Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan
menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. E. Hagni
Wardoyo Sp.MK dr. Rina Sp.P sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami
dalam melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada
teman-teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses
tutorial ini.
Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangankekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena
kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat
menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 20 Desember 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
1

Kata Pengantar . 1
Daftar Isi .. 2
BAB I : PENDAHULUAN.... 3
1.1. Skenario... 3
1.2. Learning Objective (LO)......3
1.3. Mind Map 4
BAB II : PEMBAHASAN ... 5
BAB III : PENUTUP 30
Daftar Pustaka... 31

BAB I
2

PENDAHULUAN
1.1. SKENARIO 8
aduuuuhhh....ujian!!!
Ujian sudah dekat, semua mahasiswa tingkat awal mulai mempersiapkan diri.
Salah seorang mahasiswa merasa sulit tidur dua hari ini. Deretan buku dan catatan
pun belum tersentuh dari rak buku kamarnya. Dia tidak tahu harus memulai baca
dari mana. Di dalam pikirannya terlintas so little time, so much to read!.
Hari ujian pun tiba, dengan persiapan apa adanya dia berangkat untuk mengikuti
ujian. Begitu soal dibagikan, keringat dingin bermunculan, jantungnya berdetak
lebih kencang, perutnya mulas, dan tengkuknya terasa tegang. Namun dia tetap
memaksakan diri untuk menjawab soal ujian. Setelah ujian selesai, dia merasa
dapat menjawab soal ujian dengan cukup baik, beban pikirannya terasa terangkat,
dan keluhannya mulai berkurang.

1.2. LEARNING OBJECTIVES


1. Analisis skenario
2. Tahapan stres
3. Regulasi hormon stres
4. Klasifikasi hormon

1.3. MIND MAP

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. ANALISIS SKENARIO


Pada skenario, terdapat keadaan dimana terjadi respon tubuh terhadap stresor
(ujian). Secara umum, respon ini disebut General Adaptation Syndrome (GAS)
yang merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang
terlibat didalamanya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Adapun
tahapan-tahapan GAS adalah sebagai berikut
a.

Fase Alarm ( Waspada)


Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk

menghadapi stresor. Reaksi psikologis fight or flight dan reaksi fisiologis. Tanda
fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan
gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh
terpengaruh, gejala stres mempengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya
tahan tubuh menurun
Fase alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti
aktivasi hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya
menyiapkan

individu

untuk

bereaksi.

Hormon

lainnya

dilepas

untuk

meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk
keperluan adaptasi, teraktivasinya epinefrin dan norepinferin mengakibatkan
denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah otot. Terjadi pula
peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan
respons melawan atau menghindar. Respon ini bisa berlangsung dari menit
sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase
resistensi.

b.

Fase Resistance (Melawan)

Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis


dan

pemecahan

masalah

serta

mengatur

strategi.

Tubuh

berusaha

menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan


tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Bila teratasi, gejala stres
menurun atau normal. Tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung,
tekanan darah, cardiac output. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap
stresor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel-sel yang rusak.
c.

Fase Exhaustion (Kelelahan)


Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi pada

fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri


terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri
koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan
dapat mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak
mampu lagi menghadapi stres. Ketidakmampuan tubuh untuk mepertahankan diri
terhadap stresor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersebut.
2.2. STRES
Stres dapat disebabkan oleh berbagai penyebab (stresor), diantaranya stresor
fisik, psikologis, dan stresor sosial. Stresor fisik berasal dari luar diri individu,
seperti suara, polusi, radiasi, suhu udara, makanan, zat kimia, trauma, dan latihan
fisik yang terpaksa. Pada stresor psikologis tekanan dari dalam diri individu
biasanya yang bersifat negatif yang menimbulkan frustasi, kecemasan, rasa
bersalah, khawatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada
diri sendiri, serta rasa rendah diri, sedangkan stresor sosial yaitu tekanan dari luar
disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Banyak stresor sosial
yang bersifat traumatik yang tak dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang
dicintai, kehilangan pekerjaan, pensiun, perceraian, masalah keuangan, pindah
rumah dan lain-lain.
Tahapan Stres

Respon stress muncul bertahap sesuai staging yang disebut dengan General
Adaptation Syndrome (GAS), yang terdiri dari:
a. Alarm Stage
Pada tahap ini tubuh merespon stres dengan sekresi hormon sebagai
persiapan untuk menghadapi stresor
a. Stimulasi simpatis dan medula adrenal
b. Sekresi ACTH, kortisol, somatotropin
c. Peningkatan aktifitas tiroid
b. Resistance Stage
Pada tahap ini tubuh mulai berusaha mengembalikan fungsi homeostasis
a. Penurunan aktifitas simpatis dan adrenal
b. Usaha pengembalian homeostasis
c. Resistance Stage
a. Pembesaran struktur limfatik
b. Manifestasi disfungsi/ gangguan target organ
c. Depresi psikologik
Hawari 2001 dalam Sriati mengatakan bahwa Dr. Robert J. an Amberg dalam
penelitiannya membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :
a. Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya
disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat bekerja
besar, berlebihan (over acting); 2) Penglihatantajam tidak sebagaimana
biasanya; 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya,
namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
b. Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak/respon terhadap stresor yang semula
menyenangkan sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai
menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan
energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu
untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang
cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang
mengalami defisit.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang
berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut: 1) Merasa letih sewaktu

bangun pagi yang seharusnya merasa segar; 2) Merasa mudah lelah


sesudah makan siang; 3) Lekas merasa lelah menjelang sore hari; 4)
Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (boweldiscomfort); 5)
Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar); 6) Otot-otot
punggung dan tengkuk terasa tegang; 7) Tidak bisa santai.
c. Stres Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan keluhan-keluhan pada stress tahap II, maka akan
menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu,
yaitu: 1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan
maag, buang air besar tidakteratur (diare); 2) Ketegangan otot-otot
semakin terasa; 3) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional
semakin meningkat; 4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar
untuk mulai masuk tidur (early insomnia) atau terbangun tengah malam
dan sukar kembali tidur (middle insomnia) atau bangun terlalu pagi atau
dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia); 5) Koordinasi
tubuh terganggu (badan terasa akan jatuh dan serasa mau pingsan).
Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter
untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi
dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah
suplai energi yang mengalami defisit.
d. Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja
sudah terasa amat sulit; 2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan
dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit; 3)
Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan
untuk merespons secara memadai (adequate) 4) Ketidakmampuan untuk
melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari; 5) Gangguan pola tidur disertai
dengan mimpi-mimpi yang menegangkan. Seringkali menolak ajakan
(negativism) karena tiada semangat dan kegairahan; 6) Daya konsentrasi
daya ingat menurun; 7) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang
tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
e. Stres Tahap V
8

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V,
yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kelelahan fisik dan
mental yang semakin mendalam (physical danpsychological exhaustion);
2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang
ringan dan sederhana; 3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat
(gastrointestinaldisorder); 4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang
semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
f. Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan
panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang
mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat
bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak
ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah
sebagai berikut: 1) Debaran jantung teramat keras; 2) Susah bernapas
(sesak dan megap-megap) 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan
keringat bercucuran; 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan 5)
Pingsan atau kolaps (collapse). Bila dikaji maka keluhan atau gejala
sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan
fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh,
sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang
untuk mengatasinya.
2.3. MANAJEMEN STRES
Mekanisme koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan
dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang
melelahkan atau melebihi sumber individu.
Mekanisme koping
Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang
mengganggu equilibirium kognitif dan afektifnya. Individu dapat mengalami
perubahan hubungan dengan orang lain dalam harapannya terhadap diri sendiri
secara negatif. Munculnya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan perilaku
9

pemecahan masalah (mekanisme koping) yang bertujuan meredakan ketegangan


tersebut. Equilibrium merupakan proses keseimbangan yang terjadi akibat adanya
proses adaptasi manusia terhadap kondisi yang akan menyebabkan sakit. Proses
menjaga keseimbangan dalam tubuh manusia terjadi secara dinamis dimana
manusia berusaha menghadapi segala tantangan dari luar sehingga keadaan
seimbang dapat tercapai.
Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau
beban yang diterima. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan
dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Mekanisme koping
terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal
timbulnya stresor dan saat mulai disadari dampak stresor tersebut. Kemampuan
belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan
bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stresor tetapi juga kondisi
temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stresor tersebut.
Efektivitas koping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan
tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan penyakit
(fisik maupun psikis). Jadi, ketika terdapat stresor yang lebih berat (dan bukan
yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan mekanisme koping,
yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal. Kondisi neurohormonal yang
terbentuk akhirnya menyebabkan individu mengembangkan dua hal baru :
perubahan perilaku dan perubahan jaringan organ.
Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku, untuk
menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau
kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme koping merupakan suatu proses di
mana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang
menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan
perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.
Menurut Lazarus & Folkman (1984), penanganan stres atau koping terdiri
dari dua bentuk, yaitu:
a. Koping yang berfokus pada masalah (problem-focused koping) adalah istilah
Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau koping dimana
10

individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan


kondisi atau situasi yang menimbulkan stres
b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion-focused koping) adalah istilah
Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon
terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan
penilaian defensif.
Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara
tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang
lingkup kehidupan sehari-hari. Faktor yang menentukan strategi mana yang paling
banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan
sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya.
Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused koping
dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti
masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan
cenderung menggunakan strategi emotion-focused koping ketika dihadapkan pada
masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau HIV/
AIDS.

