Anda di halaman 1dari 5

Operasi Katarak pada Pasien dengan Riwayat Uveitis

Ujwala Baheti, DO, DNB; Sana S. Siddique, MD; C. Stephen Foster, MD, FACS, FACR
Saudi Ophthalmological Society 2012, King Saud University. All rights reserved.
Abstrak
Operasi katarak pada pasien uveitis tidak mudah seperti operasi katarak senilis lainnya. Bukti
terbaru menunjukkan prognosis yang baik dapat dicapai pada kebanyakan kasus apabila
ditangani dengan teliti. Faktor kunci yang menunjukkan perubahan prognosis adalah
manajemen inflamasi preoperative dengan pemakaian obat imunomodulatory yang tepat,
operasi yang teliti dengan deteksi dini dan manajemen komplikasi postoperative. Teknologi
modern pada bentuk dan material lensa intraocular mempunyai kontribusi untuk
keberhasilannya. Pada artikel ini, kami mereview literatur terhadap subjek dengan
menekankan pada pentingnya penggunaan obat imunomodulatory untuk mengontrol
inflamasi intraokular preoperatif dan postoperative juga untuk mencegah komplikasi.
Kata kunci : Uveitis, katarak, obat imunomodulatory, biokompatibilitas lensa intraokular
Pendahuluan
Katarak merupakan komplikasi yang sering terjadi pada uveitis dan inflamasi intraocular
yang kronik dan kortikosteroid yang digunakan untuk inflamasi. Katarak tersebut disebut
dengan katarak komplikata dan merupakan sesuatu yang menantang bagi setiap operator
pembedahan di setiap langkah. Kesulitan dimulai dari manajemen inflamasi preoperatif
sampai masalah intraoperatif seperti daya penglihatan yang sangat buruk yang mengarah
pada keratopathy, pupil yang kecil, sinekia posterior, membrane pupilari, perdarahan dari
pembuluh darah iris dan kapsul anterior. Hal-hal postoperatif dapat sulit karena inflamasi
berulang, Posterior Capsular Opacification (PCO) dan cystoid macular edema (CME).
Kesulitan yang sering terjadi, teknik operasi yang modern, penggunaan yang hati-hati pada
manajemen inflamasi (obat imunomodulatory) dan teknologi yang baru pada lensa intraocular
(IOL), termasuk diantaranya memperbaiki penglihatan pasca operatif pada pasien dengan
katarak komplikata. Pada review ini, kami mendiskusikan prinsip dasar yaitu harus diikuti
follow up dan merawat pasien dengan katarak uveitis dan lainnya.

Evaluasi Preoperatif
Ini merupakan langkah pertama terhadap manajemen pasien dengan katarak uveitis. Hal ini
termasuk etiologi dari diagnosis uveitis, memilih pasien yang dapat memberikan manfaat atau
prognosis operatif yang baik, memberikan prognosis yang tepat dan mengatur manajemen
preoperatif.
Pemeriksaan Sistemik dan Evaluasi Laboratorium
Anamnesis yang relevan, evaluasi sistemik dan pemeriksaan ophtalmologi yang detail
dan tinjauan dari pemeriksaan umum bersama dengan evaluasi laboratorium sering
memberikan petunjuk mengenai etiologi uveitis. Terdapat 83% dari pasien dengan diagnosis
uveitis yang sudah dikonfirmasi menunjukkan bahwa mereka memiliki penyakit sistemik
yang berhubungan. Ini merupakan langkah yang penting, karena etiologi dan jenis uveitis
merupakan petunjuk untuk manajemen inflamasi preoperatif, penjelasan penyakit, respon
terapi dan komplikasi post operatif. Katarak yang berhubungan dengan Fuchs heterochromic
iridosiklitis memiliki hasil yang baik dan prognosis penglihatan yang lebih baik jika
dibandingkan dengan jenis uveitis anterior seperti yang ditunjukkan oleh Tejwani et al. yang
mempelajari tentang hasil dari operasi katarak pada pasien tersebut dan menemukan lebih
dari 80% pasien memiliki visus 20/40 atau bahkan lebih baik dan tidak ada inflamasi post
operatif yang signifikan. Prognosis berbeda dengan kasus Juvenil Idiopathic Arthritis 9JIA)
yang berhubungan dengan uveitis. BenEzra dan Cohen menunjukkan prognosis operasi
katarak pada JIA berhubungan dengan uveitis yang menunjukkan peningkatan inflamasi post
operatif dan peningkatan insiden amblyopia. Walaupun begitu, penelitian terbaru
menunjukkan pasien dengan JIA yang berhubungan dengan uveitis yang menjalani operasi
katarak memiliki perubahan ketajaman visus dan implant IOL yang toleran menunjukkan
bahwa terdapat manajemen inflamasi pre operatif dan post operatif yang tepat yang mungkin
merupakan terapi imunomodulatory. Operasi katarak berhubungan dengan Penyakit Behcets
yang memiliki prognosis yang meragukan seperti yang diteliti oleh Berker et al. yang
menemukan bahwa ketajaman visus 20/40 atau lebih baik dapat diraih oleh hanya 45 %
pasien yang melakukan operasi katarak. Penyebab tersering penurunan penglihatan pada
pasien tersebut merupakan macular edema post operatif yang merupakan inflamasi hebat dan
keadaan patologis yang sudah ada sebelumnya seperti atrofi optic dan epiretinal membrane.

