Anda di halaman 1dari 28

Tugas : Epidemiologi Kontemporer

Dosen : DR. drg. A. Zulkifli Abdullah,M.Kes

PENANGGULANGAN DIABETES
MELLITUS

MOH JOEHARNO
P1804208019

KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2

2009
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia tentang Kesehatan

No. 23 Tahun 1992 Pasal 3, digariskan bahwa pembangunan kesehatan

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal (Depkes

RI, 2004).

Saat ini, pembangunan bidang kesehatan di Indonesia mempunyai

masalah beban ganda dimana selain masih tingginya penyakit infeksi juga

disertai dengan penyakit tidak menular yang juga mengalami peningkatan

seperti jantung, stroke, kanker, diabetes mellitus (Dunanty, 2002).

Di negara berkembang penyakit tidak menular meningkat dengan pesat

dan bermakna terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan risiko sulit

lainnya. Pada tahun 2000 diperkirakan 60% kematian dan 43% beban yang

ditimbulkan akibat penyakit tidak menular. Salah satu penyebab kematian

diantaranya yaitu penyakit diabetes mellitus (DM) yang dikatakan mewabah

oleh karena insidennya semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Prevalensi diabetes mellitus di dunia semakin meningkat sehingga

dianggap sebagai wabah, dimana pada tahun 2000 diperkirakan jumlah

penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus sebanyak 150 juta jiwa dan
3

pada tahun 2020 diperkirakan menjadi 300 juta. Angka prevalensi yang

sangat meningkat ini diperkirakan terjadi di negara yang sedang berkembang

seperti Cina dan India termasuk Indonesia. Sebaliknya di negara yang

berkembang, prevalensi diabetes mellitus tidak begitu meningkat.

Peningkatan yang luar biasa di negara sedang berkembang diduga akibat

perubahan pola hidup (Sanusi Harsinen, 2004).

Hasil survei yang dilakukan Badan Kesehatan Dunia WHO, Indonesia

menempati urutan ke-4 jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah

India, Cina dan Amerika Serikat, dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk.

Diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes mellitus

dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita.

Sedangkan data yang telah dihimpun Depkes, jumlah pasien rawat inap

maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh

penyakit endoktrin (Depkes RI, 2006).

Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderitanya

tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi

penderita mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh

sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau

tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya, terjadi kelebihan

gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi tubuh (Rachmawati, 2005).

Diabetes mellitus pada dasarnya dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe I

dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan diabetes tipe

II dengan nama Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Dari


4

kedua jenis diabetes ini, menurut catatan WHO, diperkirakan lebih dari 50

persen pengidap diabetes tipe II tidak terdiagnosis. Mereka umumnya baru

ketahuan saat berobat untuk penyakit lain. Ini mengakibatkan komplikasi

diabetes serius yang antara lain ditandai hilangnya kesadaran, tekanan darah

tinggi, penyakit jantung, gangguan penglihatan sampai kebutaan, kerusakan

jaringan (gangren) sehingga harus diamputasi agar tidak menjalar ke jaringan

lain (Rachmawati, 2005).

Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi.

Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan prevalensi

sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu

penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada

tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7% (Hiswani, 2005).

Penyakit diabetes mellitus adalah suatu penyakit menahun, tidak dapat

disembuhkan, bermasalah karena penyakit ini tidak dirasakan oleh pasien pada

stadium awal sehingga tidak diketahui lebih dini dan baru terdiagnosa setelah

timbul komplikasi dan pengobatan dilalaikan (Sanusih Harsinen, 2004).

Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan

merupakan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Hal ini

disebabkan karena setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM) tidak

terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai

terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi

perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dikonsumsi, kurangnya


5

aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi masyarakat usia lanjut

(Hiswani, 2005).

Berdasarkan hal tersebut, upaya penanganan terhadap kejadian DM

perlu dilakukan yang harus dilaksanakan secara komprehensif. Pada

kesempatan ini, penulis akan mengutarakan strategi penanggulangan penyakit

DM dengan menggunakan bidang keilmuan epidemiologi.

