Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN KASUS
I.1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. AH

Tanggal Lahir : 13/02/1987 (27 tahun)


Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Pratu

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Gol. Darah

:O

Alamat

: Ambon

Masuk RS

: 8 Januari 2015

No RM

: 80.03.26

I.2. ANAMNESIS
Didapatkan keterangan dari pasien pada hari Kamis, 15 Januari 2015.
Keluhan Utama
Nyeri pada pinggang
Riwayat Penyakit Sekarang
2 hari SMRS, pasien mengaku muntah-muntah dan demam. Muntah sebanyak 15 kali dalam
sehari, berisi cairan, muntah darah disangkal. Demam dirasakan sepanjang hari dan menurun
apabila diberikan obat penurun panas. Pasien kemudian berobat ke IGD RSPAU karena merasa
lemas akibat muntah-muntah tersebut. Saat itu pasien juga mengaku timbul bintik-bintik seperti
jerawat di muka. Pasien lalu dirujuk ke RSPAD, karena kamar perawatan RS penuh dengan
diagnosis G2P1A0 Hamil 28 minggu dengan Hiperemis.
Pada perawatan hari pertama di RSPAD pasien mengaku gatal dan timbul lenting-lenting di
seluruh tubuh. Gatal dirasakan terus-menerus dan pasien suka menggaruk agar gatalnya
berkurang. Lenting-lenting berisi cairan, diawali berjumlah sedikit dari muka seperti jerawat dan
semakin bertambah banyak menyebar keseluruh tubuh.

Pasien mengaku memilki riwayat kontak dengan orang yang sedang terkena cacar air. Dan
pasien mengakui belum pernah menderita cacar air. Pasien menyangkal adanya keputihan, keluar
lendir-lendir dan darah dari daerah kemaluan.
Riwayat Penyakit Dahulu
TB Milier

: Tahun

Hipertensi

: Disangkal

Kencing manis

: Disangkal

Asma

: Disangkal

Alergi

: Disangkal

Penyakit jantung

: Disangkal

Penyakit ginjal

: Disangkal

Riwayat operasi

: Disangkal

Riwayat dirawat di RS : Iya, saat perdalinan normal pada tahun 2009.


Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi

: Disangkal

Kencing manis

: Disangkal

Asma

: Disangkal

Alergi

: Disangkal

Penyakit jantung

: Disangkal

Penyakit liver

: Disangkal

I.3. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 15 Januari 2015
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum

: sedang

Indeks massa tubuh : 27

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

Berat badan

: 60 kg

Tinggi badan

: 172 cm

Tekanan darah
Pernapasan
Nadi
Suhu

: 130/ 100 mmHg


: 18x/menit
: 98x/menit
: 36oC
2

Status Generalis
Kepala

: Normocephal

Mata

: Konjungtiva normal, sklera putih

Hidung

: Septum tidak deviasi, sekret -/-, edema konka -/-

Telinga

: Normotia, sekret -/-, serum -/-

Leher

: Thiroid tidak teraba, KGB tidak teraba

Paru

: Sonor, suara napas dasar vesicular +/+, rhonki -/-, murmur -/-

Jantung

: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: Cembung karena hamil

Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai -/-, tidak terdapat deformitas

I.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium Klinik

JENIS PEMERIKSAAN

HASIL
8/1/15

HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
LED

12/1/15

NILAI RUJUKAN

11.2*
32*
4,1*
14970*
496000*

13 18 g/dL
40 52 %
4.3 6.0 juta / L
4,800 10,800 /L
150.000 400.000 / L

< 15 mm/jam

01%

13%

26%

Hitung Jenis :

Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit

79*
10*
8*

MCV

79*

50 70 %
20 40 %
28%
80 96 fL

MCH
MCHC

27
35

RDW
JENIS PEMERIKSAAN
KIMIA KLINIK
CRP Semi Kuantitatif

17.70 *
HASIL
25 November 2014
<6

27 32 pg
32 36 g/dL
11.5 14.5 %
NILAI RUJUKAN
<6 mg/L

Pemeriksaan MRI
Kesan :

Straight lumbalis
Suspek spondylitis dan spondylodiscitis L2-L5 dg massa paravertebra curiga suatu

paravertebra abses
Lesi intramedula suspek massa setinggi Th 10-11
Tidak tampak canalis stenosis.

