Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan
menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Ni Made Reditya
sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini.
Kami

juga

mengucapkan

terima

kasih pada teman-teman

yang ikut

berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.


Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangankekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena
kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat
menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 17 Januari 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
1

Kata Pengantar . 1
Daftar Isi .. 2
BAB I : PENDAHULUAN.... 3
1.1. Skenario... 3
1.2. Learning Objective (LO)......3
1.3. Mind Map 4
BAB II : PEMBAHASAN ... 5
BAB III : PENUTUP 29
Daftar Pustaka... 30

BAB I
PENDAHULUAN
2

1.1. SKENARIO 5
Anak saya pendek Dok.....
Tiga anak perempuan berusia 11 tahun dibawa oleh ibunya masing-masing ke
praktek dokter mandiri. Ibu-ibu tersebut mengeluhkan postur tubuh anaknya lebih
pendek dibandingkan teman -teman di sekolahnya. Anak pertama, tinggi badan 70
cm, leher pendek, badan gemuk dengan lipatan lemak di leher maupun perut, dan
belum terdapat perkembangan payudara. Anak ini tidak pernah naik kelas. Anak
kedua, tinggi badan 83 cm, perkembangan payudara normal serta sudah
mengalami haid pertama kali 1 bulan yang lalu. Anak ini selalu mendapat
peringkat 5 besar di kelasnya. Anak ketiga, tinggi badan 80 cm, namun belum
terdapat perkembangan payudara maupun haid pertama. Anak ini juga selalu
mendapat peringkat 10 besar di kelasnya.
Anda sebagai dokter melakukan analisa dari keadaan ketiga anak tersebut dan
memberikan penanganan.
1.2. LEARNING OBJECTIVES
1. Hormon-hormon pada pertumbuhan
2. DD

1.3. MIND MAP

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. HORMON-HORMON PADA PERTUMBUHAN


Hormon pada manusia
Hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu, yaitu suatu
kelenjar yang tidak mempunyai saluran. Beberapa hormon pertumbuhan pada
manusia antara lain sebagai berikut.
a) Hormon tiroksin, dihasilkan oleh kelenjar gondok/ tiroid. Hormon ini
memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak dalam tubuh. maturasi tulang juga dipengaruhi.
Perkembangan fungsi otak sangat dipengaruhi oleh hormon ini dalam kadar
yang cukup. Kekurangan hormon ini dapat mengakibatkan mixoedema yaitu
kegemukan, retardasi fisik dan mental yang jika berlangsung lama dapat
permanen.
b) Hormon pertumbuhan (Growth hormon GH). Hormon ini dihasilkan oleh
hipofisis bagian depan. Hormon ini disebut juga hormon somatotropin (STH).
Peranannya adalah memengaruhi kecepatan pertumbuhan seseorang. GH juga
mempengaruhi irama sirkadian dimana aktivitasnya meningkat pada malam
hari yaitu pada waktu tidur, sesudah makan, sesudah latihan fisik, dsb.
Seorang anak tidak akan tumbuh dengan normal jika kekurangan hormon
pertumbuhan. Pada masa pertumbuhan, kelebihan hormon ini akan
mengakibatkan

pertumbuhan

raksasa

(gigantisme),

sebaliknya

jika

kekurangan akan menyebabkan kerdil (kretinisme). Jika kelebihan hormon


terjadi setelah dewasa, akan menyebabkan membesarnya bagian tubuh
tertentu, seperti pada hidung atau telinga. Kelainan ini disebut akromegali.
c) Hormon seks memiliki peranan dalam fertilitas dan produksi. Hormon
testosteron, mengatur perkembangan organ reproduksi dan munculnya tandatanda kelamin sekunder pada pria. Hormon estrogen/progresteron, mengatur
perkembangan organ reproduksi dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder
pada wanita.
d) Insulin Growth Factor (IGF) merupakan somatomedin yang kerjanya sebagai
mediator GH dan kerjanya mirip dengan insulin. Berfungsi sebagai growth
promoting factor yang berperan pada pertumbuhan, memiliki mekanisme kerja
5

mirip insulin, memiliki efek mitogenik terhadap kondrosit, osteoblas. IGF


diproduksi pada beberapa jaringan tubuh, tapi IGF yang beredar dalam
sirkulasi terutama diproduksi di hepar
2.2. PERAWAKAN PENDEK KONSTITUSIONAL
Keadaan pertumbuhan dan adolesen yang terlambat secara konstitusional ini
hanya merupakan variasi dari pertumbuhan normal. Dalam hal ini terjadi
perlambatan mulainya puberitas, umur tulang (Bone Age) tertinggal dari umur
kronologis. Namun tinggi akhir tidak berkurang oleh karena waktu berhentinya
pertumbuhan tulang juga tertunda. Biasanya terdapat anggota keluarga dengan
pola pertumbuhan yang serupa. Pada pemeriksaan lengkap tidak ditemukan
penyebab lainnya. Oleh karena itu, tidak diperlukan pengobatan khusus. Yang
penting adalah menjelaskan dan meyakinkan kepada pasien dan keluarganya
bahwa keadaan ini adalah normal dan prognosisnya baik.
2.3. PERAWAKAN PENDEK GENETIK
Keadaan ini bersifat familial tanpa keterlambatan pertumbuhan dan Bone
Age. Tinggi badan setelah dewasa tergantung pada rerata tinggi badan kedua
orang tuanya.
2.4. HIPOTIROID KONGENITAL
Hipotiroidisme Kongenital (HK) adalah salah satu dari penyebab retardasi
mental yang paling sering terjadi namun sebenarnya merupakan penyakit yang
dapat dicegah. Insidensinya di seluruh dunia adalah sekitar 1:4000 kelahiran.
Penyebab utamanya adalah akibat disgenesis tiroid yang berkontribusi sebesar 7580% dari penyebab HK.
Embriologi Dan Fisiologi Tiroid pada Fetus
Kelenjar tiroid berasal dari proliferasi sel epitel endoderm pada minggu ke 45 masa gestasi. Sintesis dan sekresi Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3) dimulai
dari minggu ke-12 masa gestasi.
Aksis Hipothalamus-Hipofisis-Tiroid (Hypothalamic-pituitary-thyroid) mulai
berkembang pada trimester pertama. TRH (Thyrtropin Releasing Hormone) dan
6

