Anda di halaman 1dari 72

PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA

BAB XIV
PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA
A. PENDAHULUAN
Tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan pemerataan
penyebaran pembangunan nasional di seluruh wilayah tanah air
sehingga terjadi keselarasan laju pertumbuhan antar daerah
serta memperkuat kesatuan nasional dengan meningkatkan ikatan
ekonomi dan sosial antar wilayah. Dengan demikian diharapkan
semangat dan gairah partisipasi masyarakat untuk meningkatkan
kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masing akan semakin
besar.
Pembangunan di daerah mencakup seluruh kegiatan pembangunan, baik kegiatan pembangunan sektoral yang dilaksanakan
oleh instansi-instansi vertikal di daerah, kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Dae rah Tingkat II dan Pemerintah Desa, maupun kegiatan-kegiatan
masyarakat. Seluruh kegiatan pembangunan tersebut perlu dikoordinasikan dan diserasikan untuk dapat mengembangkan sumber-sumber potensi yang dimiliki oleh daerah sehingga dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi daerah yang bersangkutan. Di samping itu kegiatan pembangunan juga ditujukan
untuk mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
oleh daerah. Di antara masalah-masalah tersebut yang mendapat
perhatian khusus adalah masalah yang dihadapi oleh daerahdaerah minus, daerah-daerah yang relatif terbelakang, daerah
terpencil, daerah pedesaan, daerah perkotaan, dan keserasian
antara pembangunan kota dan daerah pedesaan di sekitarnya.
Untuk meningkatkan keserasian antara pembangunan sektoral
dan regional sampai ke tingkat desa, serta merangsang partisipasi daerah dalam pembangunan, maka Pemerintah Pusat mem berikan bantuan pembangunan kepada berbagai tingkat pemerintahan daerah melalui Program Bantuan Pembangunan Desa, Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II, Program Bantuan
Pembangunan Daerah Tingkat I, Program Bantuan Penunjangan
Jalan, Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar, Program
Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan, Program Bantuan Penghijauan dan Reboisasi, Program Bantuan Kredit Pembangunan/Pemugaran Pasar, Program Bantuan Daerah Timor Timur, dan beberapa
program lainnya. Pemberian bantuan-bantuan tersebut telah merangsang dan mendorong daerah untuk mempercepat laju pertum-

XIV/3

buhan dan perkembangan daerahnya masing-masing, dengan membangun bermacam-macam proyek baik ekonomi maupun sosial budaya yang dianggap penting oleh daerah, khususnya yang belum
atau tidak terjangkau oleh kegiatan pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah Pusat.
Program Bantuan Pembangunan Desa dimaksudkan untuk merangsang usaha desa yang produktif dengan jalan memanfaatkan
potensi kegotong-royongan masyarakat pedesaan yang mencakup
pembangunan prasarana produksi desa, prasarana perhubungan
desa, prasarana pemasaran desa, dan sarana-sarana penunjang
lainnya. Program bantuan tersebut tidak hanya berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, melainkan juga telah
berhasil meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat
desa dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan, serta
menyempurnakan organisasi pemerintahan desa. Program ini dimulai pada tahun pertama Repelita I dengan jumlah bantuan se besar Rp 100.000 untuk setiap desa. Jumlah bantuan per desa
ini dipertahankan selama Repelita I, namun karena jumlah desa
terus bertambah, maka jumlah bantuan seluruhnya naik dari
tahun ke tahun.
Selama Repelita I jumlah bantuan mencapai
Rp 26.840 juta; jumlah tersebut naik menjadi Rp 94.252 juta,
selama Repelita II, sedang dalam Repelita III jumlah bantuan
mencapai Rp 332.255 juta.
Bantuan Pembangunan kepada Daerah Tingkat II diberikan
sejak tahun kedua Repelita I (1970/71), untuk meningkatkan
partisipasi daerah dalam pelaksanaan pembangunan, memperbaiki
prasarana ekonomi pedesaan, meningkatkan perekonomian daerah
dan untuk memperluas lapangan kerja di masing-masing daerah.
Jumlah bantuan untuk setiap Daerah Tingkat II ditetapkan ber dasarkan jumlah penduduknya, dan untuk Daerah Tingkat II yang
penduduknya sangat sedikit ditetapkan suatu jumlah minimum.
Mulai tahun 1972/73 jumlah bantuan yang diberikan kepada
Daerah Tingkat II dikaitkan dengan kemampuan masing-masing
daerah dalam mengumpulkan Ipeda. Kepada Daerah Tingkat II
yang berhasil mengumpulkan jumlah Ipeda yang melampaui sasaran yang telah ditetapkan, di samping bantuan per kapita dibe rikan pula dana perangsang. Besarnya dana perangsang tersebut
disesuaikan dengan prestasi realisasi Ipeda masing-masing
Daerah Tingkat II.
Baik jumlah bantuan per kapita maupun jumlah minimum per
Daerah Tingkat II terus mengalami kenaikan, sehingga jumlah
yang selama Repelita I sebesar Rp 46.424 juta, naik menjadi

