Anda di halaman 1dari 14

URTICARIA

DEFINISI
Urticaria adalah erupsi kulit yang menimbul (wheal) berbatas tegas,
berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah, dan memucat bila
ditekan, disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut,
kronik, atau berulang. Sinonim urtikaria: Hives, nettle rash, biduran,
kaligata.
Penyakit ini dicirikan dengan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas vaskular sehingga terjadi pembengkakan.
Urticaria melibatkan papillary vascular plexus pada kulit,
menyebabkan wheal (papule&plaque yang membengkak dan gatal)
sedangkan Angioedema adalah urtika yang melibatkan deep vascular
plexus pada lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di
submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran nafas, saluran
cerna, dan organ kardiovaskular.
Epidemiologi
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Usia, ras, jenis
kelamin, pekerjaan, lokasi geografik, dan musim dapat menjadi agen predisposisi
bagi urtikaria. Berdasarkan data dari National Ambulatory Medical Care Survey
dari tahun 1990 sampai dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69% dari semua
pasien urtikaria yang datang berobat ke pusat kesehatan. Distribusi usia paling
sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun. ditemukan 40 % bentuk urtikaria saja,
49% urtikaria bersama sama dengan angioedema, dan 11 % angioedema saja.
Lama serangan berlangsung variasi, ada yang lebih dari satu tahun, bahkan ada
yang lebih dari 20 tahun. Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria
dibandingkan dengan orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin
laki-laki dan perempuan. Umur, ras, jabatan, pekerjaan, letak geografis, dan
perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensivitas yang diperankan oleh IgE.
Penisilin tercatat sebagai obat yang sering menimbulkan urtikaria.
Etiologi: Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya.
Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain:
a.
Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik)

menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang
secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan
histamin, misalnya opium dan zat kontras.
b.
Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur,
ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.
c.
Gigitan atau sengatan
serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE ( tipe I ) dan tipe seluler ( tipe IV ).tetapi venom dan
toksin biasanya dapat mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan
serangga lainnya dapat menimbulkan urtika bentuk popular di sekitar tempat
gigitan, biasanya sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau
bulan.
d.
Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.
e.
Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang,
dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). reaksi
ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan nafas.
f.
Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil,
air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect
repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.
g.
Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan,
dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non
imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa
menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau
fenomena Darier.
h.
Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri,
virus, jamur, maupun infestasi parasit.
i.

Psikis

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler.
j.
Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominant. Diantaranya ialah familial cold
urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory angiodema.
k.
Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi
lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.
Gejala Klinis
a. Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:
Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
Biduran berwarna merah muda sampai merah.
Lesi dapat menghilang dalam 24-48 jam, tapi lesi baru dapat mucul

seterusnya.
Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut

diare, muntah dan nyeri kepala.


b. Tanda urtikatria adalah sebagai berikut:
Klinis tampak eritema

dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang bagian tengah


tampak lebih pucat.
Bentuknya dapat

papular, lentikular, numular, dan plakat.


Jika ada reaksi

anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory


distress, stridor, dan gastrointestinal distress.
Jika ada lesi yang

gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan, maka


merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan
perubahan pigmentasi.

Pemeriksaan untuk
dermographism dengan cara kulit digores dengan objek tumpul dan
diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.

Edema jaringan kulit

yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau


subkutan pada angioedema.

gambaran klinis
urtikaria

Klasifikasi
Klasifikasi Urtikaria
Ordinary urticarias
Acute urticaria
Chronic urticaria
Contact urticaria
Physical urticarias
Dermatographism
Delayed dermatographism
Pressure urticaria
Cholinergic urticaria
Vibratory angioedema
Exercise-induced urticaria
Adrenergic urticaria
Delayed-pressure urticaria
Solar urticaria

Aquagenic urticaria
Cold urticaria
Special syndromes
Schnitzler syndrome
Muckle-Wells syndrome
Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy
Urticarial vasculitis
Ordinary urticarias
1.

Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau

berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu biasanya
hilang dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan
dengan atopi. Sekitar 20%-30% pasien dengan urtikaria akut berkembang menjadi
kronis atau rekuren.
2.
Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu2,
pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih
dari 6 minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah
dan dapat mengganggu kesehatan terkait dengan kualitas hidup.3
3.
Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di
tempat di mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa.
Urtikaria kontak dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE) atau
non-alergi (IgE-independen).
2.

Urtikaria Fisik
a. Dermographism
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan
merupakan suatu edema setempat berbatas tegas yang biasanya
berbentuk linier yang tepinya eritem yang muncul beberapa detik setelah

kulit digores. Dermographism tampak sebagai garis biduran (linear


wheal). Transient wheal atau biduran yang sementara muncul secara
cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi, kulit biasanya
mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat muncul.
b. Delayed dermographism
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan
atau tanpa immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam.
Erupsi terdiri dari nodul eritema linier. Kondisi ini mungkin berhubungan
dengan delayed pressure urticaria.
c. Delayed pressure urticaria
Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema
lokal, sering disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi
tekanan terhadap kulit. Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi
yang keras, di bawah sabuk pengaman, pada kaki setelah berlari, dan
pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan dengan tangan.
d. Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat,
dapat berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa
tahun karena paparan vibrasi okupasional seperti pada pekerja-pekerja di
pengasahan logam karena getaran-getaran gerinda. Urtikaria ini dapat
sebagai kelainan autosomal dominan yang diturunkan dalam keluarga.
Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada wajah.
e. Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan
(herediter). Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang
meliputi perubahan dalam temperatur lingkungan dan kontak langsung
dengan objek dingin. Jarak antara paparan dingin dan onset munculnya
gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi episode adalah 12
jam.
f. Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh.
Cholinergic urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast.
Erupsi tampak dengan biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kira-

kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau luas
merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.
g. Local heat urticaria
Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi
dalam beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal,
biasanya muncul 5 menit setelah kulit terpapar panas diatas 43C. Area
yang terekspos menjadi seperti terbakar, tersengat, dan menjadi merah,
bengkak dan indurasi.
h. Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan
kadang-kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah
paparan dengan sinar matahari atau sumber cahaya buatan. Histamin dan
faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat ditemukan dalam
darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA), UVB, dan sinar
atau cahaya yang terlihat.
i. Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri
dari pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal),
dan sinkop yang berbeda dari cholinergic urticaria. Exercise-induced
anaphylaxis memerlukan olahraga/exercise sebagai stimulusnya.
j. Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white
halo yang terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi
karena peran norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah
rangsangan faktor pencetus seperti emosional (rasa sedih), kopi, dan
coklat.
k. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus
Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan
urtikaria dan atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak
sebagai pembawa antigen-antigen epidermal yang larut air. Erupsi terdiri
dari biduran-biduran kecil yang mirip dengan cholinergic urticaria.
Diagnosis
1.Anamnesis

Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi rash/ruam, dan


gatal dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren,
atau kronik.
2.Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi:

Pemeriksaan kulit
pada urtikaria, meliputi:
Lokalisasi: badan, ekstremitas, kepala, dan leher.
Efloresensi: eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan elevasi

kulit, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.


Ukuran: beberapa milimeter hingga sentimeter.
Bentuk: papular, lentikular, numular, dan plakat.
Dermographism
b. Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan

menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa,


diantaranya adalah:
Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak.
Angiodema pada bibir, lidah, atau laring.
Sclera ikterik, pembesaran hepar, atau nyeri yang mengindikasikan
hepatitis
Pemeriksaan pulmonal untuk mencari apakah ada riwayat asthma
Ekstremitas untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur
3.Pemeriksaaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada
tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.
Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen,
autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan
urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1
inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema
berulang tanpa urtikaria. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa
pada urtikaria dingin.
b. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
c. Tes Alergi

Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi


dengan melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE
spesifik (radio-allergosorbent test-RASTs).Tes injeksi intradermal
menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST)
dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk
mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing
autoantibodies.
d. Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila
tes-tes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun
demikian, tes provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk
menjamin keamanannya.
1.
Tes eleminasi makanan
Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi
satu.
2.
Tes Kulit
Meskipun terbatas kegunaannya dapat digunakan untuk membantu
diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes
intradermal dapat digunakan untuk mencari allergen inhalan, makanan
dermatofit, dan kandida.

3.

Tes dengan es (ice cube test)


Tes dengan es (ice cube test) biasanya digunakan untuk

mendiagnosis cold urtikaria.


e. Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu
diagnosis. Pada urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis.
Tidak terdapat perubahan epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan
peningkatan jarak antara serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh
edema dermis. Selain itu terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di
papilla dermis dan pembuluh limfe pada kulit yang berkaitan. Selain itu

terdapat suatu infiltrat limfositik perivaskuler dan mungkin sejumlah


eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya pada kulit yang bersangkutan.
Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan
kronik. Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu
campuran limfosit, polymorphonuclear leukocyte (PMN), dan sel-sel
inflamasi lainnya. Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan
histopatologi dari respon alergi fase akhir. Beberapa pasien dengan
urtikaris yang sangat parah atau urtikaria atipikal memiliki vaskulitis pada
biopsi kulit. Spektrum histopatologi berhubungan derajat keparahan
penyakit, mulai dari limfositik (ringan) sampai ke vaskulitik (parah).

Gambar 2.14 Diagram pemeriksaan urikaria.


Diagnosis Banding
a. Sengatan serangga multipel
Pada sengatan serangga akan terlihat titik di tengah bentol yang
merupakan bekas sengatan serangga.
b. Angioedema herediter

Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang disertai urtikaria. Pada


kelainan ini terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai rasa
sakit dan terkadang disertai edema laring. Edema biasanya mengenai
ekstremitas dan mukosa gastrointestinal yang sembuh setelah 1-4 hari. Pada
keluarga terdapat riwayat penyakit yang serupa. Diagnosis ditegakkan dengan
menemukan kadar komplemen C4 dan C2 yang menurun dan tidak adanya
inhibitor C1-esterase dalam serum.
Management
Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang-kadang
sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan pengobatan. Prinsip pengobatan
urtikaria akut adalah sebagai berikut.
A. Penanganan Umum
1. Eliminasi/Penghindaran faktor penyebab
2. Antihistamin
Medikamentosa utama adalah antihistamin karena mediator utama pada
urtikaria adalah histamin. Preparat yang bisa digunakan:

Antihistamin H1 generasi I (sedatif), misal Chlorfeniramin


Maleat (CTM) dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis, atau antihistamin H1 generasi II (nonsedatif),
contoh setirizin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/kali (usia < 2
tahun: 2 kali/hari; usia > 2 tahun: 1 kali/hari). Pada urtikaria

akut lokalisata cukup diberikan antihistamin H1.


Penambahan antihistamin H2, misal simetidin 5
mg/kgBB/kali, 3 kali/hari dapat membantu efektifitas

antihistamin H1
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30
menit setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam,
sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Antihistamin dapat
diberikan selama 7-10 hari

3. Adrenergik
Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distress pernapasan, asma atau
edema laring, mula-mula diberi adrenalin (1:1000) dengan dosis 0,01
ml/kgBB/kali subkutan (makasimal 0,3 ml) dilanjutkan dengan pemberian
antihistamin.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan bila tidak memberi respon yang baik dengan
obat lain dengan mewaspadai efek samping yang dapat terjadi.
Kortikosteroid jangka pendek digunakan pada urtikaria akut yang berat
dengan atau tanpa angioedema atau bila urtikaria diduga berlangsung
akibat reaksi alergi fase lambat. Obat yang digunakan adalah prednison
dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari, tapering off biasanya tidak
dibutuhkan pada urtikaria akut.
5. Antileukotrien (Leukotriene pathway modifiers)
Antileukotrien dapat digunakan bersamaan dengan antihistamin H1
untuk menangani urtikaria yang tidak terkontrol, tetapi penggunaannya
sebagai terapi tunggal masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Antileukotrien pernah tercatat memiliki manfaat pada kasus alergi
aspirin, namun efek sesungguhnya masih belum dapat dipastikan. Salah
satu antileukotrien yang sering dipakai adalah montelukast dengan dosis
yang dianjurkan untuk anak-anak adalah 4-5 mg/hari. Tablet 4 mg
digunakan pada anak 2-6 tahun dan 5 mg digunakan pada anak 6-15
tahun. Di Indonesia, antileukotrien itu sendiri masih jarang digunakan
dan preparatnya pun masih sangat terbatas. Preparat antileukotrien yang
telah beredar di Indonesia adalah zafirlukast, sedangkan montelukast
belum tersedia. Zafirlukast dapat digunakan untuk mengobati asma
akibat alergi.
Tabel 1. Antihistamin untuk Urtikaria dan Angioedema
Golongan Obat

Dosis

Antihistamin H1 (generasi ke-1, sedatif)

Frekuensi

Hydroxizine

0,5-2 mg/kg/kali

Setiap 6-8 jam

(dewasa 25-100 mg)


Diphenhydramin

1-2 mg/kg/kali

Setiap 6-8 jam

(dewasa 50-100 mg)


Chlorpheniramin
Maleat

0,25 mg/kg/hari

Setiap 8 jam

(dibagi 3 dosis)

Antihistamin H1 (generasi ke-2, nonsedatif)


Setirizin

0,25 mg/kg/kali

6-24 bulan: 2 kali/hari


>24 bulan: 1 kali/hari

Fexofenadin

6-11 tahun: 30 mg

2 kali/hari

> 12 tahun: 60 mg

Loratadin

Dewasa : 120 mg

1 kali/hari

2-5 tahun: 5 mg

1 kali/hari

> 6 tahun: 10 mg
Desloratadin

6-11 bulan: 1 mg

1 kali/hari

1-5 tahun: 1,25 mg


6-11 tahun: 2,5 mg
>12 tahun: 5 mg
Antihistamin H2
Cimetidine

Bayi: 10-20 mg/kg/hari

Tiap 6-12 jam (terbagi 2-4 dosis

Anak: 20-40 mg/kg/hari


Ranitidine

1 bln-16 tahun: 5-10 mg/kg/hari

Tiap 12 jam (terbagi dalam 2 dosis)

B. Penanganan Khusus
Dilakukan sesuai dengan diagnosis jenis urtikaria
C. Penanganan Topikal
Untuk mengatasi pruritus, dapat diberikan lotion calamin atau bedak
salisilat. Urtikaria kronim biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah etap

identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga sulit
dilakukan. Untuk ini, selain antihistamin H1, juga dapat menambahkan obat
antihistamin H2. Kombinasi lain yang dapat diberikan adalah antihistamin H1 dan
H2 pada malam hari atau antihistamin H1 dengan antidepresan trisiklik. Pada
kasus berat dapat diberikan antihistamin H1 dengan kortikosteroid jangka pendek.
Suportif

Lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas
atau pengap, dan ruangan tidak penuh sesak). Pakaian, handuk, sprei,

dibilas bersih dari sisa deterjen dan diganti lebih sering.


Pasien dan keluarga diedukasi untuk kecukupan hidrasi, dan
menghindarkan garukan untuk mencegah infeksi sekunder6.

Indikasi Rawat
Urtikaria yang meluas dengan cepat (hitungan menit-jam) disertai dengan
angioedema hebat, distres pernapasan, dan nyeri perut hebat.
Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,
sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.

DAFTAR PUSTAKA
1.Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan Angioedema dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.
2. Djuanda, A. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Gattan C.E.H, Black A. (2010). Urticaria and Angioedema dalam: Rooks Textbook of Dermatology, 8th
edition. London:p.22.1
4. Keplen, Allen. (2008). Urticaria in Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Seventh edition. New
York: p.330
5. Matondang, Soepriyadi, Setiabudiawan. 2007. Urtikaria-Angioedema. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak
Edisi Kedua. Disunting oleh Akib, Munash dan Kurniati. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. IDAI. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia jilid I.

Anda mungkin juga menyukai