I.5. DIAGNOSIS KERJA


I.6. PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnostik
Cek laboratorium (darah lengkap, urin lengkap, elektrolit dan kimia klinik), observasi tanda
vital, DJJ, CTG dan USG.
Non medikamentosa
1. Segera masuk rumah sakit (indikasi rawat inap)
2. Tirah baring.
Medikamentosa
1. Hidrasi cairan : RL 500CC/6 jam.
2. Simtomatis :
a. Paracetamol tab 3x500 mg.
b. OBH syrup 3x15 ml.
c. Salicyl talk u.e
3. Antiviral: Acyclovir oral 5x800 mg s/d 5 hari.
4. Atasi muntah :
a. Metocloropamid 3x10 mg I.V
b. Ranitidin 5x5 mg IV
5. B complex 3x1 tablet.

6. Konsul kulit
Rencana edukasi
Penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien saat ini, komplikasi yang
mungkin terjadi dan rencana tatalaksana.
I.7. PROGNOSIS
Dubia ad malam
I.8. FOLLOW UP
TANGGAL
JAM
09-06-2014

SOAP
S :

16.00 WIB

INSTRUKSI TENAGA
KESEHATAN

Pasien rujuka dari poli klinik karena tekanan darah


tnggi dan protein urin +3. Keluhan lain tidak ada,
mual muntah tidak ada, pandangan kabur tidak ada.

O:

KU baik, kesadaran compos mentis


Status generalis :
TD : 160/100 mmHg, N: 84 x/menit, RR: 18 x/menit,
Suhu: 360C, edema tungkai +/+.
Status obstetrik :
Kontraksi uterus (-), DJJ 151 x/menit. Vulva vagina
tenang, perdaraan pervaginam (-).

A:

G3P2A0 hamil 36 minggu dengan PEB, JTH


Presentasi Bokong, BSC 2x

P:

Hemodinamik stabil

Observasi TTV/4jam, DJJ/1jam


Observasi tanda perburukan PEB

TD terkontrol

Adalat oros 2x30 mg PO


Metildopa 3x500 mg PO

Terminasi kehamilan
10-06-2014

S :

Tidak ada keluhan, gerak janin (+)

06.30 WIB

O:

KU baik, kesadaran compos mentis

Rencana SC tgl.10-06-2014

Status generalis :
TD : 150/100 mmHg, N: 88 x/menit, RR: 18 x/menit,
Suhu: 360C, edema tungkai +/+.
Status obstetrik :
Kontraksi uterus (-), DJJ 142 x/menit. Vulva vagina
tenang, perdaraan pervaginam (-).
A:

G3P2A0 hamil 36 minggu dengan PEB, JTH


Presentasi Bokong, BSC 2x

P:

Hemodinamik stabil

Observasi TTV dan DJJ/1jam


Observasi tanda perburukan PEB

TD terkontrol

Adalat oros 2x30 mg PO


Metildopa 3x500 mg PO

Atasi kerusakana endotel

Vit. C 2x400 mg PO

Terminasi kehamilan

Rencana SC pukul 10.00 WIB


dengan dr. Bintari, Sp. OG
Konsuk Anak dan Anastesi

10-06-2014

S:

17.00 WIB

Pusing (-), pandangan kabbur (-), mual muntah (-),


nyeri pasca operasi VAS 3, perdarahan (-)

O:

KU baik, kesadaran compos mentis


Status generalis :
TD : 150/90 mmHg, N: 76 x/menit, RR: 18 x/menit,
Suhu: 360C, edema tungkai +/+.
Status obstetrik :
Kontraksi uterus baik, TFU 2 jari dibawah pusat.
Vulva vagina tenang, perdaraan pervaginam (-). Luka
operasi kering, tertutup perban

A:

P3 post SC et causa BSC 2X dan PEB


Akseptor IUD

P:

Hemodinamik stabil

Observasi TTV
Observasi tanda perburukan PEB

TD terkontrol (target : 140/90 mmHg)

Adalat oros 2x30 mg PO

Metildopa 3x500 mg PO

11-06-2014

S:

06.30 WIB

Atasi kerusakana endotel

Vit. C 2x400 mg PO

Luka operasi baik

Ganti verban hari ke-3 pasca operasi

Penanganan nifas

Diet extra putih telur 6 butir per hari

Penanganan VAS 3

Ketrolac 3 x 1

Cegah infeksi
Kepala terasa berat, pandangan kabur (-), sulit tidur,

Cefradoxil 3x500 mg PO

flatus (-), BAB pasca operasi (-), nafsu makan baik,


mual muntah (-).
O:

