I. PENDAHULUAN
Pengertian psikotropik menurut WHO adalah obat yang bekerja pada atau
mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Psikofarmakologi berkembang
dengan pesat sejak ditemukannya alkaloid Rauwolfia dan klorpromazin yang ternyata
efektif untuk mengobati kelainan psikiatrik. Berbeda dengan pengobatan antibiotik,
pengobatan dengan psikotropik bersifat simtomatik dan lebih didasarkan pada pengetahuan
empirik.
Jenis-jenis psikotropika biasanya digolongkan berdasarkan kegunaannya klinisnya,
yaitu :
1. Anti psikosis
2. Anxiolitik
3. Anti depresan
4. Mood stabilizer
5. Cognitive enhancer
6. Hipnotik
7. Stimulan
Neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronis. Ciri terpenting
obat neuroleptik ialah :
Obat-obat neuroleptika juga disebut tranquilizer mayor, obat anti psikotik atau obat
anti skizofren, karena terutama digunakan dalam pengobatan skizofrenia tetapi juga efektif
untuk psikotik lain, seperti keadaan manik atau delirium. Obat-obat anti psikotik ini terbagi
atas dua golongan besar, yaitu :
I.
Rantai aliphatic
CHLORPROMAZINE
LEVOMEPROMAZINE
Rantai piperazine
: PERPHENAZINE
TRIFLUOPERAZINE
FLUPHENAZINE
Rantai piperidine
2. Butyrophenone
: HALOPERIDOL
3. diphenyl-butyl-piperidine
II.
: THIORIDAZINE
: PIMOZIDE
: SULPIRIDE
2. Dibenzodiazepine
CLOZAPINE
OLANZAPINE
QUETIAPINE
3. Benzisoxazole
: RISPERIDON
II. FARMAKOKINETIK
Obat-obat anti psikotik dapat diserap pada pemberian peroral, dan dapat memasuki
sistem saraf pusat dan jaringan tubuh yang lain karena obat anti psikotik adalah lipidsoluble. Kebanyakan obat-obatan antipsikotik bisa diserap tapi tidak seluruhnya. Obat-
obatan ini juga mengalami first-pass metabolism yang signifikan. Oleh karena itu, dosis
oral chlorpromazine and thioridazine mempunyai availability sistemik 25 35%.
Haloperidol dimetabolisme lebih sedikit, dengan availability sistemik rata-rata 65%.
Kebanyakan obat antipsikotik bergabung secara intensif dengan protein plasma (92 99%)
sewaktu distribusi dalam dalam darah. Volume distribusi obat-obatan ini juga besar,
biasanya lebih dari 7L/kg.
Obat-obatan ini memerlukan metabolisme oleh hati sebelum eliminasi dan
mempunyai waktu paruh yang lama dalam plasma sehingga memungkinkan once-daily
dosing. Walaupun setengah metabolit tetap aktif, seperti 7-hydroxychloropromazine dan
reduced haloperidol, metabolit dianggap tidak penting dalam efek kerja obat tersebut.
Terdapat satu pengecualian, yaitu mesoridazine, yang merupakan metabolit utama
thioridazin, lebih poten dari senyawa induk dan merupakan kontributor utama efek obat
tersebut. Sediaan dalam bentuk parenteral untuk beberapa agen, seperti fluphenazine,
thioridazine dan haloperidol, bisa dipakai untuk terapi inisial yang cepat.
Sangat sedikit obat-obatan psikotik yang diekskresi tanpa perubahan. Obat-obatan
tersebut hampir dimetabolisme seluruhnya ke substansi yang lebih polar. Waktu paruh
eliminasi (ditentukan oleh clearance metabolic) bervariasi, bisa dari 10 sampai 24 jam.
III. MEKANISME KERJA
Secara umum, terdapat beberapa hipotesis tentang cara kerja antipsikotik, yang
dapat digolongkan berdasarkan jalur reseptor dopamin atau reseptor non-dopamine.
Hipotesis dopamin untuk penyakit psikotik mengatakan bahwa kelainan tersebut
disebabkan oleh peningkatan berlebihan yang relatif dalam aktifitas fungsional
neurotransmiter dopamin dalam traktus tertentu dalam otak. Hipotesis ini berlandaskan
observasi berikut:
Sebagian besar obat antipsikotik memblok reseptor postsinaps pada SSP, terutama
pada sistem mesolimbik-frontal.
Pada pasien skizofrenia yang terapinya berhasil, telah ditemukan perubahan jumlah
homovallinic acid (HVA) yang merupakan metabolit dopamin, pada cairan
serebrospinal, plasma, dan urin.
Hipotesis dopamin untuk penyakit skizofren tidak sepenuhnya memuaskan karena obatobatan antipsikotik hanya sebagian yang efektif pada kebanyakan pasien dan obat-obatan
tertentu yang efektif mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi untuk reseptor-reseptor
selain reseptor D2.