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk menganalisis kejadian DM dengan menggunakan pendekatan

strategi 6D (Disease, Death, Disability, Discomfort, Dissatisfication and

Destituition)

2. Untuk menganalisis konsep kejadian penyakit DM secara multicause

(penyebab penyakit yang jamak)

3. Untuk merumuskan dan mengembangkan tingkat pencegahan dalam

rangka penanggulangan DM

C. Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa :

1. Menambah pengetahuan tentang konsep terjadinya DM secara multicause

2. Memberi informasi kepada masyarakat khususnya kaum pembaca terlebih

bagi penulis sendiri dalam upaya penanggulangan DM

3. Merupakan salah satu syarat kelulusan mata kuliah Epidemiologi

Kontemporer Pascasarjana Program Magister Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi Epidemiologi Universitas Hasanuddin


6
7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DIABETES MELLITUS

A. Manifestasi Klinik

Diabetes militus adalah gangguan kadar glukosa darah yang disebabkan

oleh karena terjadinya penurunan jumlah atau kekurangmampuan tubuh

menggunakan insulin sehingga glukosa menumpuk dalam darah dan melebihi

keadaan normal (Iman Soeharto, 2004).

Pada orang normal konsentrasi glukosa darah diatur sangat sempit,

biasanya berkisar antara 80 – 90 mg/100 ml darah pada orang yang puasa

setiap pagi sebelum makan pagi dan konsentrasi ini meningkat menjadi 120 –

140 mg/100 ml. Selama satu jam pertama atau lebih setelah makan nilai

abnormal dari glukosa darah adalah jika lebih dari 140 mg/dl.

Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderitanya

tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi

penderita mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh

sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau

tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya, terjadi kelebihan

gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi tubuh. Sebagian glukosa

yang tertahan dalam darah tersebut melimpah ke sistem urine (Iman Soeharto,

2004).

Penentuan seseorang menderita dibetes berdasarkan hasil pengukuran

glukosa dalam darah dan pada urine. Seseorang yang menderita diabetes jika
8

pada pemeriksaan urine terdapat glukosa dan pada pemeriksaan kadar glukosa

darah menunjukkan jumlah yang melebihi batas normal. Berikut adalah kadar

gluksa dalam darah yang diinginkan (Iman Soeharto, 2004) :

a. Sesudah puasa 10 jam : 80 – 120 mg/dl

b. 2 jam sesudah makan : < 130 mg/dl

c. Acak (random) : 130 – 170 mg/dl

Penentuan kadar glukosa dalam darah lainnya adalah melalui

pemeriksaan HbA1C (glikohemoglobin). HbA1C merupakan ikatan antara

gula dan hemoglobin. Pemeriksaan HbA1C ini mampu menggambarkan kadar

glukosa rata-rata dalam jangka waktu 1 – 3 bulan sebelumnya yaitu sesuai

dengan umur sel-sel darah merah. Hasil pemeriksaan Hb1AC digolongkan

sebagai berikut

a. Baik jika HbA1C 4 – 6

b. Sedang jika HbA1C 6 – 8

c. Buruk jika HbA1C > 8

B. Tipe Diabetes Mellitus

Secara umum, diabetes dibedakan atas dua tipe yaitu (Iman Soeharto,
2004) :
a. Insuline dependent diabetes, dimana diabetes tergantung dengan insulin

dimana pankreas tidak menghasilkan atau menghasilkan sedikit sekali

insulin.

b. Non insuline dependent diabetes, yaitu diabetes yang tidak tergantung

dengan insulin dimana pankreas masih dapat menghasilkan insulin yang


9

bervariasi jumlahnya bahkan dapat mencapai jumlah yang normal tetapi

tubuh tidak dapat menggunakannya secara efisien.

Organisasi kesehatan sedunia (WHO, 1985) melontarkan klasifikasi

baru untuk diabetes mellitus yang sedikit berbeda dengan laporan sebelumnya

(WHO, 1980) yaitu :

a. Kelas klinik

Kelas klinik diabetes mellitus (DM) adalah :

1) IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

2) NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

a) Non obies

b) Obies

3) MRDM (malnutrition related diabetes mellitus)

a) FCPD (Fibrocalaulous Pancreatic Diabetes)

b) PDPD (Protein Deficient Pancreatic Diabetes)

4) Diabetes Mellitus tipe lain berkaitan dengan syndrome tertentu

a) Penyakit pangkreas

b) Penyakit hormonal

c) Kondisi akibat obat atau bahan kimia

d) Kelainan insulin atau reseptornya

e) Lain-lain

5) IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) di sebut pula diabetes

mellitus type I dimana disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin

oleh sel beta pula langerhas. Diabetes Mellitus type I ini tergantung
10

pada pemberian insulin, type ini meliputi 10% - 15% penderita dan

umumnya terdapat usia muda.

6) NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dikenal dengan

diabetes mellitus type II, umumnya sel beta pancreas masih berfungsi,

type II, umumnya sel beta pancreas masih berfungsi, type ini meliputi

75% - 85% penderita diabetes.

7) MRDM (in youth Diabetes atau Diabetes type) umumnya penderita

sangat kurus dan sebagian kasus menunjukkan karakter seperti type I,

diabetes mellitus type ini timbul berkaitan dengan defisiensi protein

pada masa anak-anak.

Gangguan toleransi glukosa

1) Non obeis

2) Obeis

3) Berkaitan dengan syndrome tertentu.

Diabetes Mellitus Gestasinal

b. Kelas risiko statistik (mereka dengan toleransi glukosa normal, tetapi

mempunyai resiko untuk menderita diabetes mellitus)

a. Toleransi glukosa abnormal

b. Toleransi glukosa potensial abnormal (WHO, 1999)

C. Tanda dan Gejala

Tanda-tanda penyakit diabetes antara lain adalah kelelahan, mudah

lapar dan haus, sering buang air kecil, menurunnya berat badan, ingin muntah

dan lambatnya penyembuhan luka yang diderita. Seringkali tanda-tanda


11

diabetes tipe muncul secara perlahan-lahan dan tidak diketahui atau dirasakan

dalam kurun waktu yang terlalu lama (bertahun-tahun) dan baru diketahui

setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan rutin.

Penentuan gejala dan tanda diabetes ditentukan berdasarkan tipe

diabetes yang dialami. Pada penderita diabetes tipe I mengalami gejala antara

lain, sering buang air kecil, terus lapar dan haus, berat badan turun, kelelahan,

penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula

dalam darah dan air seni. Diabetes jenis ini cenderung terjadi pada mereka

yang berusia di bawah 20 tahun. Gejala ini mirip dengan tahap awal diabetes

tipe II yang biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi kini

prevalensinya makin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja.

Diabetes yang tidak terkendalikan (terkontrol) dalam jangka waktu

yang lama menyebabkan komplikasi pada mata yang dapat menyebabkan

kebutaan, seragan jantung yang mematikan, kerusakan gnjal, komplikasi pada

syaraf, gangren dan impotensi.

Diabetes merupakan faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung

koroner dimana jika terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah dalam

waktu yang lama akan mendorong terjadinya pengendapan (atheroskelerosis)

pada arteri koroner. Selain itu, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol

cenderung meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida

Mereka dengan penyakit diabetes tipe 2 mempunyai kemungkinan

serius mengalami peristiwa koroner yang besar atau kematian yang mendekati
12

risiko seperti halnya pasien PJK tanpa diabetes. Risiko tinggi ini berhubungan

dengan faktor risiko yang dikenal sebagai sindroma metabolik.

Selain itu, diabetes juga dapat menimbulkan terjadinya beberapa

penyakit penyerta (komplikasi) yakni terjadinya nefropati diabetik. Kejadian

ini ditandai dengan kerusakan glomerulus ginjal yang berfungsi sebagai alat

penyaring atau filterisasi bahan-bahan berbahaya dalam tubuh sehingg dapat

menyebabkan gagal ginjal terminal dimana penderita perlu menjalani cuci

darah atau hemodialisis. Timbulnya nefropati diabetik pada penderita DM jika

pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam waktu 3 – 6 bulan ditemukan alnumin

dalam urine 24 jam > 30 mg dengan catatan tidak ditemukan penyebab

albuminuria lain.

Gejala diabetes dapat pula dibedakan berdasarkan waktu timbulnya

yaitu gejala akut dan kronik. Gejala awal (akut) dari penyakit diabetes mellitus

yang timbul meliputi banyak makan (polifagi), banyak minum (polidipsi),

serta banyak kencing (poliurin). Dalam keadaan ini biasanya penderita

menunjukkan berat badan yang terus naik (bertambah gemuk). Bila keadaan

tersebut tidak cepat diobati maka lama kelamaan mulai timbul gejala

kemunduran kerja insulin seperti nafsu makan mulai berkurang, banyak

minum, banyak kencing mudah capek, berat badan turun dengan cepat dan

luar biasa, juga timbul rasa mual. Bahkan penderita akan tidak sadarkan diri

yang disebut koma diabetik.

Gejala kronik penderita diabetes mellitus meliputi kesemutan, rasa

kulit panas, rasa tebal-tebal di kulit, kramp, capek, mengantuk, muka kabur,
13

gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah

lepas, kemampuan seksual menurun, sering terjadi keguguran pada ibu hamil

atau melahirkan bagi mati (Askandar Tj, 1986).


14

BAB III

STRATEGI PENANGGULANGAN

A. Besaran Masalah Penyakit DM

Besaran masalah kesehatan sehubungan dengan penyakit pada

dasarnya sehubungan dengan banyaknya beban yang akan ditanggung yang

tidak hanya sehubungan dengan jumlah kejadian namun capaian kejadian

dalam lingkup masyarakat yang lebih luas. Dengan menggunakan pendekatan

6 D maka dapat diketahui besaran masalah sehubungan dengan diabetes

mellitus :

1. Disease

Diabetes mellitus (DM) dapat ditemukan pada hampir semua

masyarakat di seluruh dunia, namun insidensi dan prevalensi DM yang

tergantung insulin (IDDM) dan yang tidak tergantung insulin (NIDDM)

serta distribusi relatif kedua jenis utama DM ini menunjukkan perbedaan-

perbedaan pokok antara negara dan kelompok etnik yang berbeda dalam

satu negara (WHO, 1999).

Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia

mengidap diabetes mellitus dan sekarang ini, jumlah penyandang penyakit

diabetes diperkirakan telah mencapai 246 juta jiwa dan pada tahun 2025

mendatang diperkirakan akan terjadi peningkatan mencapai 380 juta jiwa

(Depkes RI, 2005 dan Yunir, 2007).


15

Sedangkan di Indonesia Diabetes Mellitus adalah salah satu

penyakit degeneratif, yang mencakup sepuluh besar penyakit di Indonesia.

Pada tahun 1995 tercatat jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indoneisa

lebih kurang 5 juta jiwa dan pada saat ini diperkirakan terdapat sekitar 14

juta penyandang diabetes (Depkes RI, 2005 dan Yunir, 2007).

Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat

Indonesia serta pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata,

diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin

meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio

ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan

prevalensi sebesar 1,5- 2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15

tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %.

Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%

(Hiswani, 2005).

Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada

tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20

tahun dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan

didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu jumlah yang besar

untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM. Oleh karena itu

antisipasi untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya ledakan pasien

DM ini harus sudah dimulai dari sekarang (Hiswani, 2005).


16

2. Discomfort

Diabetes mellitus pada individu akan berdampak pada keadaan

ketidaknyamanan baik ditinjau dari individu yang juga akan berimplikasi

terhadap status kesehatan masyarakat dimana diabetes mellitus merupakan

penyakit yang memberi sumbangsi terhadap tingginya angka kematian.

Ditinjau dari aspek discomfort, DM pada individu akan berdampak

pada kehilangan waktu kerja terutama pada mereka yang produktif dan

lebih lagi bahwa kejadian DM sendiri lebih banyak terjadi pada kelompok

usia produktif meskipun gejala pra diabetes sendiri dapat pula

diidentifikasi secara dini di kelompok masyarakat yang lebih muda seperti

pada usia sekolah.

3. Disability

Seorang yang mengalami DM terutama pada mereka yang tidak

mendapatkan penanganan yang segera akan berdampak pada kerusakan

lapisan kulit terutama pada saat terjadi luka. Dan jika berlangsung lama

akan berujung kepada kehilangan organ tertentu yang secara langsung

dapat mempengaruhi produktifitasnya.

4. Dissatisfication

Peningkatan jumlah kejadian DM pada masyarakat tidak terlepas

dengan rendahnya peran pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan

dengan ketidakcukupan fasilitas dalam upaya pencegahan sekunder dan

tersier terhadap penderita IDDM dan NIDDM yang berakibat pada

timbulnya penyulit penyakit secara dini.


17

5. Destitution

Peningkatan kasus DM juga terkait dengan masih rendahnya

upaya-upaya pengidentifikasian penyakit baik secara lengkap maupun

upaya-upaya yang bersifat dini yang akan membantu upaya-upaya

pencegahan.

6. Death

DM dapat memberi sumbangsi terhadap angka kematian

disebabkan dapat mempengaruhi perkembangan penyulit-penyulit

vaskuler, ginjal dan neuropati. DM yang terjadi pada usia anak khususnya

jenis IDDM di negara-negara sedang berkembang meninggal dalam 5

tahun sesudah penegakkan diagnosa sedangkan di negara-negara industri,

nilai median (tengah) dari angka harapan hidup seorang penderita IDDM

berkisar 70 – 80% dari populasi umum (WHO, 1999).

B. Konsep Terjadinya Penyakit Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang perlu

mendapat perhatian. Upaya penanganan terhadap diabetes pada dasarnya

ditujukan pada upaya yang tidak hanya pada satu aspek saja namun juga harus

ditunjang dengan berbagai hal yang sehubungan dengan faktor yang

memperkuat individu mengalami diabetes mellitus. Oleh sebab itu,

pemahaman terhadap diagnosis penyebab penyakit DM akan membantu dalam

upaya penanggulangan. Pada kesempatan ini, pendekatan yang digunakan

untuk mengidentifikasi penyebab penyakit adalah dengan menggunakan dasar


18

pada aspek kausa primer (penyebab tunggal) dan kausa jamak (penyebab yang

lebih dari 1 faktor).

1. Kausa primer

Kausa primer lebih merujuk kepada penyebab utama terjadinya suatu

masalah kesehatan atau penyakit. Pemahaman dan penerapan konsep ini

merupakan hal yang pertama dilakukan untuk menentukan dan

menegakkan upaya intervensi yang dapat dilakukan.

Diabetes mellitus sendiri, pada dasarnya disebabkan karena

ketidakmampuan tubuh dalam melaksanakan kerja sintesis kelebihan

glukosa dalam tubuh. Ketidakmampuan ini merupakan penyebab tunggal

sehingga individu mengalami gangguan metabolisme glukosa yang

berujung pada kejadian diabetes mellitus.

2. Kausa jamak (multi cause)

Kausa jamak memberi penggambaran bahwa suatu masalah

kesehatan terkait dengan banyaknya faktor yang dianggap berhubungan

dengan mempengaruhi timbulnya suatu penyakit atau masalah kesehatan

tertentu. Dengan pendekatan ini, merupakan perkembangan terbaru

terhadap upaya penanganan dan penanggulangan penyakit lebih utama lagi

dalam upaya penyusunan rencana intervensi yang dapat dilakukan.

Pada kejadian diabetes mellitus sendiri sehubungan dengan

ketidakmampuan ataupun kegagalan terhadap metabolisme glukosa dalam

tubuh pada dasarnya terkait oleh adanya berbagai faktor yang dianggap

sebagai faktor risiko sehingga terjadinya kegagalan atau ketidakmampuan


19

tersebut. Jadi kejadian diabetes mellitus sendiri terkait dengan adanya

beberapa aspek yang mempengaruhi terjadinya penyebab utama.

Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolik yang ditandai

oleh hiperglikemia yang berkaitan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia timbul karena penyerapan

glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolisme glukosa yang

terganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan

mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah

menjadi glikogen dan kira-kira 30 – 40% diubah menjadi lemak. Pada

penderita DM semua proses itu terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke

dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein

dan lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya,

kecuali apabila berlebihan sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap

cairan intrasel. Kondisi yang berbahaya ialah glikosuria karena glukosa

bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis meningkat disertai hilangnya

berbagai elektrolit. Hal ini menyebabkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit

pada penderita DM yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi, maka

tubuh berusaha mengatasi dengan banyak minum (polidipsia). Badan

kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang diekskresi. Polifagia

timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh

kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu.

