of stem cells for the heart.
Circulation Research. 2005;96(2):151-63.
19