KU baik, kesadaran compos mentis


Status generalis :
TD : 140/100 mmHg, N: 88 x/menit, RR: 20 x/menit,
Suhu: 360C.
Status obstetrik :
Kontraksi uterus baik, TFU 2 jari dibawah pusat.
Vulva vagina tenang, perdaraan pervaginam (-). Luka
operasi kering, tertutup perban

A:

P3 post SC et causa BSC 2X dan PEB


Akseptor IUD

P:

Mobilisasi

Usahakan bergerak / jalan

Perawatan nifas

Ganti verban besok, tgl 12-06-2014


Diet tinggi protein
Observasi TTV
Observasi tanda perburukan PEB

Kontrol tekanan darah

Adalat oros 2x30 mg PO


Metildopa 3x500 mg PO

Jika tekanan darah meningkat

Konsultasi IPD

Cegah kerusakan endotel

Vit. C 2x400 mg PO

Atasi nyei

Natrium diclofenac 2x500 mg

Cegah infeksi

Cefradoxil 3x500 mg PO

12-06-2014

S:

06.30 WIB

Nyeri luka operasi VAS 2, pandangan mata kabur (-),


mual muntah (-), sakit kepala (-)

O:

KU baik, kesadaran compos mentis


Breast engangement (-)
Status generalis :
TD : 130/90 mmHg, N: 90 x/menit, RR: 20 x/menit,
Suhu: 360C.
Status obstetrik :
Kontraksi uterus baik, TFU 2 jari dibawah pusat.
Vulva vagina tenang, perdaraan pervaginam (-). Luka
operasi kering, tertutup perban

A:

P3 post SC et causa BSC 2X dan PEB


Akseptor IUD

P:

Hemodinamik stabil

Observasi TTV
Observasi tanda perburukan PEB

TD terkontrol

Adalat oros 2x30 mg PO


Metildopa 3x500 mg PO

Atasi kerusakana endotel

Vit. C 2x400 mg PO

Penanganan VAS 3

Natrium diclofenac 2x500 mg

Cegah infeksi

Cefradoxil 3x500 mg PO

Rencana Pulang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri
yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun
spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acidfastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional.
Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya.
II.2. Insiden
Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis kelamin.
Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama usia 3 - 6
tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang dewasa. Di Amerika, varicella sering terjadi
pada anak-anak dibawah usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15 tahun
dan di Jepang, umumnya terjadi pada anak-anak dibawah usia 6 tahun sebanyak 81,4 %.
Selain itu, kejadian varisela tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi).
Di Indonesia walaupun belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus
menyerang pada musim peralihan antara musim panas ke musim hujan atau sebaliknya.
Pasien dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul, sampai
semua lesi timbul krusta / keropeng, biasanya 7-8 hari.
Varisela pada kehamilan adalah jarang. Penelitian oleh Balducci dkk terhadap 30.000
kehamilan, insiden varisela hanya sebesar 0,7 per 1000 kehamilan. Ibu hamil yang terkena
infeksi VZV primer dapat menularkan infeksi kepada janinnya secara transplasental selama
fase viremia. Resiko infeksi terhadap janin sulit ditentukan secara pasti, diperkirakan
sebesar 24-25%, tetapi infeksi ini biasanya asimptomatik. Tidak setiap janin yang terinfeksi
mengalami sindroma varisela, hanya kira-kira 3 dari setiap 100 bayi yang dilahirkan
mempunyai bentuk infeksi kongenital.Malformasi kongenital yang disebabkan oleh infeksi
virus varisela-zoster intra uterin jarang terjadi.

II.3. Etiopatogenesis
Virus varisela zoster. Penamaan virus ini memberikan pengertian bahwa infeksi
primer virus ini menyebabkan penyakit varisela, sedangkan reaktivasi menyebabkan
herpes zoster.
Virus Varicella-zoster

Famili
Kelas
Ordo
Genus

: Herpesviridae
: Kelas I (dsDNA)
: Alphaherpesvirinae
: Varicellovirus

Species : Human herpesvirus 3 (HHV-3)