Lima reseptor dopamin yang berbeda telah ditemukan, yaitu D1 D5. Setiap satu
reseptor dopamin adalah berpasangan dengan protein G dan mempunyai tujuh domain
transmembran. Reseptor D2, ditemukan dalam kaudatus-putamen, nukleus accumbens,
kortek serebral dan hipotalamus, berpasangan secara negatif kepada adenyl cyclase. Efek
terapi relatif untuk kebanyakan obat-obatan antipsikotik lama mempunyai korelasi dengan
afinitas mereka terhadap reseptor D2. Akan tetapi, terdapat korelasi dengan hambatan
reseptor D2 dan disfungsi ekstrapiramidal.
Beberapa antipsikotik yang lebih baru mempunyai afinitas yang lebih tinggi
terhadap reseptor-reseptor selain reseptor D2. Contohnya, tindakan menghambat alfaadrenoseptor mempunyai korelasi baik dengan efek antipsikotik kebanyakan obat baru ini.
Inhibisi reseptor serotonin (S) juga merupakan cara kerja obat-obatan antipsikotik baru ini.
Clozapin, satu obat yang mempunyai tindakan menghambat reseptor D1, D4, 5-HT2,
muskarinik dan alfa-adrenergik yang signifikan, mempunyai afinitas yang rendah terhadap
reseptor D2. Kebanyakan obat-obatan atipikal yang baru (seperti olanzapin, quetiapin,
resperidon dan serindole) mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor 5-HT2A,
walaupun obat-obat tersebut juga bisa berinteraksi dengan reseptor D2 atau reseptor
lainnya. Kebanyakan obat atipikal ini menyebabkan disfungsi ekstrapiramidal yang kurang
kalau dibandingkan dengan obat-obatan standar.
IV. EFEK KERJA
Penghambatan reseptor dopamin adalah efek utama yang berhubungan dengan
keuntungan terapi obat-obatan antipsikotik lama. Terdapat beberapa jalur utama dopamin
diotak, antara lain :
1.
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur
nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi
kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction
(EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan
leher), rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia.
2.
Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic.
Selain itu jalur ini juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini
selain mempunyai peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis,
juga berperan pada neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala pada
emosi dan sistem kognitif.
4.
Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur ini
bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok dapat
terjadi galactorrhea.
D2
++
D4
-
Alfa1
++
5-HT2
+
M
+
H1
+
++
+++
++
+
+
++
++
++
-
++
+
++
+
+
+
+
+
+
++
++
++
++
+++
+++
++
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
V. INDIKASI PENGGUNAAN
Gejala sasaran antipsikosis (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS, yaitu :
-
Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),
bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya nilai
norma sosial (judgement) terganggu, dan insight terganggu.
: sekitar 2 4 minggu
10
Dosis Anjuran
150-600 mg/h
5-15 mg/h
50 mg / 2-4
minggu
12-24 mg/h
10-15 mg/h
25 mg / 2-4
minggu
25-50 mg/h
10-15 mg/h
150-600 mg/h
300-600 mg/h
2-4 mg/h
Tab 2-6 mg/h
25-100 mg/h
50-400 mg/h
10-20 mg/h
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosis
pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup
pasien.
Pengobatan dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran
dinaikkan setiap 2 3 hari
sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan Sindrom Psikosis)
dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan
dosis optimal
dipertahankan sekitar 8 12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 minggu
dosis maintenance
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1- 2 hari/minggu
tappering off (dosis diturunkan tiap 2 4 minggu)
stop
11
Singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2
minggu 2 bulan.
Antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada
penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic Rebound, yaitu : gangguan
lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dll. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (IM), tablet
Trihexyphenidyl 3 x 2 mg/h).
Oleh karena itu, pada penggunaan bersama antipsikosis + antiparkinson, bila sudah
tiba waktu penghentian obat, antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru
menyusul obat antiparkinson yang dihentikan.
Pada penggunaan parenteral, antipsikosis long-acting (Fluphenazine Decanoate
25 mg/ml atau Haloperidol Decanoas 50 mg/ml, IM, untuk 2 4 minggu) sangat berguna
untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif
terhadap medikasi oral.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan per oral dahulu beberapa
minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan ml setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian baru
ditingkatkan menjadi 1 ml setiap bulan.
Pemberian antipsikosis long-acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15-25% kasus
menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ekstrapiramidal.
X. PEMILIHAN SEDIAAN
Pemilihan antipsikosis dapat didasarkan atas struktur kimia serta efek farmakologi
yang menyertai. Mengingat perbedaan antargolongan antipsikosis lebih nyata daripada
perbedaan masing-masing obat dalam golongannya, maka cukup dipilih salah satu obat dari
satu golongan saja. Pedoman terbaik dalam memilih obat secara individual ialah riwayat
respon pasien terhadap obat.
12
13
fenotiazin,
kecuali
klozapin
menimbulkan
hiperprolaktinemia
lewat
Refleks presor yang penting untuk mempertahankan tekanan darah yang dihambat
oleh CPZ.
Berefek bloker
Menimbulkan efek inotropik negatif pada jantung
agranulositosis ringan dapat terjadi. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita
hamil.
Susunan saraf pusat
Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami
eksitasi, menurunkan ambang rangsang konvulsif, menghambat sistem dopamin dan
hypothalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin.
