Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan
menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Kadek
Wilmayani dan dr. Novrita sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam
melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada temanteman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.
Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangankekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena
kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat
menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.
Penyusun
DAFTAR ISI
1
Kata Pengantar . 1
Daftar Isi .. 2
BAB I : PENDAHULUAN.... 3
1.1. Skenario... 3
1.2. Learning Objective (LO)......3
1.3. Mind Map 4
BAB II : PEMBAHASAN ... 5
BAB III : PENUTUP 44
Daftar Pustaka... 45
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.1. SKENARIO 3
kok beser terus sih?....
Seorang laki-laki, berusia 40 tahun datang ke praktek dokter mandiri dengan
keluhan sering buang air kecil. Keluhan ini sebenarnya sudah dirasakan sejak
beberapa bulan yang lalu. Awalnya ia hanya mengira keluhannya ini hanya karena
ia semakin sering makan dan minum. Namun seminggu terakhir ini ia merasa
sangat terganggu karena harus sering terbangun tengah malam untuk buang air
kecil, ditambah lagi karena badannya yang gemuk yang membuatnya sulit
bergerak. Ia mengaku sudah berbadan gemuk sejak remaja, namun beberapa bulan
ini ia merasa berat badannya menurun. Pasien juga khawatir karena di
keluarganya banyak yang menderita penyakit kolesterol.
Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan hasil BB 100kg
dengan TB 163cm, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 100x/menit, suhu 37 oC,
dan respirasi 22x/menit. Dokter kemudian merujuk ke laboratorium untuk
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang.
1.2. LEARNING OBJECTIVES
1. Hubungan obesitas dengan diabetes mellitus
2. Hormon-hormon yang mempengaruhi kadar glukosa darah
3. DM
BAB II
PEMBAHASAN
Analisis Keluhan
Sering sekali buang air kecil, sampai-sampai waktu tidur malamnya terganggu
karena harus beberapa kali bolak-balik ke kamar mandi
Frekuensi atau polikasuria adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal.
Polikasuria dapat disebabkan karena produksi urine yang berlebihan (poliuria)
atau karena kapasitas buli-buli yang menurun sehingga sewaktu buli-buli terisi
pada volume yang belum mencapai kapasitasnya, rangsangan miksi sudah terjadi.
Penyakit-penyakit seperti diabetes melitus, diabetes insipidus, atau pun asupan
cairan yang berlebihan merupakan penyebab terjadinya poliuria; sedangkan
menurunnya kapasitas buli-buli dapat disebabkan karena adanya obstruksi
infravesika, menurunnya komplians buli-buli, buli-buli contracted, dan buli-buli
yang mengalami inflamasi atau iritasi oleh benda asing di dalam buli-buli.
Nokturia adalah polikasuria yang terjadi pada malam hari. Seperti pada
polikasuria, pada nokturia mungkin disebabkan karena produksi urine meningkat
atau pun karena kapasitas buli-buli yang menurun. Orang yang mengkomsumsi
banyak air sebelum tidur, apalagi mengandung alkohol dan kopi menyebabkan
produksi urine meningkat. Pada malam hari, produksi urine meningkat pada
pasien-pasien gagal jantung kongestif dan edema perifer karena pada posisi
supinasi. Demikian halnya pada pasien usia tua, tidak jarang peningkatan produksi
urine pada malam hari karena kegagalan ginjal melakukan konsentrasi
(pemekatan) urine.
Hiperglikemia dapat menimbulkan gejala yang terjadi akibat hiperosmolalitas
darah. Selain itu, terjadi glikosuria karena kemampuan reabsorpsi tubulus dalam
menyerap kembali glukosa terlampaui. Ekskresi molekul glukosa yang aktif
secara osmotik menyebabkan hilangnya sejumlah besar air (diuresis osmotik).