TSH (Thyroid Stimulating Hormone) sudah mulai terdeteksi pada akhir trimester
pertama. Namun, aktivitas Aksis Hipothalamus-Hipofisis-Tiroid pada fetus masih
rendah, sehingga masih belum mampu memproduksi hormon tiroid yang
sufisien1. Kondisi ini terjadi hingga minggu ke-18 hingga minggu ke-20 masa
gastasi. Pada pertengahan kehamilan, level T4 dan TSH meningkat secara
progresif. Pada trimester pertama, fetus bergantung pada hormon tiroid yang
berhasil melewati plasenta. Hormon tiroid transplasental ini memiliki peranan
yang penting untuk neuroproteksi intra-uterine. Konsentrasi T4 pada darah di
umbilikus pada neonatus yang tidak mampu memproduksi T4 adalah 30% dari
level yang normal, namun walaupun kondisinya seperti itu, terjadi peningkatan
konversi i intraserebral T4 menjadi T3 sehingga dapat meningkatkan fungsi
fisiologis tiroid pada pertumbuhan sel-sel intraserebral, karena T3 memiliki fungsi
fisiologis yang lebih besar jika dibandingkan T4. Kondisi kognitif yang hampir
mendekati normal dapat terjadi walaupun pada kondisi di mana terjadi
hipotiroidisme kongenital yang berat selama terapi postnatal dimulai secara dini
dengan dosis minimal dan fungsi tiroid maternal yang normal. Namun, jika terjadi
kondisi hipotiroidisme pada ibu dan fetus, seperti pada defisiensi iodium berat,
terdapat kerusakan yang signifikan pada perkembangan neuro-intelektual
walaupun diberikan terapi yang adekuat sesaat setelah kelahiran.
Fisiologi Neonatus
Setelah kelahiran, bayi yang lahir cukup bulan mengalami peningkatan
stimulasi pelepasan TSH sebagai proses fisiologis sebagi respon terhadap kondisi
lingkungan yang lebih dingin. Level TSH dapat meningkat hingga 80 mU/L dan
menurun dengan sangat cepat pada 24 jam pertama, yang diikuti dengan
penurunan level TSH secara perlahan hingga di bawah 10 mU/L selama minggu
pertama postnatal. Peningkatan level TSH menandai peningkatan level T4 dan
Free T4 menjadi 17 g/dL dan 3.5 ng/dL dalam 24-36 jam pertama setelah
kelahiran, dan kemudian turun secara perlahan hingga mendekati level pada orang
dewas setelah melewati 4-5 minggu kehidupan. Pada neonatus yang preterm,
memiliki kondisi yang serupa, namun tidak terjadi peningkatan yang tajam karena
imaturitas aksis hipothalamus-hipofisis-tiroid.
7

Etiologi dan Patofisiologi Hipotiroidisme Kongenital


Hipotiroidisme kongenital dapat bersifat permanen maupun transien
(sementara). Disgenesis tiroid merupakan penyebab paling sering timbulnya
hipotiroidisme kongenital yang menyerang 1:4000 bayi lahir. Penyebab timbulnya
disgenesia ini masih belum diketahui dengan pasti namun Antibodi Sitotoksik
Maternal dan Mutasi Genetik yang menyebabkan inaktivasi reseptor tiroid
terkadang ditemukan. Defek sintesis hormon tiroid merupakan 10% dari semua
kasus. Kondisi ini dianggap sebagai kelainan resesif autosomal. Defek tersebut
dapat terletak pada:
1. Defisiensi iodium (maternal),
2. Iodine Trapping atau organifikasi,
3. Iodotyrosin Coupling atau deiodinisasi, dan
4. Sintesis atau sekresi Tiroglobulin.
Kondisi yang paling sering ditemukan adalah defek pada aktivitas Thyroid
Peroxidase (TPO) yang mengarah pada hipotiroidisme. Defisiensi iodin sendiri
sering terjadi pada kretinisme dan hipotiroid kongenital pada beberapa daerah
endemis.
Hipotiroidisme hipotalamus dan hipofisis memiliki insidensi 1:100,000. Hal
ini dapat terjadi akibat defisiensi concominant hormon hipofisis lainnya dan
muncul disertai dengan kondisi hipoglikemia atau microcephallus. Hipotiroidisme
transien

akibat

transfer

transplasental

TBII

(TSH

binding

inhibitory

immunoglobulins) dari ibu dengan penyakit tiroid autoimun ditemukan pada


1:50,000 kelahiran. Kondisi tersebut seringkali berlangsung selama 3-6 bulan,
namun dapat bertahan hingga selama 9 bulan.
Tipe-Tipe Hipotiroidisme Kongenital
Hipotiroidisme kongenital terdiri dari hipotiroidisme kongental primer dan
sekunder. Untuk hipotiroidisme kongenital primer, kerusakan terjadi pada bagian
tiroid. Untuk kondisi ini kita dapat membagi pasien dengan hipotiroidisme
kongenital primer ke dalam 4 kelompok. Kelompok tersebut terdiri dari:
1. Tidak Adanya Kelenjar Tiroid (Athyrosis)
8

Pada kelompok ini, kelenjar tiroid gagal terbentuk sebelum kelahiran.


