I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memahami konsep konversi termokimia biomassa
2. Mampu memberikan contoh mengenai proses konversi termokimia biomassa seperti
proses pembuatan biodiesel
3. Mengetahui keunggulan dari biodiesel
II. PEMBAHASAN
2.1 Biomassa
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang
berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan bahan bakar fosil).
Sumber-sumber biomassa yang paling umum adalah bahan bakar kayu, limbah dan
alkohol. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan karena tanaman dapat kembali
tumbuh pada lahan yang sama. Kayu saat ini merupakan sumber yang paling banyak
digunakan untuk biomassa. Di Amerika Serikat, misalnya, hampir 90% biomassa berasal
dari kayu sebagai bahan bakar.
Ada tiga jenis proses yang digunakan untuk mengkonversi biomassa menjadi bentuk
yang energi yang berguna yaitu: konversi termal dari biomassa, konversi kimia dari
biomassa, dan konversi biokimia dari biomassa. Biomassa adalah sumber energi
terbarukan tetapi ini tidak berarti biomassa adalah sumber energi yang benar-benar
ramah lingkungan. Pertanyaan apakah kita harus menggunakan biomassa atau tidak telah
menimbulkan banyak kontroversi di beberapa tahun terakhir. Para penentang mengatakan
bahwa biomassa dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca yang besar (dari pembakaran
kayu), bahkan lebih besar daripada gas rumah kaca yang berasal dari pembangkit listrik
berbahan bakar batubara.
Di sisi lain, para pendukungnya mengatakan bahwa konsep biomassa berkelanjutan
relatif mudah dicapai dengan menerapkan peraturan yang sangat ketat mengenai bahan
yang digunakan dan bagaimana mereka dibakar. Biomassa dianggap sebagai karbon
netral, ini berarti biomassa mengambil karbon dari atmosfer pada saat tanaman tumbuh,
dan mengembalikannya ke udara ketika dibakar. Karena itulah, setidaknya menurut teori,
terjadi siklus karbon tertutup tanpa peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) di
atmosfer.
memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan petrodiesel (solar) dari minyak bumi, dan
dapat menggantikannya dalam banyak kasus.
Namun, itu lebih sering digunakan
sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petro murni
ultra rendah belerang yang rendah pelumus.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang paling dekat untuk menggantikan
bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia
merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petro pada mesin
sekarang ini.
Bahan baku biodiesel yang dikembangkan bergantung pada sumber daya alam yang
dimiliki suatu negara, minyak kanola di Jerman dan Austria, minyak kedelei di Amerika
Serikat, minyak sawit di Malaysia, dan minyak kelapa di Filipina Indonesia mempunyai
banyak sekali tanaman penghasil minyak lemak nabati, diantaranya adalah kelapa sawit,
kelapa, jarak pagar, jarak, nyamplung, dan lain-lain. Beberapa tanaman yang potensial
untuk bahan baku biodiesel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Beberapa tanaman penghasil minyak di Indonesia
Nama latin
Nama Indonesia
Elaeis guineensis
Kelapa sawit
Ricinus communis
Jarak (kastroli)
Jatropha curcas
Jarak pagar
Ceiba pentandra
Kapok
Chalopyllum inophyllum
Nyamplung
nyamplung
Ximena americana
Bidaro
Bidaro
Biodiesel
Solar
Komposisi
Ester alkil
Hidrokarbon
Densitas, g/ml
0,8624
0,8750
Viskositas, cSt
5,55
4,6
Titik kilat, oC
172
98
Angka setana
62,4
53
Biodiesel
Solar
SO2, ppm
78
NO, ppm
37
64
NO2, ppm
CO, ppm
10
40
Partikulat, mg/Nm3
0,25
5,6
Benzen, mg/Nm3
0,3
5,01
Toluen, mg/Nm3
0,57
2,31
2.2.1.4 Katalis
Seperti reaksi kimia pada umumnya, pada reaksi esterifikasi dan transesterifikasi
ditambahkan katalis untuk mempercepat laju reaksi dan meningkatkan perolehan.
