Anda di halaman 1dari 9

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


NO.RM : 00027802

Nama

Nama :
Umur :
:

Jenis Kelamin

Tanggal lahir

Umur

Nama Ayah

Umur

Alamat

Masuk RS Tanggal

ANAMNESIS

Dokter

Ruang

: dr. Tolkha Amarrudin, M.Kes, Sp.THT-KL

Keluhan Utama

: keluar darah dari lubang hidung

Keluhan Tambahan

: pusing

Co-asisten: R. Muhammad Pandu K

Riwayat Penyakit Sekarang:


Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ringkasan Anamnesis :

Pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan sejak 1 tahun yll.

Nyeri saat menelan (+), batuk (+), pilek (+).

Pasien mengorok saat tidur

Ada riwayat sering batuk pilek

RM.01.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


NO.RM : 00027802

PEMERIKSAAN

Nama :
Umur :

Ruang

JASMANI
1. PEMERIKSAAN
Kesan umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Vital Sign
o TD
:
o Nadi
:
o Suhu badan
:
o Pernafasan
:
Pemeriksaan Kepala
o Mata palpebra
o konjungtiva
o sklera
o Leher
Pemeriksaan Tenggorokan

: Edema (-/-)
: Anemis (-/-)
: Ikterik (-/-)
: Inn teraba (-)

Pemeriksaan Telinga
oKelainan (-/-)
oNyeri tekan (-/-)
oSerumen (-/-)
Pemeriksaan Hidung
o Secret (-/-)
o Epitaksis (-/-)

DIAGNOSIS &
RENCANA TERAPI

Nama :
Umur :

Ruang

DIAGNOSIS BANDING
RENCANA PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Penunjang
RM.02.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


NO.RM : 00027802

1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah


Parameter
HB
AL (Angka Leukosit)
AE (Angka Eritrosit)
AT (Angka Trombosit)
HMT (Hematokrit)

Hasil

Satuan
gr %
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul
%

Nilai Normal
11.8 15.0
4.5 12.5
4.40 5.90
150 400
40 52

DIAGNOSIS KERJA

PENATAKLAKSANAAN
Medikamentosa
Edukasi

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Epistaksis atau perdarahan hidung seringkali dapat menjadi berat, berubah menjadi kasusgawat
darurat dan memerlukan tindakan segera. Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan
mungkin banyak, bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga

merasa perlu

memanggil dokter.Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali.


B. Vaskularisasi
Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang 1). A. carotis eksterna yaitu a. maksilaris
eksterna (a. fasialis ) dengan cabangnya a. tonsilaris dan a. palatina ascenden. 2). A. maksilaris
interna dengan cabangnya a. palatina descenden. 3). A. lingualis dengan cabangnya a. lingualis
RM.03.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


NO.RM : 00027802

dorsal. 4). A. faringeal ascenden. Kutup atas tonsil diperdarahi oleh a. faringeal ascenden dan a.
palatina descenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus
dari faring. Aliran balik dari pleksus vena disekitar kapsul tonsil, vena lidah, dan pleksus
faringeal.

C. Kelenjar Limfe
Aliran getah bening dari tonsil akan menuju rangkaian rangkaian getah bening profunda (deep
jugular node) bagian superior dari m. sternokleidomastoideus, selanjutnya kekelenjar dan
akhirnya menuju ductus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
D. Tonsilitis Kronis
1. Definisi
Tonsilitis kronis adalah suatu peradangan kronis jaringan tonsil palatina, akibat serangan
tonsilitis akut berulang yang mengalami proses penyembuhan yang tidak sempurna. Tonsil
dapat mengalami hipertrofi dan atrofi karena peradangan kronis pada parenkim, disamping
itu kripta tonsil berisi detritus karena peradangan kronis.
2. Etiologi
Berdasarkan etiologinya tonsilitis kronis dapat dibagi menjadi dua, yaitu tonsilitis spesifik
dan non spesifik. Tonsilitis spesifik dapat disebabkan oleh difteri, tubercolusa, angina
vincent, mononukleosis, agranulomatosis dan gumma sifilis. Tonsilitis non spesifik
disebabkan oleh bakteri aerob seperti group A beta hemolytic streptococcus, haemophphilus
influenza, streptococcus pneumoniae, streptococcus epidermidis, moraxella catarrhalis dan
staphylococcus

aureus

dan

anaerob

seperti

bacteroides

sp,

peptococcus

sp,

peptostreptococcus sp, dan actinomycosis sp. Virus seperti Ebstein-Barr, adenovirus.


Influenza A dan B. Jenis yang spesifik lebih banyak daripada yang spesifik.
3. Patofisiologi
Patogenesis dari tonsilitis ini berkaitandengan lokasi anatominya dan fungsinya sebagai
organ imunitas yang berproses material yang infeksius dan antigen yang mengakibatkan
terjadinya fokus infeksi. Infeksi virus dan infeksi bakteri sekunder mungkin menjadi salah
RM.04.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


NO.RM : 00027802

satu mekanisme awal dari kronisitas tetapi ini dipengaruhi oleh lingkungan, faktor host,
penggunaan antibiotik yang lama, diet.
Adanya inflamasi dan integritas dari epitelium kripta yang hilang menyebabkan
terjadinya kriptitis dan obstruksi kripta, sehingga terjadi statis debris dan persistensi dari
antigen dan bakteri yang multiplikasi dari antigen. bakteri yang multiplikasi ini dapat
menyebabkan terjadinya infeksi kronis.

Karena proses peradangan yang berulang maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan
parut yang akan mengalami pengkerutan sehingga kripta melebar. Secara klinis kripta ini
tampak terisa oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil. Dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris.
4. Manifestasi klinis
Tonsilitis kronis mempunyai gejala dan tanda : riwayat sakit menelan yang berulang, tonsil
fibrosis atau hipertrofi, adanya detritus pada kripte yang melebar, plika anterior hiperemi,
pembesaran kelenjar limfe regional. Berdasarkan gambaran klinis tonsilitis kronik, Mawson
membagi dalam 3 bentuk yaitu: 1) Tonsilitis kronis folikularis (lakunaris) dengan gambaran
menonjol berupa detritus dalam kripte tonsil. Keluhan penderita dapat berupa tidak enak di
daerah mulut, halitosis, nafas berbau, rasa tidak enak ditenggorokan. 2) Tonsilitis kronik
hipertrofi (parenkhimatosa) tonsil yang membesar ini dapat memberikan gejala klinis yaitu
suara menjadi berat, gangguan menelan dan gangguan pernafasan. 3) Tonsilitis kronik
fibrotik adalah tonsil yang mengecil akibat fibrotik atau atrofi, keluhan dapat berupa nyeri
telan. Secara klinis keadaan tersebut jarang ditemukan berdiri sendiri, biasanya kombinasi
antara folikularis dan hipertrofi atau atrofi tonsil.
Kriteria Persentase Pembesaran Tonsil
Klasifikasi ukuran satandarisasi dengan persentase diukur dengan proporsi rasio tonsil dengan
orofaring (dari medial kelateral) seperti gambar di bawah :

RM.05.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


NO.RM : 00027802

5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dengan pemeriksaan patologi anatomi. Diagnosis pasti tonsilitis kronik dapat
dilihat dari perubahan histopatologik. Pada gambaran histopatologis. Dari tonsilitis akut
menunjukkan pembengkakan, disintegrasi, nekrosis, ulserasi epitel permukaan tonsil,
eksudasi dan infiltrasi sel-sel polimorfonuklear. Kejadian ini akibat toksin dari kuman
penyebabnya. Kripte tonsil ini berisi eksudat sehingga terbentuk membran. Bila keadaan ini
makin berat akan terjadi kerusakan jaringan parenkim tonsil.
RM.06.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


NO.RM : 00027802

Pada tonsilitis kronik terjadi penyembuhan tonsilitis akut yang tidak sempurna, kuman
patogen bersarang di tonsil dengan virulensi yang relatif lebih rendah. Kripte tonsil akan
terisi detritus yang merupakan masa seperti keju yang terdiri dari epitel yang rusak
bercampur dengan kristal, kolesterol, lemak, lekosit dan kuman-kuman penyeba.
Secara histopatologis pembesaran tonsil tidak hanya terjadi hipertrofi tetapi juga terjadi
hiperplasi yang secara mikroskopik terdapat peningkatan ukuran dan jumlah folikel
germinativum, infiltrasi sel limfosit dan peningkatan aktifitas sel-sel diseluruh jaringan
disertai adanya mitosis. Disamping itu juga dijumpai adanya gambaran terbentuknya
jaringan ikat yang pada orang dewasa relatif lebih banyak bila dibandingkan pada anakanak. Kadang-kadang juga terlihat adanya pembentukan kristal keratin.

6. Terapi
a. Konservatif
Pada tonsilitis kronis dan hiperplasi tonsil yang menyebabkan obstruktif, percobaan
terapi dengan antibiotik efektif terhadap mikroorganisme produksi beta-laktamase
(amoksilin clavulnate atau klindamisin) selama 3 sampai 6 minggu mungkin bermanfaat
mengurangi kebutuhan untuk operasi tonsil pada sekitar 15 % pada anak-anak.
Tonsilektomi bila dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronis, gejala
obstruksi, serta curiga keganasan.
b. Pembedahan
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat itu. Dulu
tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronis dan berulang. Saat ini indikasi
yang lebih utama adalah obstruksi jalan nafas dan hipertrofi tonsil.
Keadaan kegawatan seperti adanya obstruksi jalan nafas, indikasi tonsilektomi
sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun indikasi relatif tonsilektomi
pada keadaan non kegawatan dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih
diperdebatkan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh
tidaknya dilakukan tonsilektomi.
i. Indikasi Absolut

RM.07.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


NO.RM : 00027802

Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi jalan nafas, disfagia berat,


gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi.
ii. Indikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi antibiotik adekuat
Halitosis akibat tonsilitis kronis yang tidak membaik dengan terapi medis
Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptococcus yang tidak membaik
dengan antibiotik beta-laktamase resisten.

iii. Komplikasi Pembedahan


Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering.perdarahan dapat terjadi selama operasi, segera
sesuah operasi atau di rumah. Perdarahan dalam 24 jam pertama dikenal dengan
early bleeding yang kemungkinan penyebabnya kelainan homeostasis yang tidak
adekuat selama operasi. Umumnya terjadi pada 8 jam pertama. Perdarahan ini
sangat berbahaya karena terjadi sewaktu pasien masih dalam pengaruh anestesi dan
reflek batuk belum sempurna. Darah dapat menyumbat saluran nafas sehingga
terjadi asfiksia. Perdarahan hebat dapat menyebabkan keadaan syock hipovolemik.
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam dikenal dengan late/delayed bleeding.
Umumnya terjadi pada hari ke 5-10 pascabedah. Penyababnya belum diketahui
dengan pasti.
Nyeri
Nyeri pasca operasi muncul dikarenakan kerusakan mukosa dan serabut syaraf
glosofaringeus atau vagal, inflamasi atau spasme otot faringeus yang menyebabkan
ishkemi dan siklus nyeri berlanjut sampai ke otot. Biasanya terjadi 12-21 hari pasca
operasi.
7. Komplikasi
RM.08.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


NO.RM : 00027802

Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi berupa peritonsil abses, ke daerah
sekitarnya berupa rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis,
artritis, miositis, nefritis.
8. Prognosis
Prognosis pada kasus tonsilitis baik apabila tidak didapatkan komplikasi baik komplikasi
tonsilitis maupun komplikasi pembedahan.

RM.09.

Anda mungkin juga menyukai