Anda di halaman 1dari 12

BIODIESEL TEKNOLOGI BIOMASSABAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hutan, gunung, sawah dan
lautan adalah potensi yang dimiliki Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru tanah air.
Indonesia juga menyandang beberapa nama yang diakui oleh dunia seperti jambrut
khatulistiwa , negara agraris dan negara maritim. Salah satu kekayaan alam yang
memiliki nilai penting bagi bangsa ini adalah kekayaan energi.
Kekayaan energi yang dimiliki Indonesia tidak hanya berkaitan dengan jumlahnya saja tapi
juga keberagamannya. Indonesia memiliki sumber energi konvensional (fosil) dan non
konvensional (terbarukan). Oleh karena itu, tidaklah bijak jika Indonesia hanya bergantung
pada salah satu dari sumber energi tersebut, yaitu pada energi fosil seperti Bahan Bakar
Minyak (BBM).
Energi fosil memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat diproduksi kembali, oleh
karena itu seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka akan menyebabkan
keterbatasan dalam penyediaannya. Sehingga energi alternatif pengganti energi fosil terus
dicanangkan pemerintah. Salah satu energi alternatif yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan di Indoensia adalah energi biomassa. Dengan memanfaatkan tumbuhtumbuhan seperti kelapa sawit, jarak pagar, tebu, singkong, alga dll maka dapat dihasilkan
bahan bakar yang merupakan energi terbarukan. Proses produksi bahan bakar ini meliputi
proses termofisika, termokimia, dan biokimia. Proses yang akan dibahas pada makalah ini
adalah proses konversi biomassa secara termokimia.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memahami konsep konversi termokimia biomassa
2. Mampu memberikan contoh mengenai proses konversi termokimia biomassa seperti
proses pembuatan biodiesel
3. Mengetahui keunggulan dari biodiesel

1.4 Manfaat
Manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mendapatkan pengetahuan mengenai proses konversi termokimia bomassa

2. Menerapkan konsep konversi biomassa untuk menghasilkan bahan bakar alternatif,


seperti biodiesel

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biomassa
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang
berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan bahan bakar fosil).
Sumber-sumber biomassa yang paling umum adalah bahan bakar kayu, limbah dan alkohol.
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan karena tanaman dapat kembali tumbuh pada
lahan yang sama. Kayu saat ini merupakan sumber yang paling banyak digunakan untuk
biomassa. Di Amerika Serikat, misalnya, hampir 90% biomassa berasal dari kayu sebagai
bahan bakar.
Ada tiga jenis proses yang digunakan untuk mengkonversi biomassa menjadi bentuk yang
energi yang berguna yaitu: konversi termal dari biomassa, konversi kimia dari biomassa, dan
konversi biokimia dari biomassa. Biomassa adalah sumber energi terbarukan tetapi ini tidak
berarti biomassa adalah sumber energi yang benar-benar ramah lingkungan. Pertanyaan
apakah kita harus menggunakan biomassa atau tidak telah menimbulkan banyak kontroversi
di beberapa tahun terakhir. Para penentang mengatakan bahwa biomassa dapat menyebabkan
emisi gas rumah kaca yang besar (dari pembakaran kayu), bahkan lebih besar daripada gas
rumah kaca yang berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara.
Di sisi lain, para pendukungnya mengatakan bahwa konsep biomassa berkelanjutan relatif
mudah dicapai dengan menerapkan peraturan yang sangat ketat mengenai bahan yang
digunakan dan bagaimana mereka dibakar. Biomassa dianggap sebagai karbon netral, ini
berarti biomassa mengambil karbon dari atmosfer pada saat tanaman tumbuh, dan
mengembalikannya ke udara ketika dibakar. Karena itulah, setidaknya menurut teori, terjadi
siklus karbon tertutup tanpa peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer.

2.2 Termokimia
Termokimia ialah cabang kimia yang berhubungan dengan hubungan timbal balik panas
dengan reaksi kimia atau dengan perubahan keadaan fisika. Secara umum, termokimia
merupakan penerapan termodinamika untuk kimia. Konversi biomassa secara termokimia
terbagi menjadi : pembakaran, gasifikasi, pirolisis, dan produksi biodiesel.
2.3. Biodiesel
2.3.1 Pengertian Biodiesel

Biodisel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai enegil alternative bagi bahan bakar dari mesin
diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Senyawa
utamanya adalah ester. Ester mempunyai rumus bangun sebagai berikut :
Gambar 1. Rumus Bangun Ester
Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar
menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses
ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip
dengan petrodiesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak
kasus.
Namun, itu lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum,
meningkatkan bahan bakar diesel petro murni ultra rendah belerang yang rendah pelumus.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang paling dekat untuk menggantikan bahan
bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan
bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petro pada mesin sekarang ini.
Bahan baku biodiesel yang dikembangkan bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki
suatu negara, minyak kanola di Jerman dan Austria, minyak kedelei di Amerika Serikat,
minyak sawit di Malaysia, dan minyak kelapa di Filipina Indonesia mempunyai banyak sekali
tanaman penghasil minyak lemak nabati, diantaranya adalah kelapa sawit, kelapa, jarak
pagar, jarak, nyamplung, dan lain-lain. Beberapa tanaman yang potensial untuk bahan baku
biodiesel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Beberapa tanaman penghasil minyak di Indonesia
Nama latin

Nama Indonesia

Nama lain (daerah)

Elaeis guineensis

Kelapa sawit

Sawit, kelapa sawit

Ricinus communis

Jarak (kastroli)

Kaliki, jarag (Lampung)

Jatropha curcas

Jarak pagar

Ceiba pentandra

Kapok

Randu (Sunda, Jawa)

Chalopyllum inophyllum

Nyamplung

nyamplung

Ximena americana

Bidaro

Bidaro

(Sumber : Pusat Penelitian Energi ITB)


Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar, biodiesel harus mempunyai
kemiripan sifat fisik dan kimia dengan minyak solar. Salah satu sifat fisik yang penting
adalah viskositas. Sebenarnya, minyak lemak nabati sendiri dapat dijadikan bahan bakar,
namun, viskositasnya terlalu tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan
bahan bakar mesin diesel. Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dengan minyak solar
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dan solar
Sifat fisik / kimia

Biodiesel

Solar

Komposisi

Ester alkil

Hidrokarbon

Densitas, g/ml

0,8624

0,8750

Viskositas, cSt

5,55

4,6

Titik kilat, oC

172

98

Angka setana

62,4

53

Energi yang dihasilkan 40,1 MJ/kg 45,3 MJ/kg


(Sumber : Internasional Biodiesel, 2001)
Dibandingkan dengan minyak solar, biodiesel mempunyai beberapa keunggulan. Keunggulan
utamanya adalah emisi pembakarannya yang ramah lingkungan karena mudah diserap
kembali oleh tumbuhan dan tidak mengandung SOx. Perbandingan emisi pembakaran
biodiesel dengan minyak solar disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 perbandingan emisi pembakaran biodiesel dengan solar
Senyawa emisi

Biodiesel

Solar

SO2, ppm

78

NO, ppm

37

64

NO2, ppm

CO, ppm

10

40

Partikulat, mg/Nm3

0,25

5,6

Benzen, mg/Nm3

0,3

5,01

Toluen, mg/Nm3

0,57

2,31

(Sumber : Internasional Biodiesel, 2001)


2.3.2 Senyawa Pembentuk Biodiesel
2.3.2.1 Trigliserida
Minyak atau lemak adalah substansi yang bersifat non soluble di air (hidrofobik) terbuat dari
satu mol gliserol dan tiga mol asam lemak. Minyak atau lemak juga biasa dikenal sebagai
trigliserida (Sonntag, 1979). Struktur kimia trigliserida disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Rumus bangun trigliserida
R1, R2, dan R3 merupakan rantai hidrokarbon yang berupa asam lemak dengan jumlah atom
C lebih besar dari sepuluh. Senyawa inilah yang akan dikonversi menjadi ester melalui
reaksi transesterifikasi.
2.3.2.2 Asam Lemak Bebas
Selain mengandug trigliserida, minyak lemak nabati juga mengandung asam lemak bebas
(free fatty acid), fosfolipid, sterol, air, odorants, dan pengotor-pengotor lainnya. Di antara
kandungan-kandungan tersebut yang perlu diperhatikan ialah asam lemak bebas.
Asam lemak bebas merupakan pengotor yang tidak boleh ada dalam reaksi transesterifikasi.
Asam lemak bebas bereaksi dengan basa (katalis reaksi transesterifikasi) membentuk sabun
dan air. Selain itu, reaksi transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin.
Sabun sulit dipisahkan dari gliserin, sehingga adanya asam lemak bebas dalam reaksi
transesterifikasi dapat menyebabkan kesulitan dalam pemisahan produk.
2.3.2.3 Alkohol

Alkohol digunakan sebagai reaktan dalam reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi.


