Anda di halaman 1dari 25

1

REFERAT
OBAT ANTI EMETIK

Pembimbing :
dr. Iwan Dwi Cahyono, Sp.An

Disusun oleh :
1. Puteri Banyumas W 1210221024
2. Ayie M.P.K
1210221032
3. Indriyawati
1210221044

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI DAN REANIMASI


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
PERIODE 6 MEI 2 JUNI 2013

LEMBAR PENGESAHAN
1

REFERAT:

Obat Anti emetik

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi
RSUD Prof. Dr.Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh :
1. Puteri Banyumas W 1210221024
2. Ayie M.P.K
1210221032
3. Indriyawati
1210221044
Disetujui dan disahkan
Pada Sabtu, 18 Mei 2013
Pembimbing,

dr. Iwan Dwi Cahyono, Sp.An


KATA PENGANTAR
ii

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas ridha dan karunia-Nya
yang diberikan sehingga laporan kasus yang berjudul Obat Anti Emetik dapat terselesaikan
dengan baik.

Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Selain hal di atas, tentunya penulis berharap pembuatan laporan ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.
Kiranya dapat penulis kemukakan bahwa tidak mungkin laporan ini dapat diselesaikan
tanpa bantuan dan dorongan serta kerjasama berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. dr. Iwan Dwi Cahyono, Sp.An. selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Anestesi dan Reanimasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Seluruh staf dan karyawan yang banyak membantu selama menjalani Kepaniteraan
Klinik Ilmu Anestesi dan Reanimasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
3. Teman-teman sejawat UPN dan UNSOED Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi dan
Reanimasi periode 6 Mei 2 Juni 2013 yang selama ini membantu dalam
pembuatan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima saran dan kritik
yang membangun guna penyempurnaan pembuatan laporan ini.
Purwokerto, 18 Mei 2013
Penulis

DAFTAR ISI
iii

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................v
DAFTAR TABEL...................................................................................................................vi

BAB I. PENDAHULUAN
1.1.

Latar

Belakang.........................................................................................................7
1.2.
Tujuan
Penulisan.....................................................................................................8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Mual-Muntah.........................................................................................9
2.2. Patofisiologi..........................................................................................................11
2.3. Terapi Non Farmakologi.......................................................................................14
2.4. Terapi Farrmakologi..............................................................................................15
2.5. Tujuan Terapi........................................................................................................21
2.6. Sasaran dan Strategi Terapi...................................................................................20
BAB III. PENUTUP...............................................................................................................23
3.1. Kesimpulan............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24

DAFTAR iv
GAMBAR
Gambar 1. Patofisiologi Vomiting...........................................................................................12
Gambar 2. Anatomi dan Patofisiologi Mual Muntah..............................................................13
Gambar 3. Patofisiologi Post Operative Nausea and Vomiting (PONV)................................13

v TABEL
DAFTAR

Tabel 1. Dosis, Efek Samping dan Kategori Keamanan Obat-obat morning sickness............20

vi I
BAB

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mual dan muntah bukan merupakan penyakit, namun suatu gejala. Mual sering
diartikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang dirasakan ditenggorokan
dan didaerah sekitar lambung, yang menandakan kepada seseorang bahwa ia akan
segera muntah. Muntah diartikan sebagai pengeluaran isi lambung melalui mulut yang
sering kali membutuhkan dorongan yang sangat kuat (Sukandar, 2008: 378)
6

Epidemiologi mual muntah muncul pada orang dewasa dan anak-anak. Data statistik
epidemiologi mual muntah tidak ada karena banyak kasus penyakit dimana
gejala ini muncul, dan banyak pasien tidak melaporkan keadaan ini pada praktisi
kesehatan yang menanganinya. Tiga kondisi umum yang berhubungan dengan
mual muntah adalah mabuk perjalanan, mual muntah karena hamil (NVP), dan
gastroenteritis karena virus.
Sebanyak 80% wanita hamil mengeluhkan masalah mual dan muntah atau lebih
dikenal dengan istilah morning sickness selama kehamilan. Biasanya keluhan ini
muncul sejak awal kehamilan hingga usia kehamilan 20 minggu, hanya sekitar 10%
dari seluruh kasus mual muntah ini yang tetap dikeluhkan hingga akhir kehamilan
(Quinlan, 2003). Keluhan mual dan muntah sebenarnya merupakan tanda-tanda
umum

terjadinya

kehamilan

pada

wanita.