Penggolongan mekanisme koping menurut Folkman dan Lazarus adalah:


a. Planful problem solving (Problem-focused)
Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian
mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah.
b. Confrontative koping (Problem focus)
Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan atau
mengambil resiko untuk merubah situasi.
c. Seeking social support (Problem or emotion- focused)
Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan
informasional.
d. Distancing (Emotion focused)
Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi untuk menciptakan
pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi.
e. Escape Avoidanceting (Emotion focused)
11

Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berfikir dengan penuh


harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk
menjauhi masalah yang dihadapi.
f. Self Control (Emotion focused)
Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan apapun dalam
hubungannya dengan masalah.
g. Accepting Responcibility (Emotion Focused)
Mengakui peran diri sendiri dalam masalah

dan

berusaha

untuk

memperbaikinya.
h. Positive Reappraisal (Emotion focused)
Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari masalah yang
dihadapi.

2.4. REGULASI HORMON STRES


Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Korteks Adrenal
1. CRH (corticotropin-releasing hormone) dilepaskan dari neuron hipotalamus
sebagai respon terhadap stres atau hipoglikemi dan melewati dan melewati
sistem portal.
2. Pada hipofisis anterior CRH berikatan dan menstimulasi sel-sel yang
mensekresikan ACTH (adrenocorticotropic hormone).
3. ACTH berikatan dengan reseptor pada membran sel pada korteks adrenal dan
stimulasi dari sekresi glukokortikoid, umumnya kortisol. Kortisol memiliki
berbagai fungsi metabolik untuk mengatur metabolisme protein, karbohidrat,
dan lemak. Kortisol berefek meningkatkan pemecahan protein dan lemak,
meningkatkan kadar glukosa darah, selain itu juga memiliki efek anti
inflamasi pada jaringan target.
4. Kortisol menghambat sekresi CRH pada hipotalamus dan ACTH pada
hipofisis anterior sebagai respon umpan balik negatif ketika kadar hormon
sudah tinggi.

12

2.5. KLASIFIKASI HORMON BERDASARKAN ORGAN


2.5.1. HIPOTALAMUS dan HIPOFISIS
Hipotalamus terletak pada dinding ventrikel ketiga dari otak. Struktur inilah
yang mengatur keseluruhan fungsi primitif dari otak yang meliputi pengaturan
cairan tubuh sampai fungsi seksual. Kebanyakan fungsi dari hipotalamus dalam
regulasi berbagai sistem tubuh melalui hormon dilaksanakan melalui perantara
kelenjar pituitary/hipofisis yang sangat terkait dengannya. Hipotalamus dan
kelenjar pituitari merupakan tempat interaksi utama antara sistem saraf dan
endokrin. Hipotalamus mengatur aktivitas dan fungsi sekresi kelenjar pituitari.
Hormon, informasi sensori yang masuk sistem saraf pusat (ssp), dan emosi,
sebaliknya juga mempengaruhi aktivitas hipotalamus.

13

Hipotalamus merupakan sebuah organ yang terdiri dari sel-sel tak sadar.
Suatu sel tak mengetahui berapa lama manusia harus tidur; ia tak dapat
menghitung berapa seharusnya suhu tubuh. Sel tak dapat mengambil keputusan
terbaik berdasarkan informasi yang ada, dan tak dapat membuat sel lain yang
berjauhan letaknya dalam tubuh menjalankan keputusan itu. Namun, sel-sel dalam
hipotalamus bertindak dalam cara yang luar biasa sadar demi menjamin bahwa
keseimbangan yang dibutuhkan dalam tubuh terjaga.
Hipotalamus berperan mensintesis dan mensekresikan hormon-hormon
berikut:

Gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang berperan memacu sekresi


Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).

Thyrotropin releasing hormone (TRH) yang berperan merangsang sekresi


thyroid stimulating hormone (TSH).

Corticotropin releasing hormone (CRH) yang berperan merangsang sekresi


Adenocorticotropin hormone (ACTH).

Prolactin inhibiting factor (PIF) yang berperan menghambat sekresi


prolaktin.

14

Pengaturan Sekresi Kelenjar Hipofisis Oleh Hipotalamus

15

Kelenjar hipofisis merupakan kelenjar kecil dengan diameter 1 sentimeter


yang terletak disela tursika, rongga tulang pada basis otak, dan dihubungkan
dengan hipotalamus oleh tangkai hipofisis. Secara fisiologis kelenjar hipofisis
dibagi menjadi dua bagian yang berbeda yaitu hipofisis anterior yang juga dikenal
sebagai

adenohipofisis

dan

hipofisis

posterior

yang

dikenal

sebagai

neurohipofisis. Diantara kedua bagian ini terdapat daerah kecil yang relatif
avaskular yang disebut sebagai pars intermedia.
Hampir semua sekresi kelenjar hipofisis diatur baik oleh hormon atau sinyal
saraf yang berasal dari hipotalamus. Sekresi dari kelenjar hipofisis posterior diatur
oleh sinyal-sinyal yang berasal dari hipotalamus dan berakhir pada hipofisi
posterior. Sebaliknya, sekresi kelenjar hipofisis anterior diatur oleh hormon atau
faktor pelepas dan faktor penghambat yang disekresikan kedalam kedalam
hipotalamus sendiri selanjutnya dijalarkan ke hipofisis anterior melalui pembuluh
darah porta hipotalamus-hipofisis. Didalam kelenjar hipofisis anterior, hormon

16

pelepas dan hormon penghambat bekerja terhadap sel kelenjar dan mengatur
sekresi kelenjar tersebut.
Hipotalamus menerima sinyal-sinyal dari hampir semua sumber yang
mungkin dalam sistem saraf. Jadi bila seseorang mendapatkan rangsangan nyeri,
maka sebagian sinyal nyeri itu akan dijalarkan ke hipotalamus. Demikian juga,
bila seseorang menderita depresi atau kegembiraan yang sangat kuat maka
sebagian sinyal itu akan dijalarkan ke hipotalamus. Rangsangan penghidu yang
merupakan bau yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan akan
menjalarkan komponen sinyal yang kuat langsung melewati amigdala ke
hipotalamus. Bahkan konsentrasi bahan makanan, air, elektrolit, dan berbagai
hormon yang berada didalam darah dapat merangsang atau menghambat berbagai
bagian hipotalamus. Jadi hipotalamus merupakan pusat pengumpul informasi
mengenai kesehatan dalam tubuh, dan sebaliknya sebagian besar dari informasi ini
digunakan untuk mengetur sekresi sebagian besar hormon hipofisis yang sangat
penting.

Kelenjar Hipofisis Anterior Hubungannya Dengan Hipotalamus

17

Kelenjar hipofisis anterior mengandung banyak jenis sel sekretori. Biasanya


terdapat satu jenis sel untuk setiap hormon utama yang dibentuk oleh kelenjar ini.
Enam hormon yang penting ditambah beberapa hormon yang kurang penting
disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Hormon yang dikeluarkan oleh
hipofisis anterior berperan utama dalam pengaturan fungsi metabolisme diseluruh
tubuh, hormon tersebut antara lain:

Somatotropin (GH), hormon pertumbuhan manusia yang meningkatkan


pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi pembentukan protein,

pembelahan sel, dan diferensiasi sel.


Adrenokortikotropin (ACTH) mengatur sekresi hormon adrenokortikal yang

selanjutnya akan mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak


Tirotropin (TSH) hormon perangsang kelenjar tiroid , mengatur kecepatan
sekresi tirosin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid dan hormon ini
18

selanjutnya akan mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia diseluruh

tubuh
Gonadotropin, hormon perangsang lutein (LH) dan hormon perangsang
folikel (FSH), mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas

reproduksinya.
Prolaktin (PRL) meningkatkan pertumbuhan kelenjar payudara dan produksi
air susu.
Kelenjar hipofisis anterior merupakan kelenjar yang mempunyai banyak

sekali pembuluh darah dengan sinus kapiler yang sangat luas disepanjang sel-sel
kelenjar. Hampir semua darah yang memasuki sinus ini mula-mula akan melewati
ruang kapiler pada bagian bawah hipotalamus. Darah kemudian melewati
pembuluh darah porta hipotalamus-hipofisis kecil kesinus hipofisis anterior.
Eminensia mediana merupakan bagian paling bawah dari hipotalamus yang
dibagian inferiornya berhubungan dengan tangkai hipofisis. Arteri kecil
menembus kedalam substansia eminensia mediana dan kemudian pembuluhpembuluh darah tambahan yang lain kembali ke permukaan eminensia, bersatu
untuk membentuk pembuluh-pembuluh darah porta hipotalamus-hipofisis.
Neuron-neuron khusus didalam hipotalamus mensintesis dan mensekresi
hormon pelepas hipotalamus dan hormon penghambat yang mengatur sekresi
hormon hipofisis anterior. Neuron-neuron ini berasal dari berbagai bagian
hipotalamus dan mengirimkan serat-serat sarafnya menuju ke eminensia mediana
jaringan hipotalamus yang menyebar menuju ke tangkai hipofisis. Bagian ujung
serat-serat saraf ini berbeda dengan ujung serat saraf umum yang ada di sistem
saraf pusat dimana fungsi serat ini tidak menghantarkan sinyal-sinyal yang berasal
dari satu neuron ke neuron yang lain namun hanya mensekresi hormon pelepas
dan hormon penghambat hipotalamus saja kedalam cairan jaringan. Hormonhormon ini segera diabsorpsi kedalam kapiler sistem porta hipotalamus-hipofisis
dan langsung diangkut kesinus kelenjar hipofisis anterior.
Hormon pelepas dan hormon pengahambat berfungsi mengatur sekresi
hormon hipofisis anterior. Untuk sebagian besar hormon hipofisis anterior yang
penting adalah hormon pelepas, tetapi untuk prolaktin sebagian besar hormon

19

penghambat yang mempunyai pengaruh paling banyak terhadap pengaturan


hormon. Hormon-hormon pelepas dan pengahambat hipotalamus yang terpenting
yaitu:

Hormon pelepas tiroid (TRH) yang menyebabkan pelepasan hormon

perangsang tiroid.
Hormon-pelepas kortikotropin

adrenokrtikotropin (ACTH).
Hormon pelepas hormon pertumbuhan (GHRH) yang menyebabkan
pelepasan

hormon

(CRH)

pertumbuhan,

dan

yang

menyebabkan

hormon

penghambat

pelepasan

hormon

pertumbuhan (GHIH) yang mirip dengan hormon somatostatis yang

manghambat hormon pertumbuhan.


Hormon-pelepas gonadotropin (GnRH) yang menyebkan pelepasan dari dua

hormon gonadotropik, hormon lutein dan horon perangsang folikel.


Hormon penghambat prolaktin (PIH) yang mengahambat sekresi prolaktin.

20

Kelenjar Hipofisis Posterior Hubungannya Dengan Hipotalamus

21

Kelenjar hipofisis posterior yang juga disebut neurohipofisis, terutama terdiri


atas sel-sel glia yang disebut pituisit. Pituisit ini tidak mensekresi hormon, sel ini
hanya bekerja sebagai struktur penunjang bagi banyak sekali ujung-ujung saraf
dan bagian terminal akhir serat dari jaras saraf yang berasal dari nukleus
supraoptikus dan nukleus paraventrikel hipotalamus. Jaras saraf ini berjalan
menuju ke hipofisis posterior melalui tangkai hipofisis. Bagian akhir saraf ini
merupakan knob bulat yang mengandung banyak granula-granula sekretorik yang
terletak pada permukaan kapiler tempat granula-granula tersebut mensekresikan
hormon hipofisis posterior sebagai berikut:

Hormon antidiuretik (ADH) yang juga disebut sebagai vasopresin


Oksitosin
ADH terutama dibentuk dinukleus supraoptik, sedangkan oksitosin terutama

dibentuk

didalam

nukleus

paraventrikel.

Masing-masing

nukleus

dapat

mensintesis hormon kedua kira-kira seperenam dari hormon primernya.


Bila impuls saraf dijalarkan sepanjang serat yang berjalan dari nukleus
supraoptikus atau nukleus paraventrikel, maka hormon itu segera dilepaskan dari
granula-granula sekretoris di ujung-ujung sel saraf dengan mekanisme sekresi
yang biasa, yakni dengan cara eksositosis, dan akhirnya akan diabsorpsi oleh
kapiler-kapiler didekatnya.
2.5.2. TIROID
Kelenjar tiroid

Tiroksin (T4) dan triiodotionin (T3)


Tiroksin (T4) dan triiodotionin (T3) merupakan hormon yang memiliki struktur
amin. Hormon ini berfungsi meningkatkan kecepatan reaksi kimia di sebagian
besar sel sehingga meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh. Dalam
keadaan stres tiroksin dan triiodotionin meningkatkan sensitifitas reseptor
katekolamin. Pengeluaran hormon T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid distimulasi
oleh Thyroid Stimulating Hormon (TSH) yang dikeluarkan oleh kelenjar

hipofisis anterior. Target kerja hormon ini adalah seluruh sel tubuh.
Kalsitonin

22

Hormon ini berfungsi menambah deposit kalsium di tulang dan mengurangi


konsentrasi ion kalsium di cairan ekstrasel.
2.5.3. ADRENAL
Kelenjar adrenal yang juga dikenal sebagai kelenjar suprarenal adalah
kelenjar berbentuk segitiga yang terletak di atas ginjal. Kelenjar adrenal termasuk
dalam kategori kelenjar endokrin. Disebut kelenjar endokrin karena kelenjar
tersebut mengeluarkan hormon langsung ke dalam aliran darah.
Bagian-bagian Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal dibagi menjadi dua bagian yaitu luar dan dalam. Bagian luar
dikenal sebagai korteks adrenal, yang selanjutnya dibagi menjadi tiga zona: zona
glomerulosa, lapisan terluar; zona fasciculata, lapisan tengah; dan zona reticularis,
lapisan paling dalam. Sedang bagian dalam kelenjar adrenal disebut sebagai
medula adrenal yang dikelilingi oleh korteks. Darah dipasok ke kelenjar adrenal
melalui arteri adrenal. Kedua bagian adrenal tersebut merupakan pusat produksi
beberapa hormon penting.
Hormon-hormon kelenjar adrenal
Hormon kortikal adrenal berlawanan dengan hormon medular yang dimana
hormon medular merupakan hormon yang disekresikan oleh sel-sel kromafin.
Hormon adrenal ini sangat penting untuk kehidupan.
1) Mineralokortikoid, disintesis dalam zona glomerulosa.
a.

Aldosteron, mineralokortikoid mengatur keseimbangan air dan


elektrolit melalui pengendalian kadar natrium dan kalium dalam darah.

b.

Kendali sekresi, sekresi aldosteron tersebut diatur oleh kadar natrium


darah, tetapi terutama oleh mekanisme renin-angiostensin.

2) Glukokortikoid disintesis dalam zona fasikulata.


Hormon ini meliputi kortikosteron (kortisol dan kortison). Hormon yang
terpenting adalah kortisol.

Efek fisiologis
23

Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak


untuk membentuk cadangan yang siap dimetabolisme. Hormon ini
meningkatkan sintesis glukosa dari sumber nonkarbohidrat, simpanan
glukogen di hati, dan peningkatan kadar darah.
-

Efek Permisif
Kortisol sangat penting karena sifat permisifnya. Sebagai contoh, kortisol

harus ada dalam jumlah yang adekuat agar katekolamin dapat memicu
vasokontriksi. Seseorang yang tidak memiliki kortisol jika tidak diobati dapat
mengalami syok sirkulasi pada situasi-situasi stres yang memerlukan
vasokonstriksi luas yang segera.
Peran dalam adaptasi terhadap stress
Kortisol berperan penting dalam adaptasi terhadap stres. Stres dapat
terjadi dalam bentuk fisik (trauma, pembedahan), kimia (penurunan pasokan
oksigen), fisiologis (olahraga berat, nyeri), psikologis atau emosi (rasa cemas,
ketakutan), dan sosial (konflik pribadi, perubahan gaya hidup). Semua jenis
stres adalah perangsang kuat untuk sekresi kortisol.
Walaupun peran pasti kortisol dalam adaptasi terhadap stres belum
diketahui, penjelasan berikut mungkin memadai walaupun masih bersifat
spekulatif. Manusia primitif atau hewan yang terluka atau menghadapi situasi
yang mengancam nyawa harus menunda makan. Efek kortisol yang
menyebabkan perubahan dari simpanan protein dan lemak menjadi
penambahan simpanan karbohidrat dan peningkatan ketersediaan glukosa
darah akan membantu melindungi otak dari malnutrisi selama periode puasa
terpaksa ini. Di samping itu, asam-asam amino yang dibebaskan oleh
penguraian protein akan dapat digunakan untuk memperbaiki jaringan yang
rusak apabila terjadi cedera fisik. Dengan demikian terjadi peningkatan
ketersediaan glukosa, asam amino, dan asam lemak untuk digunakan apabila
diperlukan.
Proses sintesis hormon adrenal

24

Hormon epinefrin disintesis pada kelenjar adrenal bagian medula oleh sel-sel
kromafin. Sel target epinefrin adalah sel saraf dari semua reseptor simpatis di
seluruh tubuh.
Proses sintesis
Epinefrin disintesis dari norepinefrin dalam sebuah jalur sintesis yang terbagi
atas keseluruhan katekolamin, termasuk L-dopa, dopamine, norepinefrin, and
epinefrin. Epinefrin disintesis melalui metilasi terhadap amin pangkal primer pada
norepinefrin oleh feniltanolamin N-metiltransferase (PNMT) dalam sitosol neuron
adrenergik dan sel-sel medula adrenal (sel kromafin). PNMT hanya terdapat pada
sitosol sel-sel medula adrenal. PNMT menggunakan S-adenosilmetionin (SAMe)
sebagai ko-faktor yang menyumbangkan gugus metil pada norepinefrin,
membentuk epinefrin. Karena norepinefrin diaktifkan oleh PNMT dalam sitosol,
pertama norepinefrin harus diubah di luar granula sel kromafin. Hal ini bisa
terjadi via katekholamin-H+ penukar VMAT1. VMAT1 juga bertanggung jawab
mentransport epinefrin yang baru disintesis dari sitosol kembali ke dalam granula
sel kromafin untuk persiapan pelepasan.
Jalur biosintetik utama :
Fenilalanintirosindopadopaminnorepinefrin epinefrin.
Tirosin dioksidasi menjadi dopa, dan mengalami dekarboksilasi menjadi
dopamin, yang dioksidasi menjadi norepinefrin. Norepinefrin dimetilasi menjadi
epinefrin. Hasil akhir biosintesis epinefrin dan norepinefrin atau disebut
katekolamin dapat berupa dopamin pada jaringan-jaringan tertentu (misalnya
paru, usus, hati) di sana zat tersebut bereaksi sebagai hormon lokal.
Norepinefrin terbentuk melalui hidroksilasi dan dekarboksilasi tirosin, dan
epinefrin melalui metilasi norepinefrin. Feniletanolamin-N-metiltransferase
(PNMT), enzim yang mengkatalisis pembentukan epinefrin dari norepinefrin,
ditemukan dalam jumlah cukup banyak hanya di otak dan medula adrenal. PNMT
medula adrenal diinduksi oleh glukokortikoid, dan walaupun diperlukan jumlah
relatif besar, konsentrasi glukokortikoid dalam darah yang mengalir dari korteks
ke medula cukup tinggi. Setelah hipofisektomi, konsentrasi glukokortikoid darah
ini turun dan sintesis epinefrin menurun.
25

Epinefrin yang ditemukan dalam jaringan di luar medula adrenal dan otak
sebagian besar diserap dari darah dan bukan disintesis in situ. Yang menarik,
epinefrin kadar rendah kembali muncul dalam darah beberapa waktu setelah
adrenalektomi bilateral, dan kadar ini diatur seperti yang disekresi oleh medula
adrenal.
Fungsi Hormon Adrenalin/Epinefrin
Secara umum:
1. Memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh.
2. Memicu reaksi terhadap efek lingkungan, seperti suara yang tinggi,
intensitas cahaya, dll.
Secara khusus :
1. Memacu aktivitas cor/jantung
2. Menaikkan tekanan darah
3. Mengerutkan otot polos pada arteri
4. Mengendurkan otot polos bronkiolus
5. Mempercepat glikolisis
6. Pengeluaran keringat dingin
7. Rasa keterkejutan/syok
8. Mengatur metabolisme glukosa saat stres
9. Memengaruhi otak yang akan mengakibatkan :
a. Indera perasa menjadi kebal terhadap rasa sakit
b. Kemampuan berfikir dan ingatan meningkat
c. Pulmo akan menyerap oksigen lebih banyak
d. Banyak menghasilkan sumber energi dari proses glikolisis
10. Mencegah efek penuaan dini
11. Melindungi dari penyakit Alzheimer, penyakit jantung, kanker payudara,
kanker ovarium dan osteoporosis.
Efek Biologis Hormon Adrenalin
1) Mineralokortikoid

26

Aktivitas aldosteron, mineralokortikoid yang utama, terutama adalah di


tubulus distal ginjal, tempat hormon ini meningkatkan retensi Na+ dan
meningkatkan eliminasi K+ selama proses pembentukan urin. Peningkatan retensi
Na+ oleh aldosteron secara sekunder memicu retensi osmotik H2O sehingga
volume CES bertambah, yang penting dalam pengaturan jangka panjang tekanan
darah. Mineralokortikoid esensial untuk kehidupan. Tanpa aldosteron, orang akan
cepat meninggal akibat syok sirkulasi karena penurunan hebat volume plasma
yang disebabkan oleh pengeluaran berlebihan Na+ penahan H2O. pada defisiensi
kebanyakan hormon lainnya, kematian tidak segera datang, walaupun defisiensi
hormon kronik pada akhirnya menyebabkan kematian prematur. Sekresi
aldosteron ditingkatkan oleh:
a. Pengaktifan sistem rennin-angiotensin-aldosteron oleh faktor-faktor yang
berkaitan dengan penurunan Na+ dan tekanan darah.
b. Stimulasi langsung korteks adrenal oleh peningkatan konsentrasi K+
plasma.
Selain efeknya pada sekresi aldosteron, angiotensin mendorong pertumbuhan
zona glomerulosa dengan cara yang sama dengan efek TSH pada tiroid. Hormon
tropik adrenal, ACTH, terutama mempengaruhi zona-zona korteks bagian dalam
dan kurang merangsang sekresi aldosteron. Dengan demikian, tidak seperti
pengaturan kortisol, pengaturan sekresi aldosteron umumnya tidak bergantung
pada kontrol hipofisis anterior.
2) Glukokortikoid
Kortisol, glukokortikoid utama, berperan penting dalam metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak; memperlihatkan efek permisif yang bermakna
pada aktivitas hormon lain, dan membantu kita mengatasi stres.
Mekanisme Pengaturan Sekresi
Epinefrin disekresikan di bawah pengendalian sistem persarafan simpatis.
Dapat meningkat dalan keadaan dimana individu tidak mengetahui apa yang akan
terjadi. Pengeluaran yang bertambah akan meningkatkan tekanan darah untuk
melawan syok yang disebabkan oleh situasi darurat.

27

Sekresi hormon ini terjadi dengan meningkatan kerja sistem pernafasan yang
mengakibatkan paru-paru bekerja ekstra untuk mengambil oksigen lebih banyak
hingga meningkatkan juga peredaran darah di seluruh bagian tubuh mulai dari
otot-otot hingga ke otak, dan peningkatan tersebut disebutkan beberapa riset bisa
naik mencapai 300% melebihi batas normal. Akibatnya, bukan jantung saja yang
dapat terasa berdebar, namun keseluruhan sistem tubuh termasuk pengeluaran
keringat juga akan meningkat dengan cepat. Aliran darah di kulit akan berkurang
untuk dialihkan ke organ lain yang lebih penting sehingga orang-orang yang
menghadapi stress biasanya gampang berkeringat, dimana dalam pengertian awam
sering disebut keringat dingin. Sekresi ini menaikkan konsentrasi gula darah
dengan menaikkan kecepatan glikogenolisis di dalam hepar. Rangsangan sekresi
epinefrin bisa berupa stres fisik atau emosional yang bersifat neurogenik.
Faktor yang berfungsi mengatur sekresi epinefrin, antara lain :
a. Faktor Saraf : Bagian medula mendapat pelayanan dari saraf otonom. Oleh
karena itu sekresinya diatur oleh saraf otonom
b. Faktor kimia: Susunan bahan kimia atau hormon lain dalam aliran darah
mempengaruhi sekresi hormon tertentu.
c. Komponen non hormonal
Epinefrin segera dilepaskan di dalam tubuh saat terjadi respon terkejut atau
waspada.

Saat

tubuh

mengalami

ketegangan

yang

parah,

hipotalamus

mengirimkan perintah ke kelenjar pituitari agar melepaskan ACTH (hormon


adrenokortikotropis). Di sisi lain, ACTH merangsang korteks adrenal, mendorong
pembuatan kortikosteroid. Kortikosteroid ini memastikan produksi glukosa dari
molekul-molekul seperti protein, yang tak mengandung karbohidrat. Akibatnya,
tubuh menerima tenaga tambahan dan tekanan pun berkurang.
Cairan ini mengirimkan lebih banyak gula dan darah ke otak, membuat
orang lebih siaga. Tekanan darah dan detak jantungnya meningkat, membuatnya
lebih waspada. Ini hanyalah beberapa perubahan yang dihasilkan epinefrin pada
tubuh seseorang.
Saat ada bahaya, reseptor di dalam tubuh ditekan, dan otak mengirimkan
perintah secepat kilat ke kelenjar adrenal. Sel-sel di bagian dalam kelenjar adrenal
28

lalu beralih ke keadaan siaga dan melepaskan hormon epinefrin untuk


menghadapi keadaan darurat. Molekul-molekul epinefrin bercampur dengan darah
dan menyebar ke seluruh bagian tubuh.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

29

Setelah mendiskusikan skenario ini, kelompok kami mendapatkan gambaran


tentang respon tubuh sesorang terhadap suatu rangsangan stres dan bagaimana
proses dari fisiologis hingga patologis. Dari suatu rangsangan stres tersebut, tubuh
menanggapi dengan berbagai proses yang diperankan oleh berbagai organ seperti
hipotalamus, hipofisis, dan korteks adrenal. Dari serangkaian proses tersebut,
tubuh dapat bertahan, atau malahan menjadi kerusakan organ.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC
30

Sherwood & Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6.
Jakarta: EGC

31

Anda mungkin juga menyukai