Virus varisela zoster merupakan salah satu dari 8 jenis herpes virus dari family
herpes viridae yang dapat menyerang manusia dan primata, merupakan virus DNA alfa
herpesvirus, mempunyai 125.000 pasangan basa yang mengandung 70 gen. Virus ini
mempunyai 3 tipe liar (wild type) Dumas di Eropa dan Oka di Jepang mengumumkan
rangkaian genetik virus varisela yang ditelitinya.
Masa inkubasi varisela 10-21 hari pada imunokompeten (rata-rata 14-17 hari) dan
pada imunokompromais kurang dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan
cara inhalasi dari sekresi pernafasan ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet
infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit.
Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2 - 4 yang berlokasi pada lymph nodes
regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar
limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah
infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan
siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya
viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai
epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi di kulit yang khas. Seorang
anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum
hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.
Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke jaringan kulit dan
menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi

dari sel epitel membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik
intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan dengan peristiwa ballooning, yakni
degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya ruangan yang berisi oleh cairan.
Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh adanya protein ORF47 kinase yang berguna
pada proses replikasi virus. VZV dapat menyebabkan terjadinya infeksi diseminata yang
biasanya berhubungan dengan rendahnya sistem imun dari penderita.

II.4. Faktor Risiko5


a. Primigravida
b. Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus,
hidrops fetalis, bayi besar
c. Usia ibu yang ekstrim
d. Riwayat keluarga mengalami preeklampsia/eklampsia
e. Penyakit ginjal atau hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
f. Obesitas

II.5. Gejala Klinis


Gejala klinis dari penyakit varisela dibagi 2 stadium, yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi. Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya didahului
dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia, yang terjadi 1
- 2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang
imunokompeten, gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan timbul
bersamaan dengan munculnya lesi di kulit.
Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada
(penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat
dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat gatal dan
mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada
satu saat.

Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah dan dada, dan
kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 - 14 jam menjadi papul dan kemudian
berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan yang jernih dengan dasar eritematosa.
Vesikel yang terbentuk dengan dasar yang eritematous mempunyai gambaran klasik yaitu
letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan
tetesan air diatas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis
panjangnya sejajar dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik- titik embun diatas daun
bunga mawar (dew drop on a rose petal). Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan
masuknya sel radang sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan
mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan akhirnya
akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari, kemudian krusta ini akan
lepas dalam waktu 1 - 3 minggu. Pada fase penyembuhan varicella jarang terbentuk parut (scar),
apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder bakterial.
Varicella yang terjadi pada masa kehamilan, dapat menyebabkan terjadinya varicella
intrauterine ataupun varicella neonatal. Varicella intrauterine, terjadi pada 20 minggu pertama
kehamilan, yang dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti ke dua lengan dan tungkai
mengalami atropi, kelainan neurologik maupun ocular dan mental retardation. Sedangkan
varicella neonatal terjadi apabila seorang ibu mendapat varicella (varicella maternal) kurang dari
5 hari sebelum atau 2 hari sesudah melahirkan. Bayi akan terpapar dengan viremia sekunder dari
ibunya yang didapat dengan cara transplasental tetapi bayi tersebut belum mendapat
perlindungan antibodi disebabkan tidak cukupnya waktu untuk terbentuknya antibodi pada tubuh
si ibu yang disebut transplasental antibodi. Sebelum penggunaan varicella zoster
immunoglobulin (VZIG), angka kematian varicella neonatal sekitar 30%, hal ini disebabkan
terjadinya pneumonia yang berat dan hepatitis yang fulminan. Tetapi jika si ibu mendapat
varicella dalam waktu 5 hari atau lebih sebelum melahirkan, maka si ibu mempunyai waktu yang
cukup untuk membentuk dan mengedarkan antibodi yang terbentuk (transplasental antibodi)
sehingga neonatus jarang menderita varicella yang berat.
II.6. Klasifikasi 1,8,10
1. Preeklampsia ringan
a.

Definisi

Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat
terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
b.

Diagnosis

Hipertensi : sistolik/diastolik 140/90 mmHg.

Proteinuria : 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.

Edema : edema pada lengan, muka, perut atau generalisata.


c.

Manajemen umum

Terhadap penyakit : pemberian terapi medikamentosa.

Terhadap kehamilan : diteruskan sampai aterm atau diterminasi.


d.

Tujuan utama perawatan


Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, gangguan fungsi organ vital dan
melahirkan bayi sehat.

e.

Rawat jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat rawat jalan dan dianjurkan untuk
banyak istirahat. Pada usia kehamilan >20 minggu, tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada vena cava inferior sehingga meningkatkan aliran
darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan
darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan
filtrasi glomerulus dan meningkatkan diuresis yang akan meningkatkan ekskresi
natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular sehingga mengurangi vasospasme.
Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah
oksigenasi plasenta dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim. Diet diberikan
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan roboransia
pranatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi dan sedatif. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium Hb, Ht, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal.

f.