Adanya zat terlarut dalam jumlah besar yang tidak direabsorpsi dalam tubulus
ginjal akan menyebabkan peningkatan volume urine yang disebut diuresis
osmotik. Zat terlarut yang tidak direabsorpsi di tubulus proksimal ini akan
memberi pengaruh osmotik yang cukup besar seiring berkurangnya volume cairan
tubulus dan meningkatnya kadar zat terlarut tersebut. Peningkatan kadar zat
terlarut ini akan menahan air dalam tubulus. Selain itu, gradien konsentrasi Na+
akan menjadi pembatas kerja pompa Na+ di tubulus proksimal. Pada keadaan
normal, reabsorpsi air di tubulus proksimal mencegah peningkatan gradien
konsentrasi Na+ yang berarti, namun pada diuresis osmotik ini konsentrasi Na+ di
cairan tubulus menurun akibat penurunan reabsorpsi air karena adanya
6
peningkatan jumlah zat terlarut yang tidak direabsorpsi di cairan tubulus. Bila
gradien konsentrasi pembatas telah tercapai, reabsorpsi Na+ selanjutnya di tubulus
proksimal terhambat; akan tetapi banyak Na+ yang tertinggal di tubulus dan air
juga akan tertahan di dalamnya. Akibatnya, ansa Henle mengandung cairan
isotonik yang sangat banyak. Konsentrasi Na+ dalam cairan ini rendah, namun
jumlah total Na+ yang mencapai ansa Henle dalam satu satuan waktu meningkat.
Di ansa Henle, reabsorpsi air dan Na+ berkurang karena hipertonisitas medula
menurun. Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan reabsorpsi Na +, K+
dan Cl- di pars asendens ansa Henle karena tercapainya gradien konsentrasi
pembatas untuk reabsorpsi Na+. Lebih banyak cairan yang melalui tubulus distal,
dan karena terjadinya penurunan tingkat gradien osmotik di piramida medula,
reabsorpsi air di duktus koligentes pun berkurang. Akibatnya terjadi peningkatan
mencolok volume urine yang dibentuk beserta peningkatan ekskresi Na + dan
elektrolit lainnya.
Semakin sering makan dan minum
Hiperglikemia dapat menimbulkan gejala yang terjadi akibat hiperosmolalitas
darah. Selain itu, terjadi glikosuria karena kemampuan reabsorpsi tubulus dalam
menyerap kembali glukosa terlampaui. Ekskresi molekul glukosa yang aktif
secara osmotik menyebabkan hilangnya sejumlah besar air (diuresis osmotik).
Dehidrasi yang terjadi mengaktifkan mekanisme yang mengatur asupan air
sehingga timbul polidipsia.
Berat badan menurun padahal sebelumnya gemuk
Kelebihan glukosa di luar sel pada diabetes berbeda dengan defisit intrasel.
Katabolisme glukosa secara normal adalah sumber energi utama untuk prosesproses sel, dan pada diabetes kebutuhan energi hanya dapat dipenuhi dengan
menggunakan cadangan protein dan lemak. Terjadi pengaktifan mekanismemekanisme yang sangat meningkatkan katabolisme protein dan lemak, dan salah
satu akibat peningkatan katabolisme lemak adalah ketosis.
Metabolisme Lemak
Kelainan utama metabolisme lemak pada diabetes adalah percepatan
katabolisme lemak disertai peningkatan pembentukan benda-benda keton, dan
penurunan sintesis asam lemak dan trigliserida. Pada diabetes, manifestasi
7
Ca channel.
10
11
dan otot serta meningkatkan keluaran glukosa hepatik yang terkait dengan
resistensi insulin.
b. Hubungan Gangguan Sekresi Insulin dengan Patofisiologi Diabetes
Melitus Tipe 2
Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang
berarti jika dibandingkan dengan yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.
Pada awal perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 2, sekresi insulin
tampaknya normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun pola
sekresi insulin yang berdenyut dan osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi
insulin (yang cepat) yang dipicu oleh glukosa menurun.
Secara kolektif hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya
gangguan sekresi insulin pada diabetes melitus tipe 2, dan bukan defisiensi
sintesa insulin. Namun pada perjalanan penyakit berikutnya, terjadi defisiensi
absolut yang ringan sampai sedang, yang lebih ringan dibanding diabetes
melitus tipe 1. Penyebab defisiensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 masih
belum sepenuhnya jelas. Berdasarkan data mengenai hewan percobaan dengan
proses terjadinya diabetes melitus tipe 2, diperkirakan mula-mula resistensi
insulin menyebabkan peningkatan kompensatorik massa sel beta dan produksi
insulinnya. Pada mereka yang memiliki kerentanan genetik terhadap diabetes
melitus tipe 2, kompensasi ini gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya
terjadi kehilangan 20-50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat
menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.
Namun, tampaknya terjadi gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta.