Berbeda dengan kondisi autoimun, penyebab infeksi uveitis seperti sifilis,


toxoplasmosis, tuberculosis dan infeksi virus harus selalu diingat dan diterapi sesuai.
Reaktivasi dari toxoplasmosis setelah operasi katarak dapat dilihat dari jumlah pasien yang
diteliti dengan menekankan pada pentingnya diagnosis preoperatif dan terapi agen antiparasit.
Pemeriksaan Oftalmologi
Pemeriksaan oftalmologis yang lengkap diperlukan disamping dari pemeriksaan
sistemik yang lengkap untuk mengetahui hubungan dari perjalanan penyakit pada pasien
dengan riwayat uveitis. Uveitis biasanya berhubungan dengan berbagai komplikasi seperti
glaukoma, CME, neovaskularisasi retina, atrofi optikus, makula scarring. Penting untuk
mendiagnosis kondisi-kondisi ini selama preoperatif untuk penanganan yang tepat dan
penegakan diagnosis yang mendasar pada kasus ini. Pada beberapa kasus seperti ini
pemeriksaaan pada segmen posterior biasanya tidak ada adekuat. Pemeriksaan secara sesuai
harus dilakukan untuk kepentingan penegakan diagnosis yang akurat dan prognosis yang
sesuai pada pasien ini. Beberapa tehnik seperti fluorescein angiography (FA) dan optikal
coherence tomography (OCT) dapat mendeteksi edem makula dimana OCT juga dapat
mendeteksi atrofi makular dan tarikan dari membran epiretinal dan vitreomakular. B-Scan
Ultrasonography adalah suatu alat yang berguna pada pemeriksaan segmen posterior untuk
menilai vitreous opacities, retinal detachment dan penebalan koroid. Potential acuity meter
dan laser interferometerdapat berguna untuk pemeriksaan potesial visus. Pemeriksaan
oftalmologis yang lengkap akan menolong kita untuk menetukan visusu yang potensial dan
besarnya penurunan visus yang disebabkan oleh katarak yang berdasarkan oleh prognosis dan
hasil dari perbaikan visusu setelah operasi.
Indikasi dari operasi katarak
Operasi katarak pada pasien dengan uveitis tidak selalu tanpa risiko. Sehingga keputusan
untuk dilakukan operasi harus dipikirkan secara matang. Beberapa indikasi untuk operasi
katarak untuk pasien uveitis meliputi :
1. Facoantigenic uveitis ( inflamasi aktif dikarena oleh pengeluaran protein dari lensa)
dimana operasi katarak harus di utamakan.
2. Visual significan katarak. Katarak yang jika dilakukan operasi maka keberhasilannya
bisa dipastikan.

3. Katarak yang menghambat pemeriksaan fundus pada pasien dengan suspect kelainan
pada segmen posterior.
4. Katarak yang sangat menggganggu visualisasi posterior dimana operasi pada segmen
posterior merupakan salah satu indikasinya.
Management inflamasi preoperatif
Ini adalah langkah yang paling penting pada katarak uveitis. Biasanya pada mata
harus bebas dari inflamasi selama lebih kurang 3 bulan sebelum operasi. Kebanyakan dokter
menyarakan untuk menggunakan kortikosteroid topikal dan sistemik untuk mengontrol
inflamasi. Kortikostreoid telah digunakan dan telah terbukti memiliki banyak keuntungan
untuk mengontrol inflamasi uveitis selama 60 tahun belakangan ini. Kortikosteroid dapat
digunakan secara lokal dan sistemik dan efektif untuk mengontrol inflamasi tetapi
pengobatan dalam jangka panjang dengan kortikosteroid memiliki efek samping seperti
peningkatan berat badan, jerawat, anxietas, perubahan mood, dan berbagai komplikasi serius
lainnya seperti nekrosis pada kaput femur, pankreatitis, penekanan pada kelenjar
adrenal.hipertensi, diabetes mellitus dan psikosis. Anak-anak dibawah umur 15 tahun
biasanya mengalami pertumbuhan yang terhambat. Untuk mengurangi efek samping dari
pengurang kortikosteroid jangka panjang. Maka penggunakna dari obat imunomedulatori
untuk mengontrol terjadinya inflamasi semakin sering digunakan.biasanya obat ini sangat
bergunakan jika inflamasi tidak terkontrol meskipun dosis tinggi selama satu bulan. Untuk
mengontrol inflamasi dibutuhkan lebih dari 10 mg perhari atau dilakukan penghentian secara
tappering off.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunakan dari obat imunomedulatori pada
management inflamasi telah berkembang secara signifikan untuk pada operasi katarak dengan
pasien uveitis.
Penelitian dengan menggunakan metode retrospektif pada operasi katarak yang
dilakukan pada 34 anak menunjukan peningkatan pada BCVA ( best corrective visual acuity)
post operasi katarak pada 85 % pasien. Pada penelitian ini, 25 dari 34 pasien menerima obat
imunomedulatori untuk mengontrol inflamasi dan didapatkan visus yang lebih baik pada
mereka meskipun perbedaannya tidak signifikan. Zaborowosky dkk mengemukakan
penelitian mereka saat mengobati 9 mata dari 6 pasien anak-anak. Dengan katarak uveitis
dimana 3 dari mereka memiliki juvenil idiopatik artritis yang disertai dengan uveitis. Semua
pasien dilakukan ekstraksi katarak dan penanaman IOL. Terapi imunomedulatory dalam

bentuk metotrexate diberikan kepada 5 dari 6 pasien saat preoperatif. Dan juga post operatif.
dimana 3 pasien juga menerima infliximab post operatif dan satu paisen menrima tambahan
mikophenolat mofetile. Hasilnya terdapat perbaikan visus 20/30 pada 9 mata tersebut.
Pada penelitian diatas menunjukkan bahwa preoperatif yang adekuat dan kontrol
operasi post operatif dengan mengggunakan imunomedulatory drug diperlukan untuk hasil
visus yang lebih baik meskipun uveitis ini berhubungan dengan JIA.
Terdapat banyak perbedaan banyak perbedaan sediaan obat imunomedulatory tetapi
tidak terdapat panduan untuk penggunaan obat-obat tersebut untuk mengontrol inflamasi
intraokular. Obat-obat imunomedulatory tidak selalu bebas dari efek samping. Gallor dkk
membandingkan 3 jenis obat imunomodulatory yaitu mycophenolat, azathioprine dan
metotrexate dimana obat-obat tersebut digunakan untuk mengobati inflamasi okular pada 257
pasien. Dari ketiga obat tersebut mycophenolat memiliki kontrol inflamasi yang lebih cepat
dimana azathioprine memiliki efek samping yang lebih banyak dan tetap berlanjut.
Peningkatan dari risiko malignanci merupakan komplikasi yang paling ditakutkan. TNF
inhibibor berhubungan dengan mortalitas kanker secara statistik tidak signifikan. Pemilihan
dari obat imunomedulatory tergantung dari beberapa faktor misalnya toleransi obat pada
pasien, kontrol inflamasi,

Anda mungkin juga menyukai