Kelenjar tersebut absen dan tidak akan pernah dapat berkembang, sehingga
sebagai konsekuensinya tidak ada hormon tiroksin yang diproduksi. Kondisi
ini disebut Agenesis Tiroid atau Atirosis. Kondisi ini lebih sering ditemukan
pada perempuan dibandingkan laki-laki, sekitar 2:1. Kondisi ini ditemukan
pada 1 dari 10.000 bayi lahir, dan merupakan 35% kasus yang ditemukan pada
Newborn Screening. Alasan mengapa hormon tiroid gagal berkembang belum
diketahui. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu
kaskade pada gen yang berperan dalam pembentukan kelenjar tiroid tidak
teraktivasi tepat pada waktunya.
2. Kelenjar Tiroid Ektopik
Pada bayi dengan kondisi ini, kelenjar tiroid berukuran kecil dan tidak
terletak secar normal pada posisinya di depan trakea. Seringkali kelenjar tiroid
ditemukan di bawah lidah di dekat lokasi di mana kelenjar pertama kali
terbentuk pada embrio. Tiroid ektopik memiliki derajat fungsi yang berbedabeda. Terkadang ukurannya sangat kecil dan tidak aktif, namun pada kondisi
tertentu masih dapat menghasilkan hormon tiroid yang jumlahnya hampir
mencapai normal, oleh karena itu ada derajat keparahan pada kondisi ini.
Setelah kelahiran, kelenjar tiroid ektopik tidak akan bertambah besar dan
turun pada posisi normalnya. Fungsinya pun akan semakin menurun seiring
perjalanan waktu.
Kelenjar tiroid ektopik juga dua kali lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Kondisi tersebut merupakan 50% dari yang terdeteksi pada
Newborn Screening dan sedikit lebih sering terjadi dibandingkan atirosis.
Penyebab pastinya juga tidak diketahui, namun penyebab yang sama seperti
pada atirosis dapat menimbulkan kondisi ini.
3. Malformasi Kelenjar Tiroid pada Posisi Normal (Hipoplasia)
Kondisi ini terkadang disebut sebagai Hipoplasia Tiroid dan hanya terjadi
dengan persentase yang sangat kecil pada total seluruh kasus. Pada hipoplasia
tiroid, kelenjar berukuran kecil, tidak terbentuk secara optimal dan terkadang
hanya memiliki satu lobus.
9

4. Kelenjar Tiroid Tumbuh dengan Normal Namun Tidak Dapat Berfungsi


Optimal (Dysmorphogenesis)
Kondisi ini merupakan 15% dari kasus yang ditemukan pada Neonatal
Screening. Dismorfogenesis seringkali terjadi akibat defek enzim tertentu,
yang dapat bersifat transien maupun permanen. Pada bayi dengan
dismorfogenesis, ukuran kelenjar tiroid mengalami pembesaran dan dapat
dilihat atau diraba pada bagian depan.
Manifestasi Klinis Hasien Hipotiroidisme Kongenital
1. Keterlambatan Pertumbuhan
Walaupun tiroksin tampaknya tidak begitu diperlukan untuk pertembuhan
sebelum kelahiran, namun sangat esensial untuk pertumbuhan normal setelah
kelahiran. Jika seorang bayi memilki defisiensi tiroid yang tidak ditangani, ia akan
memiliki postur yang kecil pada masa bayi maupun kanak-kanak dan berujung
pada postur yang sangat pendek. Keterlambatan pertumbuhan ini mempengaruhi
seluruh bagian tubuh termasuk tulang.
2. Keterlambatan Perkembangan Mental
Retardasi intelektual dapat terjadi pada kondisi kekurangan tiroksin. Derajat
retardasi bergantung pada keparahan defisiensi hormon tiroid. Jika hanya ada
kekurangan parsial tiroksin, kelainan mental minimal dapat terjadi. Ketika tiroksin
sepenuhnya tidak ada dan bayi tidak mendapatkan penanganan, retardasi mental
yang parah mungkin dapat terjadi. Namun, kondisi ini tidak akan terjadi jika
penatalaksanaan dilakukan sejak awal.
3. Jaundice Persisten
Secara normal, kondisi jaundice adalah kondisi yang fisiologis yang dapat
terjadi pada neonatus yang berlangsung selama 1-2 minggu. Namun pada kondisi
hipotiroidisme yang tidak ditangani (untreated hypothiroidism), jaundice dapat
berlangsung lebih dari waktu yang normal.
Prinsip Tatalaksana
Pada hipotiroidisme, kelenjar tiroid tidak dapat memproduksi hormon tiroid
yang cukup untuk kebutuhan tubuh, sehingga hormon ini harus segera digantikan.
10

Hormon yang diberikan berupa tablet yang diminum secara oral yang
mengandung tiroksin. Tiroksin yang terdapat pada tablet tersebut strukturnya
persis sama seperti yang ada di dalam tubuh. Tiroksin kini dapat disintesis secara
kimiawi. Sebelumnya tiroksin diperoleh dengan cara diekstrak dari kelenjar tiroid
hewan.
Tiroksin dapat diabsorpsi dengan baik oleh saluran cerna dan siap untuk
langsung memasuki sirkulasi darah. Hormon ini tidak perlu diberikan dalam
bentuk injeksi seperti beberapa hormon, yaitu insulin.
Pengobatan untuk bayi adalah dengan levotiroksin 10-15 g/kgBB/hari,
untuk anak yang lebih besar 2-3 g/kgBB/hari sampai tercapai kadar TSH serum
normal. Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin,
biasanya dimulai dalam dosis rendah (50 g/hari), khususnya pada pasien
yang lebih tua atau pada pasien dengan miksedema berat, dan setelah
beberapa hari atau minggu sedikit demi sedikit ditingkatkan sampai akhimya
mencapai dosis pemeliharaan maksimal 150 g/hari. Pada dewasa muda,
dosis pemeliharaan maksimal dapat dimulai secepatnya. Pengukuran kadar
TSH pada pasien hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk menentukan
manfaat terapi pengganti. Kadar ini harus dipertahankan dalam kisaran
normal. Pengobatan yang adekuat pada pasien dengan hipotiroidisme
sekunder sebaiknya ditentukan dengan mengikuti kadar tiroksin bebas.
2.5. HIPOTIROID DIDAPAT
Etiologi

Tiroiditis limfositik

Tiroidektomi subtotal pada tirotoksikosis atau kanker dapat menyebabkan


hipotiroidisme seperti halnya pengambilan jaringan tiroid ektopik. Misalnya
tiroid lidah, tiroid subhioid media, atau jaringan tiroid pada kista duktus
tiroglosus.

Anak

dengan

sistinosis

nefropati,

kelainan

yang

ditandai

dengan

penyimpangan sistin intralisosom dalam jaringan tubuh, mengalami gangguan


fungsi tiroid.
11

Infiltrasi histiosit tiroid pada anak dengan histiositosis sel Langerhans.

Iradiasi daerah tiroid yang merupakan kejadian pada pengobatan penyakit


hodgkin atau malignansi lain atau yang diberikan sebelum transplantasi
sumsum tulang sering menyebabkan kerusakan tiroid.

Obat-obat tertentu seperti amiodarone

Manifestasi Klinik

Manifestasi pertamanya yaitu perlambatan pertumbuhan, tetapi tanda ini


sering tidak diketahui.