Dasar molekuler gangguan sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa ini
masih belum dipahami.
Peningkatan asam lemak bebas (NEFA = non-esterified fatty acids) juga
mempengaruhi sel beta. Secara akut, NEFA menginduksi sekresi insulin
setelah makan, sedangkan pajanan kronik terhadap NEFA menyebabkan
penurunan sekresi insulin yang melibatkan lipotoksisitas yang menginduksi
apoptosis sel islet dan/atau menginduksi uncoupling protein-2 (UCP-2) yang
menurunkan membran potensial, sintesa ATP dan sekresi insulin.
13
di
sel
beta
pankreas
sehingga
dapat
menambah
kejadian
manusia secara alami ketat mengatur tingkat glukosa darah sebagai bagian dari
metabolisme homeostasis .
Glukosa adalah utama sumber energi untuk sel-sel tubuh, dan darah lipid
(dalam bentuk lemak dan minyak ) yang terutama menyimpan energi kompak.
Glukosa adalah diangkut dari usus atau hati ke sel-sel tubuh melalui aliran darah,
dan dibuat tersedia untuk penyerapan sel melalui hormon insulin , yang
diproduksi oleh tubuh terutama di pankreas .
Darah berarti kadar glukosa normal pada manusia adalah sekitar 4 mM (4
mmol/L atau 72 mg/dL, yaitu miligram/dL). Namun, tingkat ini berfluktuasi
sepanjang hari. Kadar glukosa biasanya terendah di pagi hari, sebelum makan
pertama hari (disebut "tingkat puasa"), dan meningkat setelah makan untuk satu
atau dua jam oleh beberapa millimolar.
Kadar gula darah di luar rentang normal dapat menjadi indikator kondisi
medis. Tingkat tinggi terus-menerus disebut sebagai hiperglikemia; tingkat rendah
yang disebut sebagai hipoglikemia. Diabetes mellitus ditandai dengan
hiperglikemia persisten dari salah beberapa penyebab, dan merupakan penyakit
yang paling menonjol terkait dengan kegagalan regulasi gula darah. Tingkat gula
darah tinggi sementara mungkin juga akibat dari stres yang parah, seperti trauma,
stroke yang, infark miokard, operasi, atau penyakit. Asupan alkohol menyebabkan
lonjakan gula darah awal, dan kemudian cenderung menyebabkan tingkat jatuh.
Juga, obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar glukosa.
Mekanisme regulasi gula darah
Kadar gula darah yang diatur oleh umpan balik negatif dalam rangka untuk
menjaga tubuh dalam homeostasis. Tingkat glukosa dalam darah dimonitor oleh
sel-sel dalam pankreas's pulau Langerhans . Jika tingkat glukosa darah jatuh ke
tingkat berbahaya (seperti dalam latihan yang sangat berat atau kekurangan
makanan untuk waktu yang lama), maka sel-sel Alpha dari rilis pancreas
glukagon, suatu hormon yang efeknya pada sel hati bertindak untuk meningkatkan
kadar glukosa darah. Mereka mengkonversi glikogen menjadi glukosa (proses ini
disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, meningkatkan
kadar gula darah.
17
Ketika kadar gula darah meningkat, baik sebagai akibat dari glikogen
konversi, atau dari pencernaan makanan, hormon yang berbeda dikeluarkan dari
sel beta ditemukan di pulau Langerhans di pankreas. Hormon ini, insulin,
menyebabkan hati untuk mengubah glukosa menjadi glikogen yang lebih (proses
ini disebut glikogenesis ), dan memaksa sekitar 2/3 dari sel-sel tubuh
(terutama otot dan sel-sel jaringan lemak) untuk mengambil glukosa dari darah
melalui GLUT 4 transporter, sehingga menurunkan gula darah. Ketika insulin
berikatan dengan reseptor pada permukaan sel, vesikel yang berisi GLUT 4
transporter datang ke membran plasma dan sekering bersama oleh proses
eksositosis dan dengan demikian memungkinkan difusi yang difasilitasi glukosa
ke dalam sel. Begitu glukosa memasuki sel, itu adalah terfosforilasi ke Glukosa-6Fosfat dalam rangka melestarikan gradien konsentrasi sehingga glukosa akan terus
masuk ke dalam sel. Insulin juga menyediakan sinyal untuk beberapa sistem tubuh
lainnya, dan merupakan kepala kontrol metabolik regulasi pada manusia.