Rawat inap
Kriteria preeklampsia ringan yang perlu perawatan rumah sakit antara lain bila
tidak ada perbaikan tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu serta adanya
satu atau lebih gejala dan tanda preeklampsia berat.

g.

Perawatan obstetrik
Pada kehamilan preterm (<37 minggu), bila tekanan darah normotensif selama

perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm. Sedangkan pada kehamilan aterm


(>37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal
persalinan.
2. Preeklampsia berat
a. Definisi
Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 110 mmHg
disertai dengan proteinuria >5 g/24 jam.
b.

Diagnosis
-

Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 110 mmHg. Tekanan darah ini
tidak menurun meskipun ibu sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani
tirah baring.

Proteinuria >5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

Oliguria, yaitu produksi urin <500 cc/24 jam.

Kenaikan kadar kreatinin plasma.

Gangguan visus dan serebral (penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur).

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).

c.

Edema paru dan sianosis.

Trombositopenia berat <100.000 sel/mm3 atau penurunan cepat trombosit.

Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadar ALT dan AST).

Pertumbuhan janin intrauterine terhambat.

Sindrom HELLP.

Klasifikasi
-

Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

Preeklampsia berat dengan impending eclampsia: bila preeklampsia berat disertai


gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah, nyeri
epigastrium dan kenaikan progresif tekanan darah.

d.

Perawatan dan pengobatan


Pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan

suportif terhadap penyulit organ terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan.
e.

Manajemen umum

Terhadap penyakit: pemberian terapi medikamentosa.

Terhadap kehamilan: terminasi kehamilan bila keadaan hemodinamika stabil.


II.7. Diagnosis
Diagnosis varisela dapat ditegakkan secara klinis dengan gambaran dan perkembangan
lesi kulit yang khas, terutama apabila diketahui ada kontak 2-3 minggu sebelumnya. Gambaran
khas termasuk :
1
2
3
4
5

Muncul setelah masa prodromal yang singkat dan ringan


Lesi berkelompok terutama di bagian sentral
Perubahan lesi yang cepat dari makula, vesikula, pustul sampai krusta
Terdapatnya semua tingkat lesi kulit dalam waktu bersamaan pada daerah yang sama
Terdapat lesi mukosa mulut
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan diantaranya isolasi virus (3-5 hari), PCR,

ELISA, teknik imunofluorensi Fluorosecent Antibody to Membrane Antigen (FAMA), yang


merupakan baku emasnya.
1 Tzanck smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai
dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights, toluidine blue ataupun
Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated
giant cells.
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus.
2 Direct fluorescent assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
- Hasil pemeriksaan cepat.
- Membutuhkan mikroskop fluorescence.
- Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
- Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus
3 Polymerase chain reaction (PCR)
- Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.

- Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar
vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat, dan
CSF.
- Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
- Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
4 Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi
sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic
infiltrat.

II.7. Penatalaksanaan1,8,10,11
Pada penderita penyakit cacar hal yang terpenting adalah menjaga gelembung cairan
tidak pecah agar tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan masuk bagi kuman lain (infeksi
sekunder), antara lain dengan pemberian bedak talek yang membantu melicinkan kulit. Obatobatan yang diberikan pada penderita penyakit cacar ditujukan untuk mengurangi keluhan gejala
yang ada seperti nyeri dan demam, misalnya diberikan paracetamol.
Beberapa jenis obat dipakai untuk mengobati herpes zoster. Obat ini termasuk obat
antiherpes, dan beberapa jenis obat penawar nyeri.
Obat antivirus
Pengobatan baku untuk herpes zoster adalah dengan asiklovir, yang dapat diberikan dalam
bentuk pil atau secara intravena (infus) untuk kasus yang lebih berat. Penelitian pada orang
dewasa sehat dengan infeksi varisela primer yang diberi terapi awal dalam 24-48 jam pertama
dengan acyclovir oral 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari menunjukkan pengurangan waktu yang
bermakna dalam hal perubahan lesi menjadi krusta, lamanya sakit, serta durasi dari gejala dan
demam. Acyclovir telah digunakan secara aman pada ribuan wanita selama kehamilan. Tidak ada
bukti yang menunjukkan bahwa acyclovir mempengaruhi insidens atau tingkat keparahan dari
infeksi janin, penelitian terbaru pada orang dewasa dengan varisela pneumonia menunjukkan
bahwa terapi awal dengan acyclovir intravena 5 mg/ kgBB tiap 8 jam,bermanfaat dalam