Alkohol yang sering digunakan adalah metanol, etanol, propanol, dan isopropanol. Dalam
skala industri, metanol lebih banyak digunakan karena harganya lebih murah daripada
alkohol yang lain.
Alkohol diumpankan dalam reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi dalam jumlah
berlebih untuk mendapatkan konversi maksimum. Pemakaian alkohol yang berlebih tentu
saja menambah biaya produksi pembuatan biodiesel, oleh karena itu alkohol sisa di daur
ulang.
2.3.2.4 Katalis
Seperti reaksi kimia pada umumnya, pada reaksi esterifikasi dan transesterifikasi
ditambahkan katalis untuk mempercepat laju reaksi dan meningkatkan perolehan.
(i) Katalis Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi berjalan baik jika dalam suasana asam. Katalis yang sering digunakan
untuk reaksi ini adalah asam mineral kuat, garam, gel silika, dan resin penukar kation.
Asam mineral yang banyak dipakai adalah asam klorida, asam sulfat, dan asam fosfat. Asam
klorida banyak dipakai untuk skala laboratorium, namun jarang dipakai untuk skala industri
karena sangat korosif. Asam fosfat jarang digunakan sebagai katalis karena memberikan laju
reaksi yang relatif lambat. Asam sulfat paling banyak digunakan dalam industri karena
memberikan konversi tinggi dan laju reaksi yang relatif cepat.
Selain asam mineral, katalis yang sering dipakai adalah resin penukar kation. Keunggulan
katalis ini adalah fasanya yang padat sehingga pemisahannya lebih mudah dan dapat dipakai
berulang. Selain itu, ester yang terbentuk tidak perlu dinetralkan. Namun, resin penukar
kation merupakan katalis yang mahal dibandingkan dengan asam mineral.
(ii) Katalis Reaksi Transesterifikasi
Katalis yang sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi yaitu alkali, asam, atau enzim.
Penggunaan enzim masih belum umum dibandingkan alkali dan basa karena harganya mahal
dan belum banyak penelitian yang membahas kinerja katalis ini.
Alkali yang sering digunakan yaitu natrium metoksida (NaOCH3), natrium hidroksida
(NaOH), kalium hidroksida (KOH), kalium metoksida, natrium amida, natrium hidrida,
kalium amida, dan kalium hidrida (Sprules and Price, 1950). Natium hidroksida dan natrium
metoksida merupakan katalis yang paling banyak digunakan. Natrium metoksida lebih efektif
dibandingkan natrium hidroksida (Fredman et. al., 1984; Hartman, 1956) tetapi harganya
lebih mahal dan beracun. Untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 6:1, perolehan
ester untuk NaOH 1% dan NaOCH3 0,5% hampir sama setelah direaksikan selama 60 menit
Namun, pada perbandingan molar alkohol dan asam lemak 3:1, katalis natrium metoksida
menunjukkan hasil yang lebih baik (Fredman et. al., 1984).
Kalium hidroksida (KOH) mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis
lainnya. Pada akhir proses, KOH yang tersisa dapat dinetralkan dengan asam fosfat menjadi
pupuk (K3PO4) sehingga proses produksi biodiesel dengan katalis KOH tidak menghasilkan

limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, KOH dapat dibuat dari abu
pembakaran limbah padat pembuatan minyak nabati.
Asam yang dapat digunakan diantaranya asam sulfat (H2SO4), asam fosfat, asam klorida, dan
asam organik. Katalis asam yang paling banyak banyak dipakai adalah asam sulfat.
Pada kondisi operasi yang sama, katalis alkali jauh lebih cepat daripada katalis asam
(Fredman et. al., 1984). Alkali dapat memberikan perolehan yang tinggi untuk waktu reaksi
sekitar 1 jam sedangkan asam baru memberikan perolehan ester yang tinggi setelah bereaksi
selama 3-48 jam. Pada alkali perolehan ester akan memuaskan untuk perbandingan molar
alkohol dan asam lemak 6:1 sedangkan pada asam baru memberikan perolehan ester yang
memuaskan untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 30:1. Tetapi, katalis alkali
tidak mengizinkan adanya kandungan asam lemak bebas dalam jumlah besar pada reaktan
karena akan terjadi reaksi penyabunan. Oleh karena itu, untuk minyak nabati yang banyak
mengandung asam lemak bebas dan air maka penggunaan katalis asam patut
dipertimbangkan.
2.3.2.5 Pengotor
Pengotor yang ada dalam biodiesel diantaranya gliserin, air, dan alkohol sisa. Pemisahan
pengotor dilakukan untuk mendapatkan biodiesel yang memenuhi kriteria untuk dijadikan
bahan bakar.
(a) Gliserin
Gliserin dan ester membentuk dua fasa yang tidak saling larut. Gliserin yang berada di
lapisan bawah karena densitasnya lebih besar dari ester. Pemisahan gliserin dari ester dapat
dilakukan dengan cara dekantasi.
Gliserin merupakan produk samping proses pembuatan biodiesel yang bernilai
ekonomis tinggi yang dapat dijual dalam keadaan mentah (crude glycerin) atau gliserin yang
telah dimurnikan. Pemurnian gliserin akan lebih sulit jika terbentuk sabun hasil reaksi asam
lemak bebas dengan basa.
(b) Air
Salah satu produk samping reaksi esterifikasi adalah air. Air harus dihilangkan sebelum reaksi
transesterifikasi. Pemisahan air ini dapat dilakukan dengan penguapan atau menggunakan
absorber. Pemisahan air dengan penguapan lebih banyak dilakukan dalam industri biodiesel
karena lebih murah.
Air menjadi sulit dipisahkan jika terdapat sabun hasil reaksi asam lemak bebas dengan basa.
Air akan berikatan dengan sabun dan gliserin sehingga pemisahannya menjadi sulit.
2.3.3 Reaksi Pembuatan Biodiesel
Ester dapat dibuat dari minyak lemak nabati dengan reaksi esterifikasi atau transesterifikasi
atau gabungan keduanya.
2.3.3.1 Reaksi Esterifikasi

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol membentuk
ester dan air. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm, sehingga memerlukan pasokan
kalor dari luar. Temperatur untuk pemanasan tidak terlalu tinggi yaitu 55-60 oC (Kac, 2001).
Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut :
Asam lemak bebas

alkohol

ester alkil

air

Reaksi esterifikasi dapat dilakukan sebelum atau sesudah reaksi transesterifikasi. Reaksi
esterifikasi biasanya dilakukan sebelum reaksi transesterifikasi jika minyak yang
diumpankan mengandung asam lemak bebas tinggi (>0.5%). Dengan reaksi esterifikasi,
kandungan asam lemak bebas dapat dihilangkan dan diperoleh tambahan ester.
2.3.3.2 Reaksi Transesterifikasi
Reaksi Transesterifikasi sering disebut reaksi alkoholisis, yaitu reaksi antara trigliserida
dengan alkohol menghasilkan ester dan gliserin. Berikut ini adalah tahapan reaksi
transesterifikasi :
trigliserida

digliserida

monogliserida

alkohol

digliserida

alkohol

monogliserida

alkohol

gliserin

ester

ester

ester

Secara keseluruhan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut :


Trigliserida

3 (alkohol)

gliserin

3 (ester)

Trigliserida bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan gliserin. Kedua produk reaksi ini
membentuk dua fasa yang mudah dipisahkan. Fasa gliserin terletak dibawah dan fasa ester
alkil diatas. Ester dapat dimurnikan lebih lanjut untuk memperoleh biodiesel yang sesuai
dengan standard yang telah ditetapkan, sedangkan gliserin dimurnikan sebagai produk
samping pembuatan biodiesel. Gliserin merupakan senyawaan penting dalam industri.
Gliserin banyak digunakan sebagai pelarut, bahan kosmetik, sabun cair, dan lain-lain.
2.3.4 Rute-Rute Proses Pembuatan Biodiesel
Pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak berasam lemak bebas tinggi akan
menimbulkan banyak rute karena diperlukan satu reaksi atau lebih dan pemisahannya.
Berikut ini gambaran singkat mengenai rute-rute pembuatan biodiesel.
2.3.4.1 Rute I (transesterifikasi esterifikasi )