Ada juga penyebab lain beberapa peningkatan kadar gula darah. Di antara
mereka adalah 'stres' hormon seperti adrenalin, beberapa steroid, infeksi, trauma,
dan tentu saja, konsumsi makanan.
Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh produksi yang tidak memadai atau
tidak ada insulin, sedangkan tipe 2 terutama karena penurunan respon terhadap
insulin di jaringan tubuh (resistensi insulin). Kedua jenis diabetes, jika tidak
diobati, mengakibatkan terlalu banyak glukosa yang tersisa dalam darah
( hiperglikemia ) dan banyak komplikasi yang sama. Juga, terlalu banyak insulin,
dan / atau latihan tanpa asupan makanan yang cukup sesuai pada penderita
diabetes dapat menyebabkan gula darah rendah ( hipoglikemia ).
Hormon yang mempengaruhi tingkat glukosa darah
Hormon
Insulin
Efek pada
Jaringan
Efek metabolik
Asal
Glukosa
Darah
dalam sel;
2) Meningkatkan penyimpanan glukosa
18
amino,
dari jaringan
adiposa ke
Pankreas
Sel
Menurunkan
Pankreas
glikogen;
Sel
Menimbulkan
Medula
glikogen;
adrenal
Menimbulkan
ACTH
Hormon
Korteks
1) Meningkatkan glukoneogenesis ;
adrenal
2) Antagonizes insulin.
Anterior
pituitari
Anterior
Pertumbuhan pituitari
Menimbulkan
Menimbulkan
Kelenjar
glikogen;
gondok
Menimbulkan
pankreas
sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Proses ini lebih sering terjadi pada
orang yang memiliki predisposisi secara genetik. Lokus genetik yang
berkaitan erat adalah alel human leukocyte antigen (HLA)-DR and HLADQ dari major histocompatibility complex (MHC)kelas II Akan tetapi pada
lebih dari setengah kembar monozigot dari pasien DM (orang dengan genotip
spesifik seperti di atas) tidak terkena DM tipe 1. Hal ini menunjukkan
adanya peranan penting faktor lingkungan. Lebih jauh, sebagian besar
pasien (85%) tidak memiliki riwayat keluarga dengan kelainan yang sama,
tetapi memiliki riwayat penyakit autoimun lain seperti anemia pernisiosa,
penyakit Addison, penyakit seliaka, dll.
2. Infeksi virus seperti mumps, rubella, coxsackie, sitomegalovirus, retrovirus,
dan epstein-barr. Secara umum, infeksi virus akan secara langsung
menimbulkan respon autoimun maupun secara tidak langsung menyerang
sel pankreas sehingga bisa memicu timbulnya proses autoimunitas.
3. Faktor diet. Konsumsi glukosa tidak berpengaruh terhadap terjadinya DM
20
tipe 1. Protein pada susu sapi yang diberikan pada neonatus meningkatkan
resiko timbulnya DM tipe 1. Nitrosamin dengan dosis yang berlebihan
menghasilkan radikal bebas merusak sel pankreas.
Patogenesis
DM tipe I merupakan hasil interaksi dari genetik, lingkungan, dan faktor
imunologis, yang pada akhirnya menghasilkan suatu destruksi sel beta pancreas
dan defisiensi insulin DM tipe 1dihasilkan dari destruksi sel beta pancreas dan
orang yang memiliki penyakit ini mempunyai mekanisme autoimun yang
menghancurkan islet pankreasnya secara langsung. Beberapa individu yang
memiliki fenotip klinis DM tipe 1 memiliki marker imunologis yang
mengindikasikan proses autoimun yang merusak sel beta. Individu ini akhirnya
berkembang menjadi seseorang yang kekurangan insulin akibat sel penghasilnya
yang
pemecahan asal
lemak
akibat
suseptibilitas genetic memiliki sel beta yang normal, akan tetapi beberapa bulan
atau tahun
kemudian
akan
pankreasnya oleh mekanisme autoimun. Proses autoimun ini dipicu oleh stimulus
lingkungan atau infeksi yang nantinya mendukung kearah destruksi molekul
spesifik sel beta pancreas. Sebagian besar, marker imunologis akan terlihat pada
keadaan setelah kejadian infeksi atau keadaan lingkungan lainnya terpicu, tetapi
sebelum keadaan diabetes secara klinisnya mulai jelas. Massa sel beta kemudian
perlahan menurun dan sekresi insulin secara progresif ikut menurun walaupun
toleransi glukosa masih terpelihara. Laju penurunan massa dan jumlah sel beta
bervariasi diantara individu, dengan beberapa pasien klinisnya berkembang secara
cepat ke keadaan diabetes dan yang lainnya lebih lambat. Tampilan klinis keadaan
diabetes tidak akan terlihat sampai destruksi sel beta mencapai kurang lebih 80%.
Pada titik ini, sel beta residual fungsional masih ada tetapi sudah insufisien
untuk melihat keadaan toleransi glukosa. Hal inilah yang memicu transisi ke
keadaan intoleransi menjadi diabetes yang
sesungguhnya yang
seringkali
Penatalaksanaan
Pada dasarnya diabetes mellitus tipe satu membutuhkan terapi insulin akibat
kerusakan sel beta pancreas yang menyebabkan defisiensi absolute pada insulinya.
Pada DM tipe 1, terapi difokuskan pada penggantian insulin. Gaya hidup sehat
juga diperlukan untuk memfalitasi terapi insulin dan mengoptimalkan kesehatan
pasien.
2.5. DIABETES MELITUS TIPE II
Dabetes melitus (DM) tipe 2, yang sebelumnya disebut diabetes melitus tidak
tergantung insulin (NIDDM, Non Insulin Dependent Diabetes Melitus), adalah
sekelompok penyakit yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia, resistensi
insulin/defisiensi insulin dan berhubungan dengan komplikasi mikrovaskular
(retinal,renal), makrovaskular ( koronerdanperifer), dan neuropatik.
Epidemiologi
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia,
kemungkinan disebabkan karena meningkatnya pasien obesitas dan aktivitas fisik
yang kurang. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang
diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO
22
memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah
di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevalensi
DM tipe-2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado.
Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat
tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi DM
1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi
12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa.
Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar
7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah
8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola
pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta
penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada
urban (14,7%) dan rural (7,2%)maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 8,1 jutadi daerah rural.
Etiologi
DM dicirikan dengan peningkatan sirkulasi konsentrasi glukosa akibat
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang abnormal dan berbagai
komplikasi
mikrovaskuler
keadaan
diabetes
merupakan akibat suplai insulin atau respon jaringan terhadap insulin yang tidak
adekuat, ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi DM bermacam-macam.
Meskipun berbagai lesi dan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan
penting pada mayoritas penderita DM. Manifestasi klinis DM terjadi jika lebih
dari 90% sel-sel beta telah rusak. Pada DM yang lebih berat, sel-sel beta telah
rusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik
yang berkaitan dengan defisiensi insulin.
Patofisiologi
23
kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam,
akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin
tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan
sel beta menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam
darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati
khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati
makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang
dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat
(acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan
bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose
toxicity)
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi dan berat badan
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Pevaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin)
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti :
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
27
28
c. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
Natrium
a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan
6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
b. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam
dapur.
c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,
mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
b. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/1000 kkal/hari.
Pemanis alternatif
a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi.
Termasuk pemanis bergizi adalah gula alcohol dan fruktosa.
b. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol.
c. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
d. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena
efek samping pada lemak darah.
e. Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sukralose, neotame.
f. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake / ADI )
Kebutuhan kalori :
31
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan
kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia
berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal
ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
Tiazolidindion
Tiazolidindion
(rosiglitazon
dan
pioglitazon)
berikatan
pada
Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
dipakai
pada
penyandang
diabetes
gemuk.
Metformin
>
1,5
mg/dL)
dan
hati,
serta
pasien-pasien
dengan
Ketoasidosis diabetik
36
37
38
keton
meningkatkan
beban
ion
hidrogen
dan
asidosis
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien
dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan
penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma
dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga
kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA
dapat dilakukan sedini mungkin.
Terdapat beberapa kelainan metabolik pada DKA, antara lain:
1) Hiperglikemia Glukosa darah >250 mg/dL
Menimbulkan: Diuresis Osmotik akibat hiperglikemia (Poliuria) dan
Polidipsia yang muncul dalam 1-2 hari.
2) Ketosis dan Asidosis metabolik Ketonemia dan ketonuria sedang, serum
Bikarbonat yang rendah(<15 mEq/L) dan pH <7.3
Menimbulkan: Pernapasan Kussmaul, Nafas beraroma buah.
DKA ditangani dengan
(1) Perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin,
(2) Pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, dan
(3) Pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis.
Pengobatan dengan insulin (regular) masa kerja singkat diberikan melalui
infus intravena kontinu atau suntikan intramuskular yang sering dan infus
glukosa dalam air atau satin akan meningkatkan penggunaan glukosa,
mengurangi lipolisis dan pembentukan benda keton, serta memulihkan keseimbangan asam-basa. Selain itu, pasien juga memerlukan penggantian kalium.
Karena infeksi berulang dapat meningkatkan kebutuhan insulin pada pen derita diabetes, maka tidak mengherankan kalau infeksi dapat mempercepat
terjadinya dekompensasi diabetik akut dan DKA. Dengan demikian, pasien
dalam keadaan ini mungkin perlu diberi pengobatan antibiotika.
Hyperosmolar Hyperglikemik
Kondisi ini paling sering ditemukan pada Diabetes Melitus tipe 2. Kondisi ini
ditandai dengan :
40
Kondisi ini paling sering terjadi akibat peningkatan kadar insulin yang
berlebih yang disertai dengan penurunan kadar glukosa di bawah normal. Keadaan
ini paling banyak terjadi akibat injeksi insulin yang tidak terkontrol dan
penggunaan obat hipoglikemik oral yang berkepanjangan.
Komplikasi Kronis
Prinsip-prinsip timbulnya kelainan pada pembuluh darah dan beberapa organ
lain seperti ginjal dan mata adalah akibat adanya proses glikolisasi enzimatik yaitu
pembentukan AGEs (Advanced Glycolisation End products) atau Glucose Protein
akibat adanya pajanan yang berulang terhadap glukosa pada kondisi
hiperglikemik. AFEs terbentuk setelah glukosa mengalami ikatan enzimatik
terhadap protein yang bersirkulasi dalam darah. AGEs ini akan berikatan dengan
berbagai sel-sel tubuh (memiliki reseptor khusus AGEs) yang selanjutnya akan
menyebabkan defek struktural pada sel-sel tubuhyang menyebabkan kerusakan
pada struktur kardiovaskuler, mata, dan ginjal.
Mikroangiopati
Terjadi akibat akumulasi AGEs pada pembuluh darah mikro, dan
menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehingga akan terjadi gangguan perfusi
organ, yang bermanifestasi pada:
1) Retinopati (kerusakan arteri yang memvaskularisasi retina)
2) Nefropati (penurunan perfusi ginjal).
Makroangiopati
Terjadi akibat akumulasi AGEs pada pembuluh darah makro, dan
menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehingga akan terjadi gangguan perfusi
organ, yang bermanifestasi pada:
1) Penyakit Jantung Koroner (pada arteri koroner)
2) Stroke (pada arteri serebral)
3) Gangguan sirkulasi perifer (pada arteri-arteri perifer) .
Neuropati
Ada dua perubahan patologis yang terkait dengan neuropati perifer:
1) Penebalan dinding pembuluh darah yang mensuplai nutrisi ke sel-sel sarafatau
neuron terjadi iskemia seluler
2) Demielinisasi pada sel Schwann sehingga terjadi penurunan konduksi neuron.
42
Kedua kondisi tersebut masih disebabkan oleh adanya glukosa protein yang
bersifat degeneratif sehingga terjadi kerusakan struktural sel.
Terdapat dua tipe neuropati, yaitu Neuropati Somatosensorik (Somatic
neuropathy) dan Neuropati Autonomik (Autonom Neuropathy). Berikut adalah
perbedaan gejala klinis yang ditimbulkan:
Komplikasi Kaki (Diabetic Feet Ulcer)
bagian yang
bahasan yang terlalu luas dan dari keluhan di skenario lebih mengarahkan ke
diabetes mellitus, maka kami hanya membahas diabetes mellitus tipe I dan II.
Namun untuk memastikan dalam skenario termasuk diabetes mellitus yang tipe
mana masih diperlukan pemeriksaan penunjang yang bisa memastikan hal
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo dkk 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV,
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC
PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia.
44
45