Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari
jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh
yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil
yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran
yang disebut cincin Waldeyer.1 Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin waldeyer. Tonsilitis adalah infeksi (virus atau bakteri) dan inflamasi pada
tonsil.2 Fungsi cincin waldeyer adalah sebagai benteng bagi saluran makanan maupun saluran
napas terhadap serangan kuman-kuman yang ikut masuk bersama makanan/ minuman dan udara
pernapasan. Selain itu, anggota-anggota cincin waldeyer ini dapat menghasilkan antibodi dan
limfosit.3
Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus
atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil
berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan selsel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody
terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari
bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3
macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis.2,3
Pola penyakit THT (Telinga Hidung Tenggorokan) bervariasi pada tiap-tiap negara.
Banyak faktor lingkungan dan sosial diyakini bertanggung jawab terhadap etiologi infeksi
penyakit ini. Penelitian yang dilakukan di Departemen THT Islamabad-Pakistan selama 10 tahun
(Januari 1998-Desember 2007) dari 68.488 kunjungan pasien didapati penyakit Tonsilitis Kronis
merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai yakni sebanyak 15.067 (22%) penderita.
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996,
prevalensi tonsilitis kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%)).4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil
pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlachs tonsil. 5 Tonsilitis
akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama Streptokokus hemolitikus
(50%) atau virus. Jenis Streptokokus meliputi Streptokokus hemolitikus, Streptokokus
viridans dan Streptokokus piogenes. Bakteri penyebab tonsilitis akut lainnya meliputi
Stafilokokus Sp., Pneumokokus, dan Hemofilus influenzae. Hemofilus influenzae menyebabkan
tonsilitis akut supuratif.6
B. Anatomi Fisiologi
Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus
yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsil,
daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar
pada muskulus kontriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas
kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufiensi velofaring atau obstruksi hidung,
walau jarang di temukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga
sering menyebabkan terganggunya saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara
mikroskopik mengandung 3 unsur utama:
1.

Jaringan ikat / trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf.

2.

Jaringan interfolikuler yang terjadi jaringan limfoid dalam berbagai stadium.


Abses peri tonsil terjadi setalah serangan akut tonsilitis. Kira-kira seminggu setelah

permulaan sakit, penderita mulai merasa tidak sehat dan demam, serta disfagia timbul kembali.
2

Gejala karakteristik abses peri tonsil ialah adanya trimus, tanpa gejala ini diagnosis abses peri
tonsil mungkin salah.1,3
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah
faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak lahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian
dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas warisan dari ibu mulai menghilang dari tubuh.
Tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu
imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang
dapat memakan kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja
karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat
membunuh kuman dan virus. Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid
terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis
dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulan ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid
bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan
adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan adenoid yang
demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi).2
C. Etiologi
Tonsilitis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus betahemolitikus grup A,
meskipun pneumokokus, stafilokokus dan Haemophilus Influenzae juga virus patogen yang
dapat dilibatkan. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus ataustreptococcus viridans
ditemukan dalam biakan, biasanya dalam kasus-kasus berat. Streptokokus non hemolitikus dan
streptococcus viridans mungkin dibiakkan dari tenggorokan orang yang sehat, khususnya dalam
bulan-bulan musim dingin, dan pada saat epidemic infeksi pernapasan akut, streptokokus
hemolitikus dapat ditemukan dalam tenggorokan orang yang kelihatannya sehat. Bakteri
penyebab tonsilitis akut lainnya meliputi Stafilokokus, Sp. Pneumokokus, dan Hemofilus
influenza.4,6
D. Patofisiologi
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil yang
terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang disebut
3

folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada permukaan tonsil.
Muara tersebut tampak berupa lubang yang disebut kripta.5
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat
yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai
kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas
kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsilitis
akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang
menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris. Detritus dapat melebar dan
membentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil sedangkan pada tonsillitis
kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis.
Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan
mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus,
proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan
sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula.7
E. Gejala klinis
Tonsillitis Streotokokus grup A harus dibedakan dri difteri, faringitis non bacterial,
faringitis bakteri bentuk lain dan mononucleosis infeksiosa. Gejala dan tanda-tanda yang
ditemukan dalam tonsillitis akut ini meliputi suhu tubuh naik hingga 400 celcius, nyeri tenggorok
dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau, suara akan menjadi serak, demam dengan suhu
tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di
telinga. Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lacuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri.7,8

F. Diagnosis
Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di tenggorok. Kemudian berubah
menjadi rasa nyeri di tenggorok dan rasa nyeri saat menelan. Makin lama rasa nyeri ini semakin
bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak mau makan. Nyeri hebat ini dapat menyebar
sebagai referred pain ke sendi-sendi dan telinga. Nyeri pada telinga (otalgia) tersebut tersebar
melalui nervus glossofaringeus (IX).9
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat tinggi sampai menimbulkan
kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan nafsu makan berkurang
sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar seperti orang yang mulutnya
penuh terisi makanan panas. Keadaan ini disebut plummy voice. Mulut berbau busuk (foetor ex
ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus).
Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil yang udem, hiperemis dan terdapat detritus
yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran. Ismus
fausium tampak menyempit. Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga tampak udem
dan hiperemis. Kelenjar submandibula yang terletak di belakang angulus mandibula terlihat
membesar dan ada nyeri tekan.9,10

G. Penatalaksanaan
a. Pasien tirah baring
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
c. Pemberian antipiretik.
d. Pemberian analgetik
e. Lozenges (tablet hisap) dan antiseptik hanya meredakan dan bukan terapi utama.11

H. komplikasi
Faringitis merupakn komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat. Demam rematik,
nefritis dapat timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah kuman streptokokus.
1. Abses peritonsilitis,
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi
beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus
group A.
2. Otitis media akut,
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan
dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan
gendang telinga.
3. Mastoiditis akut,
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel
mastoid.
4. Laringitis,
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx.
Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakter,
lingkungan, maupun karena alergi.

5. Sinusitis,
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari
sinusparanasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atauruangan berisi udara dari
dinding yangterdiri dari membran mukosa.
7

6. Rhinitis
merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharynx.12
I. Prognosis
Gejala tonsilitis akibat radang biasanya menjadi lebih baik sekitar 2 atau 3 hari
setelahpemberian antibiotik. Dapat berulang hingga menjadi kronis bila faktor predisposisi tidak
dihindari.13

BAB III
KESIMPULAN

1. Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus
atau bakteri.
2. Tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta
hemolitikus grup A.
3. Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri
seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang
sama)
4. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda infeksi, abses dan kompromi jalan
nafas.
5. Penatalaksanaan tonsilitis jika penyebabnya bakteri diberi antibiotik, analgetik,
antipiretik dan bisa juga tonsilektomi.
6. Komplikasinya adalah abses peritonsilitis, otitis media akut, mastoiditis akut, laringitis,
sinusitis, rhinitis.
7. Gejala tonsilitis akibat radang biasanya menjadi lebih baik sekitar 2 atau 3 hari
setelahpemberian antibiotik. Dapat berulang hingga menjadi kronis bila faktor
predisposisi tidak dihindari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, E A dan Nurbaiti Iskandar, Jonny Bashiruddin, Restuti, R. D, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga-Hidung-Tenggorokan-Kepala Leher, 6th Ed, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2007: 221
2. Muscari, E.M, Keperawatan Pediatrik; Infeksi Saluran Pernapasan Bagian Atas. 3rd Ed, Penerbit Buku
Kedokteran ECG, Jakarta, 2005 : 216-217
3. Herawati S, Rukmini S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan;Anatomi Faring.
Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta, 2004 : 13-15
4. Pulungan RM, jurnal MIKROBIOLOGI TONSILITIS KRONIS, Jurnal Fakultas Kedokteran
universitas andalas Padang.
5. Mindarti F, Rahardjo, S.P, Kondrat L, The Relationship Between Titer Of Anti Streptolisin O and
Clinical Symptoms In Patient With Chronic Tonsilitis. Jurnal, 2010 Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makasar.
6. Farokah. 2005. Laporan Penelitian: Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Presentasi Belajar Siswa Kelas
II sekolah dasar di Kota Semarang. Availabe from: http://eprints.undip.ac.id/12393/1/2005FK3602.pdf
(Diakses pada 7 April 2011)

7. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam: Soepardi EA, Iskandar
N, Bashiruddin J, Restuti RD editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala &
leher. Edisi 6. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2008: h. 217-25.2.
8. Manua, JV. KTIS : Pola Kuman Dan Kepekaannya Terhadap Antibiotika Pada Penderita Tonsilitis di
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Periode Juni-Juli 2010. Manado 2012.
9. Boies Buku ajar penyakit THT. Edisi BahasaIndonesia, Alih bahasa Wijaya C. Jakarta EGC.1997;32055.6.
10. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. drg. Lilian Juwono (editor). Jakarta : EGC. 2003. 10
11. Mindarti, dkk. The Relationship Between Titer Of Anti Streptolisin O And Clinical Symptoms In
Patient With Chronic Tonsilitis. Makasar: Medical Faculty, Hasanuddin University.
12. Rajesh, Bakashi P, Chatterji M. Bacterial or Viral Is Age Indicator in Acute Suppurative Tonsillitis.
JK SCIENCE. 2008;10(4):175-177.
13. Soepardi, Efiaty Arsyad. 2001. Beku ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala Leher.
ed. 5. Jakarta : Gaya Baru. 181-3

10

11

Anda mungkin juga menyukai