Pada rute ini, pembuatan ester alkil dari minyak nabati dilakukan dengan dua reaksi,
transesterifikasi dan esterifikasi.
Asam lemak bebas dalam minyak lemak nabati direaksikan dengan basa membentuk sabun.
Semua asam lemak bebas dikonversi menjadi sabun, sehingga minyak nabati yang masuk
reaktor transesterifikasi bebas asam lemak bebas. Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan
satu tahap atau dua tahap, pada reaksi dua tahap dilakukan pemisahan gliserin di tengahtengah reaksi, hal ini dilakukan agar kesetimbangan reaksi bergeser ke kanan, sehingga
konversi yang diperoleh lebih tinggi.
Hasil yang diperoleh dari keluaran reaktor transesterifikasi adalah ester, gliserin, sabun, dan
pengotor. Ester dipisahkan dari produk dan sabun diubah kembali menjadi asam lemak bebas
dengan pengasaman. Asam lemak dapat diubah menjadi ester alkil dengan reaksi esterifikasi.
Asam lemak bebas bereaksi dengan alkohol menjadi ester dan air. Pada reaksi ini digunakan
katalis asam, dapat berupa katalis homogen (cair) atau heterogen (padat). Katalis padat dapat
memudahkan dalam proses pemisahan produk karena dapat disaring untuk kemudian dipakai
kembali. Selain menghasilkan ester, reaksi esterifikasi juga menghasilkan produk samping
berupa air.
Ester hasil reaksi esterifikasi masih bercampur dengan pengotor-pengotor sehingga harus
dimurnikan. Pengotor paling banyak adalah gliserin. Gliserin mempunyai massa jenis yang
lebih besar daripada ester sehingga fasa gliserin berada di bawah, pemisahannya dapat
dilakukan dengan dekantasi. Gliserin dapat dimurnikan lebih lanjut dan menjadi produk
samping yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Biodiesel hasil reaksi esterifikasi dicampurkan
kembali dengan biodiesel hasil reaksi transesterifikasi.
Biodiesel yang dihasilkan masih berupa produk mentah sehingga perlu dimurnikan.
Pemurniannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pencucian menggunakan air
atau pemurnian dengan penukar ion (penukar anion untuk mengikat asam dan penukar kation
untuk mengikat basa yang tersisa dari reaksi transesterifikasi). Pencucian dilakukan untuk
menghilangkan garam, alkohol, dan pengotor yang larut dalam air.
Rute ini tidak sesuai untuk memproduksi biodiesel dari minyak lemak nabati yang
mengandung asam lemak bebas tinggi karena memerlukan bahan baku berupa asam dan basa
relatif lebih banyak.
2.3.4.2 Rute II (esterifikasi transesterifikasi)
Seperti pada rute I, Rute ini juga menggunakan dua reaksi, yaitu esterifikasi dan
transesterifikasi, namun pada rute ini reaksi esterifikasi dilakukan sebelum reaksi
tranesterifikasi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas sekaligus
menambah perolehan biodiesel. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan katalis homogen
maupun heterogen. Esterifikasi dengan katalis homogen menghasilkan produk yang bersifat
asam sehingga sebelum reaksi transesterifikasi, kelebihan asam ini harus dinetralkan terlebih
dahulu. Penetralan dapat dilakukan dengan penambahan basa atau menggunakan resin
penukar anion. Penetralan menggunakan basa menghasilkan garam yang dapat menjadi
pengotor, hal ini tidak terjadi pada penetralan menggunakan penukar ion.

Reaksi esterifikasi menghasilkan produk samping berupa air. Air harus dipisahkan sebelum
reaksi transesterifikasi. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan penguapan atau menggunakan
absorber.
Umpan masuk reaktor transesterifikasi berupa trigliserida, ester, dan pengotor. Trigliserida
direaksikan dengan metanol menghasilkan ester dan gliserin. Reaksi transesterifikasi dapat
dilakukan dua tahap untuk mendapatkan konversi tinggi. Pada reaksi dua tahap, pemisahan
gliserin dilakukan diantara kedua reaksi. Pemisahan gliserin ini berguna untuk menggeser
kesetimbangan ke kanan sehingga konversinnya menjadi lebih tinggi.
Reaksi transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin. Ester dan gliserin
tidak saling larut sehingga dapat dipisahkan dengan dekantasi. Fasa ester dimurnikan lebih
lanjut untuk mendapatkan biodiesel yang sesuai dengan standard mutu yang disyaratkan. Fasa
ester masih mengandung pengotor-pengotor, seperti : sisa katalis, garam, metanol, dan
pengotor lainnya. Pemurnian fasa ester alkil dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pencucian dengan air atau menggunakan penukar ion.
2.3.4.3 Rute III (esterifikasi dengan metanol superkritik)
Metanol superkritik adalah metanol yang berada pada kondisi diatas temperatur dan tekanan
kritiknya, yaitu 350 oC dan 30 MPa. Esterifikasi dengan metanol superkritik mempunyai
beberapa keunggulan yaitu waktu yang diperlukan untuk mencapai konversi yang diinginkan
jauh lebih kecil daripada dengan cara konvensional dan proses pemisahan produknya lebih
mudah karena tidak menggunakan katalis, sehingga tidak ada pengotor berupa katalis sisa.
Namun, esterifikasi ini juga mampunyai kelemahan yaitu kondisi operasi harus pada
temperatur dan tekanan tinggi.
2.3.5 Status-quo teknologi
Produksi biodiesel telah dikembangkan secara komersial di Eropa dan Amerika Utara, dan
produksinya terutama berdasarkan metode katalis alkali. Namun, untuk limbah minyak
kualitas rendah, kombinasi proses dengan katalis asam telah dikembangkan dengan teknologi
mereka sendiri yang tidak diungkapkan. Karena jumlah bahan baku yang terbatas di Jepang,
pengembangan teknologi baru diharapkan dapat menangani limbah minyak kualitas rendah
untuk dikonversi menjadi biodiesel berkualitas tinggi.
2.3.6 Keunggulan Biodiesel
Keunggulan biodesel adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai angka setana yang tinggi (diatas 50)
yaitu : bilangan yang menunjukkan kualitas pembakaran bahan bakar atau bilangan yang
menunjukkan kecepatan bakar bahan bakar didalam ruang mesin. Semakin tinggi angaka
setana waktu tunda pembakaran semakin pendek.
2. Tidak mengandung sulfur dan benzena.
3. Dapat digunkan untuk semua motor diesel tanpa modifikasi.

4. Dihasilkan dari sumber daya terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin ,
dapat diperbaharui dan biodegradable.
5. Biodiesel dapat dicampur dengan solar, biodiesel pada campuran 20% dengan solar dapat
mengurangi partikel 30%, CO2 sebanyak 21%, dan karbohidrat total 47 % .Biodiesel 100%
dapat menurunkan emisi CO2 sampai !00%, emisi SO2 sampai 100%, emisi CO antara 10
50 % , emisi HC antara 10 50 %, (Tritoatmodjo, R. 1995).
6. Viscositasnya tinggi sehingga mempunyai sifat pelumas yang baik dari pada solar
sehingga memperpanjang umur pakai mesin.
7. Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun.
8. Mempunyai titik kilat yang tinggi sehingga lebih aman dari bahya dari kebakaran
pada saat disimpan dan maupun pada saat didistribusikan.
9. Dapat mengurangi asap hitam dari gas buang mesin diesel secara signifikan walaupun
penambahan hanya 5% 10 % volume biodiesel kedalam solar.
10. Dapat diproduksi secara lokal.

BAB III
PENUTUP

Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis
yang berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan bahan bakar fosil).

Ada tiga jenis proses yang digunakan untuk mengkonversi biomassa menjadi bentuk
yang energi yang berguna yaitu: konversi termal dari biomassa, konversi kimia dari
biomassa, dan konversi biokimia dari biomassa.

Termokimia merupakan penerapan termodinamika untuk kimia. Konversi biomassa


secara termokimia salah satunya adalah produksi biodiesel.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.indoenergi.com/2012/04/pengertian-biomassa.html, diakses tanggal 09-03-2014
http://www.search-document.com/pdf/1/2/aplikasi-termokimia-dalam-pertanian.html diakses
tanggal 09-03-2014

Anda mungkin juga menyukai