Perubahan misedematosa, konstipasi, intoleransi dingin, energi menurun,


bertambahnya kebutuhan untuk tidur berkembang secara diam-diam.

Tugas sekolah dan nilai biasanya tidak terpengaruh, bahkan pada anak yang
menderita hipotiroidisme berat sekalipun. Maturasi tulang terlambat, sering
mencolok, yang merupakan petunjuk lamanya hipotiroidisme.

Beberapa anak datang dengan nyeri kepala, masalah penglihatan, pubertas


prekok, atau galaktorrea. Anak-anak ini biasanya mengalami pembesaran
hiperplastik kelenjar pituitari, seringkali dengan perlasan suprasella, setelah
hipotiroidisme yang lama, keadaan ini dapat dikelirukan dengan tumor
kelenjar pituitari.

Semua perubahan di atas akan kembali menjadi normal dengan penggantian


T4 yang cukup, tetapi pada anak dengan hipotiroidisme yang lama,
petumbuhan susulan mungkin tidak sempurna. Selama 18 bulan pertama
pengobatan, maturasi skeleton sering melebihi pertumbuhan linier yang
diharapkan, yang menyebabkan hilangnya sekitar 7 cm ketinggian dewasa
yang diharapkan.

Pemeriksaan Diagnostik dan Pengobatan


Pemeriksaan diagnostik dan pengobatan adalah sama dengan hipotiroidisme
konginetal. Pengukuran antibodi antitiroglobulin dan antiperoksidase dapat
mengarahkan penyebabnya pada tiroiditis autoimun. Selama tahun pertama
pengobatan , perburukan tugas sekolah, kebiasaan tidur yang buruk, kegelisahan,
waktu perhatian yang pendek, dan masalah-masalah perilaku dapat terjadi, tetapi
ini terjadi sementara.
12

Diagnosis hipotiroidisme kongenital, dipastikan dari hasil pemeriksaan TSH


dalam darah dari tumit/umbilikus yang lebih besar dari 25 mU/l. Untuk anak yang
lebih besar diagnosis ditegakkan dari rendahnya FT4 dan tingginya TSH serum.
Pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami
keterlambatan dalam pertumbuhan, disgenesis epifisis, dan keterlambatan
perkembangan gigi. Tes-tes laboratorium yang digunakan untuk memastikan
hipotiroidisme antara lain: kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang
rendah, BMR yang rendah, dan peningkatan kolesterol serum. Kadar TSH
serum mungkin tinggi mungkin pula rendah, bergantung pada jenis
hipotiroidisme. Pada hipotiroidisme primer, kadar TSH serum akan tinggi,
sedangkan kadar tiroksin rendah. Sebaliknya, kedua pengukuran tersebut
akan rendah pada pasien dengan hipotiroidisme sekunder.
2.6. DEFISIENSI HORMON PERTUMBUHAN
Etiologi dan Klasifikasi
Pada kondisi kekurangan growth hormone pertama perlu kita bedakan
berdasarkan ada tidaknya kekurangan hormon lain yang juga menyertai
kekurangan growth hormon ini khususnya apabila kita berbicara dalam konteks
terjadinya perawakan yang pendek pada seorang pasien. Untuk itu defisiensi
hormon pituitari terkait gangguan pertumbuhan dapat dibedakan menjadi multiple
pituitary hormone deficiency dan isolated GH deficiency dan Insensitivity GH.
1. Multiple pituitary hormone deficiency
Kondisi ini dapat disebabkan karena gangguan genetik (mutasi) atau karena
suatu proses yang didapat (infeksi, keganasan, dll).
Genetik
Beberapa mutasi yang diduga terkait dengan kondisi ini antara lain:

HESX1
Pada mutasi ini bisanya selain terlihat gangguan pertumbuhan (karena
defisiensi growth hormone), juga disertai dengan berbagai tingkatan
gangguan atau defek dari optic nerve. Gangguan ini tampak lebih buruk
pada kondisi homozygote dimana ditemukannya septo-optic dysplasia serta
13

ketidak sempurnaan perkembangan dari septum pellucidum dan optic


nerve hypoplasia.

LHX3
Gangguan pada gen ini menunjukkan adanya defisiensi pada hormon
GH, prolaktin, TSH, LH dan FSH akan tetapi tidak untuk ACTH. Gejala
khas yang muncul dengan gangguan hormon ini berupa pembesaran dari
pituitari anterior, leher pendek, kaku pada cervical spine, serta ketidak
mampuan melakukan rotasi leher sepenuhnya (hanya 90 derajat, dimana
pada orang normal dapat mencapai 150-180 derajat).

LHX4
Mutasi pada hormon ini terkait juga dengan kekurangan dari hormon
GH, TSH, dan ACTH. Beberapa kondisi terkait dengan mutasi pada
kompleks ini ditandai dengan hipofisis yang mengecil berbentuk V, dan
anectopic posterior pituitary.

PTX2
Terkait dengan Rieger Syndrome yang dapat menyebabkan coloboma
serta gangguan lain pada ginjal, GI tract dan umbilicus.

PROP 1
Merupakan mutasi yang paling sering terjadi dan menyebabkan
defisiensi dari GH, TSH serta pada tahap lebih lanjut menyebabkan
defisiensi LH dan FSH serta ACTH. Kondisi klinis terkait mutasi ini dapat
berupa penegakan diagnosis yang pada usia sekitar 6 tahun, dimana pada
usia

sebelumnya

tidak

ditemukan

adanya

gangguan.

Kemudian

ditemukannya gangguan pada masa pubertas, dimana umumnya terjadi


pubertas yang spontan kemudian terjadi suatu kemunduran dimana pada
perempuan ditemukan secondary amenorhoea sedangkan pada laki-laki

ditemukan regresi dari ukuran testis dan perkembangan seks sekunder.


POU1F1
Merupakan salah satu gen yang mengalami mutasi dan berakibat
sangat buruk, karena defisiensi total dari GH dan prolaktin. Untuk hormon
lainnya umumnya menunjukkan kenormalan. Pada tahun pertama

14

kehidupan pada kondisi ini sudah ditemukan kegagalan pertumbuhan yang


sangat parah.
Acquired (didapat)
Untuk penyebab-penyebab yang didapat bisa merupakan manifestasi dari
penyakit-penyakit tertentu baik itu infeksi (meningitis, TBC, toxoplasmosis),
tumor (craniopharyngoma, CNS germinoma, eosinophilic granuloma) serta
trauma. Intinya dari berbagai penyebab tersebut akan menyebabkan terjadi lesi
pada hipotalamus dan atau hipofisis sehingga menyebabkan gangguan sekresi
hormon.
2. Isolated GH deficiency
Gangguan pada produksi GH ini sendiri dapat juga disebabkan oleh faktor
genetik (mutasi) serta dapat juga disebakan oleh faktor yang didapat.
Mutasi Genetik
GHRH receptor
Mutasi gen GH
X-Linked
Acquired (didapat)
3. GH Insensitivity
Genetic

Abnormalitas reseptor GH

Post receptor abnormalities

IGF-1 gene abnormal

IGF-B protein abnormal

IGF-1 receptor abnormal

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari defisiensi GH ini dapat dapat dibedakan berdasarkan
penyebabnya, apakah bersifat kongenital ataukah didapat (acquired).
Kongenital hipopituitari
Pada kondisi hipopituitark biasanya ditemukan kodisi yang normal ketika
baru lahir baik itu berat badan ataupun panjang badannya. Akan tetapi pada
beberapa keadaan seperti kondisi dimana terjadi gangguan produksi multipel dari
hormon hipofisis dan pada kondisi defek dari gen GH (GH1 atau GH receptor)
15

maka pada waktu lahir biasanya ditemukan pertumbuhan yang <1 SD rata-rata
pertumbuhan anak normal, bahkan pada kondisi yang lebih berat dapat mencapai
>4 SD dibawah rata-rata anak 1 tahun. Pada kondisi yang tidak terlau berat
biasanya hanya ditemukan keterlambatan dari penutupan epiphyseal plate.
Penting juga untuk mengetahui beberapa kondisi kegawatan (neonatal
emergencies) yang terjadi terkait dengan gangguan produksi dari hormon-hormon
hipofisis ini:
Apnea
Cyanosis
Microcephalus
Severe hypoglycemia
Hypothyroidism dan hypoadrenalism
Perpanjangan jaundice
Selain gejala-gejala tersebut terdapat juga beberapa tanda lain yang
menandakan terjadinya gangguan pertumbuhan:
Kepala bulat
Muka pendek dan lebar
Frontal bone yang dominan
Hidung kecil
Mata bengkak
Mandibula dan dagu yang tidak begitu berkembang
Gigi terlihat penuh
Leher pendek
Laring kecil
Terdapat peningkatan lemak tubuh akan tetapi mengalami defisiensi pada

masa otot (gemuk pendek)


Keterlambatan maturasi seksual
Tanda-tanda hipoglicemia

Diagnosis
Diagnosis dari defisiensi GH biasanya ditemukan dengan jelas pada kondisi
kegagalan pertumbuhan pada masa postnatal baik itu yang sedang sampai berat.
Kriteria ini ditemukan dengan tinggi badan yang > 2 SD dibawah standar.
Sedangkan untuk kondisi GH karena penyakit tertentu dapat ditemukan pada
setiap usia.
Pada pemeriksaan laboratorium, seringkali ditemukan penurunan kadar
serum IGF-I dan GH-dependent IGF-BP3. Selain itu IGF-1 dan IGF-BP3 harus

16

disesuaikan dengan perkembangan tulang. Nilai dari indikator ini yang lebih dari
normal dapat mengeliminasi penyebab defisiensi GH.
Untuk diagnosis pasti dari defisiensi GH, umumnya ditemukan dengan tidak
adanya atau jumlahnya yang sangat rendah dari GH. Tes profokatif dapat
dilakukan pada kondisi ini. Dimana dilakukan dengan pemberian insulin,
arginine, clonidine, atau glucagon. Pada kondisi defisiensi GH kronis, ditemukan
gangguan yang sangat berat pada pertumbuhan linier, keterlambatan pematangan
tulang, serta lumlah GH yang sangat rendah (<10 ng/mL). Pada kondisi akut,
ditemukan khususnya karena nilai serum GH yang sangat rendah (<10ng/mL).
Untuk membedakannya dari gangguan dari hipothalamus, dapat dilakukan dengan
pemberian GHRH apakah akan terjadi peningkatan kadar GH ataukah tidak.
Sebagai tambahan untuk diagnosis defisiensi GH, dapat dilakukan tes fungsi
hipofisis. Kadar TSH, T4, ACTH, kortisol, gonadotropin, dan gonad dapat
diperiksa untuk mengetahui kemungkinan terjadinya defisiensi hormone multipel
terkait juga dengan GH.
Pemeriksaan radiologi tulang (skull x-ray), juga dapat dilakukan untuk
melihat bagaimana perkembangan dan pematangan tulang.
Tatalaksana
Defisiensi GH dapat diobati dengan biosynthetic recombinant DNA-derived
GH (GH biosintesis), bagaimana dosis dan pemberiannya terkait dengan tingkat
gangguan pertumbuhan. Pada anak kecil pemberian dari GH ini harus diberikan
sedini mungkin untuk mengurangi jauhnya jarak gangguan pertumbuhan yang
dialami anak dibandingkan anak sebayanya. Dosis yang diberikan umumnya 0,180,3 mg/wk pada anak-anak. Dosis yang lebih tinggi dapat diberikan pada usia
pubertas. Respon maksimal dari pengobatan GH ini ditemukan pada 1 tahun
pertama pengobatan dimana dapat meningkatkan pertumbuhan sampai 95th
persentil.
Selain dengan GH recombinan tersebut, dapat juga diberikan IGF-I yang
sudah digunakan di USA. IGF-I ini diberikan subkutan dua kali perhari. Akan
tetapi perlu diperhatikan resiko hipoglikemi pada pemberian IGF-I ini, yang dapat
dikurangi dengan pemberian makanan atau snack setelah pengobatan. Pada
kondisi tertentu, penggunaanya dapat lebih efektif dari GH. Beberapa kondisi ini
17

terkait dengan etiologi yang sudah disebutkan sebelumnya. Pada anak dengan
defisiensi

hormonal

yang

multipel,

penggantian

hormon

juga

harus

memperhatikan hormon lainnya yang mengalami defisiensi juga, seperti


pemberian T4, ACTH defisiensi dapat di obati dengan pemberian hydrocortisone
dosis tinggi, dan sebagainya.
Berdasarkan guideline dari The Lawson Wilklns Pediatric Endocrine Soclety,
Academy of Pediatrics, and GH Research Society merekomendasikan terapi pada
defisiensi GH klasik harus dimulai sesegera mungkin guna memperkecil gap
tinggi badan penderita dengan teman sebayanya dan untuk mendapatkan tinggi
dewasa yang lebih baik. Dosis hGH yang direkomendasikan adalah 0,18-0,3
mg/kg/minggu selama masa anak-anak, dosis yang lebih tinggi harus diberikan
selama masa pubertas. GH rekombinan harus diberikan secara subkutan dalam 6
atau 7 dosis terbagi. Respon maksimal terhadap terapi GH terjadi selama satu
tahun pertama terapi. Laju pertumbuhan anak selama satu tahun pertama terpai
biasanya di atas 95th pesentil. Laju pertumbuhan untuk tahun-tahun berikutnya
akan mengalami penurunan, akan tetapi jika laju pertumbuhan mengalami
penurunan yang drastis (dibawah 25 persentil), maka harus dievaluasi komplians
penderita sebelum memutuskan untuk memberikan dosis yang lebih tinggi.
Kombinasi GH dan agonis LHRH bisa digunakan dengan harapan dapat
memperlambat pubertas sehingga memperlambat penutupan lempeng efifisial dan
memperpanjang masa pertumbuhan. Strategi ini dapat meningkatkan tinggi
dewasa pasien, tapi juga menurunkan mineralisasi tulang. Terapi hormon
pertumbuhan harus dilanjutkan sampai tinggi maksimum anak tercapai. Kriteria
untuk menghentikan terpi adalah (1) jika pasien sudah merasa tingginya sudah
cukup, (2) laju pertumbuhan <1 inchi/tahun, dan (3) umur tulang >14 tahun pada
anak perempuan dan >16 tahun pada anak laki-laki.
Pada beberapa pasien dapat timbul hipotiroidisme primer atau central selama
diterapi dengan GH, juga dapat terjadi insufisiensi adrenal. Jika keadaan ini tidak
dikenali maka akan fatal akibatnya. Oleh karena itu evaluasi fungsi tiroid dan
adrenal diindikasikan bagi semua pasien yang mendapat terapi hormon
pertumbuhan.
18

IGF-1 rekombinan juga dapat digunakan sebagai terapi untuk pasien dengan
defisiensi GH. Obat ini diberikan secara subkutan dua kali sehari. Pada beberapa
keadaan penggunaan IGF-1 lebih berguna dibandingkan penggunaan GH.
Kondisi-kondisi tersebut meliputi, individu dengan kelainan reseptor GH dan gen
STAT56 dan pasien dengan desifiensi GH berat yang membentuk antibodi
terhadap GH yang diberikan sebelumnya. Karena dapat menimbulkan
hipoglikemia maka sebaiknya pemberian IGF-1 harus disertai dengan pemberian
makan atau snack.
Respon terhadap terapi GH yang suboptimal dapat disebabkan oleh :
1. Komplians yang rendah
2. Cara penyediaan dan teknik injeksi GH yang tidak benar
3. Hipotiroid subklinik
4. Adanya penyakit sistemik
5. Terapi glukokortikoid yang berlebih
6. Riwayat radiasi pada leher
7. Lempeng efifisis yang sudah menutup
8. Produksi anribodi anti-GH
9. Diagnosis GHD yang tidak tepat

2.7. SINDROM TURNER


Sindrom turner juga dikenal sebagai "disgenesis gonad" adalah suatu
kelainan genetik pada wanita karena kehilangan satu kromosom X. Wanita normal
memiliki kromosom seks XX dengan jumlah total kromosom sebanyak 46, namun
pada penderita sindrom Turner hanya memiliki kromosom seks XO dan total
kromosom 45. Hal ini terjadi karena satu kromosom hilang saat non disjungsi atau
19

selama gametogenesis atau pembentukan gamet atau pun pada tahap awal
pembelahan zigot. Sindrom Turner sering disebut juga sindrom Ullrich-Turner,
sindrom Bonnevie-Ullrich, sindrom XO, atau monosomi X. Sindrom Turner
terjadi pada 1 dari setiap 2.500 anak perempuan, sindrom memanifestasikan
dirinya dalam beberapa cara.
Manifestasi klinis
Gejala umum dari sindrom Turner meliputi:

Perawakan pendek

Lymphedema (pembengkakan) dari tangan dan kaki

Luas dada (dada''''perisai) dan luas-spasi puting

Rambut Rendah

Rendah-set telinga

Reproduksi sterilitas

Rudimenter streak gonad ovarium (struktur gonad belum berkembang)

Amenore, atau tidak adanya periode menstruasi

Peningkatan berat badan, obesitas

Perisai berbentuk jantung dada

Dipersingkat metakarpal IV (tangan)

Kuku kecil

Karakteristik wajah fitur

Berselaput leher dari hygroma kistik pada bayi

Coarctation aorta

Miskin perkembangan payudara

Horseshoe ginjal

Visual gangguan sklera, kornea, glaukoma, dll

Infeksi telinga dan gangguan pendengaran


Gejala lain mungkin termasuk rahang bawah kecil (micrognathia), cubitus

valgus (berbalik-out siku), kuku terbalik lembut, lipatan palmar dan kelopak mata
terkulai. Kurang umum adalah tahi lalat berpigmen, gangguan pendengaran, dan
langit-langit tinggi-arch (rahang sempit). Sindrom Turner memanifestasikan