(i) Katalis Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi berjalan baik jika dalam suasana asam. Katalis yang sering digunakan
untuk reaksi ini adalah asam mineral kuat, garam, gel silika, dan resin penukar kation.
Asam mineral yang banyak dipakai adalah asam klorida, asam sulfat, dan asam fosfat.
Asam klorida banyak dipakai untuk skala laboratorium, namun jarang dipakai untuk
skala industri karena sangat korosif. Asam fosfat jarang digunakan sebagai katalis karena
memberikan laju reaksi yang relatif lambat. Asam sulfat paling banyak digunakan dalam
industri karena memberikan konversi tinggi dan laju reaksi yang relatif cepat.
Selain asam mineral, katalis yang sering dipakai adalah resin penukar kation.
Keunggulan katalis ini adalah fasanya yang padat sehingga pemisahannya lebih mudah
dan dapat dipakai berulang. Selain itu, ester yang terbentuk tidak perlu dinetralkan.
Namun, resin penukar kation merupakan katalis yang mahal dibandingkan dengan asam
mineral.
(ii) Katalis Reaksi Transesterifikasi
Katalis yang sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi yaitu alkali, asam, atau
enzim. Penggunaan enzim masih belum umum dibandingkan alkali dan basa karena
harganya mahal dan belum banyak penelitian yang membahas kinerja katalis ini.
Alkali yang sering digunakan yaitu natrium metoksida (NaOCH3), natrium hidroksida
(NaOH), kalium hidroksida (KOH), kalium metoksida, natrium amida, natrium hidrida,
kalium amida, dan kalium hidrida (Sprules and Price, 1950). Natium hidroksida dan
natrium metoksida merupakan katalis yang paling banyak digunakan. Natrium metoksida
lebih efektif dibandingkan natrium hidroksida (Fredman et. al., 1984; Hartman, 1956)
tetapi harganya lebih mahal dan beracun. Untuk perbandingan molar alkohol dan asam
lemak 6:1, perolehan ester untuk NaOH 1% dan NaOCH3 0,5% hampir sama setelah
direaksikan selama 60 menit Namun, pada perbandingan molar alkohol dan asam lemak
3:1, katalis natrium metoksida menunjukkan hasil yang lebih baik (Fredman et. al.,
1984).
Kalium hidroksida (KOH) mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis
lainnya. Pada akhir proses, KOH yang tersisa dapat dinetralkan dengan asam fosfat
menjadi pupuk (K3PO4) sehingga proses produksi biodiesel dengan katalis KOH tidak
menghasilkan limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, KOH dapat dibuat
dari abu pembakaran limbah padat pembuatan minyak nabati.
Asam yang dapat digunakan diantaranya asam sulfat (H2SO4), asam fosfat, asam klorida,
dan asam organik. Katalis asam yang paling banyak banyak dipakai adalah asam sulfat.
Pada kondisi operasi yang sama, katalis alkali jauh lebih cepat daripada katalis asam
(Fredman et. al., 1984). Alkali dapat memberikan perolehan yang tinggi untuk waktu
reaksi sekitar 1 jam sedangkan asam baru memberikan perolehan ester yang tinggi
setelah bereaksi selama 3-48 jam. Pada alkali perolehan ester akan memuaskan untuk
perbandingan molar alkohol dan asam lemak 6:1 sedangkan pada asam baru memberikan
perolehan ester yang memuaskan untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak
30:1. Tetapi, katalis alkali tidak mengizinkan adanya kandungan asam lemak bebas
dalam jumlah besar pada reaktan karena akan terjadi reaksi penyabunan. Oleh karena itu,
untuk minyak nabati yang banyak mengandung asam lemak bebas dan air maka
penggunaan katalis asam patut dipertimbangkan.
2.2.1.5 Pengotor
Pengotor yang ada dalam biodiesel diantaranya gliserin, air, dan alkohol sisa. Pemisahan
pengotor dilakukan untuk mendapatkan biodiesel yang memenuhi kriteria untuk
dijadikan bahan bakar.
(a) Gliserin
Gliserin dan ester membentuk dua fasa yang tidak saling larut. Gliserin yang berada di
lapisan bawah karena densitasnya lebih besar dari ester. Pemisahan gliserin dari ester
dapat dilakukan dengan cara dekantasi.
Gliserin merupakan produk samping proses pembuatan biodiesel yang bernilai
ekonomis tinggi yang dapat dijual dalam keadaan mentah (crude glycerin) atau gliserin
yang telah dimurnikan. Pemurnian gliserin akan lebih sulit jika terbentuk sabun hasil
reaksi asam lemak bebas dengan basa.
(b) Air
Salah satu produk samping reaksi esterifikasi adalah air. Air harus dihilangkan sebelum
reaksi transesterifikasi. Pemisahan air ini dapat dilakukan dengan penguapan atau
menggunakan absorber. Pemisahan air dengan penguapan lebih banyak dilakukan dalam
industri biodiesel karena lebih murah.
Air menjadi sulit dipisahkan jika terdapat sabun hasil reaksi asam lemak bebas dengan
basa. Air akan berikatan dengan sabun dan gliserin sehingga pemisahannya menjadi sulit.
2.2.2 Reaksi Pembuatan Biodiesel
Ester dapat dibuat dari minyak lemak nabati dengan reaksi esterifikasi atau
transesterifikasi atau gabungan keduanya.
2.2.2.1 Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol
membentuk ester dan air. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm, sehingga
memerlukan pasokan kalor dari luar. Temperatur untuk pemanasan tidak terlalu tinggi
yaitu 55-60 oC. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan sebelum atau sesudah reaksi
transesterifikasi. Reaksi esterifikasi biasanya dilakukan sebelum reaksi transesterifikasi
jika minyak yang diumpankan mengandung asam lemak bebas tinggi (>0.5%). Dengan
reaksi esterifikasi, kandungan asam lemak bebas dapat dihilangkan dan diperoleh
tambahan ester.
pemisahannya dapat dilakukan dengan dekantasi. Gliserin dapat dimurnikan lebih lanjut
dan menjadi produk samping yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Biodiesel hasil reaksi
esterifikasi dicampurkan kembali dengan biodiesel hasil reaksi transesterifikasi.
Biodiesel yang dihasilkan masih berupa produk mentah sehingga perlu dimurnikan.
Pemurniannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pencucian menggunakan
air atau pemurnian dengan penukar ion (penukar anion untuk mengikat asam dan
penukar kation untuk mengikat basa yang tersisa dari reaksi transesterifikasi). Pencucian
dilakukan untuk menghilangkan garam, alkohol, dan pengotor yang larut dalam air.
Rute ini tidak sesuai untuk memproduksi biodiesel dari minyak lemak nabati yang
mengandung asam lemak bebas tinggi karena memerlukan bahan baku berupa asam dan
basa relatif lebih banyak.
2.2.2.5 Rute II (esterifikasi transesterifikasi)
Seperti pada rute I, Rute ini juga menggunakan dua reaksi, yaitu esterifikasi dan
transesterifikasi, namun pada rute ini reaksi esterifikasi dilakukan sebelum reaksi
tranesterifikasi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas sekaligus
menambah perolehan biodiesel. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan katalis
homogen maupun heterogen. Esterifikasi dengan katalis homogen menghasilkan produk
yang bersifat asam sehingga sebelum reaksi transesterifikasi, kelebihan asam ini harus
dinetralkan terlebih dahulu. Penetralan dapat dilakukan dengan penambahan basa atau
menggunakan resin penukar anion. Penetralan menggunakan basa menghasilkan garam
yang dapat menjadi pengotor, hal ini tidak terjadi pada penetralan menggunakan penukar
ion.
Reaksi esterifikasi menghasilkan produk samping berupa air. Air harus dipisahkan
sebelum reaksi transesterifikasi. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan penguapan atau
menggunakan absorber.
Umpan masuk reaktor transesterifikasi berupa trigliserida, ester, dan pengotor.
Trigliserida direaksikan dengan metanol menghasilkan ester dan gliserin. Reaksi
transesterifikasi dapat dilakukan dua tahap untuk mendapatkan konversi tinggi. Pada
reaksi dua tahap, pemisahan gliserin dilakukan diantara kedua reaksi. Pemisahan gliserin
ini berguna untuk menggeser kesetimbangan ke kanan sehingga konversinnya menjadi
lebih tinggi.
Reaksi transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin. Ester dan gliserin
tidak saling larut sehingga dapat dipisahkan dengan dekantasi. Fasa ester dimurnikan
lebih lanjut untuk mendapatkan biodiesel yang sesuai dengan standard mutu yang
disyaratkan. Fasa ester masih mengandung pengotor-pengotor, seperti : sisa katalis,
garam, metanol, dan pengotor lainnya. Pemurnian fasa ester alkil dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu pencucian dengan air atau menggunakan penukar ion.
Metanol superkritik adalah metanol yang berada pada kondisi diatas temperatur dan
tekanan kritiknya, yaitu 350 oC dan 30 MPa. Esterifikasi dengan metanol superkritik
mempunyai beberapa keunggulan yaitu waktu yang diperlukan untuk mencapai konversi
yang diinginkan jauh lebih kecil daripada dengan cara konvensional dan proses
pemisahan produknya lebih mudah karena tidak menggunakan katalis, sehingga tidak
ada pengotor berupa katalis sisa. Namun, esterifikasi ini juga mampunyai kelemahan
yaitu kondisi operasi harus pada temperatur dan tekanan tinggi.
2.2.2.7 Status-quo teknologi
Produksi biodiesel telah dikembangkan secara komersial di Eropa dan Amerika Utara,
dan produksinya terutama berdasarkan metode katalis alkali. Namun, untuk limbah
minyak kualitas rendah, kombinasi proses dengan katalis asam telah dikembangkan
dengan teknologi mereka sendiri yang tidak diungkapkan. Karena jumlah bahan baku
yang terbatas di Jepang, pengembangan teknologi baru diharapkan dapat menangani
limbah minyak kualitas rendah untuk dikonversi menjadi biodiesel berkualitas tinggi.
Keunggulan Biodiesel
Keunggulan biodesel adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai angka setana yang tinggi (diatas 50)
yaitu : bilangan yang menunjukkan kualitas pembakaran bahan bakar atau bilangan
yang menunjukkan kecepatan bakar bahan bakar didalam ruang mesin. Semakin
tinggi angaka setana waktu tunda pembakaran semakin pendek.
2. Tidak mengandung sulfur dan benzena.
3. Dapat digunkan untuk semua motor diesel tanpa modifikasi.
4. Dihasilkan dari sumber daya terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya
terjamin , dapat diperbaharui dan biodegradable.
5. Biodiesel dapat dicampur dengan solar, biodiesel pada campuran 20% dengan solar
dapat mengurangi partikel 30%, CO2 sebanyak 21%, dan karbohidrat total 47 %
.Biodiesel 100% dapat menurunkan emisi CO2 sampai !00%, emisi SO2 sampai
100%, emisi CO antara 10 50 % , emisi HC antara 10 50 %, (Tritoatmodjo, R.
1995).
6. Viscositasnya tinggi sehingga mempunyai sifat pelumas yang baik dari pada solar
sehingga memperpanjang umur pakai mesin.
7. Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun.
8. Mempunyai titik kilat yang tinggi sehingga lebih aman dari bahya dari
kebakaran pada saat disimpan dan maupun pada saat didistribusikan.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis
yang berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan bahan
bakar fosil).
2. Ada tiga jenis proses yang digunakan untuk mengkonversi biomassa menjadi bentuk
yang energi yang berguna yaitu: konversi termal dari biomassa, konversi kimia dari
biomassa, dan konversi biokimia dari biomassa.
3. Termokimia merupakan penerapan termodinamika untuk kimia. Konversi biomassa
secara termokimia salah satunya adalah produksi biodiesel.