Anda di halaman 1dari 4

Sistem Pelayanan Air Bersih di Perkotaan

Berbasis Prinsip Budaya Korporat


Oleh : Robby Gunawan Yahya
--------------------------------------------------------------------------------------------------Abstrak
Kebutuhan akan pelayanan air bersih bagi masyarakat perkotaan, sangat tinggi. Kebutuhan ini meliputi
kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Namun, pada prakteknya kondisi ini tidak bisa didapatkan akibat
rendahnya kinerja pelayanan air bersih, yang selama ini masih mengandalkan dari PDAM (Perusahaan
Daerah Air Minum). Kinerja yang rendah dari sistem pelayanan eksisting menunjukkan bahwa sistem
pelayanan yang ada belum bisa bekerja secara optimal. Ketidakoptimalan ini diindikasikan akibat kurangnya
keterlibatan stakeholders pembangunan dalam pelayanan air bersih. Pelayanan air bersih masih didominasi
oleh PDAM, masyarakat masih berperan pasif (terbatas sebagai penyedia melalui sumur-sumur pribadi),
investasi sebagai indikator keterlibatan swasta tidak ada. Akibatnya mekanisme kontrol dalam pelayanan air
bersih praktis tidak ada.

Pendahuluan
1. Latar Belakang
Buruknya kinerja eksisting
dan
minimnya
keterlibatan
stakeholders lain mengindikasikan
perlunya penerapan prinsip-prinsip
budaya korporat dalam sistem
pelayanan air bersih perkotaan.
Penerapan
prinsip-prinsip
ini
dalam sistem pelayanan air bersih
diperlukan
karena
mampu
menjadikan sistem ini menjadi
lebih holistik (memanfaatkan dan
melibatkan semua sumber daya
yang tersedia), selain itu budaya
korporat sendiri secara realistis
telah
terbukti
mampu
meningkatkan kinerja pelayanan meskipun selama ini praktek
penerapannya
terbatas
pada
perusahaan privat.
Indikasinya adalah banyaknya
permasalahan dan kendala yang
harus dihadapi, baik yang
bersifat
internal
maupun
eksternal,
yang
semuanya
bermuara
pada
kondisi
manajemen pelayanan yang
buruk. Selain itu juga belum
diterapkannya prinsip budaya
korporat dalam manajemen
sistem pelayanan air bersih. Hal
tersebut
sesuai
dengan

pernyataan,
bahwa
belum
adanya
penerapan
prinsip
budaya korporat ini juga bisa
dilihat dari tingginya tingkat
keluhan masyarakat sebagai
konsumen (Suara Pembaruan,
13 April 2000).
Tingginya tingkat kebocoran
dan rendahnya tingkat dan
cakupan
pelayanan
mengindikasikan adanya dua
kemungkinan:
1. Tidak
adanya
sistem
pelayanan air bersih yang
bersifat terpadu, melibatkan
berbagai stakeholder terkait
(DPU, PDAM, masyarakat,
praktisi, akademisi, dll.);
2. Sistem pelayanan air bersih
terpadu telah ada, namun
stakeholders yang terlibat
belum bekerja secara optimal
sesuai dengan fungsi dan
perannya.
Kedua hal tersebut, jika
ditelaah lebih lanjut akan
bermuara
pada
belum
diterapkannya
prinsip
manajemen budaya korporat
(corporate culture) sebagai
semangat
dasar
dalam
pelaksanaan
pelayanan
air
bersih
perkotaan.
Budaya
korporat menjadi penting untuk

diterapkan karena terbukti dapat


meningkatkan
kinerja
dan
efektivitas pelayanan (Block,
1996; S Soehardi, 1999; H
Surbakti, 1993 dalam Moeljono,
2003). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kotter dan
Heskett
(1997:12-13),
menunjukkan bahwa budaya
mempunyai dampak yang kuat
dari waktu ke waktu terhadap
prestasi kerja organisasi.
Dengan
demikian,
penting untuk membahas lebih
lanjut sistem pelayanan air
bersih di perkotaan dengan
menerapkan pronsip budaya
korporat.
2. Rumusan Masalah
Hal yang perlu menjadi
perhatian
adalah
bahwa
permasalahan
yang
lebih
mendasar dalam pelayanan air
bersih adalah masih rendahnya
tingkat
koordinasi
yang
dilakukan
antarstakeholders
yang terkait di samping masalah
pendanaan.
3. Tujuan Penelitian
Merumuskan model sistem
pelayanan air bersih perkotaan
yang
sesuai
dan
dapat
1

diterapkan dalam pelayanan air


bersih
perkotaan
berbasis
prinsip-prinsip budaya korporat.
4. Manfaat Penelitian
Penerapan prinsip-prinsip
budaya korporat diharapkan
dapat menjadi salah satu
alternatif untuk memecahkan
permasalahan terutama yang
berkaitan dengan pelayanan
yang mampu meningkatkan
kinerja pelayanan air bersih
perkotaan.
Tinjauan Pustaka
1. Pengertian
Budaya
Korporat
Budaya
korporat
didefinisikan sebagai sistem
nilai- nilai yang diyakini oleh
semua anggota organisasi dan
yang dipelajari, diterapkan serta
dikembangkan
secara
berkesinambungan,
berfungsi
sebagai perekat dan dapat
dijadikan acuan berperilaku
dalam
organisasi
untuk
mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Hal ini berarti
budaya korporat dapat berfungsi
sebagai mekanisme kontrol
karena memberikan indikatorindikator penilaian terhadap
aktivitas organisasi (Nelson dan
Qiuck, 1997 dalam Moeljono,
2003:22) sekaligus sebagai
bentuk penerapan kerjasama
pemerintahanan yang baik (good
corporate
governance).
Sehingga, meskipun bukan obat
yang mujarab tetapi setidaknya
dapat menjadi salah satu usaha
untuk
memecahkan
permasalahan kinerja pelayanan
air bersih karena memungkinkan
adanya peran lebih publik
(swasta/investor,
masyarakat,
dan para perencanan) dalam
pelayanan air bersih.
2. Prinsip-Prinsip
Budaya
Korporat
Indikator-indikator
yang
berfungsi sebagai alat untuk
mengukur tingkat keberhasilan

dari kinerja sekaligus sebagai


pedoman dalam mengelaborasi
praktek yang terbaik (best
practices) bagi peningkatan nilai
dan
keberlangsungan
perusahaan diwujudkan dalam
bentuk prinsip-prinsip budaya
korporat
yang
meliputi
(Moeljono, D. 2003):
1. Fairness
(kewajaran):
keadilan dan kesetaran di
dalam pemenuhan hak-hak
stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian dan
peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Prinsip ini diwujudkan
antara lain dengan membuat
peraturan-peraturan
yang
melindungi
kepentingan
minoritas; membuat pedoman
perilaku perusahaan dan atau
kebijakan-kebijakan
yang
melindungi organisasi dari
perbuatan
buruk
orang
dalam, berhadapan, dan dari
konflik
kepentingan;
menetapkan fungsi dan peran
masing-masing
pemangku
kepentingan (stakeholders);
menyajikan informasi secara
wajar; serta mengedepankan
peluang pekerjaan yang
seimbang.
2. Disclosure
(Keterbukaan)
and
Transparency
(Transparansi): keterbukaan
dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan
keterbukaan
dalam
mengemukakan
informasi
materiil dan relevan bagi
organisasi.
Prinsip ini diwujudkan
antara
lain
diwujudkan
dengan
adanya
pengungkapan yang akurat
dan tepat waktu serta
keterbukaan mengenai semua
informasi yang penting bagi
masing- masing stakeholders.
3. Accountability
(Akuntabilitas):
kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan

pertanggungjawaban organ
sehingga pengelolaan dapat
terlaksana secara efektif.
Prinsip ini diwujudkan
antara lain dengan adanya
fungsi pengawasan baik yang
sifatnya internal maupun
eksternal audit.
4. Responsibility
(Responsibilitas): kesesuaian
di
dalam
pengelolaan
terhadap
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Prinsip
ini
diwujudkan
dengan
kesadaran
bahwa
tanggungjawab
merupakan
konsekuensi
logis
dari
wewenang, menyadari adanya
tanggung
jawab
sosial,
menghindari penyalahgunaan
kekuasaan,
dan
menjaga
lingkungan organisasi yang
sehat.
Metode Penelitian
Pembahasan
dilakukan
dengan pendekatan deskriptifanalisis.
Deskriptif
dapat
menggambarkan
kondisi
pelayanan air bersih perkotaan
pada saat sekarang secara
umum. Metode pengumpulan
data dan informasi dilakukan
dengan metode studi literatur.
Hasil dan Pembahasan
1. Pentingnya
Budaya
Korporat
Salah satu hal penting yang
tentang penerapan prinsipprinsip budaya korporat adalah
aktifnya keterlibatan pihak
swasta dan masyarakat. Peran
aktif inilah yang sebenarnya
menyebabkan adanya efektivitas
dalam pelayanan (pengelolaan
dan penyediaan) air bersih
perkotaan.
Model sistem yang akan
digunakan dalam pelayanan air
bersih adalah mengadopsi dari
model struktur kepemimpinan
(board
structure)
dalam
2

perusahaan.
Adopsi
ini
dilakukan
mengingat
pada
perusahaan,
peran
dari
pemimpin sangat penting karena
memperlihatkan
bagaimana
fungsi dan peran masing-masing
stakeholders dalam organisasi
dan
hubungan
antarstakeholders
terjalin
dan
bekerja.
Ada dua jenis model
struktur kepemimpinan (board
structure system), yaitu struktur
kepemimpinan tunggal (singleboard system) dan struktur
kepemimpinan
ganda
(two
board system). Perbedaan antara
kedua
jenis
struktur
kepemimpinan ini adalah adatidaknya pemisahan
antara
keanggotaan dewan. Struktur
kepemimpinan
ganda
(two
board system) secara tegas
memisahkan
keanggotaan
dewan, yakni antara dewan
direksi
(sebagai
eksekutif)
dengan
dewan
komisaris
(sebagai pengawas), sedangkan
struktur kepemimpinan tunggal
(single-board
system)
(a)

sebaliknya.

Lihat

Gambar

(b)

(b)
Model
Struktur
kepemimpinan ganda (two
board system)
Pelayanan air bersih sebagai
bentuk pelayanan publik akan
lebih baik jika menerapkan
sistem struktur kepemimpinan
ganda (two board system), hal
ini dikarenakan:
1. Pengaruh
pelaku
pembangunan
nonPemerintah (swasta, planner,
investor/swasta)
dapat
dijalankan
melalui
mekanisme dewan komisaris
sehingga
tidak
harus
mengganggu aktivitas normal
manajemen,
dan
memungkinkan
dapat
meningkatkan pengaruhnya.
2. Memungkinkan
masuknya
lebih
banyak
komisaris
independen,
seperti
masyarakat
dan
swasta/investor.
3. Adanya independensi dari
pihak dewan direksi.
Sebagaimana diketahui bahwa
salah satu faktor eksternal yang
menghambat pelayanan air
bersih
adalah
tingginya
intervensi Pemerintah Daerah
(Pemda) dalam manajemen
PDAM dan DPU. Model ini
dapat
menjelaskan
posisi
masing-masing
pelaku
pembangunan, sehingga tingkat
independensi
dapat
dipertahankan
tanpa
harus
kehilangan kebutuhan publik
akan mekanisme pengendalian
(Tjager, dkk., 2003).
2.

berikut.

Sumber: Thager, dkk. 2003.


Gambar 1. (a) Model struktur
kepemimpinan tunggal (singleboard system) dan

Pengaruh Prinsip Budaya


Korporat
terhadap
Peningkatan
Sistem
Pelayanan Air Bersih
Perkotaan
Budaya koporat diharapkan
dapat meningkatkan kinerja
pelayanan. Hal ini dikarenakan
adanya mekanisme kontrol

sebagai bagian yang tidak


terlepaskan dari keberadaan
prinsip-prinsip budaya korporat
sebagai indikatornya.
Secara sederhana hal
tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Prinsip Fairness (Kewajaran):
penerapan fungsi ini akan
makin memperjelas posisi
dari
masing-masing
stakeholders terkait dengan
fungsi dan perannya.
2. Disclosure (keterbukaan) dan
Transparency
(Transparansi): penerapan
prinsip ini akan memberikan
konsekuensi logis berupa
membaiknya citra pelayanan
publik.
3.
Accountability
(Akuntabilitas): penerapan
prinsip ini akan membawa
konsekuensi logis berupa
adanya audit internal dan
eksternal.
4.
Responsibility
(Responsibilitas): Prinsip ini
diwujudkan
dengan
kesadaran
bahwa
tanggungjawab merupakan
konsekuensi
logis
dari
wewenang,
menyadari
adanya tanggung jawab
sosial,
menghindari
penyalahgunaan kekuasaan,
dan menjaga lingkungan
organisasi yang sehat.
Penerapan prisnip budaya
korporat
akan
menjadikan
kesadaran dari masing-masing
stakeholder
meningkat
khususnya masyarakat karena
adanya pemahaman bahwa
pembangunan adalah tanggung
jawab bersama. Ketergantungan
masyarakat perkotaan terhadap
pelayanan air bersih yang baik,
sangat
tinggi.
Hal
ini
dikarenakan
masyarakat
perkotaan tidak terlalu banyak
memiliki
pilihan
dalam
pengadaan air bersih yang
sesuai dengan kebutuhannya. Di
3

daerah
perkotaan,
sumbersumber air yang layak sulit
diperoleh, air sungai umumnya
telah tercemar dan air sumur
biasanya mengandung kadar
besi dan mangan yang tinggi.
Pada daerah permukiman padat,
air sumur sudah banyak yang
tercemar limbah manusia. Pada
permukiman daerah pantai,
situasinya diperburuk dengan
adanya intrusi air laut, sehingga
air sumur menjadi payau.
Kebutuhan
akan
pelayanan yang efisien, dengan
jaminan kualitas, kuantitas dan
kontinuitas yang memenuhi
syarat-syarat tertentu, sangat
tinggi. Hanya saja dalam
prakteknya harapan ini belum
bisa didapatkan mengingat
buruknya pelayanan (meliputi
pengelolaan dan penyediaan).
Hal ini dapat dilihat dari
tingginya tingkat kebocoran
nasional yang mencapai yang
rata-rata mencapai 40%, tingkat
dan cakupan pelayanan yang
tergolong rendah, yaitu 36%
(Sukarma, 1997).
Keberadaan
model
sistem pelayanan air bersih yang
didasarkan pada penerapan
prinsip-prinsip budaya korporat,
yang meliputi prinsip fairness
(kewajaran), disclosure and
transparency
(transparan),
accountability (akuntabilitas),
dan
responsibility
(responsibilitas), sebagai sebuah
mekanisme kontrol menjadi
salah satu alternatif solusi yang
diharapkan dapat meningkatkan
kinerja pelayanan air bersih
perkotaan, sehingga PSD Air
Bersih dapat menjadi salah satu
stimulan perkembangan kota.
Secara
realistis
hal
tersebut menunjukkan bahwa
terdapat kaitan yang erat antara
budaya
korporat
dan
keberhasilan
perusahaan

terlebih yang berkaitan dengan


sektor pelayanan publik. Dalam
kaitannya dengan pelayanan air
bersih
perkotaan,
budaya
korporat menjadi sebuah faktor
pengaruh (independent variabel)
dengan
sistem
pelayanan
sebagai faktor yang dipengaruhi
(dependent variabel). Hal ini
tidak terlepas dari adanya kaitan
yang sangat erat antara sistem
pelayanan air bersih yang baik
dengan perkembangan suatu
kota.
Kesimpulan
Salah satu faktor pemacu dan
pengarah perkembangan kota
adalah
keberadaan
sebuah
Sistem Pelayanan Air Bersih
Perkotaan
yang
holistik.
Keholistikan ini diwujudkan
dalam bentuk model sistem
pelayanan yang berbasis pada
prinsip
budaya
korporat.
Praktek-praktek
terbaik
di
lapangan
memperlihatkan
bahwa budaya korporat adalah
salah satu alternatif yang dapat
dijadikan
acuan
dalam
meningkatkan
kinerja
pelayanan.
Saran
Untuk
dapat
memberikan
pelayanan air bersih secara
maksimal
bagi
masyarakat
perkotaan, disarankan agar
sistem pelayanan air bersih
dilaksanakan secara holistik
yang berbasis pada prinsip
budaya korporat.
Daftar Pustaka
Anonim. 2002. Swastanisasi Air
Bersih Perdalam Deprivasi
dan Kemiskinan. Kompas. 29
Agustus 2002, Jakarta.
Jayadinata, J.T. 1999. Tata
Guna
Tanah
dalam
Perencanaan
Pedesaan,

Perkotaan
&
Wilayah.
Penerbit ITB, Bandung.
Kotter, JP. and J.L. Heskett.
1997. Corporate Culture and
Performance.P.T.
Prenhallindo, Jakarta
Moeljono, D. 2003. Budaya
Korporat dan Keunggulan
Korporasi. P.T. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Rukmana, N., F. Steinberg, dan
R. Van der Hoff (editor).
1993.
Manajemen
Pembangunan
Prasarana
Perkotaan. P.T. Pustaka
LP3S, Jakarta.
Soeparmono. 2000. Privatisasi
Air dan Kepentingannya.
Suara Pembaruan. 5 Juni
2000, Jakarta.
Sukarma, R. 1998. PDAM dan
Manajemen Krisis. Suara
Pembaruan. 29 September
1998, Jakarta.
Tjager, I.N., F.A. Alijoyo, H.R.
Djemat, dan B. Soembodo,
2003.
Corporate
Governance:Tantangan dan
Kesempatan bagi Komunitas
Bisnis
Indonesia.
P.T.
Prenhallindo, Jakarta. 32.
Riawayat Penulis
Robby Gunawan Yahya, Drs.,
Ir., MT., adalah Dosen Kopertis
Wilayah IV yang dipekerjakan
pada Universitas Langlangbuana
Bandung. S1 dari Jurusan
Pendidikan Teknik Sipil FKIT
IKIP Bandung, S1 dari Jurusan
Teknik Sipil ST-INTEN, dan S2
dari Jurusan Teknik Sipil
Universitas
Parahyangan
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai