BAB 1
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai
akibat dari kurangnya insulin relatif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta
pankreas atau ambilan glukosa dijaringan perifer, atau keduanya (pada DM tipe 2), atau
kurangnya insulin absolute (pada DM tipe 1), dengan tanda-tanda hiperglikemia dan
glukosuria, disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat
badan), dan ataupun gejala kronis atau kadang-kadang tanpa gejala. Gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat, dan sekunder pada metabolisme protein dan
lemak (Tjokroprawiro, 2007).
Kriteria Diagnosis Diabetes mellitus menurut PERKENI 2006 (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia), seseorang didiagnosa Diabetes mellitus jika memiliki kadar
glukosa darah puasa > 126 mg/dl dan kadar glukosa darah pada tes sewaktu atau
glukosa darah 2 jam setelah makan > 200 mg / dl (Soegondo, 2007).
Dari berbagai penelitian epidemiologis sudah jelas terbukti bahwa insidensi
Diabetes mellitus meningkat menyeluruh di semua tempat di bumi ini. Penelitian
epidemiologis yang dikerjakan di Indonesia dan terutama di Jakarta dan berbagai kota
besar di Indonesia juga jelas menunjukkan kecenderungan serupa. Peningkatan Diabetes
mellitus yang eksponensial tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan
terjadinya komplikasi kronis, terutama jika Diabetes mellitus tidak ditangani dengan baik
(Waspadji, 2006).
Menurut data Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) jumlah penderita Diabetes
mellitus di Indonesia pada tahun 2005 diperkirakan 12 juta jiwa dengan tingkat
pertumbuhan 230.000 pasien pertahun (Roesma, 2005).
Berbagai penelitian prospektif jelas menunjukkan meningkatnya penyakit akibat
penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun
kardiovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan pembuluh darah tungkai
bawah. Retinopati merupakan sebab kebutaan yang paling mencolok pada penderita
Diabetes mellitus. Penyandang Diabetes mellitus semakin banyak memenuhi ruang
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Patogenesis Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronis, baik
mikroangiopati maupun makroangiopati jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik.
Adanya pertumbuhan dan kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya
komplikasi Diabetes mellitus. Kelainan dasar tersebut sudah dibuktikan terjadi pada para
penyandang Diabetes mllitus maupun juga pada berbagai binatang percobaan. Disfungsi
tersebut terutama terjadi pada endothel pembuluh darah sel otot polos pembuluh darah
maupun pada sel mesangial ginjal semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan
sel, yang kemudian pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya komplikasi vaskular
pada Diabetes mellitus. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan
mikrovaskular berupa lokus iskemik dan hipoksia lokal.
Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada Diabetes mellitus meliputi
terjadinya imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pembuluh
darah maupun sel mesangial keduanya distimulasi oleh sitokin. Kedua macam sel
tersebut juga berespon terhadap berbagai substansi vasoaktif dalam darah, terutama
angiotensin II. Dipihak lain adanya hiperinsulinemia seperti yang terjadi pada DM tipe II
ataupun juga pemberian insulin eksogen ternyata akan memberikan stimulus mitogenik
yang akan menambah perubahan yang terjadi akibat pengaruh angiotensin pada sel otot
polos pembuluh darah maupun pada sel mesangial. Jelas baik faktor hormonal maupun
faktor metabolik berperan dalam patogenesis terjadinya kelainan vaskular Diabetes
mellitus.
banyak berkurang. Namun demikian angka kejadian Diabetes mellitus di seluruh dunia
cenderung makin meningkat
penting.
pasien dabetes tipe 1 yang diamati selama 3-4 tahun Tidak memberi pengaruh terhadap
timbulnya retinopati dan neuropati. Sampai saat ini masih terus diupayakan penelitian
dengan dengan menggunakan penghambat enzim aldose reduktase yang lebih kuat.
Glikasi Non enzimatik. Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam
deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas
enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel.
Protein Kinase C. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas
vaskular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam
kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan endotel meningkat. Selain pengaruh
hiperglikemia melalui berbagai jalur metabolisme, sejumlah faktor lain yang terkait
dengan Diabetes mellitus seperti peningkatan agregasi trombosit, peningkatan agregasi
eritrosit, viskositas darah, hipertensi, peningkatan lemak darah dan faktor pertumbuhan,
diduga turut juga berperan dalam timbulnya retinopati diabetik (Waspadji, 2006)
Pada retinopati diabetik proliferatif, didapatkan hilangnya sel perisit dan terjadi
pembentukan mikroaneurisma. Disamping itu juga terjadi hambatan pada aliran
pembuluh darah dan kemudian terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut
akan menyebabkan kelainan mikrovaskular berupa lokus iskemik dan hipoksia lokal. Sel
retina kemudian merespon dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel
vaskular (Vascular Endothelial Growth Factor = VEGF) dan selanjutnya memacu
terjadinya neovaskularisasi pembuluh darah.
2.1.2 Nefropati
Pada umumnya nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada
pasien Diabetes mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300mg/24 jam
atau > 200ig/ menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6
bulan. Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal
terminal. Angka kejadian nefropati diabetik pada Diabetes mellitus tipe 1 dan 2
sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1 karena jumlah
pasien Diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak. Di Amerika, nefropati diabetik merupakan
salah satu penyebab kematian yang tertingi di antara semua komplikasi Diabetes mellitus,
dan penyebab kematian tersering adalah karena komplikasi kardiovaskular. Secara
epidemiologis, ditemukan perbedaan terhadap kerentanan untuk timbulnya nefropati
diabetik, yang antara lain dipengaruhi oleh etnis, jenis kelamin serta umur saat Diabetes
timbul.
makrovaskular
pada
Diabetes
mellitus.
Penyulit
makrovaskular
ini
stres
oksidatif,
penuaan
dini,
hiperinsulinemia
dan/atau
10
11
Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa
juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu bergantung
pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.
Mengingat terjadnya ND merupakan rangkaian proses yang dinamis dan
bergantung ada banyak faktor, maka pengelolaan atau pencegahan ND pada dasarnya
merupakan bagian dari pengelolaan diabetes secara keseluruhan. Untuk mencegah agar
diabetes tidak berkembang menjadi ulkus diabetik seperti ulkus atau gangren pada kaki,
diperlukan berbagai upaya, khusus pemahaman pentingnya perawatan kaki, Bila ND
disertai nyeri, dapat diperikan berbagai jenis obat-obatan sesuai tipe nyerinya, dengan
harapan menghilangkan atau paling tidak mengurangi keluhan sehingga kualitas hidup
dapat diperbaiki. Dengan demikian, memahami mekanisme terjadinya ND dan faktorfaktor yang berperan, merupakan landasan penting dalam pengelolaan dan pencegahan
ND yang lebih rasional
PATOGENESIS
Hingga saat ini patogenesis Neuropati belum sepenuhnya diketahui dengan jelas.
Namun demikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer.
Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
Neuropati diabetik, tetapi beberapa teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun
dan Nerve Growth Factor.
Faktor metabolik. Proses kejadian neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia
yang berkepanjangan. Hiperglikemia persisten mengakibatkan terjadinya peningkatan
aktifitas jalur poliol, sisntesis advance glycosilation end products (AGEs), pembentukan
radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut
berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehinga aliran darah ke saraf menurun dan
bersama dengan rendahnya mioinositol dalam dalam sel maka terjadilah neuropati
diabetik. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kejadian neuropati diabetik
berhubungan sangat kuat dengan lama dan beratnya Diabetes mellitus.
Disamping meningkatnya aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan
akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs ini
sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya
12
AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat
vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun dan bersama dengan rendahnya
mioinositol dalam dalam sel saraf maka terjadilah neuropati diabetik. Kerusakan aksonal
metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yang optmal. Tetapi
bila kerusakan metabolik ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan
struktur akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.
Kelainan vaskular. Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga
mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten
merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species
(ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO,
yang
berefek
menghalangi
vasodilatasi
mikrovaskular.
Mekanisme
kelainan
Kelainan yang ada pada retina sangat bervariasi. Beberapa keadaan memerlukan
rujukan pada ahli penyakit mata
Nefropati Diabetik
Pemeriksaan ntuk mencari mikroalbuminuria seyogyanya selalu dilakukan pada
saat diagnosis DM ditegakkan dan setelah itu ditegakkan setiap tahun. Penilaian terhadap
adanya mikroalbuminuria harus dilakukan dengan cermat dan perlu diulang beberapa kali
untuk memberikan keyakinan yang lebih besar. Beberapa keadaan ini dapat memberikan
hasil positif palsu, seperti misalnya latihan jasmani, infeksi saluran kemih, hematuria,
minum berlebihan, cara penampungan yang tidak tepat dan juga semen.
Ditemukannya mikroalbuminuria mendorong dan mengharuskan agar dilakukan
pengelolaan DM yang lebih intensif termasuk pengelolaan berbagai faktor resiko lain
untuk terjadinya komplikasi kronis DM seperti tekanan darah, lipid dan kegemukan serta
merokok. Penyandang DM dengan mikroalbuminuria seyogyanya dikelola oleh dokter
yang berpengalaman dalam memodifikasi berbagai faktor resko terkait dengan
komplikasi DM. Penyandang DM dengan laju filtrasi glomeurulus ataubersihan kreatinin
< 30 ml / menit seyogyanya sudah dirujuk ke ahli penyakit ginjal untuk menjajagi
14
kemungkinan dan untuk persiapan terapi pengganti bagi kelainan ginjalnya, baik nantinya
berupa dialisis maupun transplantasi ginjal.
Penyakit Jantung Koroner
Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner
harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya
kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit
pembuluh darah koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat. Jika ada kecurigaan
seperti misalnya ketidaknyamanan pada daerah dada, harus segera dilanjutkan dengan
pemeriksaan skrining yang teliti untuk mencari dan menangkap kemungkinan adanya
penyakit pembuluh darah koroner. Paling sedikit dengan pemeriksaan EKG pada saat
istirahat. Kemungkinan dilanjutkan dengan pemeriksaan EKG dengan beban, serta sarana
konfirmasi diagnosis lain untuk deteksi dini CAD. Pada penyandang DM rasa nyeri
mungkin tidak nyata akibat adanya neuropati yang sering sekali terjadi pada penyandang
DM.
Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Mengenali dan mengelola berbagai faktor resiko terkait terjadinya kaki diabetes
dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling penting dalam usaha pencegahan
terjadinya masalah kaki diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki (callus, kapalan, dll),
neuropati dan adanya penurunan suplai darah ke kaki merupakan hal yag harus selalu
dicari dan diperhatikan dalam praktek pengelolaan DM sehari-hari. Penyuluhan pada para
penyandang DM mengenai Diabete mellitus pada umumnya serta perawatan kaki pada
khususnya harus digalakkan. Memberdayakan penyandang Diabetes agar dapat mandiri
mencegah dan mengelola berbagai hal sederhana, terkait terbentuknya ulkus kaki
diabetes mapun berbagai komplikasi kronis DM lain merupakan hal yang sangat penting
untuk dilewatkan begitu saja. Penggunaan monofilamen Semes Weinstein yang sangat
mudah sangat sederhana perlu digalakkan untuk mendeteksi insensitivitas pada kaki yang
potensial rentan untuk meyebabkan masalah kaki diabetik dan ulkus diabetes. Demikian
juga pengukuran rutin indeks ankle-brachial merupakan hal yang harus dilakukan pada
setiap pengunjung poliklinik DM.
15
penghambat sistem renin angiotensin (Inhibitor ACE, ARB ataupun kombinasi keduanya)
dapat dipergunakan untuk mencegah kemungkian terjadinya dan kemungkinan semakin
bertambah beratnya mikroalbuminuria.
Pengendalian Lipid
Mengenai pengelolaan dislipidemia, DM dianggap sebagai faktor resiko yang
setara dengan penyakit jantung koroner, sehingga antara DM dan dislipidemia harus
dikelola sebara lebih agresif dan sasaran pengelolaan lipid untuk penyandang DM
seyogyanya lebih rendah daripada orang yang normal, non DM, yaitu kadar LDL
<
100 mg/dl Dianjurkan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL sampai 70 mg/dl pada
pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner yang disertai DM atau dengan berbagai
komponen sindrom metabolik lain seperti kadar kolesterol HDL yang rendah, dan
trigliserida yang tinggi. Demikian juga dengan adanya faktor resiko lain yang kuat,
seperti misalnya pada perokok berat.
Faktor Lain
Pola Hidup Sehat. Pengubahan pola hidup ke arah pola hidup yang lebih sehat
merupakan dasar penting utama usaha pencegahan dan pengelolaan komplikasi kronis
DM. Pola hidup sehat harus selalu diterapkan dan dibudayakan sepanjang hidup.
Walaupun belum ada bukti yang meyainkan, merokok dikatakan dapat
mempercepat timbulnya mikroalbuminuria dan kemudian perkembangan lebih lanjut ke
arah makroproteinuria. Merokok juga berperan penting pada terjadinya kelainan
makrovaskular ada penderita DM. Oleh karena itu berhenti merokok merupakan suatu
anjuran yang harus digalakkan bagi semua penyandang Dmdalam rangka pencegahan
terjadinya komplikasi kronis DM secara umum.
Perencanaan makanan yang yang sesuai dengan anjuran pelaksanaan pola hidup
meliputi anjuran mengenai jumlah masukan kalori secara keseluruhan maupun presentase
masing- masing komponen diet baik makronutrien maupun mikronutrien, yang tercakup
secara keseluruhan dalam anjuran gizi seimbang bagi penyandag DM.
Walaupun hubungan antara masukan protein tinggi dengan resiko terjadinya
mikroalbuminuria maupun perburukan lebih lanjut mikroalbuminuria belum secara
konklusif terbukti, pada metanalisis sudah ditunjukan bahwa paling sedikit pada
penderita DM tipe 1 yang disertai nefropati, restriksi masukan protein terbukti dapat
17
memperlambat perburukan laju filtrasi glomerular. Saat ini dianjurkan untuk memberikan
masukan protein sebanyak 0,8 g/kg BB idaman bagi penyandang DM dengan nefropati.
Dianjurkan untuk memberikan protein dengan nilai biologis tinggi.
Sebagai pencegahan primer terjadinya komplikasi kronis DM, aspirin sebanyak
75 162 mg terbukti bermanfaat dan dianjurkan pada semua penderita DM diatas umur
40 tahun yang mempunyai resiko tambahan untuk terjadinya komplikasi, seperti riwayat
keluarga yang kuat, adanya hipertensi, dislipidemia, merokok dan mikroalbuminria.
Alfa tokoferol, asam alfa lipoik, dan asam askorbat merupakan zat yang dikatakan
dapat mengurangi efek negatif stress oksidatif dan inflamasi pada penyandang DM.
2.4 Cara Khusus Pencegahan dan Pengelolaan Berbagai Komplikasi Kronis
Diabetes Mellitus
Disamping usaha pencegahan primer komplikasi kronis DM secara umum seperti
yang sudah dikemukakan di atas, berbagai usaha khusus dapat dikerjakan untuk masingmasing komlikasi kronis DM, baik berupa pencegahan primer komplikasi kronis maupun
usaha memperlambat progresi komplikasi kronis yang sudah terjadi.
Retinopati
Pengobatan koagulasi dengan sinar laser terbukti dapat bermanfaat mencgah
perburukan retina lebih lanjut yang kemudian mungkin akan mengancam mata
Fotokoagulasi dapat dikerjakansecara pan-retinal. Tindakan lain ang mungkin dilakukan
adalah vitrektomi dengan berbagai macam cara. Demikian pula tindakan operatif lain
seperti perbaikan ablasio retinanya dapat dilakukan untuk menolong mencegah
perburukan fungsi mata.
Nefropati
Setelah berbagai cara konservatif tidak berhasil menghambat laju perburukan
filtrasi glomerular, dan kemudian sudah mencapai tahap gagal ginjal (penyakit ginjal
tahap terminal), dapat dilakukan pengelolaan pengganti untuk membantu fungsi ginjal,
baik berupa hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Disamping kedua modalitas tersebut
di atas, transplantasi ginjal merupakan pilihan lain terapi penganti fungsi ginjal yang
dapat dilakukan pada penderita DM dengan gagal ginjal.
18
dapat
merenggut
nyawa.
Usaha
untuk
menyelamatkan
kaki
denga
mengharuskan kita untuk berusaha mengendalikan kadar glukosa darah sebaik mungkin.
Pengelolaan keluhan neuropati pada umumnya bersifat simtomatik dan sering pula
hasilnya kurang memuaskan. Pada keadaan neuropati perifer yang disertai rasa sakit,
berbagai obat simtomatik untuk nyerinya dapat diberikan namun umumnya tidak bayak
menjanjikan hasil yang baik. Saat ini didapatkan berbagai sarana yang dapat diberikan
untuk mengatasi keluhan rasa nyeri yang hebat pada penyandang DM. Pada penderita
dengan neuropati yang menyakitkan diberikan obat untuk mengurangi rasa nyerinya,
misalnya dengan krim Capsaicin (Capzacin).
Dengan adanya pengetahuan baru mengenai terjadinya komplikasi kronis DM, dan
berbagai cara baru untuk mendeteksi dan kemudian mengelola komplikasi kronis DM
19
20
DAFTAR PUSTAKA
Hendromartono.Nefropati Diabetik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi IV, Jilid
III).Jakarta : Penerbit Departemen IPD FKUI, 2006
Pandelaki,Karel.Retinopati Diabetik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi IV, Jilid
III).Jakarta : Penerbit Departemen IPD FKUI, 2006
Powers,Alvin C.Diabetes Mellitus. Harrisons Principle of Internal Medicine.USA :
Mc.Graw-Hill Companies,Inc,2005
Roesma,Sonja.Diabetes Mellitus.Jakarta : PT Ray Indonesia, 2005
Shahab,Alwi.Komplikasi Kronis DM dan Penyakit Jantung Koroner.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam (Edisi IV, Jilid III).Jakarta : Penerbit Departemen IPD FKUI,
2006
Soegondo,Sidartawan.Diabetes, The Silent Killer.Jakarta.Available at :
http:///medicastore.com/diabetes/#dua, 12 Juni 2007. Accessed : November 20th,
2008
Subekti,Imam.Neuropati Diabetik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi IV,
III).Jakarta : Penerbit Departemen IPD FKUI, 2006
Jilid
21