Sistem saraf otonom
Dapat menyebabkan pandangan kabur. Obat ini menghambat aktifitas reseptor yang
disebabkan oleh amin simpatomimetik.
Sistem kardiovaskular dan respirasi
Menyebabkan hipotensi, takikardi, dan dapat menimbulkan potensiasi dengan obat
penghambat respirasi.
Efek endokrin
Menyebabkan galaktore
3. DIBENZODIAZEPIN
Efek samping dan intoksikasi
Agranulositosis merupakan efek samping utama pada pengobatan dengan klozapin.
Gejala ini timbul paling sering 6-18 minggu setelah pemberian obat, dengan resiko
1,2% pada penggunaan setelah 4 minggu. Penggunaan obat ini tidak boleh lebih dari 6
minggu kecuali bila terlihat ada perbaikan. Dapat pula terjadi hipertermia, takikardia,
sedasi, pusing kepala, hipersalivasi, kantuk, letargi, koma, disorientasi, delirium,
depresi pernapasan, aritmia dan kejang.
A. DERIVAT FENOTIAZIN
1. Senyawa dimetilaminopropil :
Klorpromazin
Promazin
EFEK
EKSTR
APIRA
MIDAL
EFEK
ANTIE
METIK
EFEK
SEDATIF
EFEK
HIPOTE
NSIF
++
++
++
++
+++
++
++
+++
15
Triflupromazin
2. Senyawa piperidil :
Mepazin
Tioridazin
3. Senyawa piperazin :
Asetofenazin
Karfenazin
Flufenazin
Perfenazin
Proklorperazin
Trifluoperazin tiopropazat
B. NON-FENOTIAZIN
Klorprotiksen
C. BUTYROPHENONE
Haloperidol
+++
+++
+++
++
+
++
+
+++
++
++
++
++
+++
+++
+++
+++
+++
++
+++
+++
+++
+++
+++
+
++
++
+
++
++
+
++
+
+
+
+
++
++
+++
++
+++
+++
GAMBARAN
KLINIS
WAKTU
RESIKO
MAKSIMAL
MEKANISME
PENGOBATAN
Distonia akut
Spasme
otot
lidah,
wajah,
leher, punggung ;
dapat menyerupai
bangkitan ; bukan
histeria
1-5 hari
Belum
diketahui
Akatisia
Ketidaktenangan,
motorik, bukan
ansietas
atau
agitasi
5-60 hari
Belum
diketahui
Parkinsonisme
Bradikinesia,
rigiditas, macammacam tremor,
wajah
topeng,
suffling gait
Katatonik,
stupor, demam,
tekanan
darah
tidak
stabil,
mioglobinemia,;
dapat fatal
5-30 hari
Antagonisme
dengan
dopamin
Dapat diberikan
berbagai
pengobatan, obat
anti
Parkinson
bersifat
diagnostik
dan
kuratif
Kurangi
dosis
atau ganti obat;
obat
anti
Parkinson,
benzodiazepin,
atau propanolol
Obat
anti
Parkinson
menolong
Bermingguminggu, dapat
bertahan
beberapa hari
setelah obat
dihentikan
Ada kontribusi
antagonisme
dengan
dopamin
Sindroma
malignan
perioral Setelah
Belum
16
Hentikan
neuroleptik
segera; dantrolene
atau bromokriptin
dapat menolong;
obat
anti
Parkinson lainnya
tidak efektif
Obat
(sindroma
kelinci)
(mungkin sejenis
perkinsonisme
yang
dating
terlambat)
pengobatan
Diskinesia tardif Diskinesia mulutwajah;
koreoatetosis
atau
distonia
meluas
berbulandiketahui
bulan
atau
bertahuntahun
Setelah
Diduga
berbulankelebihan
bulan
atau dopamin
bertahuntahun
(memburuk
dengan
penghentian)
antiparkinson
sering menolong
: Sulit
dicegah,
efek pengobatan tidak
memuaskan
Efek samping yang ireversibel seperti tardif diskinesia (gerakan berulang involunter
pada lidah, wajah, mulut/rahang dan anggota gerak dimana saat tidur gejala menghilang)
yang timbul akibat pemakaian jangka panjang dan tidak terkait dengan besarnya dosis. Bila
gejala tersebut timbul maka obat anti psikotik perlahan-lahan dihentikan, bias dicoba
pemberian Reserpine 2,5 mg/h (dopamine depleting agent). Penggunaan L-dopa dapat
memperburuk keadaan. Obat anti psikotik hampir tidak pernah menimbulkan kematian
sebagai akibat overdosis atau keinginan untuk bunuh diri.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi
dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran- Universitas
Indonesia; 1995.
2. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Science/ Clinical Psychiatry. 8th ed. Maryland: William & Wilkins; 1998.
3. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 8th ed. New York: McGraw-Hill;
2001.
4. Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Klini, Obat Psikotropik. Edisi 3. Jakarta:
2001.
5. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincotts Illustatrated Reviews:
Pharmacology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2000.
6. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi
dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran- Universitas
Indonesia; 1995.
18