Walaupun

dinamakan morning

sickness namun hadirnya keluhan ini tidak selalu saat pagi hari, bisa saja wanita hamil
mengeluhkan mual dan muntah pada waktu yang bervariasi sepanjang hari (Dipiro,
2008).
Penggunaan obat untuk ibu hamil perlu diperhatikan karena terjadi banyak
perubahan farmakokinetika maupun farmakodinamika obat saat terjadi kehamilan.
Beberapa obat dapat menyebabkan resiko bagi kehamilan, khususnya pada trimester
pertama. Resiko teratogenesis atau kecacatan pada bayi sangat tinggi pada
penggunaan obat saat masa kehamilan 3-8 minggu, sedangkan pada trimester kedua
dan ketiga resiko lebih mengarah ke gangguan pertumbuhan dan perkembangan
secara fungsional pada janin, atau dapat meracuni plasenta (Anonim, 2006).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan referat ini adalah untuk mengkaji etiologi,
patofisiologi mual muntah dan beserta obat-obatan antiemetik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Mual - Muntah
Mual, dapat dijelaskan sebagai perasaan yang tidak enak dibelakang
tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah. Terdapat berbagai
perubahan aktifitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti meningkatnya
salivasi, menurunnya tonus lambung, dan peristaltik. Peningkatan tonus duodenum
dan jejenum menyebabkan terjadinya reflux isi duodenum ke lambung. Namun
demikian, tidak terdapat bukti yang mengesankan bahwa hal ini menyebabkan mual.
Gejala dan tanda mual seringkali adalah pucat, meningkatnya salvasi, hendak muntah,
hendak pingsan, berkeringat, dan takikardia.
Retching, adalah suatu usaha involunter untuk muntah, seringkali menyertai
mual dan terjadi sebelum muntah, terdiri atas gerakan pernapasan spasmodic melawan
glottis dan gerakan inspirasi dindinga dada dan diaphragma. Kontraksi otot abdomen
saat ekspirasi mengendalikan gerakan inspirasi. Pylorus dan antrum distal
berkontraksi saat fundus berelaksasi.

Muntah, didefinisikan sebagai suatu reflex yang menyebabkan dorongan


ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut. Pusat muntah menerima
masukan dari kortex cerebral, organ vestibular, daerah pemacu kemoreseptor
(chemoreceptor trigger zone, CTZ), dan serabut afferent, termasuk dari sistem
gastrointestinal. Muntah terjadi akibat rangsangan pada pusat muntah, yang terletak
didaerah postrema medulla oblongata didasar ventrikel keempat. Muntah dapat
dirangsang melalui jalur saraf eferen oleh rangsangan nervus vagus dan simpatis atau
oleh rangsangan emetic yang menimbulkan muntah dengan aktivasi CTZ. Jalur eferen
menerima sinyal yang menyebabkan terjadinya gerakan ekspulsif otot abdomen,
gastrointestinal, dan pernapasan yang terkoordinasi dengan epifenomena emetic yang
menyertai disebut muntah. Pusat muntah secara anatomis berada didekat pusat
salivasi dan pernapasan, sehingga pada waktu muntah sering terjadi hipersalivasi dan
gerakan pernapasan.
Berbagai hal mengenai mual belum diketahui secara baik. Hal tersebut
dihubungkan dengan relaksasi gastrointestinal, retroperistaltik di duodenum,
meningkatnya salivasi, pucat, dan takikardi. Muntah dan retching adalah respon
batang otak, mual melibatkan bagian otak yang lebih tinggi. Muntah diawali dengan
bernafas yang dalam, penutupan glotis dan naiknya langit-langit lunak. Diafraghma
lalu berkontraksi dengan kuat dan otot-otot abdominal berkontraksi untuk
meningkatkan tekanan intra-gastrik. Hal ini menyebabkan isi lambung keluar dengan
penuh tenaga ke esofagus dan keluar dari mulut.
Masalah psikologis dapat mempredisposisi beberapa wanita untuk mengalami
mual dan muntah dalam kehamilan, atau memperburuk gejala yang sudah ada
ataupun mengurangi kemampuan untuk mengatasi gejala yang normal. Kehamilan
yang tidak direncanakan, tidak nyaman atau tidak diinginkan, beban pekerjaan akan
menyebabkan penderitaan batin dan konflik. Perasaan bersalah, marah, ketakutan dan
cemas dapat menambah gejala fisik. Kurang pengetahuan, informasi dan komunikasi
yang buruk antara wanita dan pemberi asuhannya turut mempengaruhi persepsi wanita
tentang keparahan gejala (Jojor, 2011).
Masalah sosiokultural turut ambil bagian dalam mencetuskan terjadinya mual
dan muntah. Adanya isu finansial /okupasional dan harapan sosial menuntut wanita
untuk bekerja. Banyak pasangan memerlukan dua sumber penghasilan untuk
memberikan standar kehidupan yang dapat diterima. Kecemasan terhadap situasi

10

keuangan dapat menimbulkan kekhawatiran tambahan yang membuat wanita merasa


tidak sehat (Jojor, 2011).
Wanita yang sering terpapar dengan bau/aroma, zat kimia di lingkungan sekitar
mereka dapat menambah rasa mual mereka dan menyebabkan muntah. Perjalanan ke
tempat kerja membuat mereka bertemu banyak orang dan dikelilingi oleh berbagai
macam bau sehingga dapat mempengaruhi keparahan mualnya (Tiran, 2011).
Kemampuan wanita mennangani mual dan muntah selama kehamilan sangat
beragam yang akan dipengaruhi oleh kepribadian dan sikapnya terhadap penyakit,
komitmen keluarga, pekerjaan, kesehatan umum dan ketersediaan mekanisme
pendukung. Seorang ibu dapat mengalami gejala yang berat, meskipun hanya muntah
dua sampai tiga kali. Persepsi ibu mengenai keparahan gejala merupakan hal yang
penting (Jojor, 2011).
Penyebab lainnya adalah akibat peningkatan hormone yang terjadi selama
kehamilan, dan primigravida atau kehamilan pertama biasanya cenderung mengalami
mual dan muntah saat kehamilan (Jojor, 2011).

2.2 Patofisiologi
Pusat muntah, terletak di medula oblongata, di antaranya dicapai melalui
kemoreseptor pada area postrema di bawah ventrikel keempat yaitu Chemo reseptor
Trigger Zone (CTZ). CTZ diaktivasi oleh agonis dopamin seperti apormorfin, oleh
banyak obat atau toksin, misal, digitalis glikosida, niokotin, enterotoksin stafilokokus
serta hipoksia, uremia dan diabetes melitus. Sel-sel CTZ juga mengandung reseptor
neurotransmiter

(misal,

epinefrin,

serotonin,

GABA,

substansi

P),

yang

memungkinkan neuron masuk ke CTZ.


Akan tetapi, pusat muntah dapat juga diaktivasi tanpa diperantarai oleh CTZ,
seperti pada perangsangan nonfisiologis di organ keseimbangan (kinesia [motion
sickness]). Selain itu, penyakit telinga dalam (vestibular), seperti penyakit Meniere
menyebabkan mual dan muntah.
Pusat muntah diaktifkan dari saluran pencernaan melalui aferen n. Vagus:
a. Pada peregangan lambung yang berlebihan atau kerusakan mukosa lambung,
misalnya akibat alkohol;
b. Pengosongan lambung yang terlambat, dapat disebabkan oleh saraf otonom eferen
(juga berasal dari pusat muntah sendiri) dari makanan yang sukar dicerna, serta
10

11

akibat penghambatan pada saluran keluar lambung (stenosis pilorus, tumor), atau
usus (atresia, penyakit Hirschsprug, ileus);
c. Distensi berlebihan atau inflamasi pada peritoneum, saluran empedu, pankreas dan
usus.
Akhirnya, serabut aferen visera dari jantung dapat juga menyebabkan mual dan
muntah, misalnya pada iskemua koroner. Mual dan muntah bisa terjadi selama
trimester pertama kehamilan (vomitus matutinus). Kelainan khusus akibat muntah
dapat terjadi (hiperemesis gravidarum). Muntah psikogenik terutama terjadi pada
perempuan muda (yang tidak hamil) karena konflik seksual, persoalan lingkungan
rumah, kehilangan perhatian orang tua, dll. Muntah dapat dipicu secara sengaja,
dengan meletakkan satu jari di kerongkongan (saraf aferen dari sensor raba di faring).
Hal ini kadang-kadang dapat memberikan perbaikan. Namun mual muntah yang
sering pada pasien bulimia dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya.
Akhirnya, pajanan terhadap radiasi (misalnya pada pengobatan keganasan) dan
peningkatan tekanan intrakranial (perdarahan intrakranial, tumor) merupakan faktor
klinis yang penting dalam memicu mual dan muntah.
Muntah yang kronis mengakibatkan berkurangnya asupan makanan (malnutrisi)
dan hilangnya getah lambung, bersama dengan hilangnya saliva yang tertelan,
minuman, dan kadang-kadang juga sekresi usus halus. Akibatnya, terjadi
hipovolemia. Pelepasan ADH, yang dipicu oleh pusat muntah, mendorong retensi
cairan; kehilangan NACl yang berlebihan dan kehilangan NaCl yang berlebihan dan
kehilangan H2O yang relatif kecil menyebabkan hiponatremia yang semakin
diperberat oleh peningkatan ekskresi NaHCO3 merupakan respons terhadap alkalosis
nonrespiratorik. Keadaan ini terjadi akibat sel parietal lambung yang melepaskan satu
ion HCO3 untuk setiap ion H yang disekresikan ke dalam lumen. Karena ion H (10100 mmol/L getah lambung) akan hilang bersamaan dengan muntah sehingga tidak
dapat digunakan kembali untuk menyangga HCO3 di dalam duodenum, HCO3 akan
terakumulasi di dalam tubuh . alkalosis diperburuk oleh hipokalemia, K hilang
melalui muntah (makanan, saliva dan getah lambung) dan urin. Hipovolemia
menyebabkan hiperaldosteronisme sehingga ekskresi K meningkat akibat absorpsi Na
yang meningkat.
Tindakan muntah dan muntahannya menyebabkan kerusakan lebih lanjut, yaitu
ruptur lambung, robekan dinding esofagus (sindrom Mallory-Weiss), kasies gigi
(akibat asam), inflamasi mukosa mulut, dan pneumonia aspirasi merupakan akibat
potensial yang paling penting.
11

12

Gambar1. Patofisiologi vomiting

Gambar 2. Anatomi dan patofisiologi mual muntah

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29669/4/Chapter%20II.pdf

12

13

Gambar 3. Patofisiologi Post Operative Nausea and Vomiting (PONV)

Keadaan khusus seperti pada kehamilan, dapat dipicu berbagai hal, namun
mekanisme terjadinya belum sepenuhnya dipastikan. Beberapa kemungkinan yang
bisa menyebabkan seorang ibu hamil mengalami mual dan muntah lebih dari wanita
pada umumnya adalah (Quinlan, 2003):
1. Perubahan gerakan lambung karena adanya peningkatan hormone progesteron.
Peningkatan hormon progesteron ini memicu disritmia pada lambung sehingga
waktu transit makanan di lambung menjadi lebih lama. Hal ini akan memicu rasa
mual bahkan muntah bagi beberapa wanita hamil.
Pada wanita hamil terjadi penurunan tonus dan motilitas saluran gastrointestinal
yang menimbulkan pemanjangan waktu pengosongan lambung dan transit usus.
Ini mungkin akibat jumlah progesteron tinggi selama kehamilan, sehingga terjadi
penurunan kadar motilin yang merupakan suatu peptida yang diketahui mempunyai
efek terhadap perangsangan otot-otot halus. Selain itu perbesaran uterus juga dapat
menekan diafragma, lambung dan usus, sehingga terjadi penurunan gerakan
peristaltik (Jojor. 2011).
2. Peningkatan hormon HCG (Human chorionic gonadotropin), hormon plasenta ini
dapat memicu pusat mual yaitu chemoreceptor trigger zonesehingga menyebabkan
mual dan muntah saat hamil (Jojor, 2011).
3. Peningkatan hormone estrogen dan penurunan hormone TSH (ThyrotropinStimulating Hormone). Tiga hormon ini dipercaya merupakan beberapa faktor yang

13

14

berpengaruh dalam mual dan muntah hebat atau yang lebih dikenal dengan
istilah hyperemesis gravidarum pada kehamilan.
4. Infeksi Helicobacter pylori. Pada beberapa penelitian terkini diduga
infeksiH.pylori berkaitan dengan kejadian hyperemesis gravidarum pada wanita
hamil.
2.3 Terapi Non Farmakologi
a. Minimalkan penyebab pasien dengan keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan
keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan konsumsi makanan dan minuman,
dianjurkan menghindari masuknya makanan.
b. Muntah psikogenik mungkin diatasi dengan intervensi psikologik makan atau
minum 4 jam sebelum perjalanan dan selama perjalanan usahakan tidak makan
atau minum.
c. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi mual saat hamil tanpa
menggunakan obat diantaranya (Anonim, 2010):
1. Konsumsi Gizi Seimbang
Makanan yang baik untuk ibu hamil adalah yang tinggi karbohidrat dan
protein. Buah dan sayuran juga harus teratur dikonsumsi. Lebih baik mengatur
makan dalam porsi sedikit namun lebih sering frekuensinya agar perut tidak
kosong dan kadar gula darah stabil.
2. Bergerak Perlahan
Jangan terburu-buru dalam melakukan gerakan, misalnya dari bangun
pagi, lebih baik duduk dahulu sebelum berdiri.
3. Hindari Pemicu Mual
Setiap ibu hamil memiliki hal-hal tertentu yang dapat memicu mual,
seperti parfum atau makanan berbau tajam, sehingga perlu dihindari bau-bau
yang memicu mual sang ibu.

2.4 Terapi Farmakologi


1. Obat antiemetik bebas dan dengan resep paling umum direkomendasikan untuk
mengobati mual muntah. Untuk pasien yang bisa mematuhi pemberian dosis oral,
obat yang sesuai dan efektif dapat dipilih tetapi karena beberapa pasien tidak dapat
menggunakan oral, obat oral tidak sesuai. Pada pasien tersebut disarankan
penggunaan obat secara rectal atau parenteral. Untuk sebagian besar kondisi,
dianjurkan antiemetik tunggal. Tetapi bila pasien tidak memberikan respon dan

14

15

pada pasien yang mendapat kemoterapi emetonik kuat, biasanya dibutuhkan


regimen multi obat.
2. Terapi mual muntah simpel biasanya membutuhkan terapi minimal. Obat bebas
atau resep berguna pada terapi ini pada dosis lazim efektif yang rendah
3. Penanganan mual muntah komplek membutuhkan terapi obat yang bekerja kuat,
mungkin lebih dari 1 obat emetik (Tim penyusun, 2008: 381).
Prinsip-prinsip umum penatalaksanaan terapi
a. Seringkali mual dan muntah berkaitan dengan suatu infeksi usus yang dapat sembuh
sendiri atau kebanyakan makan atau minum alkohol. Keadaan-keadaan ini tidak
memerlukan pengobatan spesifik.
b. Mual dan muntah yang menetap dihubungkan dengan stasis lambung. Stasis lambung
menyebabkan perlambatan absorpsi dari emetik-emetik atau obat-obat lain yang
diberikan secaraper-oral, ini merupakan salah satu sebab mengapa anti-emetik
diberikan per-injeksi.
c. Bila muntah menetap, maka obat-obatan yang diberikan melalui oral akan hilang
percuma jika pasien muntah.
d. Dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa harus diobati secara
cepat. Cairan intravena harus diberikan pada kasus-kasus yang mengalami dehidrasi,
yaitu cairan garam isotonik dengan tambahan kalium.
e. Kasus-kasus mual muntah akibat pemberian obat dapat diatasi dengan memberikan
obat tersebut bersama makanan atau dengan pemberian anti-emetik seperti
metoklopramid secara teratur.
f. Retching yaitu muntah tanpa isi yang dikeluarkan, lebih mengganggu dari pada itu
sendiri. Keadaan ini dapat diatasi dengan memberikan sedikit cairan, air garam, atau
susu, dalam interval yang teratur.
g. Antasid efektif pada mual menetap yang diinduksi oleh obat, karena dapat
menigkatkan laju pengosongan lamabung.
h. Semua pasien yang mendapat anti-emetik harus diperingatkan akan kemungkinan
terjadinya sedasi. Pasien-pasien ini harus diingatkan untuk berhati-hati jika
mengemudi, menjalankan peralatan yang berbahaya dan lain-lain.
i. Pada kasus-kasus mual muntah yang berat dan menetap, pengalaman klinis
menunjukkan bahwa pemberian kombinasi anti-emetik cukup efektif. Hal ini

15

16

agaknya disebabkan oleh fakta bahwa ati-emetik tersebut bekerja pada reseptor yang
berbeda
j.

Pasien-pasien dengan penyebab muntah yang bersifat mekanik, seringkali tidak


berespons terhadap anti-emetik. Fenotiazin tidak berguna dalam mengobati mabuk
perjalanan, sementara obat-obatan antikolinergik dan antihistamin tampaknya dapat
berefek (Walsh, 1997: 313-314).

Antasid
Antasid tunggal atau kombinasi, terutama yang mengandung magnesium hidroksida,
aluminium hidroksida, dan atau kalsium karbonat, mungkin memberikan perbaikan
yang cukup pada mual / muntah, terutama lewat penetralan asam lambung. Dosis umum
adalah satu atau lebih dosis kecil antasid tunggal atau kombinasi.
Antihistamin, antikolinergik
-

Antagonis H2 : simetidin, famotidin, nizatidin, ranitidine, mungkin dapat digunakan

padadosis rendah untuk mual / muntah simple yang berkaitan dengan heartburn.
Antihistamin dan antikolinergik mungkin cocok untuk terapi simtomatis simple.
Reaksi yang tidak diinginkan termasuk mengantuk, bingung, pandangan, kabur, mulut kering,

retensi urin, pada orang tua mungkin takikardia.


Fenotiazin
- Untuk pasien mual ringan atau yang mendapat kemoterapi ringan.
- Pemberian rectal lebih disarankan bila parenteral tidak praktis dan oral tidak dapat
-

diterima.
Pada beberapa pasien, dosis rendah tidak efektif, sedangkan dosis tinggi fenotiazin
mungkin menyebabkan risiko. Yang dapat terjadi : reaksi ekstrapiramidal, reaksi
hipersensitivitas : disfungsi hati, aplasia sumsum tulang dan sedasi berlebihan.

Kortikosteroid
- Kortikosteroid sukses untuk menangani mual muntah karena kemoterapi dan setelah
-

operasi dengan sedikit problem.


Reaksi yang tidak diinginkan : perubahan mood dari cemas sampai euphoria, sakit
kepala, rasa metal di mulut, perut tidak nyaman dan hiperglikemia.

Metokloporamid
-

Meningkatkan tonus sfingter esophagus, membantu pengosongan lambung dan

meningkatkan perpindahan usus halus, kemingkinan lewat penglepasan asetilkolin.


Karena efek samping (efek ekstrapiramidal) pemberian IV difenhidramin 25-50 mg
harusdiberikan pencegahan atau antisipasi efek tersebut.
16

17

Reseptor penghambat serotonin selektif / Selective Serotonin Reseptor Inhibitor (SSRI)


- Ondansetron, granisetron, dolasetron, palonosetron
- Mekanisme kerja SSRI menghambat reseptor serotonin pre sinap di saraf sensoris vagus disaluran
cerna.
Kemoterapi memicu terjadinya mual dan muntah / Chemotherapy Induced Nausea-Vomiting
(CINV)
- Pasien yang menerima terapi regimen tingkat 2, dapat menggunakan deksametason 8
20 mg, Iv atau oral sebagai pencegah mual-muntah. Proklorperazin 10 mg, IV atau
-

oral juga dapat digunakan pada orang dewasa sebagai pilihan.


Pasien anak atau dewasa yang menerima terapi tingkat 3 5, harus menggunakan kombinasi

deksametason dan SSRI.


Ondansetron dapat diberikan secara IV 30 menit sebelum kemoterapi. Harus digunakan dosis

efektif terkecil, 8 32 mg. Terapi oral disarankan 8 24 mg, 30 menit sebelum kemoterapi.
Pada dewasa dan anak di atas 2 tahun, granisetron dapat diberikan secara infus IV 10 mcg/kgBB
selama 5 menit sebelum diberikan kemoterapi, hanya pada pemberian kemoterapi. Pada dewasa

dapat diberikan granisetron 1 -2 mg per oral.


Dolasetron dapat diberikan dalam dosis tunggal 1,8 mg/kg pada orang dewasa atau
dalam dosis tetap 100 mg IV dalam 30 detik atau infus (diencerkan) 15 menit. Untuk anak umur

2 16 tahun dolasentron dapat diberikan dengan dosis sama.


Pilihan lain untuk mencegah mual-muntah sebelum kemoterapi adalah palonestron 025 mg IV

selama 30 detik, 30 menit sebelum kemoterapi.


Pasien pasien yang memgalami mual muntah, selain mendapat terapi profilaksis juga diberikan
proklorperazin, lorazepam atau kortikostreroid direkomendasikan untuk pasien anak. SSRI
tidak lebih unggul dari terapi antiemetik konvensional untuk terapi
gejalasesudah

kemoterapi.

Deksametason,

metoklopramid

atau

SSRI

terbaik

untuk

direkomendasikan untuk emesis post kemoterapi yang muncul terlambat


Benzodiazepin
- Benzodiazepin

terutama

lorazepam,

terapi

alternatif

yang

mengantisipasi mual muntah karena kemoterapi. Dosis regimen, satu dosis satu
malam sebelum kemoterapi dan dosis ganda pada setiap terapi kemoterapi.
Mual muntah sesudah operasi
-

Dengan atau tanpa terapi emetik, metode non farmakologi (mengatur gera
kan, perhatian pada pemberian cairan dan pengedalian nyeri) dapat efektif
menurunkan emesis sesudah operasi.

17

18

Antagonis serotonin selektif efektif untuk mencegah mual muntah sesudah operasi,
tetapi biayanya lebiih tinggi dibanding antiemetik lainnya.

Mual muntah akibat radiasi


-

Pasien yang menerima radiasi hemibodi atau radiasi dosis tinggi tunggal pada daerah
perut atas, harus menerima terapi profilaksis granisetron 2 mg atau ondansetron 8 mg .

Emesis karena gangguan keseimbangan.


-

Emesis karena gangguan keseimbangan efektif diatasi oleh antihistamin-

antikolinergik terutama skopolamin transdermal.


Antihistamin atau antikolinergik nampaknya tidak cukup bermanfaat untuk motion
sickness.

Antiemetik selama kehamilan


Obat-obatan yang dipakai untuk terapi morning sickness tersebut antara lain:
1. Piridoksin (Vitamin B6)
Mekanisme kerja piridoksin dalam membantu mengatasi mual dan muntah saat
hamil belum dapat diterangkan dengan jelas. Namun piridoksin sendiri bekerja
mengubah protein dari makanan ke bentuk asam amino yang diserap dan dibutuhkan
oleh tubuh. Selain itu piridoksin juga mengubah karbohidrat menjadi energi. Peranan
ini memungkinkan piridoksin mengatasi mual dan muntah jika transit lambung
memanjang ketika hamil. Kebutuhan piridoksin pada wanita hamil meningkat
menjadi 2,2mg sehari. Dosis yang digunakan untukmorning sickness adalah 25mg
(Pressman, 1997).
2. Antihistamin
Antihistamin khususnya doxylamine atau penggunaan doksilamin bersamaan
dengan piridoksin menjadi saran terapi utama untuk tatalaksana morning
sickness pada wanita hamil. Antihistamin yang bisa diberikan untuk wanita hamil
adalah golongan H-1 bloker seperti difenhidramin, loratadin, dan sebagainya
(Anonim, 2007).
3. Fenotiazin dan Metoklopramid
Kedua agen ini biasanya menjadi pilihan jika keluhan tidak hilang dengan
antihistamin. Metoklopramid merupakan agen prokinetik dan antagonis dopamin,
penggunaannya terkait dengan diskinesia (gangguan gerakan) namun kasusnya
jarang. Resiko penggunaannya tergantung lama pemberian obat dan dosis kumulatif
total, penggunaan lebih dari 12 minggu tidak disarankan dan tidak aman untuk
kehamilan (Niebyl, 2010).
18

19

4. Ondansentron
Penggunaan ondansentron biasanya menjadi pilihan terakhir jika
keadaanmorning sickness tidak dapat ditangani dengan obat lainnya. Menurut
penelitian Einarson (Einarson, 2004), penggunaan ondansentron pada subjek wanita
hamil kurang dari 3 bulan masa kehamilan (rata-rata 5-9 minggu kehamilan) tidak
terbukti menyebabkan malformasi janin.
5. Kortikosteroid
Deksametason dan prednisone terbukti efektif untuk terapi hyperemesis
gravidarum, namun penggunaannya pada trimester pertama kehamilan sangat
beresiko terjadi bibir sumbing (Dipiro, 2008).

6.Jahe
Jahe telah terbukti efektif menurut beberapa penelitian, dan aman untuk
kehamilan (Dipiro, 2008).

19

20

Tabel 1. Dosis, Efek Samping dan Kategori Keamanan Obat-Obat Morning Sickness

Antiemetik untuk anak-anak


-

Efektifitas dan efikasi regimen SSRI untuk antiemetik anak telah

ditegakan tapi dosis belum ditegakan.


Penanganan lebih ditekankan pada penggantian cairan tubuh dari terapi
faarmakologi (Tim penyusun. 2008: 383-384)

20

21

2.5 Tujuan terapi


Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau
menghilangkan mual dan muntah dan seharusnya tanpa efek samping atau efek yang
tidak dikehendaki secara klinis (Sukandar dkk, 2008: 381).
2.6 Sasaran dan strategi terapi
Menekan reseptor yang berhubungan dengan pusat muntah. Pengobatan mual muntah
sebaiknya berfokus kepada identifikasi dan pengobatan kausa. Kasus muntah akut merupakan
kejadian yang jarang muncul dan tergantung pada tiap individu, dapat sembuh secara
spontan, dan hanya membutuhkan pengobatan simtomatis. Akan tetapi muntah akut
yang parah membutuhkan evaluasi yang lebih lanjut dan perawatan rumah sakit. Penyebab
dan keparahan mual muntah membutuhkan outcome terapi farmakologi atau non

21

22

farmakologi.Berdasarkan etiologi, pengurangan gejala tidak dapat terjadi sebelum penyebab utama
diidentifikasi dan dikontrol. (Berardi et al.,2002 : 394).

BAB III
22

23

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mual, dapat dijelaskan sebagai perasaan yang tidak enak dibelakang tenggorokan dan
epigastrium, sering menyebabkan muntah. Terdapat berbagai perubahan aktifitas saluran
cerna yang berkaitan dengan muntah. Beberapa jenis obat muntah (anti emetik) yang dapat
digunakan untuk mengatasi muntah yaitu golongan antihistamin, metoklopramid,
domperidon, ondansetron, cinnarizine.
Tatalaksana morning sickness atau` mual dan muntah saat kehamilan adalah
penggunaan piridoksin dan doksilamin sebagai pilihan terapi pertama. Jika tidak dapat
membantu gejala bisa dipilih antihistamin lainnya. Jika mual dan muntah tidak dapat
ditangani dengan antihistamin maka dapat dipilihkan metoklopramid, dan pilihan terakhir
adalah ondansentron. Jika mual dan muntah mengarah ke hyperemesis gravidarum, bisa
digunakan glukokortikoid.

23

24

D A F TAR P U S TAK A
1. Berardi, R.R. et al. 2002. Handbook of Nonprescription Drugs. 13th Edition.
Washington DC:American Pharmaceutical AssociationCharles F.Lacy, et al. 2009.
2. Drug Information Handbook. Amerika : American PharmacistAssosiationJoseph
T. DiPiro, et al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh
Edition. New York: The McGraw-Hill CompaniesSukandar,E.Y dkk. 2008.
3. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFILinn W. D., Wofford M.R ,OKeefeM. E.,Posey
L. M,. 2008.
4. Pharmacotherapy in Primary CareThe. New York Chicago:McGraw-Hill
Companies.Walsh,T.D. 1997. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta: EGC Buku Kedokteran
5. Anonim. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
6. Anonim. 2007. The National Guideline Clearinghouse of Nausea and Vomiting of
Pregnancy. Bulletin of American College of Obstetricians and Gynecologist. No.52.
7. Anonim. 2010. Cara Mengatasi Mual Saat
Hamil.http://www.sumut.kemenag.go.id/file/file/HAMIL/iqwx1333699654.pdf.diakses
tanggal 17 Mei 2013.
8. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., amd Posey, L.M.
2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Mc-Graw Hill. New York.
9. Einarson, A., Maltepe, C., Navioz, Y., Kennedy, D., Tan, M.P., and Koren, G. 2004.
The Safety of Ondansentron for Nausea and Vomiting of Pregnancy: a Prospective
Comparative Study. International Journal of Obstetrics and Gynaecology.Vol 111: p.
940-943.
10. Jojor. 2011. Perilaku Primigravida dalam Mengatasi Mual Muntah pada Masa
Kehamilan di Klinik Bersalin Citra II Medan. Skripsi. Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
11. Niebyl, J.R. 2010. Nausea and Vomiting in Pregnancy. The New England Journal of
Medicine. Vol. 363: p.1544-1550.
12. Pressman, A., and Buff, S. 1997. The Complete Idiots Guide to Vitamins and
Minerals. Alpha Books. New York.
13. Quinlan, J.D., and Hill, D.A. 2003. Nausea and Vomiting of Pregnancy.American Family
Physician. Vol. 68. No.1 : p.121-128.

24

25

25

Anda mungkin juga menyukai