menurunkan demam dan takipnea serta memperbaiki oksigenasi pada pasien yang mendapat
terapi dibandingkan yang tidak diterapi. Dosis acyclovir yang direkomendasikan adalah 10-15
mg/ kgBB tiap 8 jam secara intravena selama 7 hari.Keputusan lain mengatakan bahwa ibu hamil
yang terkena verisela berat harus diterapi dengan acyclovir intravena tanpa memperdulikan usia
kehamilan. Tidak ada bukti yang mengatakan bahwa pemberian acyclovir atau VZIG pada ibu
hamil dapat mempengaruhi resiko atau perjalanan infeksi pada janin atau bayi.
Varicela-Zoster Immune Globulin (VZIG)
VZIG direkomendasikan untuk ibu hamil yang rentan dan terpapar varisela secara
bermakna. Bila ibu tersebut menyangkal pernah menderita varisela sebelumnya, maka dilakukan
konfirmasi uji serologis secepatnya. Adanya antibodi IgG spesifik terhadap antibodi maka segera
diberikan VZIG. Idealnya pemberian adalah 625 unit (5 vial) secara intra muskular pada wanita
dengan berat badan lebih dari 50 kg dan 4 vial bila berat badan kurang dari 50 kg, penggunaan
VZIG dapat memperpanjang masa inkubasi varisela sampai selama 35 hari.Ada bukti yang
menunjukkan bahwa VZIG dapat juga mengurangi resiko infeksi janin. Pada penelitian terhadap
97 wanita hamil yang mengalami varisela dan mendapat VZIG, ternyata tidak terdapat kasus
sindroma varisela kongenital.
Vaksin Varisela
Imunisasi dengan vaksin varisela berguna untuk mencegah penyakit varisela pada
individu dengan resiko tinggi ataupun yang sehat. Vaksin VZV hidup yang sudah dilemahkan,
yang diberikan sebelum kehamilan terbukti merupakan metode yang paling efektif dalam
pencegahan sindroma varisela kongenital . Vaksin ini 95% efektif terhadap[ varisela berat,
penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya komplikasi yang paling sering yaitu
superinfeksi bakteri. Vaksin ini tidak direkomendasikan untuk wanita hamil.

II.8. Komplikasi 1,12


Pada anak sehat, varisela merupakan penyakit ringan dan jarang menimbulkan penyulit
yang serius. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun
pada neonatus dapat mencapai 30%. Penyulit tersering adalah infeksi sekunder bakteri pada lesi

kulit yang disebabkan oleh Stafilokokus aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A yang
menimbulkan impetigo, furunkel, selulitis, erisepelas, dan jarang gangren. Infeksi lokal ini sering
menimbulkan jaringan parut. Pneumonia primer akibat varisela 90% terjadi pada orang dewasa
dan jarang pada anak normal. Gejala muncul 1-6 hari setelah lesi kulit, beratnya kelainan paru
mempunyai korelasi dengan beratnya erupsi kulit. Infeksi dapat pula bersifat invasif seperti
pneumonia, arthritis, osteomyelitis, fascilitis bahkan sepsis. Komplikasi lain dapat pula
menyerang susunan saraf pusat, berupa ataksia serebelar (1/4000 kasus) sampai dengan
meningoensefalitis, meningitis, vaskulitis.
Remaja dan dewasa mempunyai resiko lebih tinggi 25 kali untuk terjadinya komplikasi.
Penyebab komplikasi terbanyak pada dewasa adalah pneumonia. Muncul pada hari ke 1 sampai
hari ke 6 setelah timbulnya ruam dengan gejala sesak, takipnea dan demam. Kadang dapat pula
gejala dan tanda respiratorik yang muncul sebelum timbulnya ruam. Mekanisme dasar terjadinya
pneumonia masih belum jelas. Tetapi diduga akibat rendahnya paparan terhadap virus varisela
(seperti di negara iklim tropis), jumlah individu pada setiap keluarga yang sedikit, ataupun
tingginya virulensi virus. Faktor lain yang merupakan faktor resiko terjadinya pneumonia, antara
lain : jumlah lesi >100, perokok, riwayat kontak, kehamilan trimester ketiga.
II.9. Diagnosis Banding 12
II.1. Prognosis
Pada ibu hamil, varisela ini seringkali penyakitnya lebih berat dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius dibandingkan varisela pada anak-anak. Bila terjadi
komplikasi pneumonia maka pronogsisnya buruk karena dapat berakibat fatal.Varisela
dalam kehamilan dapat menyebabkan masalah dalam penanganan terhadap ibu dan
janinnya atau bayi yang baru lahir.Meskipun resiko kelahiran janin akibat varisela pada
ibu hamil relatif kecil, tetapi bayi yang terkena dapat memberikan dampak yang berat
berupa kelainan kongenital ( cacat bawaan ) saat lahir atau menderita varisela berat yang
bisa mengakibatkan kematian bayi baru lahir.Bagi ibu yang sedang hamil, varisela
merupakan masalah yang penting karena pada orang dewasa penyakitnya lebih berat dari
pada anak-anak bahkan dapat mengancam jiwa, khususnya bila terjadi komplikasi
pneumonia.

BAB III
ANALISA KASUS
Pasien wanita berusia 34 tahun, datang ke Poli Kebidanan RSPAD pada tanggal 09 Juni 2014
untuk melakukan ANC. Ketika dilakukan pemeriksaan didapatkan tekanan darah 160/100
mmHg dengan protein urin +3. Sejak 1 bulan SMRS, pasien mengaku sering mengalami sulit
tidur dan tekanan darahnya selalu diatas 130 mmHg. Sebelum hamil, pasien mengaku tidak
memiliki riwayat darah tinggi, namun ketika hamil anak kedua, pasien mengaku tekanan
darahnya selalu tinggi disertai protinuria positif hingga beberapa bulan setelah melahirkan.
Keluhan lain seperti kejang, pandangan mata kabur, nyeri kepala, mual, muntah, nyeri ulu hati
disangkal oleh pasien.

Dari hasil anamnesis diketahui pasien G3P2A0, usia kehamilan 36 minggu dengan taksiran
kelarhiran pada tanggal 8 Juli 2014, disertai dengan keadaan yang mengarah pada tanda dan
gejala preeklampsia. Berdasarkan William Obstetrics menyatakan bahwa preeklampsia adalah
sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi
endotel yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang timbul setelah 20
minggu kehamilan.6 Berdasarkan Ilmu Kebidanan Sarwono menyatakan bahwa dari seluruh
kejadian preeklampsia, sekitar 90 % dialami pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu. 1,4
Pada pemeriksaan fisik didapatkan IMT 34,5 (Obese tipe I), tekanan darah pasien 160/100
mmHg dan pada pemeriksaan tungkai terdapat edema +/+. Hal ini merupakan faktor risiko dan
manifestasi klinis dari preeklampsia. 5 Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi kehilangan daya
refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan
vasopresor yang menyebabkan terjadinya peningkatan reaktivitas vaskular yang sudah dimulai
sejak usia kehamilan 20 minggu, namun hipertensi baru akan terdideteksi umumnya pada
trimester II. Tekanan darah akan kembali normal beberapa hari pasca persalinan, kecuali pada
preeklampsia berat yang terjadi pada 2-4 minggu pascapersalinan. 1,6 Edema yang terjadi pada
kehamilan mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada kehamilan
normal, 60% pada kehamilan dengan hipertensi dan 80% pada kehamilan dengan hipertensi dan
proteinuria. Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema
patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan atau edema generalisata dan
biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.3,4
Pada pemeriksaan penunjang berupa urinalisis yang telah dilakukan didapatkan
proteinuria+3. Berdasarkan Williams Obstetric menyatakan bahwa proteinuria merupakan syarat
untuk diagnosis terjadinya preeklampsia.6 Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan urin
dipstick atau pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Pada pengumpulan proteinuria dalam 24
jam dianggap patologis bila besaran proteinuria 300 mg/24jam atau setara dengan
pemeriksaaan urin dipstick 100 mg/l atau +1 yang sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak
selang 6 jam.1
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan diagnosis kerja pada ibu berupa G3P2A0 hamil 36 minggu dengan PEB dan
pada janin berupa janin tunggal hidup intra uterine presentasi bokong. Berdasarkan Ilmu

Kebidanan Sarwono menyatakan bahwa dalam preeklampsia berat ditemukan salah satu atau
lebih gejala sebagai berikut :1
1.

Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik> 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit
dan sudah menjalani tirah baring.

2.

Proteinuria > 5g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

3.

Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc/24 jam.

4.

Kenaikan kadar kreatinin serum.

5.

Gangguan visus dan serebral (penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur).

6.

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.

7.

Edema paru dan sianosis.

8.

Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan cepat trombosit.

9.

Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadarALT dan AST).

10.

Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.

11.

HELLP syndrome.

Adapun klasifikasi pada pasien ini berupa preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
dikarenakan tidak terdapatnya gejala subjektif yang muncul berupa nyeri kepala hebat, mual,
muntah, nyeri epigastrium, dan pandangan kabur.10 Manajemen umum yang dilakukan pada
pasien ini terhadap penyakitnya berupa terapi medikamentosa, sedangkan terhadap kehamilannya
dipertimbangkan untuk dilakukan terminasi kehamilan bila keadaan hemodinamika stabil.
Rencana diagnostik pada pasien ini berupa cek laboratorium (darah lengkap, urin
lengkap, faal koagulasi dan kimia klinik), observasi tanda vital, DJJ, CTG dan perburukan PEB.
Sedangkan rencana terapi pada pasien ini berupa :
1. Pemberian MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi anti kejang, dengan dosis awal dan
dosis pemeliharaan
Dosis awal : 2 gram dalam 10 menit, bolus intravena (40% dalam 10 cc)
Dosis pemeliharaan : 2 gram/jam (12 gram dalam 6 jam dilarutkan pada cairn
dextrose 5%, tetesan 28-30 tetes/meit) berikan selama 24 jam.
2. Nifendipine 30 mg per oral
3. Cefradoxil 3x500 mg
4. Vit. C 2 x 400mg
Pasien ini diberikan MgSO4 untuk mencegah terjadinya kejang. Pemberian berupa dosis

awal (loading dose) dan dosis pemeliharaan (maintenance dose). Adapun syarat pemberian
MgSO4 antara lain :10
1. Harus tersedia antidotum MgSO4 siap pakai yaitu kalsium glukonas 10% = 1 g
(10% dalam 10 cc) diberikan IV 3 menit
1. Refleks patella (+)
2. Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit (tidak ada tanda distress napas)
3. Diuresis > 100 cc/4jam (0,5 cc/kg/jam).
Untuk menurunkan tekanan darah pada pasien diberikan nifendipin 20 mg. Nifendipin
merupakan obat antihipertensi golongan calcium channel blocker yang diabsorbsi baik melalui
pencernaan. Pasien juga diberikan Vitamin C 2 x 400mg sebagai untuk meningkatkan daya tahan
tubuh, membantu mengeliminasi radikal bebas serta mempercepat proses pemulihan. Seperti
yang telah dibahas sebelumnya, etiopatogenesis preeklampsia berdasarkan teori iskemia plasenta
dan pembentukan radikal bebas dapat terjadi karena pada plasenta yang mengalami hipoksia dan
iskemia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas) yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah.1 Pemberian cefradoksil dimaksudkan untuk profilaksis
terjadinya sepsis maternal pada ibu, karena berdasarkan hasil laboratorium didapatkan hitung
leukosit meningkat. Cefadroksil adalah sefalosporin golongan I yang dapat menghambat sintesis
dinding sel mikroba. Sefalosporin generasi I sangat baik untuk mengatasi infeksi akibat S.aureus
dan S.pyogenes.13

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Kedua. Hal.530-559. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Hnat MD, Sibai BM. Severe preeclamsia remote from term, in Belfort MA, Thornton S,
Saade GR. Hypertension in Pregnancy ; 2000.
3. James M Roberts MD, George Bakris MD., et al., American College of Obstetricians and
Gynecologist. http://www.acog.org/HypertensioninPregnancy.pdf Hypertension, Pregnancy
- Induced - Practice Guideline; 2013. (diakses pada Juni 2014)
4. https://www.preeclampsia.org/health-information/about-preeclampsia (diakses pada Juni
2014)
5. Llewellyn Derek. 2002. Dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi Keenam. Jakarta: Hipokrates.
6. Cunningham FG, dkk. 2005. Williams Obstetrics 2nd Edition. New York: McGraw-Hill.
7. Silbernagl Stefan. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.

8. Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of Physicians of Ireland And


Clinical Strategy and Programmes Directorate, Health Service Executive. The Diagnosis and
Management of Pre-Eclamasia and Eclamsia Clinical Practice Guideline; 2014.
9. http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview#aw2aab6b4 (diakses pada Juni
2014)
10. Buku Panduan Standart Pelayanan Medik Sub Fetomaternal Departemen Obstetri dan
Gynekologi RSPAD Gatot Soebroto DITKESAD; 2011.
11. Royal College of Obsstetricians and Gynecologists. The Management of Severe PreEclamsia/Eclamsia.Guideline No. 10 (A). 2006
12. Masnjoer A, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI Edisi Ketiga
Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.
13. Ian Tanu. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima. Hal. 682-686. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai