Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki
peran penting yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan
derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Peran strategis ini didapat karena
rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan padat
karya. Peran tersebut dewasa ini semakin menonjol karena perubahanperubahan

epidemiologi

penyakit,

perubahan

struktur

demografis,

perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), perubahan struktur


sosio ekonomi masyarakat dan tuntutan akan pelayanan yang lebih bermutu,
ramah serta sanggup memenuhi kebutuhan costumer yang menuntut perubahan
dalam pola pelayanan kesehatan (Aditama, 2004).
Tuntutan memberikan pelayanan yang bermutu selain merupakan
ekspektasi yang diharapkan pasien ketika memanfaatkan jasa rumah sakit dalam
meningkatkan kesehatannya, adalah hak pasien yang telah dibakukan dalam
undang-undang no 44 tahun 2009 yang wajib dipenuhi oleh seluruh rumah
sakit, termasuk perawat (Pusat Informasi DepKes RI, 2010). Perawat di rumah
sakit sesuai dengan Lokakarya Nasional 1983 merupakan tokoh sentral dalam
mengimplementasikan pelayanan kesehatan bermutu terhadap pasien melalui
keragaman peran yang dibebankan kepadanya (Ali, 2002 dalam Arip dkk 2008).
Kemampuan perawat dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang
bermutu, dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya beban kerja dimana yang

timbul sehubungan dengan perannya memenuhi kebutuhan pasien di rumah


sakit yang memberikan dampak besar terhadap kemampuan tersebut. Beban
kerja sesuai kapasitas perawat akan menstimulasi kegairahan kerja sebaliknya
beban kerja tinggi dalam jangka panjang selain menyebabkan penurunan
standar terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan akan menimbulkan stres.
Stres yang dialami perawat di tempat kerja menurut International Council of
Nurses/ICN (2000) adalah reaksi emosional dan fisik yang abnormal sebagai
hasil interaksi antara pekerja dan lingkungan kerjanya di mana permintaan
terhadap pekerjaan melebihi kemampuan pekerja dan sumber-sumber yang
dimilikinya.
Reaksi fisik dan emosional abnormal yang dialami perawat dapat
disebabkan oleh banyak faktor selain beban kerja. Konflik peraturan, sepertinya
tidak adanya kejelasan aturan, termasuk di dalamnya masalah dalam hubungan
interpersonal di tempat kerja, keadaan di tempat kerja dan rumah tangga,
kurangnya sumber-sumber di tempat kerja tekanan dari pasien yang dirawat dan
tekanan yang berasal dari sesama perawat,merupakan beberapa keadaan yang
dapat menstimulasi reaksi tersebut (Wheeler, 1998 dalam Glazer & Gyurak,
2008). Hasil survei yang lebih rinci mengenai sumber-sumber stres dalam
keperawatan menurut penelitian Dewe 1989 yaitu kesulitan menjalin hubungan
dengan staf lain, kesulitan dalam merawat pasien kritis (karena memerlukan
tindakan cepat). Hal ini berkaitan dengan pengobatan/perawatan pasien (bekerja
dengan dokter yang tidak memahami emosional & kebutuhan sosial) serta
merawat pasien yang gagal untuk membaik (Svensdottir et al, 2004).

Penyebab stres yang kompleks di lingkungan kerja perawat terdapat di


ruang yang memerlukan tingkat ketelitian dan kecepatan tinggi terkait kondisi
pasien yang kritis. Ruang yang memberikan layanan intensif pada pasien
dengan keadaan mengancam nyawa tersebut di rumah sakit meliputi Unit
Gawat Darurat (UGD), Intensive Care Unit (ICU), Intensive Cardiologi Care
Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU),
dan Neonate Intensive Care Unit (NICU) (Wikipedia, 2011).
Rentannya perawat ruang kritis mengalami stres dapat dilihat dari
deskripsi hasil penelitian Maeler (2007) dikutip Kristanto dkk (2009) bahwa
dari 230 responden yang bekerja sebagai perawat Ruang ICU di Amerika,
ditemukan 54 orang (24%) menderita Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Hasil ini lebih rendah dibandingkan perawat yang bekerja di ruang rawat inap
yaitu dari 121 perawat yang bersedia menjadi responden sejumlah 17 orang
(14%) menderita PTSD.
Dampak stres kerja yang tidak dapat ditangani dengan baik oleh perawat
menurut survey yang dilakukan oleh PPNI tahun 2006, 50,9% di 4 provinsi di
Indonesia yaitu sering merasa pusing, lelah, dan beberapa keluahan fisik lain.
Hal ini akan berakibat lebih fatal karena stres kerja yang dialami perawat dapat
menyebabkan berkurangnya ketelitian dalam memberikan perawatan sehingga
berakibat pada peningkatkan kematian pasien (Hamid, 2007).
Stres memberikan dampak yang sangat besar terhadap kualitas kerja
perawat, menunjukkan bahwa perawat harus mampu mengatasi stres yang
dialaminya di tempat kerja, sehingga tetap dapat memberikan pelayanan
kesehatan secara optimal. Keahlian mengendalikan stres dan meminimalkan

dampak buruk stres terhadap penampilan kerja dikenal dengan mekanisme


koping. Perawat yang dapat memilih jenis mekanisme koping yang tepat sesuai
dengan stres yang ada, akan menjadikan stres untuk mendukung fungsi
integratif, pertumbuhan, sarana belajar dan dorongan untuk mencapai tujuan.
Sebaliknya pemilihan mekanisme koping yang tidak tepat atau
maladaptif akan menghambat fungsi intregrasi, memecahkan pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan menguasai seluruh aspek kehidupan perawat (Stuart
dan Sunden, 2005). Perawat yang bertugas di rumah sakit dituntut untuk dapat
memilih mekanisme koping adaptif sehingga terhindar dari dampak stres di
tempat kerja (Mustikasari, 2006).
Keadaan yang sama ditemukan di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh berdasarkan studi pendahuluan yang penulis
lakukan pada tahun 2011 secara deskriptif dengan desain cross sectional
terhadap 15 perawat yang bertugas di Ruang Kritis instansi tersebut yang
menunjukkan bahwa perawat belum seluruhnya memiliki kemampuan yang
baik dalam memilih mekanisme koping untuk mengatasi stres kerja yang
terdapat di lingkungan kerja sehingga mendapat dampak buruk dari stres kerja
berupa penurunan motivasi untuk bekerja sesuai standar.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUDZA Banda
Aceh oleh Abdiah (2008) terhadap 61 orang perawat pelaksana menggunakan
metode penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional study,
mendapatkan hasil 52,46% mengalami stres kerja pada kategori tinggi yang
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah mekanisme pertahanan
diri yang belum konstruktif?

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik


untuk melakukan penelitian dengan judul karakteristik mekanisme koping
perawat pelaksana dalam menghadapi pengaruh stres kerja di Ruang Perawatan
Kritis RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2012.
B.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, penulis berasumsi penelitian terhadap
mekanisme koping yang digunakan perawat dalam menghadapi pengaruh stres
kerja di Ruang Perawatan Kritis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2012 perlu dilakukan karena
berhubungan dengan tanggung jawab perawat dalam memberikan pelayanan
yang berkualitas terhadap pasien dengan keadaan mengancam jiwa terutama di
rumah sakit yang saat ini telah diperkuat dengan payung hukum, sehingga
rumusan penelitian ini adalah bagaimanakah karakteristik mekanisme koping
perawat pelaksana dalam menghadapi pengaruh stres kerja di Ruang Perawatan
Kritis RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2012.

C.

Tujuan Penelitian
1.

Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik mekanisme koping perawat pelaksana
dalam menghadapi pengaruh stres kerja di Ruang Perawatan Kritis RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2012.

2.

Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi koping perawat pelaksana yang adaptif dalam
menghadapi pengaruh stres kerja di Ruang Perawatan Kritis RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2012.
b. Mengidentifikasi koping perawat pelaksana yang maladaptif dalam
menghadapi pengaruh stres kerja di Ruang Perawatan Kritis RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2012.

D.

Manfaat Penelitian
1.

RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, sebagai


bahan masukan untuk mengembangkan ilmu keperawatan sehingga dapat
mencegah dampak stres akibat mekanisme koping yang tidak efektif.

2.

Program Studi Ilmu Keperawatan, sebagai bahan


masukan bagi divisi keperawatan bagian manajemen mengenai teknik
koping yang cenderung digunakan oleh perawat di lapangan dan
selanjutnya dapat menganalisa sejauh mana keefektifannya.

3.

Penelitian lain, melihat sejauh mana keefektifan


penggunaan koping dalam menghadapi stres di Ruang Perawatan Kritis.

Anda mungkin juga menyukai