DEFINISI
Urticaria adalah erupsi kulit yang menimbul (wheal) berbatas tegas,
berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah, dan memucat bila
ditekan, disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut,
kronik, atau berulang. Sinonim urtikaria: Hives, nettle rash, biduran,
kaligata.
Penyakit ini dicirikan dengan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas vaskular sehingga terjadi pembengkakan.
Urticaria melibatkan papillary vascular plexus pada kulit,
menyebabkan wheal (papule&plaque yang membengkak dan gatal)
sedangkan Angioedema adalah urtika yang melibatkan deep vascular
plexus pada lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di
submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran nafas, saluran
cerna, dan organ kardiovaskular.
Epidemiologi
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Usia, ras, jenis
kelamin, pekerjaan, lokasi geografik, dan musim dapat menjadi agen predisposisi
bagi urtikaria. Berdasarkan data dari National Ambulatory Medical Care Survey
dari tahun 1990 sampai dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69% dari semua
pasien urtikaria yang datang berobat ke pusat kesehatan. Distribusi usia paling
sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun. ditemukan 40 % bentuk urtikaria saja,
49% urtikaria bersama sama dengan angioedema, dan 11 % angioedema saja.
Lama serangan berlangsung variasi, ada yang lebih dari satu tahun, bahkan ada
yang lebih dari 20 tahun. Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria
dibandingkan dengan orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin
laki-laki dan perempuan. Umur, ras, jabatan, pekerjaan, letak geografis, dan
perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensivitas yang diperankan oleh IgE.
Penisilin tercatat sebagai obat yang sering menimbulkan urtikaria.
Etiologi: Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya.
Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain:
a.
Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik)
menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang
secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan
histamin, misalnya opium dan zat kontras.
b.
Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur,
ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.
c.
Gigitan atau sengatan
serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE ( tipe I ) dan tipe seluler ( tipe IV ).tetapi venom dan
toksin biasanya dapat mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan
serangga lainnya dapat menimbulkan urtika bentuk popular di sekitar tempat
gigitan, biasanya sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau
bulan.
d.
Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.
e.
Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang,
dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). reaksi
ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan nafas.
f.
Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil,
air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect
repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.
g.
Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan,
dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non
imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa
menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau
fenomena Darier.
h.
Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri,
virus, jamur, maupun infestasi parasit.
i.
Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler.
j.
Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominant. Diantaranya ialah familial cold
urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory angiodema.
k.
Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi
lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.
Gejala Klinis
a. Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:
Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
Biduran berwarna merah muda sampai merah.
Lesi dapat menghilang dalam 24-48 jam, tapi lesi baru dapat mucul
seterusnya.
Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut
Pemeriksaan untuk
dermographism dengan cara kulit digores dengan objek tumpul dan
diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.
gambaran klinis
urtikaria
Klasifikasi
Klasifikasi Urtikaria
Ordinary urticarias
Acute urticaria
Chronic urticaria
Contact urticaria
Physical urticarias
Dermatographism
Delayed dermatographism
Pressure urticaria
Cholinergic urticaria
Vibratory angioedema
Exercise-induced urticaria
Adrenergic urticaria
Delayed-pressure urticaria
Solar urticaria
Aquagenic urticaria
Cold urticaria
Special syndromes
Schnitzler syndrome
Muckle-Wells syndrome
Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy
Urticarial vasculitis
Ordinary urticarias
1.
Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau
berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu biasanya
hilang dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan
dengan atopi. Sekitar 20%-30% pasien dengan urtikaria akut berkembang menjadi
kronis atau rekuren.
2.
Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu2,
pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih
dari 6 minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah
dan dapat mengganggu kesehatan terkait dengan kualitas hidup.3
3.
Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di
tempat di mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa.
Urtikaria kontak dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE) atau
non-alergi (IgE-independen).
2.
Urtikaria Fisik
a. Dermographism
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan
merupakan suatu edema setempat berbatas tegas yang biasanya
berbentuk linier yang tepinya eritem yang muncul beberapa detik setelah
kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau luas
merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.
g. Local heat urticaria
Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi
dalam beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal,
biasanya muncul 5 menit setelah kulit terpapar panas diatas 43C. Area
yang terekspos menjadi seperti terbakar, tersengat, dan menjadi merah,
bengkak dan indurasi.
h. Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan
kadang-kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah
paparan dengan sinar matahari atau sumber cahaya buatan. Histamin dan
faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat ditemukan dalam
darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA), UVB, dan sinar
atau cahaya yang terlihat.
i. Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri
dari pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal),
dan sinkop yang berbeda dari cholinergic urticaria. Exercise-induced
anaphylaxis memerlukan olahraga/exercise sebagai stimulusnya.
j. Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white
halo yang terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi
karena peran norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah
rangsangan faktor pencetus seperti emosional (rasa sedih), kopi, dan
coklat.
k. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus
Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan
urtikaria dan atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak
sebagai pembawa antigen-antigen epidermal yang larut air. Erupsi terdiri
dari biduran-biduran kecil yang mirip dengan cholinergic urticaria.
Diagnosis
1.Anamnesis
Pemeriksaan kulit
pada urtikaria, meliputi:
Lokalisasi: badan, ekstremitas, kepala, dan leher.
Efloresensi: eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan elevasi
3.
antihistamin H1
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30
menit setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam,
sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Antihistamin dapat
diberikan selama 7-10 hari
3. Adrenergik
Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distress pernapasan, asma atau
edema laring, mula-mula diberi adrenalin (1:1000) dengan dosis 0,01
ml/kgBB/kali subkutan (makasimal 0,3 ml) dilanjutkan dengan pemberian
antihistamin.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan bila tidak memberi respon yang baik dengan
obat lain dengan mewaspadai efek samping yang dapat terjadi.
Kortikosteroid jangka pendek digunakan pada urtikaria akut yang berat
dengan atau tanpa angioedema atau bila urtikaria diduga berlangsung
akibat reaksi alergi fase lambat. Obat yang digunakan adalah prednison
dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari, tapering off biasanya tidak
dibutuhkan pada urtikaria akut.
5. Antileukotrien (Leukotriene pathway modifiers)
Antileukotrien dapat digunakan bersamaan dengan antihistamin H1
untuk menangani urtikaria yang tidak terkontrol, tetapi penggunaannya
sebagai terapi tunggal masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Antileukotrien pernah tercatat memiliki manfaat pada kasus alergi
aspirin, namun efek sesungguhnya masih belum dapat dipastikan. Salah
satu antileukotrien yang sering dipakai adalah montelukast dengan dosis
yang dianjurkan untuk anak-anak adalah 4-5 mg/hari. Tablet 4 mg
digunakan pada anak 2-6 tahun dan 5 mg digunakan pada anak 6-15
tahun. Di Indonesia, antileukotrien itu sendiri masih jarang digunakan
dan preparatnya pun masih sangat terbatas. Preparat antileukotrien yang
telah beredar di Indonesia adalah zafirlukast, sedangkan montelukast
belum tersedia. Zafirlukast dapat digunakan untuk mengobati asma
akibat alergi.
Tabel 1. Antihistamin untuk Urtikaria dan Angioedema
Golongan Obat
Dosis
Frekuensi
Hydroxizine
0,5-2 mg/kg/kali
1-2 mg/kg/kali
0,25 mg/kg/hari
Setiap 8 jam
(dibagi 3 dosis)
0,25 mg/kg/kali
Fexofenadin
6-11 tahun: 30 mg
2 kali/hari
> 12 tahun: 60 mg
Loratadin
Dewasa : 120 mg
1 kali/hari
2-5 tahun: 5 mg
1 kali/hari
> 6 tahun: 10 mg
Desloratadin
6-11 bulan: 1 mg
1 kali/hari
B. Penanganan Khusus
Dilakukan sesuai dengan diagnosis jenis urtikaria
C. Penanganan Topikal
Untuk mengatasi pruritus, dapat diberikan lotion calamin atau bedak
salisilat. Urtikaria kronim biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah etap
identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga sulit
dilakukan. Untuk ini, selain antihistamin H1, juga dapat menambahkan obat
antihistamin H2. Kombinasi lain yang dapat diberikan adalah antihistamin H1 dan
H2 pada malam hari atau antihistamin H1 dengan antidepresan trisiklik. Pada
kasus berat dapat diberikan antihistamin H1 dengan kortikosteroid jangka pendek.
Suportif
Lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas
atau pengap, dan ruangan tidak penuh sesak). Pakaian, handuk, sprei,
Indikasi Rawat
Urtikaria yang meluas dengan cepat (hitungan menit-jam) disertai dengan
angioedema hebat, distres pernapasan, dan nyeri perut hebat.
Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,
sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.
DAFTAR PUSTAKA
1.Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan Angioedema dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.
2. Djuanda, A. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Gattan C.E.H, Black A. (2010). Urticaria and Angioedema dalam: Rooks Textbook of Dermatology, 8th
edition. London:p.22.1
4. Keplen, Allen. (2008). Urticaria in Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Seventh edition. New
York: p.330
5. Matondang, Soepriyadi, Setiabudiawan. 2007. Urtikaria-Angioedema. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak
Edisi Kedua. Disunting oleh Akib, Munash dan Kurniati. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. IDAI. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia jilid I.