20

dirinya berbeda di setiap wanita dipengaruhi oleh kondisi, dan tidak ada dua
individu akan berbagi gejala yang sama.
Diagnosis
Sindrom Turner dapat didiagnosis dengan amniosentesis selama kehamilan.
Kadang-kadang, janin dengan sindrom Turner diidentifikasi oleh temuan USG
abnormal (cacat jantung yaitu, kelainan ginjal, hygroma kistik, asites). Meskipun
risiko kekambuhan tidak meningkat, konseling genetik sering direkomendasikan
bagi keluarga yang memiliki kehamilan atau anak dengan sindrom Turner. Tes
kariotipe atau analisis kromosom, analisis komposisi kromosom individu
merupakan tes pilihan untuk mendiagnosis sindrom Turner.
Penanganan
Perawatan Hampir semua gadis dan wanita dengan sindrom Turner
membutuhkan perawatan medis yang berkelanjutan dari berbagai spesialis. Check
up rutin dan perawatan yang tepat dapat membantu sebagian besar penderita bisa
relatif lebih sehat dan hidup mandiri.
2.8. SINDROM CUSHING
Sindrom Cushing (Cushing sydrome) adalah sekumpulan gejala dan tanda
klinis akibat meningkatnya kadar glukokortikoid (kortisol) dalam darah. Pada
tahun 1932 Harvey Cushign pertama kali melaporkan sindrom ini dan
menyimpulkan bahwa penyebab primer sindrom ini adalah adenoma hiofisis,
sehingga penyakit ini disebut penyakit cushing (Cushing disease). Beberapa tahun
kemudia dilaporkan bahwa sindrom seperti ini ternyata juga bisa disebabkan oleh
penyebab lain selain adenoma hipofisis, dan sindrom ini disebut sindrom cushing
Meskipun sindrom cushing jarang dijumpai pada masa anak-anak, namun
sindrom ini dapat terjadi pada semua usia bahkan pada bayi baru lahir.
Peningkatan pemakaian preparat glukokortikoid dalam pengobatan, diduga
menyebabkan meningkatnya angka kejadian sindrom Cushing pada.

Klasifikasi dan etiologi

21

Berdasarkan pengaruh hormon adrenokortikotropik terhadap terjadinya


hipersekresi glukokortikoid, maka sindrom Cushing dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu tergantung ACTH (ACTH-dependent) dan tidak tergantung
ACTH (ACTH-independent).
Sindrom Cushing tergantung ACTH
Pada tipe ini hipersekresi glukokortikoid disebabkan oleh hipersekresi
ACTH. Hipersekresi kronik ACTH menyebabkan hiperplasia zona fasikulata dan
zona retikularis korteks adrenal. Hiperplasia ini mengakibatkan hipersekresi
hormon adrenokortikal yaitu glukokortikoid dan androgen, sehingga pada tipe ini
ditemukan

peningkatan

kadar

hormon

adrenokortikotropik

dan

kadar

glukokortikoid dalam darah. Yang termasuk dalam sindrom ini adalah adenoma
hipofisis dan sindrom ACTH ektopik

Adenoma hipofisis (penyakit Cushing)


Pada adenoma hipofisis, sel-sel kortikotropik secara spontan mensekresi

hormon adrenokortikotropik (ACTH) secara berlebihan. Keadaan ini


mengakibatkan hiperplasia adrenal bilateral dan selanjutnya menyebabkan
hipersekresi ACTH dan hipersekresi glukokortikoid .

Sindrom ACTH Ektopik


Sindrom ACTH ektopik merupakan sindrom Cushing yang penyebab

primernya berupa tumor jaringan nonendokrin yang mensekresi ACTH atau


zat yang mempunyai aktivitas seperti ACTH secara berlebihan. Hipersekresi
ACTH ini mengakibatkan hiperplasia adrenal dan selanjutnya menyebabkan
hipersekresi glukokortikoid. Kadang-kadang tumor jaringan nonendokrin ini
ada yang mensekresi CRH (Corticotropin Releasing Hormone) secara
berlebihan, mengakibatkan hipersekresi ACTH, sehingga menyebabkan
hipersekresi glukokortikoid. Ini disebut sebagai sindrom CRH ektopik.
Tumor-tumor jaringan nonendokrin yang mensekresi ACTH ataupun CRH
antara lain tumor paru, timus, pankreas, tiroid, dan ovarium
Sindrom Cushing tidak tergantung ACTH
22

Pada tipe ini tidak ditemukan adanya pengaruh sekresi ACTH terhadap
sekresi glukokortikoid, atau hipersekresi glukokortikoid tidak dibawah pengaruh
jaras hipotalamus-hipofisis.
Pada tipe ini ditemukan peningkatan kadar glukokortikoid di dalam darah,
sedangkan kadar ACTH menurun karena mengalami penekanan. Yang termasuk
dalam sindrom ini adalah tumor adrenokortikal, hiperplasia adrenal nodular, dan
iatrogenik .

Tumor adrenokortikal
Tumor adrenokortikal primer seperti adenoma ataupun karsinoma yang

mensekresi

glukokortikoid

secara

berlebihan,

menyebabkan

kadar

glukokortikoid plasma meningkat.


Hiperlasi adrenal nodular
Yang dapat menyebabkan keadaan ini antara lain , primary pigmented
nodular adrenocortical disease dan sindrom McCune Albright.

Iatrogenik
Pemberian obat-obatan glukokortikoid dalam jangka waktu lama dapat

menyebabkan meningkatnya kadar glukokortikoid dalam darah.


Patofisiologi
Keadaan

hiperglukokortikoid

pada

sindrom

Cushing

menyebabkan

katabolisme protein yang berlebihan sehingga tubuh kekurangan protein. Kulit


dan jaringan subkutan menjadi tipis, pembuluh darah menjadi rapuh sehingga
tampak sebagai striae berwarna ungu di daerah abdomen, paha, bokong, dan
lengan atas. Otot-otot menjadi lemah dan sukar berkembang, mudah memar, luka
sukar sembuh, serta rambut tipis dan kering.
Keadaan hiperglukokortikoid di dalam hati akan meningkatkan enzim
glukoneogenesis dan aminotransferase. Asam amino yang dihasilkan dari
katabolisme protein diubah menjadi glukosa dan menyebabkan hiperglikemia
serta penurunan pemakaian glukosa perifer, sehingga bisa menyebabkan diabetes
yang resisten terhadap insulin.
Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap sel-sel lemak adalah meningkatkan
enzim lipolisis sehingga terjadi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia. Pada
23

sindrom Cushing ini terjadi redistribusi lemak yang khas. Gejala yang bisa
dijumpai adalah obesitas dengan redistribusi lemak sentripetal. Lemak terkumpul
di dalam dinding abdomen, punggung bagian atas yang membentuk buffalo hump,
dan wajah tampak bulat seperti bulan dengan dagu ganda.
Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap tulang menyebabkan peningkatan
resorpsi matriks protein, penurunan absorpsi kalsium dari usus, dan peningkatan
ekskresi kalsium dari ginjal. Akibatnya terjadi hipokalsemia, osteomalasia, dan
retardasi

pertumbuhan.

Peningkatan

ekskresi

kalsium

dari

ginjal

bisa

menyebabkan urolitiasis.
Pada

keadaan

hiperglukokortikoid

dapat

terjadi

hipertensi,

namun

penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Hipertensi dapat disebabkan oleh


peningkatan sekresi angiotensinogen akibat kerja langsung glukokortikoid pada
arteriol atau akibat kerja glukokortikoid yang mirip mineralokortikoid sehingga
menyebabkan peningkatan retensi air dan natrium, serta ekskresi kalium. Retensi
air ini juga akan menyebabkan wajah yang bulat menjadi tampak pletorik.
Keadaan hiperglukokortikoid juga dapat menimbulkan gangguan emosi,
insomnia, dan euforia. Pada sindrom Cushing, hipersekresi glukokortikoid sering
disertai peningkatan sekresi androgen adrenal sehingga dapat ditemukan gejala
dan tanda klinis hipersekresi androgen seperti hirsutisme, pubertas prekoks, dan
timbulnya jerawat.
Manifestasi Kinis

Kesan Perawakan pendek

Obesitas dengan distribusi lemak sentripetal

Wajah bulat

Dagu ganda

Sifat plerotik

Bufallo hump

Kulit tipis dan mudah memar

Hipertensi

Urolitiasis
24

Gangguan psikologis (emosi, insomnia, euforia)

Hirsutisme

Tumbu jerawatan

Virilisasi pada anak perempuan

Pseudopubertas pada anak laki-laki.

Diagnosis
Diagnosis

sindrom

Cushing

memerlukan

tiga

tahapan:

kecurigaan

berdasarkan pada tanda dan gejala pasien, ditemukan adanya hiperkortisolemia,


dan menentukan penyebabnya.
Untuk menegakkan diagnosis dan menentukan penyebab sindrom Cushing,
diperlukan pemeriksaan klinis serta serangkaian pemeriksaan laboratorium.
Langkah pertama pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk menguji apakah
diagnosis sindrom Cushing sudah benar.
Ada 3 macam pemeriksaan yang dapat digunakan , yaitu:
1. Pemeriksaan kadar kortisol plasma
2. Pemeriksaan kadar kortisol bebas atau 17-hidroksikortikosteroid urin 24
jam
3. Tes supresi adrenal (tes supresi deksametason dosis tunggal).
25

Langkah kedua adalah menelusuri kemungkinan penyebabnya. Banyak


macam pemeriksaan yang dapat digunakan, dan di bawah ini merupakan salah
satu rangkaian pemeriksaan yang bisa dipakai.

Pemeriksaan supresi deksametason dosis tinggi

Pemeriksaan kadar ACTH plasma

Pemeriksaan langkah ketiga adalah untuk menentukan lokasi penyebab


primer. Pada kelainan hipofisis, diperlukan pemeriksaan lanjutan menggunakan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan CT scan kepala. Bila masih dicurigai
adenoma hipofisis tetapi belum ditemukan pada pemeriksaan, maka perlu
dilakukan evaluasi secara periodik. Pada sindrom ACTH ektopik dilakukan
pemeriksaan lanjutan berupa CT scan toraks dan abdomen untuk menemukan
lokasi tumor nonendokrin yang menyebabkan peningkatan kadar ACTH plasma.
Sedangkan pada kelainan adrenokortikal dilakukan pemeriksaan CT scan adrenal.
Tata laksana
Tata laksana sindrom Cushing disesuaikan dengan penyebab, sarana dan
sumber daya yang tersedia.
Penyakit Cushing
Tujuan tata laksana penyakit Cushing adalah mengendalikan hipersekresi
hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang bisa ditempuh dengan tindakan bedah,
radiasi, dan obat-obatan.
Sindrom ACTH ektopik
Tindakan pada sindrom ACTH ektopik hanya dapat dilakukan pada kasuskasus tumor jinak seperti tumor timus atau tumor bronkial. Kesulitan dalam tata
laksana sindrom ACTH ektopik disebabkan karena tumor-tumor ganas telah
bermetastasis, bersamaan dengan keadaan hiperglukokortikoid yang berat.

Tumor adrenokortikal
Pada kasus adenoma adrenal bisa dilakukan tindakan bedah (unilateral
adrenalectomy), selanjutnya diberikan glukokortikoid sampai fungsi adrenal
kontralateral normal. Pada kasus karsinoma adrenal yang telah mengalami
26

metastasis atau telah dieksisi sebagian, dapat diberikan preparat adrenolitik seperti
mitotane.
Prognosis
Sindrom Cushing yang tidak diobati biasanya fatal. Hal ini bisa disebabkan
oleh tumor penyebabnya sendiri seperti pada sindrom ACTH ektopik dan
karsinoma adrenal, atau oleh hiperglukokortikoid beserta penyulitnya seperti
hipertensi, tromboemboli, dan keadaan mudah terinfeksi.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam skenario 5 ini, kelompok kami membahas mengenai hubungan
hormon pertumbuhan dengan suatu keadaan patologisnya. Dilihat dari tanda-tanda
27

pasien diskenario yang rata-rata memiliki tinggi badan dibawah normal dan
memiliki

ciri-ciri

keterlambatan

pertumbuhan

organ

reproduksi

dan

perkembangan mentalnya. Berdasarkan hal tersebut, kelompok kami mengambil


beberapa diagnosis banding seperti perawakan pendek variasi normal,
konstitusional, hipotiroid, defisiensi GH, sindrom cushing dan sindrom turner.
Namun, untuk menentukan diagnosis kerjanya masih diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang lebih lanjut karena masih
minimnya keterangan di skenario.

DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo dkk 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV,
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Fauci et.al. 2008. Harrison's

Principles of Internal Medicine

Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc


28

Seventeenth

Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH. 2003. Current Medical Diagnosis and
Therapy. Ed 2. McGraw-Hill Companies, Inc
Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC
Price SA dan Wilson LM 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6, Volume 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Robbins, Cotran, Kumar, 2007, Buku Ajar Patologi Edisi 7, Volume 2, Jakarta:
EGC.
Sherwood & Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6.
Jakarta: EGC

29

Anda mungkin juga menyukai