DM bukanlah penyakit yang disebabkan oleh satu faktor, tetapi

merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor. DM


20

dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja insulin

pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, resistensi

insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin ini berhubungan dengan

gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

Penyebab pasti DM khususnya tipa 2 belum sepenuhnya diketahui

secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dianggap sebagai pencetus

atau dianggap sebagai faktor risiko, yaitu :

1. Kegemukan (Obesitas)

Makan makanan yang manis tidak akan menyebabkan timbulnya

penyakit ini, tetapi jika konsumsinya sangat berlebihan, ini bisa

menyebabkan kegemukan dan menderita DM.

2. Lain-lain

Faktor-faktor lain yang turut mencetus panyakit DM adalah resistensi

insulin, pola makan yang salah, proses penuaan (degeneratif) dan

stress yang berkepanjangan tanpa kendali.

Menurut WHO (1999), DM dapat dihubungkan oleh 3 faktor utama

yaitu :

1. Faktor genetik

Predisposisi genetis utama DM dibentuk oleh gen-gen yang terletak

pada lengan pendek kromosom 6, baik di dalam atau berdekatan

dengan kompleks histokompatibilitas utama, yaitu daerah HLA. Gen-

gen pada daerah HLA yang menimbulkan risiko diabetes tipe I

mengatur respon imun. Gen-gen ini dikenal pula sebagai alel-alel kelas
21

II kompleks histokompatibilitas utama meliputi lokus HLA-DR, -DQ

dan –DP.

2. Faktor lingkungan

Pengaruh lingkungan adalah berupa pemberian nutrisi selama masa

neonatus dan bayi muda. Pemberian konsumsi protein susu sapi

terutama di awal kehidupan bisa mengakibatkan kepekaan terhadap

diabetes tipe I. Selain itu, beberapa toksin kimia tampak berpotensi

menimbulkan cedera pada sel-sel beta pankreas. Paparan terhadap

virus terutama yang merusak sistem kerja pankreas dapat

mempengaruhi perkembangan diabetes tipe I.

3. Faktor imunologik

Faktor imunologik sehubungan dengan adanya berbagai hal yang

menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel beta di pankreas sebagai

penyebab terjadinya kegagalan dalam metabolisme glukosa dengan

pengeluaran insulin yang rendah oleh pankreas. Adanya produksi

sitokin oleh makrofag dengan disertai peningkatan senyawa radikal

bebas seperti oksida nitrit akan mempengaruhi kerentanan sel beta

pankreas.

4. Faktor lain seperti stress berat dan berkepanjangan dan pengunaan obat

serta adanya ganguan kerja hormon

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disusun pola kejadian

DM disertai dengan berbagai faktor risiko pemicunya dalam bentuk bagan

sebagai berikut :
22

Pengetahuan

Pola Makan Gaya Hidup Merokok

Kurang Obesitas Polusi /


Aktivitas Pencemaran
Fisik

Faktor Faktor Faktor


Genetik Lingkungan Imunologi

Kegagalan
Kelebihan Produksi Ketidakmampuan
Metabolisme
Glukosa Produksi Insulin
Glukosa

Diabetes
Mellitus

C. Strategi Pencegahan

1. Primordial prevention

Primordial prevention merupakan upaya untuk mencegah terjadinya

risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat

terhadap penyakit secara umum. Pada upaya penanggulangan DM, upaya

pencegahan yang sifatnya primordial adalah :


23

a. Intervensi terhadap pola makan dengan tetap mempertahankan pola

makan masyarakat yang masih tradisional dengan tidak

membudayakan pola makan cepat saji yang tinggi lemak,

b. Membudayakan kebiasaan puasa senin dan kamis

b. Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan mempertahankan kegiatan-

kegiatan masyarakat sehubungan dengan aktivitas fisik berupa

olahraga teratur (lebih mengarahkan kepada masyarakat kerja) dimana

kegiatan-kegiatan masyarakat yang biasanya aktif secara fisik seperti

kebiasaan berkebun sekalipun dalam lingkup kecil namun dapat

bermanfaat sebagai sarana olahraga fisik.

c. Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat

2. Health promotion

Health promotion sehubungan dengan pemberian muatan informasi

kepada masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Dan pada

upaya pencegahan DM, tindakan yang dapat dilakukan adalah :

a. Pemberian informasi tentang manfaat pemberian ASI eksklsif kepada

masyarakat khususnya kaum perempuan untuk mencegah terjadinya

pemberian susu formula yang terlalu dini

b. Pemberian informasi akan pentingnya aktivitas olahraga rutin minimal

15 menit sehari

3. Spesific protection

Spesific protection dilakukan dalam upaya pemberian perlindungan

secara dini kepada masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan.


24

Pada beberapa penyakit biasanya dilakukan dalam bentuk pemberian

imunisasi namun untuk perkembangan sekarang, diabetes mellitus dapat

dilakukan melalui :

a. Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid

b. Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan insulin secara dini

c. Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan bayi

sejak dini

d. Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi

4. Early diagnosis and promp treatment

Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan sehubungan dengan

upaya pendeteksian secara dini terhadap individu yang nantinya

mengalami DM dimasa mendatang sehingga dapat dilakukan upaya

penanggulangan sedini mungkin untuk mencegah semakin berkembangnya

risiko terhadap timbulnya penyakit tersebut. Upaya sehubungan dengan

early diagnosis pada DM adalah dengan melakukan :

a. Melakukan skrining DM di masyarakat

b. Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat keluarga

pada kelompok masyarakat

5. Disability limitation

Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk

mencegah dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM yang ditujukan

kepada seorang yang telah diangap sebagai penderita DM karena risiko

keterpaparan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan adalah :


25

a. Pemberian insulin yang tepat waktu

b. Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di rumah sakit

c. Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik

6. Rehabilitation

Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan

kembali pada individu yang telah mengalami sakit. Pada penderita DM,

upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah :

a. Pengaturan diet makanan sehari-hari yang rendah lemak dan

pengkonsumsian makanan karbohidrat tinggi yang alami

b. Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan melaksanakan

pemeriksaan laboratorium komplit minimal sekali sebulan

c. Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap obat-obat

yang diabetagonik
26

BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penyajian sebelumnya di atas, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Diabetes mellitus merupakan penyakit yang telah memberi sumbangsih

terhadap peningkatan angka kematian yang diperkirakan pada tahun 2025

mendatang diperkirakan akan terjadi peningkatan mencapai 380 juta jiwa

yang berhubungan dengan semakin rendahnya angka harapan hidup.

2. Kejadian DM pada dasarnya sehubungan dengan ketidakmampuan atau

kegagalan tubuh dalam melaksanakan metabolisme glukosa dalam tubuh

yang terkait dengan banyak faktor risiko.

3. Upaya pengendalian DM dapat dilakukan dengan melakukan berbagai

upaya-upaya pencegahan yang lebih awal pada aspek primordial untuk

mencegah timbulnya risiko

B. Rekomendasi

Bentuk kegiatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Mempertahankan pola makan masyarakat yang masih tradisional

2. Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat

3. Mencegah terjadinya pemberian susu formula yang terlalu dini

4. Melakukan skrining DM di masyarakat


27

5. Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat keluarga

pada kelompok masyarakat

6. Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur


28

DAFTAR PUSTAKA

Askandar Tj, 1986. DM dan Macam-macam Diet Diabetes, Air Langga


University Press. Surabaya.

Depkes RI, 2004. Peran Diit dalam Penanggulangan Diabetes. Dirjen Bina
Kesmas. Jakarta.

Depkes RI, 2006. Penderita Diabetes Indonesia Urutan ke-4 di Dunia,


www.depkes.go.id, Jakarta.

Rachmawati, 2005. Ancaman Diabetes. www.klik-dokter.com. Jakarta.

Dunanty, S. 2002. Indikator Perilaku Kesehatan, Sehat Skala Nasional,


(Merokok) Otot Pola Makan yang Baik, Lakukan Aktivitas Fisik / Olahraga,
Jakarta.

Sanusi Harsinen, 2004. Tinjauan Medis DM Akibatnya pada Kematian, Makassar.

Hiswani, 2005. Penyuluhan Kesehatan pada Penderita Diabetes Mellitus. FK


USU. Medan.

Iman Soeharto, 2004. Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya Dengan Lemak
dan Kolesterol. Edisi II. PR Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

WHO, 1999. Prefention of Diabetes Mellitus. Alih Bahasa Arisman. Hipokrates.


Jakarta.

Yunir, 2007. Mengenal Penyakit Diabetes Mellitus. FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai