Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir mengalami
kekurangan pasokan oksigen di tubuhnya. Asfiksia neonatorum merupakan salah satu
penyakit yang serius pada neonatus dan perlu segara mendapatkan penatalaksanaan
medis karena dpat berakibat fatal pada neonatus yaitu kematian.
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi
lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia,
dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di
bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab
kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%,
trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kelainan congenital.
Angka kejadian asfiksia perinatal bervariasi di masing-masing negara. Sekitar
2 sampai 9 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Penelitian di California dari tahun 19912000 didapatkan angka kejadian asfiksia neonatorum sebesar 4,5 setiap 1000
kelahiran hidup. Di British Hospitalangka kejadian asfiksia menurun dari 7,7 per
1000 kelahiran hidup pada akhir tahun 1970, dan menjadi 1,9 per 1000 kelahiran
hidup di tahun 1990. Di Swedia angka kejadian asfiksia neonatorum berkisar 1,8
sampai 6,9 setiap 1000 kelahiran hidup. Oleh sebab itu kelompok kami tertarik untuk
membahas mengenai penyakit asfiksia neonatorum dan penatalaksanaan yang dapat
diberikan kepada penderita.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari asfiksia?
2. Apa sajakah klasifikasi dari asfiksia?
3. Apakah penyebab (etiologi) dari asfiksia?
4. Bagaimanakah proses terjadinya asfiksia ?
5. Apa sajakah tanda dan gejala timbulnya asfiksia ?
6. Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan dari asfiksia ?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan asfiksia ?
8. Apa sajakah pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan asfiksia?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan asfiksia neonaturum
1

2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien asfiksia neonatorum
b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien
asfiksia neonatorum.
c. Dapat membuat perencanaan pada klien asfiksia neonatorum.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi
tindakan yang telah dilakukan pada klien asfiksia neonatorum.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan
khususnya Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dalam memahami konsep
penyakit asfiksia serta penatalaksanaan yang dapat diberikan kepada pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Asfiksia
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan gawat bayi yang tidak dapat
bernapas spontan dan teratur sehingga dapat menurunkan oksigen dan semakin
meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut (Manwaba,2007). Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini
merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir
terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc, 1971). Penilaian statistik dan
pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini
2

dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar
yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
2.2 Klasifikasi Asfiksia
Untuk menentukan tingkat asfiksia dengan tepat, dibutuhkan pengalaman dan
observasi klinis serta penilaian yang tepat. Oleh sebab itu pada tahun 1953-1958
Virginia Apgar mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan
neonatus. Patokan klinis yang dinilai adalah menghitung frekuensi jantung, melihat
usaha bernafas, menilai tonus otot, menilai refleks rangsangan dan menperhatikan
warna kulit.
Virginia Apgar membuat daftar penilaian dengan mengobservasi bayi pada
menit pertama dan menit kelima setelah lahir. Penilaian menit pertama untuk
menunjukkan beratnya asfiksia dan menentukan kemungkinann hidup neonatus dan
menentukan kemungkinan hidup selanjutnya, sedangkan penilaian menit kelima
untuk menentukan gejala sisa. Di bawah ini terdapat tebel yang menentukan tingkat
beratnya asfiksia.
Tabel Skor Apgar
Tanda

Skor

Frekuensi jantung
Usaha bernafas
Tonus otot
Refleks
Warna kulit

0
Tidak ada
Tidak ada
Lumpuh
Tidak ada
Biru/pucat

1-3
<100/ menit
Lambat, tidak teratur
Ekstermitas agak fleksi
Gerakan sedikit
Tubuh

4-6
>100/menit
Menangis kuat
Gerakan aktif
Gerakan
kuat/

melawan
kemerahan, Seluruh

ekstermitas biru
Terdapat tiga tingkatan asfiksia neonatus ini, yaitu:

tubuh

kemerahan

1. Vigorus baby atau asfiksia ringan


Apgar skor 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak memerlukan
tindakan istimewa.
2. Mildmoderate asfiksia (asfiksia sedang)

Apgar skor 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik, sianosis, refleks
iritabilitas tidak ada.
3. a) Asfiksia berat. Apgar skor 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit, tonus otot buruk, sianosis
berat dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
b) Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung
ialah keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang post partum.
Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan
pada penderita asfiksia berat.
2.3 Etiologi Asfiksia
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terjadi gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin maka akan terjadi asfiksia
janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau
segera setelah lahir.
Towell (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan
pada bayi, yang terdiri dari: faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin, dan faktor
persalinan.
2.3.1 Faktor ibu
Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetik atau anastesi dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke
janin. Hal ini ditemukan pada keadaan:
a. Gangguan kontraksi uterus
b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c. Hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain.
2.3.2 Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,

misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta
tidak menempel pada tempatnya.
2.3.3 Faktor janin atau neonatus
Faktor-faktor dari janin yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu: tali pusar
menumbung, tali pusar melilit leher, kompresi tali pusar antara janin dan jalan lahir,
prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain- lain.
2.3.4 Faktor persalinan (fetus)
Faktor- faktor tertentu pada masa persalinan dapat menyebabkan timbulnya
asfiksia neonatus. Diantaranya yaitu: partus lama, partus dengan tindakan dan lainlain.
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan: tali pusat menumbung, tali
pusat melilit leher, kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
2.4
WOC (terlampir)
2.5
Patofisiologi Asfiksia
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang
bersifat sementara, proses ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan pernafasan
teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi
dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan gangguan pertukaran
oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan
meningkatkannya karbondioksida, diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses
berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana anaerobic yang
berupa glikosis glikogen sehingga sumber utama glikogen terutama pada jantung dan
hati akan berkurang dan asam organik yang terjadi akan menyebabkan asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang
disebabkan beberapa keadaan diantaranya :
a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung
b. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan
termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya


resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem
sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan.
Sehubungan dengan proses faal tersebut maka fase awal asfiksia ditandai
dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperpneu) diikuti
dengan apneu primer kira-kira satu menit dimana pada saat ini denyut jantung dan
tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10
kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akhirnya
timbul apneu sekunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak jelas terlihat karena
setelah pembersihan jalan nafas bayi maka bayi akan segera bernafas dan menangis
kuat.
2.6

Manifestasi Klinis Asfiksia


Manifestasi klinis yang terjadi pada neonatus apabila mengalami asfiksia

neonatus ini adalah meliputi: pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis.
1. Pada kehamilan
Denyut jantung janin (DJJ) lebih cepat dari 160 kali/menit atau kurang
dari 100 kali/menit, halus dan irregular serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 kali/menit ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 kali/menit dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. bayi pucat dan kebiru-biruan
b. usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. hipoksia
d. asidosis metabolik atau respiratori
e. perubahan fungsi jantung
f. kegagalan sistem multiorgan
g. kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologic:
kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/tidak menangis, bayi tidak
bernafas atau nafas mengap-mengap, denyut jantung kurang dari 100
kali/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon
2.7

terhadap releks rangsangan.


Komplikasi Asfiksia

Asfiksia saat lahir mempunyai pengaruh yang timbul segera dan pengaruh
yang timbul jangka panjang. Pada asfiksia total akut, misalnya prolaps tali pusar.
1. Pada otak
Terjadi gejala perdarahan dan edema yang merusak fungsi otak serta
menyebabkan hipotonia berat diikuti oleh iritabilitas dan kejang. Pada
keadaan terdengar tangisan abnormal pada bayi dan refleks hisap yang buruk.
Hilangnya hemostasis dapat menyebabkan hipoglikemia, hipoksemia, dan
hipotermi.
2. Edema paru-paru
3. Perubahan yang menyerupai infark pada miokardium
4. Ileus atau perforasi iskemik pada usus
5. Trombosis vena renalis atau nekrosis tubular pada ginjal
6. Gangguan metabolisme dan hemostasis pada hati
2.8 Penatalaksanaan Asfiksia
Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk memeprtahankan kelangsungan
hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian
hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :
1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan
homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan
kemungkinan timbulnyasekuele akan meningkat.
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak
dapat diperbaiki, tapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia
pascanatal harus dicegah dan diatasi.
3. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas
tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernapasan pada bayi baru lahir.
4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan
dapat dipilih dan ditentukan secara adekuat.
Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :
1. Memberikan lingkungan yanag baik pada bayi dan mengusahankan saluran
pernapasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar
oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan
usaha pernapasan lemah.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
4. Menjadi agar sirkulasi darah tetap baik
Cara resusitasi terdiri atas tindakan umum dan tindakan khusus
7

2.8.1 Tindakan umum


1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif banyak kehilangan panas yang diikuti oleh
penurunan suhu tubuh (Miller dan Oliver, 1966). Penurunan suhu tubuh ini akan
mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat (Hey
dan Hill, 1969). Hal ini akan mempersulit keadaan bayi, apalagi bila bayi menderita
asfiksia berat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang baik segera
setelah lahir. Harus dicegah/dikurangi kehilangan panas dari kulit. Pemakaian sinar
lampu yang cukup kuat untuk pemanasan luar dapat dianjurkan dan pengeringan
tubuh bayi perlu dikerjakan untuk mengurangi evaporasi.
2. Pembersihan jalan napas
Saluran napas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion.
Tindakan ini harus dilakukann dengna cermat dan tidak perlu tergesa-gesa atau kasar.
Perlu diperhatikan pula saat itu bahwa letak kepala harus lebih rendah untuk
memudahkan dan melancarkan keluarnya lendir. Bila terdapat lendir kental yang
melekat di trakea dan sulit dikeluarkan dengan pengisapan biasa, dapat digunakan
laringoskop neonatal sehingga pengisapan dapat dilakukan dengan melihat
semaksimalnya, terutama pada bayi dengan kemungkinan infeksi.
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernapas 20 detik setelah lahir
dianggap sedikit banyak telah menderita depresi pusat pernapasan (Hall, 1969).
Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dikerjakan. Pada sebagian besar
bayi pengisapan lendir dan cairan amnion yang dilakukan melaui nasofaring akan
segera menimbulkan rangsangan pernapasan. Pengaliran O2 yang cepat ke dalam
mukosa hidung dapat pula merangsang refleks pernapasan yang sensitive dalam
mukosa hidung dan faring.
2.8.2 Tindakan khusus
Tindakan umum yang dibicarakan dilakukan pada setiap bayi baru lahir. Bila
tindakan ini tidak berhasil yang memuaskan, barulah dilakukan tindakan khusus.
Cara yang dikerjakan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi
yang dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor Apgar.
2.8.3 Asfksia berat (skor Apgar 0-3)
8

Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan O2


dengan tekanan dan intermiten. Cara yang terbaik ialah dengan melakukan intubasi
endotrakeal. Setelah kateter diletakkan dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan
tidak lebih dari 30 cm H2O. tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara
yang mengandung O2 tinggi ke dalam kateter secara mulut pipa atau ventilasi
kantong ke pipa. Bila diragukan akan timbulnya infeksi, terhadap bayi yang dapat
tindakan ini dapat diberikan antibiotika profilaksis. Keadaaan asfiksia berat ini
hampir

selalu

disertai asidosis yang membutuhkan koreksi segera, karena itu

bikarbonas natrikus diberikan dengan dosis 2-4 mEq/kgbb. Kedua obat ini
disuntikkan secara intravena dengan perlahan-lahan melalui vena umbilikalis.
Usaha pernapasan (gasping) biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali. Bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan
atau frekuensi jantung, masase jantung eksternal harus segera dikerjakan dengan
frekuensi 80-100 menit.
2.8.4 Asfiksia sedang (skor Apgar 4-6)
Dalam hal ini dapat dicoba melakukan stimulasi agar timbul refleks
pernapasan. Bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi
aktif harus segera dimulai.ventilasi aktif yang sederhana dapat dilakukan secara frog
breathing. Cara ini dikerjakan dengan meletakkan kateter O2 intranasal dan O2
dialirkan dengan aliran 1-2/menit. Agar saluran nafas bebas, bayi diletakkan dalam
posisi dorsofleksi kepala. Secara ritmis dilakukan gerakan membuka dan menutup
nares dan mulut, disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dalam frekuensi 20
kali/menit. Tindakan ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan dinding toraks
dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernafasan spontan, usahakanlah
mengikuti gerakan tersebut. Ventilasi ini dihentikan bila setelah 1-2 menit tidak
dicapai hasil yang diharapkan. Dalam hal ini segera dilakukan ventilasi paru dengan
tekanan positif secara tidak langsung.
Ventilasi ini dapat dikerjakan dengan 2 cara, yaitu ventilasi mulut ke mulut
atau ventilasi kantong ke masker. Sebelum ventilasi dikerjakan, ke dalam mulut bayi
dimasukkan plastic pharyngeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke
depan agar jalan nafas tetap berada dalam keadaan bebas. Pada ventilasi mulut ke
9

mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2 sebelum melakukan


peniupan. Ventilasi dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30kali/ menit dan
diperhatikan gerakan pernafasan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak
berhasil bila setelah dilakukan beberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau
perburukkan tonus otot.
2.8.5 Tindakan lain dalam resusitasi
1. Pengisapan cairan lambung
Tindakan ini dilakukan pada bayi tertentu, yaitu untuk menghindarkan adanya
regurgitasi dan aspirasi. Sebaiknya pengisapan ini dilakukan pada bayi yang
sebelumnya menderita gawat janin, prematuritas, bayi ibu penderita diabetes
mellitus dan pada bayi yang waktu persalinan dipengaruhi secara tidak
langsung oleh obat.
Manfaat lain yang dapat diperoleh dari pengisapan cairan lambung :
a. Mengenal secara dini adanya atresia/stenosia esophagus
b. Bila ditemukan cairan lambung yang berlebihan (lebih dari 30ml),
kemungkinan akan obstruksi usus letak tinggi
c. Bila ditemukan jumlah sel darah putih yang tinggi pada sediaan langsung

cairan lambung, bayi sudah hampir pasti telah kontak dengan infeksi
cairan amnion (amnionitis).
Efek yang ditimbulkan dari pengisapan lambung, seperti bradikardia atau
serangan apnu, spasme laring.
2. Penggunaan obat
Pada keadaan ini dianjurkan memberikan antidotumnya berupa nalorpin
dengan dosis 0,2 mg/kgbb dan diberikan secara intravena atau intramuskulus
dalam.
3. Profilaksis terhadap blenorea
Tindakan ini harus tetap dilakukan dengan memberikan nitras argenti 1%.
Setelah pemberian, mata dibilas dengan garam fisiologis untuk mengurangi
bahaya iritasi.
4. Faktor aseptik dan antisetik
Pada setiap tindakan yang dilakukan pada bayi baru lahir, harus selalu
diperhatikan faktor aseptic dan antiseptic. Bila sterilitas tindakan diragukan,
segera diberikan antibiotika profilaksis.
5. Beberapa klinik menganjurkan cara lain dalam mengatasi bayi dengan asfiksia
berat. Cara tersebut ialah :
10

Hipotermia. Asfiksia berat dapat diatasi dengan hipotermia yang dalam, yaitu
untuk mengurangi/membatasi kerusakan sel jaringan (terutama otak).
Tindakan ini dianggap bermanfaat karena dapat mengurangi kebutuhan sel
jaringan akan oksigen.
Oksigen hiperbarik. Cara ini dianut oleh beberapa klinik di Inggris. Bayi
diletakkan dalam ruangan tertutup yang berisi oksigen dengan tekanan
atmosfir yang tinggi. Cara ini dianggap memperlihatkan hasil yang sama
dengan ventilasi tekanan positif.
2.9

Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)
Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan
oksigen yang adekuat dan membuang karbondioksida serta tingkat dimana
ginjal mampu untuk menyerap kembali atau mengekresi ion-ion bikarbonat
untuk mempertahankan pH darah yang normal.
b. Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha
nafas, tonus otot dan reflek.
c. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi
d. Foto rontgen dada (baby gram)
Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya ketebalan atau
densitas yang dihasilkan oleh cairan, tumor, benda asing dan kondisi
e.
f.
g.
h.

patologis lain dapat dideteksi dengan cara pemeriksaan rontgen.


Elektrolit garam
USG
gula darah.
PH tali pusat: tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis,

tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.


i. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
j. Tes combs langsung pada daerah tali pusat.
Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah
merah.

11

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama bayi, umur, jenis kelamin, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
diagnosa medis, dll.
2. Identitas Penanggung
Meliputi nama ayah bayi, umur, pendidikan, agama, pekerjaan, penghasilan, alamat,
nama ibu bayi, umur, pekerjaan, dll.
3. Riwayat Keluhan Utama
Sesak nafas (sulit bernafas), bibir dan kulit kebiruan, ekstermitas perifer teraba
dingin.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga klien mengatakan pada waktu lahir, klien tidak langsung menangis,
tampak sesak napas, bibir dan jari jari tangan kebiruan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu

12

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran meliputi prenatal care, usia kehamilan, keluhan
pada masa antenatal, obat yang dikonsumsi ibu, pemeriksaan kehamilan, imunisasi
ibu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit yang dialami oleh salah satu anggota keluarga terdekat
d. Riwayat Imunisasi
Imunisasi seperti BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis belum didapatkan bayi
e. Riwayat Tumbuh Kembang
Berat badan waktu masuk kurang dari 3000 gram, tinggi badan 48 cm, gigi belum
ada
f. Riwayat Nutrisi
Meliputi pemberian asi, kapan waktu pertama kali disusui, lamanya pemberian asi
g. Riwayat Psikososial
Meliputi siapa yang mengasuh bayi, hubungan orang tua dengan keluarga yang
lain.
h. Riwayat Spiritual
Agama orang tua klien dan ketaatan terhadap beribadahnya.
i. Reaksi Hospitalisasi
Meliputi pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap, dan dokter
menceritakan penyakit anaknya adalah penyakit yang agak berat
j. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Kardiovaskuler
Bibir dan kuku sianosis, vena jugularis tidak membesar
2. Sistem Pencernaan
Mata konjungtiva warna putih, bibir kering, peristaltik tidak kelihatan, pusat
belum kering, bising usus terdengar normal, lingkar perut 37 cm, turgor kulit bayi
tidak keriput
3. Sistem Perkemihan
Kelopak mata tidak edema, mulut tidak bau amoniak
4. Sistem Integumen
Rambut lebat dan hitam, kulit sedikit kotor dan berbau keringat, kuku jari
tangan/kaki panjang
5. Sistem Muskuloskletal
13

Leher belum dapat digerakkan ke kiri/kanan, pelvis simetris kiri/kanan, ekstrimitas


bawah (kaki kiri terpasang infus)
6. Sistem Pendengaran
Telinga kanan dan kiri simetris, serumen tidak ada, pendengarannya belum baik
7. Sistem Penglihatan
Kedua mata simetris kiri dan kanan, sklera warna merah, belum bisa melihat
dengan jelas
8. sistem pernafasan
Bibir dan kuku sianosis, pernafasan cuping hidung ada, ada sekret dihidung.
Retraksi intercostalis positif, ukuran lingkar dada 33 cm dan posisi tidur semi fowler
k. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
1. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan nadi (normal : 120-160 kali/menit), RR (normal 35-50
kali/menit), suhu (normal 36-37oC), berat badan dan panjang badan bayi
2. Tes Diagnostik
Meliputi tes darah, Hb, dan foto thorax (tampak berawan lapisan atas paru-paru
kanan) menunjukkan kesan asfiksia neonatorium

14

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara

spontan dan teratur. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian.
Asfiksia di bagi menjadi 3 jenis, yaitu Nilai 0-3: Asfiksia berat, nilai 4-6:
Asfiksia sedang, nilai 7-10: Normal. Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika
terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan
ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Oleh
karena itu, penilaian janin selama kehamilan dan persalinan memegang peran penting
untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya
pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan
teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk
memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter
terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi.
Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat,
menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar,
memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu).
4.2

Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu

pengetahuan kepada pembaca. Dan kepada mahasiswa keperawatan khususnya, agar


dapat memberikan asuhan keperawatan secara tepat kepada bayi yang terkena
asfiksia.

15

Anda mungkin juga menyukai