XIV/4

sebesar Rp 303.938 juta selama Repelita II, dan menjadi sebesar Rp 760.331,3 juta selama Repelita III.
Bantuan Pembangunan kepada Daerah Tingkat I diberikan
sejak tahun pertama Repelita II sebagai pengganti bantuan
yang didasarkan pada Alokasi Devisa Otomatis (ADO), dan dimaksudkan untuk mendorong usaha-usaha pembangunan di daerah
serta menyerasikan laju perkembangan antar daerah. Dana tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang penggunaannya ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk penunjangan
jalan dan jembatan, untuk peningkatan dan penyempurnaan irigasi, dan untuk biaya eksploitasi dan pemeliharaan pengairan,
dan bagian lainnya yang penggunaannya diarahkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan kepentingan pembangunan daerah, antara lain untuk membangun proyek-proyek yang
bersifat ekonomis produktif, pengembangan daerah minus, pembangunan perkotaan, peningkatan aparatur pemerintah, pembinaan generasi muda, pembinaan golongan ekonomi lemah, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan kegiatan lain yang diperlukan bagi pembangunan daerah yang bersangkutan. Juga dalam
bantuan pembangunan kepada Daerah Tingkat I ini ditetapkan
jumlah minimum.
Baik jumlah bantuan seluruhnya maupun bantuan minimum
setiap tahun dinaikkan. Jika pada tahun pertama Repelita II
jumlah bantuan adalah Rp 43.950 juta, dengan jumlah minimum
sebesar Rp 500 juta, maka pada tahun terakhir Repelita II
jumlah bantuan adalah Rp 85.674,5 juta, dan jumlah minimum
menjadi Rp 2.000 juta, sehingga jumlah bantuan selama Repeli ta II adalah sebesar Rp 317.426,8 juta. Dalam Repelita III
jumlah Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I terus dinaikkan,
dari Rp 102.222 juta pada tahun 1979/80 menjadi Rp 253.000
juta pada tahun 1983/84, sehingga jumlah bantuan selama Repelita III menjadi sebesar Rp 1.039.812 juta.
Pembangunan daerah Irian Jaya ditujukan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya rakyatnya, berupa
peningkatan prasarana fisik perhubungan darat, laut, udara;
pembangunan telekomunikasi, listrik, air minum, dan lain sebagainya; pengembangan pertanian, peningkatan kegiatan di
bidang pendidikan dan keterampilan, peningkatan kegiatan di
bidang kesehatan, dan peningkatan prasarana fisik pemerintahan. Jumlah anggaran yang disediakan selama Repelita I adalah
Rp 17.100 juta. Di samping itu tersedia bantuan PBB (FUNDWI)
sebesar US$ 30 juta berupa bantuan tehnis, peralatan, dan te naga ahli. Kegiatan pembangunan masyarakat daerah pedalaman

XIV/5

Irian Jaya dilakukan oleh suatu Task Force dengan tugas meningkatkan tata budaya masyarakat, khususnya pembangunan di
bidang sosial dan mental masyarakat pedalaman. Selama Repelita II jumlah anggaran yang disediakan untuk pembangunan daerah ini sebesar Rp 41.325,4 juta, yang terdiri dari anggaran
sektoral sebesar Rp 25.500 juta. dan Bantuan Inpres sebesar
Rp 15.825,4 juta. Sejak Repelita III, berkat kemajuan yang
telah dicapai, pembangunan Daerah Irian Jaya tidak lagi di tangani secara khusus, tetapi sudah ditangani sama seperti
daerah-daerah lain.
Pembangunan daerah Timor Timur dimulai pada tahun ketiga
Repelita II dan sampai pada akhir Repelita II telah disedia kan anggaran sebesar Rp 15.121,8 juta, yang terdiri dari
anggaran program sektoral sebesar Rp 8.150 juta. dan anggaran
program Inpres sebesar Rp 6.971,8 juta. Selama tiga tahun
tersebut kegiatan pembangunan terutama ditujukan untuk mem perlancar jalannya roda pemerintahan daerah dengan melengkapi
aparaturnya serta pembentukan instansi-instansi vertikal,
perbaikan dan peningkatan prasarana dan saran pertumbuhan
ekonomi, dan perbaikan tingkat kehidupan sosial dan budaya,
di samping kegiatan pemulihan keamanan dan ketertiban umum.
Dalam Repelita III usaha-usaha pembangunan terutama diarahkan
untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan kesejahteraan
masyarakat secara adil dan merata. Dengan meningkatnya pelaksanaan pembangunan di segala sektor, maka anggaran pembangunan yang dialokasikan untuk daerah Timor Timur terus meningkat
pula dari tahun ke tahun. Selama Repelita III alokasi anggar an sektoral adalah sebesar Rp 72.575,2 juta, dan anggaran
program Inpres sebesar Rp 68.629r3 juta, sehingga seluruhnya
berjumlah Rp 141.204,5 juta.
Program penataan ruang mencakup kegiatan penyusunan ren cana tata ruang dalam berbagai ruang lingkup, antara lain
tata ruang wilayah/daerah, tata ruang kota dan tata ruang kawasan-kawasan, dan berbagai kegiatan penunjang. Rencana tata
ruang dimaksudkan sebagai pedoman bagi pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka pemanfaatan ruang secara optimal,
serasi, seimbang, dan lestari; sebagai alat untuk mengkoordinasikan dan menyerasikan perencanaan dan pelaksanaan berbagai
kegiatan pembangunan, dan sebagai alat untuk mencegah atau
memperkecil kerusakan lingkungan hidup yang mungkin timbul
sebagai akibat pelaksanaan pembangunan.
Dalam Repelita I kegiatan penataan ruang wilayah/daerah
ditekankan pada penyusunan rencana tata ruang/wilayah bagi

XIV/6

propinsi-propinsi terpenting serta wilayah-wilayah khusus.


Dalam Repelita II penyusunan rencana tata ruang didasarkan
pada konsepsi regional pusat-pusat dan wilayah-wilayah pembangunan. Kegiatan-kegiatan tersebut makin ditingkatkan dalam
Repelita III, baik mengenai luas dan jumlahnya, maupun menge nai mutu rencananya. Pelaksanaan penataan ruang dikaitkan
dengan pelaksanaan program transmigrasi, program peningkatan
produksi pangan, pengembangan industri, dan pelestarian sumber daya alam. Kegiatan pelaksanaan penataan ruang dilanjutkan dan ditingkatkan dalam Repelita IV.
Kegiatan penataan ruang kota dalam Repelita I ditekankan
pada penyusunan rencana tata ruang kota bagi semua ibukota
propinsi dan kota-kota utama serta kota penting lainnya.
Dalam Repelita II prioritas diberikan pada kota-kota pusat
pengembangan, sedang dalam Repelita III dan Repelita IV diadakan peningkatan baik dalam jumlah maupun mutu rencananya.
Di samping kegiatan penataan ruang kota dan penataan
ruang daerah, dalam Repelita I telah dirintis pula penyusunan
masukan bagi pengaturan tata ruang berupa peraturan/perundang-undangan, serta pembinaan institusi penataan ruang. Kegiatan tersebut dilanjutkan dan dikembangkan dalam Repelitarepelita berikutnya. Di samping itu, sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan kota, dalam Repelita III dan Repelita
IV dilakukan pula usaha peningkatan dayaguna penyelenggaraan
pemerintahan kota.
Penataan penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah dilaksanakan terutama dalam rangka usaha perencanaan penggunaan
tanah yang serasi, berimbang, dan bermanfaat untuk berbagai
program pembangunan. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui
program pengembangan tata guna tanah dan program tata agraria. Kegiatan program pengembangan tata guna tanah yang utama
adalah pemetaan penggunaan tanah pedesaan dan tanah perkotaan, analisa penggunaan dan kemampuan tanah, penyusunan rencana tata guna tanah kabupaten, pemetaan kota kecamatan, dan
pengukuran serta pemetaan tata guna tanah daerah transmigrasi.
Dalam Repelita I kegiatan pengukuran dan pemetaan terutama diarahkan untuk memetakan tanah pedesaan dan kemampuan
tanah; dan pemetaan penggunaan tanah kota. Dalam Repelita II
ditingkatkan ketelitian pembuatan peta sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pembangunan. Kegiatan ini diteruskan dalam Repelita III dan Repelita IV.

XIV/7

Program agraria dilaksanakan dalam rangka menjamin terselenggaranya tertib penguasaan dan pemilikan tanah serta
pengalihan hak atas tanah untuk mewujudkan kepastian hukum atas
tanah.
Untuk kepentingan perencanaan dan koordinasi pembangunan
di daerah pada tahun 1974/75 telah dibentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) di setiap Daerah Tingkat I di
seluruh Indonesia. Selain merencanakan, Bappeda juga bertugas
mengkoordinasikan perencanaan pembangunan di daerah, mengendalikan dan memonitor pelaksanaan pembangunan proyek-proyek
nasional dan daerah di daerahnya masing-masing. Dengan pengendalian tersebut dapat diperoleh data umpan-balik yang
sangat berguna untuk mengambil langkah-langkah dan tindak
lanjut yang diperlukan bagi lancarnya pelaksanaan program/
proyek dan bagi perencanaan pembangunan selanjutnya.
Untuk mengusahakan adanya keserasian pembangunan baik
antar-sektor di satu daerah, maupun antar daerah yang bertetangga, khususnya antar daerah di dalam satu wilayah pembangunan utama, maka sejak tahun 1976/77. telah dikembangkan
forum Konsultasi Regional Bappeda di masing-masing wilayah
pembangunan utama dan Konsultasi Nasional pada tingkat nasional. Tujuan utama konsultasi ialah untuk mengusahakan adanya
keserasian pembangunan antar-daerah, dan keserasian antara
kepentingan daerah dan kepentingan nasional. Forum-forum konsultasi tersebut sangat berguna bagi pengembangan hubungan
timbal-balik baik untuk kepentingan antar-sektor, antar daerah, maupun antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Konsultasi diselenggarakan dalam rangka penyusunan rencana tahunan dan anggaran pembangunan baik daerah maupun pusat.
Peningkatan kemampuan perencanaan aparatur Pemerintah
daerah diusahakan melalui penyelenggaraan kursus-kursus perencanaan oleh Pemerintah Pusat bekerjasama dengan lembagalembaga perguruan tinggi dan oleh Pemerintah Daerah sendiri.
Di samping itu telah pula diberikan kesempatan kepada staf
Bappeda dan pejabat-pejabat daerah lainnya untuk mengikuti
seminar, kursus dan latihan di luar negeri sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Pembangunan prasarana fisik gedung kantor kecamatan dan
kabupaten/kotamadya serta rumah-rumah jabatan camat, bupati/
Walikotamadya telah dilaksanakan sejak Repelita I dan bahkan
terus ditingkatkan. Pembangunan ini dilaksanakan secara ber-

XIV/8

tahap, disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan kebutuhan di setiap daerah. Kegiatan lain dalam program ini beru pa penyediaan mobil pemadam kebakaran bagi kota-kota yang
padat penduduknya, terutama ibukota propinsi, kotamadya dan
ibukota kabupaten. Di samping itu bagi polisi pamongpraja
yang telah mengikuti kursus sebagai pembantu jaksa, disediakan kendaraan bermotor roda dua, motor tempel, dan sepeda,
untuk memperlancar roda pemerintahan.
Penelitian regional dan daerah dalam Repelita I dan II
pada umumnya diarahkan pada pemecahan masalah yang timbul di
daerah berupa penelitian terapan yang bersifat jangka pendek,
dan untuk memperoleh data dan keterangan tentang keadaan dan
masalah daerah, penduduk, potensi daerah, pemerintahan di
kota dan desa. Hasil penelitian ini akan dijadikan dasar bagi
perumusan langkah-langkah pendekatan dalam rencana pembangunan masing-masing daerah untuk disesuaikan dengan keadaan dan
kemampuan daerah. Dalam Repelita III penelitian ini mencakup
kegiatan pemerintahan dalam negeri yang meliputi aspek-aspek
kelembagaan dan tatalaksana, otonomi daerah, pemerintahan dan
pembangunan desa, serta penelitian pertanahan. Dalam Repelita
IV kegiatan penelitian daerah terutama diarahkan untuk melanjutkan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan penelitian yang menyangkut aspek-aspek pokok, antara lain penelitian dan pengembangan pemerintahan dan pembangunan di daerah, keuangan
daerah, perkotaan, desa, dan penelitian pengembangan penataan
tanah.
B. PEMBANGUNAN DESA
1. U m u m
`Sebagian besar rakyat Indonesia bermukim di daerah pedesaan. Oleh karena itu daerah pedesaan mempunyai fungsi dan
peranan yang sangat besar dan strategis bagi dasar pembangunan baik di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya maupun di
bidang pertahanan dan keamanan nasional. Dengan demikian daerah pedesaan tidak hanya merupakan sumber kekuatan ekonomi,
melainkan juga merupakan dasar bagi ketahanan nasional bangsa
dan negara. Namun demikian sumber yang sangat penting bagi
kemakmuran bangsa dan negara tersebut belum dapat digali dan
dimanfaatkan seluruhnya, karena kondisi sosial, terutama pada
masa pra Repelita. Sebelum Repelita I keadaan sosial-politik
belum memungkinkan pelaksanaan pembangunan dengan sebaik-baiknya, terutama pembangunan desa. Pada waktu itu keadaan desa

XIV/9

dan masyarakatnya pada umumnya masih sangat memprihatinkan.


Tingkat pengetahuan dan keterampilan masyarakat masih rendah,
prasarana dan sarana desa yang diperlukan masih langka, sehingga produksi dan produktivitasnya sangat rendah.
Oleh karena itu maka sejak Repelita I hingga sekarang diberikan perhatian yang sebesar-besarnya kepada pembangunan
daerah pedesaan, baik melalui program-program sektoral, maupun melalui berbagai bantuan pembangunan kepada daerah, yang
diatur dengan Instruksi Presiden (Inpres).
Kebijaksanaan pembangunan desa dititikberatkan kepada
upaya untuk meletakkan dasar-dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang disesuaikan dengan kondisi daerah pedesaan masing-masing. Setiap kebijaksanaan dan langkah yang
diambil diarahkan kepada terjaminnya keserasian antara pembangunan daerah pedesaan dan daerah perkotaan yang menjadi
pusatnya, serta kepada pemecahan masalah daerah pedesaan itu
sendiri.
Pembangunan desa
sebagai berikut :

dilaksanakan

melalui

kegiatan-kegiatan

a. Memberi bantuan pembangunan desa, dengan tujuan meningkatkan pemerataan kegiatan pembangunan dan hasil-hasilnya
ke semua desa di seluruh Indonesia dengan mendorong dan
menggerakkan potensi swadaya gotong-royong yang ada pada
masyarakat desa untuk melaksanakan pembangunan desanya.
b. Membangun dan membina sistem perencanaan pembangunan dan
pelaksanaannya secara terkoordinasi dan terpadu melalui
Sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) di wilayah
kecamatan.
c. Meningkatkan prakarsa dan peranan swadaya masyarakat desa
untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan melalui
Lembaga Sosial Desa yang kemudian disempurnakan menjadi
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Agar supaya
LKMD berfungsi, dilaksanakan latihan Kader Pembangunan
Desa (KPD) untuk menjadi tenaga penggerak LKMD.
d. Melaksanakan penataan desa, pemukiman kembali serta pembinaan kelompok-kelompok penduduk yang masih hidup terpencil dan terpencar dengan mata pencaharian bercocok
tanam secara berpindah-pindah.

XIV/10

e.

Melaksanakan pemugaran perumahan dan lingkungan desa secara terpadu antara sektor-sektor dan antara sektor
dengan daerah di dalam rangka membantu penduduk desa yang
miskin dan tidak mampu untuk membangun atau memperbaiki
rumahnya agar memenuhi syarat-syarat kesehatan.

f.

Melaksanakan monitoring dan evaluasi tingkat perkembangan


desa sesuai dengan tipologi desanya, sehingga setiap
tahun dapat diketahui perkembangan desa dari desa swadaya
menjadi desa swakarya dan desa swasembada.
2. Bantuan Pembangunan Desa

Bantuan pembangunan desa merupakan salah satu program Pemerintah untuk mempercepat pemerataan kegiatan pembangunan di
seluruh tanah air. Bantuan ini diberikan langsung kepada setiap desa dan kelurahan, dengan maksud untuk mendorong dan
meningkatkan usaha-usaha swadaya gotong-royong masyarakat
desa/kelurahan dalam melaksanakan pembangunan desa/kelurahannya.
Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh peran serta masyarakat, termasuk di dalamnya kaum wanitanya. Untuk meningkatkan peranan kaum wanita dalam pembangunan, maka mulai
tahun 1980/81 sebagian dari bantuan desa disediakan khusus
untuk membiayai kegiatan kaum wanita dalam pembangunan yang
dilaksanakan dalam wadah PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga).
Keberhasilan pembangunan desa akan lebih dapat dirasakan,
apabila proyek-proyek pembangunan yang dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat desa/kelurahan yang bersangkutan.
Sehubungan dengan itu maka proyek-proyek Bantuan Pembangunan
Desa ini direncanakan, dilaksanakan, diawasi serta dipelihara
oleh masyarakat secara bergotong-royong.
Pada tahun pertama Repelita I hanya ada 44.478 buah desa
dan bantuan yang diberikan langsung kepada setiap desa/kelurahan sebesar Rp 100.000,-. Di samping itu diberikan pula
bantuan keserasian,
sehingga
seluruh
bantuan
berjumlah
Rp 4.600 juta.
Sesuai dengan laju pembangunan, maka jumlah data setiap
tahun bertambah, namun bantuan langsung yang diberikan kepada
setiap desa selama Repelita I tetap sebesar Rp 100.000,-.
Pada tahun terakhir Repelita I (1973/74) jumlah desa telah

XIV/11

meningkat menjadi 45.587 buah. Guna meningkatkan kegiatan dan


volume pembangunan desa, maka di samping bantuan langsung dan
bantuan keserasian, diberikan pula hadiah bagi pemenang perlombaan desa, yaitu desa-desa yang paling berhasil dalam pembangunan desa. Untuk setiap kabupaten dipilih juara pertama,
kedua, dan ketiga, demikian pula untuk masing-masing propinsi. Jumlah bantuan pada akhir Repelita I mencapai Rp 5.700
juta.
Jumlah seluruh bantuan selama Repelita I adalah sebesar
Rp 26.840 juta. Di samping itu Desa menerima pula bantuan
dari Pemerintah Daerah sebesar Rp 1 . 6 8 0 juta dan hasil swadaya gotong-royong masyarakat sebesar Rp 3 4 . 2 6 4 juta. Dengan
demikian jumlah seluruh biaya untuk pembangunan desa selama
Repelita I adalah Rp 62.784 juta. Dengan biaya tersebut telah
dibangun sekitar 3 8 6 . 9 4 1 buah proyek yang terdiri dari
1 6 4 . 2 7 6 buah proyek prasarana produksi, 154.919 buah proyek
prasarana perhubungan, 34.086 buah proyek prasarana pemasaran
dan 33.660 buah proyek prasarana sosial.
Karena adanya pemekaran desa serta penyerahan desa-desa
transmigrasi dan pemukiman-pemukiman baru, maka jumlah desa
terus bertambah, sehingga pada tahun 1 9 7 8 / 7 9 menjadi 60.645
buah. Guna memenuhi tuntutan pembangunan, maka bantuanpun dinaikkan, sehingga pada tahun terakhir Repelita II mencapai
Rp 350.000,- untuk setiap desa. Di samping itu diberikan pula
bantuan keserasian yang penggunaannya diarahkan untuk meningkatkan pembangunan di kecamatan-kecamatan UDKP, hadiah bagi
pemenang perlombaan desa, dan bantuan untuk meningkatkan pembinaan pembangunan desa di tingkat kecamatan. Dengan demikian
maka bantuan Pemerintah Pusat selama Repelita II seluruhnya
berjumlah Rp 94.252 juta.
Dalam pada itu peranserta Pemerintah Daerah dan swadaya
masyarakat kian meningkat. Selama Repelita II bantuan Pemerintah Daerah mencapai jumlah Rp 1 . 9 0 8 juta, dan swadaya gotong-royong masyarakat menghasilkan nilai sebesar Rp 1 1 4 . 6 8 8
juta, sehingga dari ketiga sumber tersebut investasi dalam
pembangunan proyek-proyek pedesaan mencapai Rp 210.848 juta.
Dengan dana tersebut telah dibangun sekitar 370.680 buah proyek prasarana yang terdiri dari 81.400 buah proyek prasarana
produksi, 1 5 1 . 5 7 6 buah proyek prasarana perhubungan, 1 6 . 1 0 0
buah proyek prasarana pemasaran dan 1 2 1 . 6 0 4 buah proyek prasarana sosial.
Memperhatikan keberhasilan pembangunan desa tersebut,

XIV/12

maka Pemerintah berusaha terus meningkatkan jumlah bantuannya


dan memperbaiki tatacara pengelolaan pembangunannya agar benar-benar dapat mencapai sasaran yang diharapkan, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa seluruhnya.
Dalam Repelita III, jumlah desa terus meningkat, sehingga
pada tahun terakhir (1983/84) menjadi 66.432 desa. Dengan
adanya pertambahan desa dan peningkatan bantuan maka jumlah
bantuan selama Repelita III mencapai Rp 332.255 juta, yang
terdiri dari bantuan langsung, bantuan keserasian/peningkatan
pembangunan di kecamatan UDKP, hadiah untuk pemenang perlombaan desa, dan bantuan untuk pembinaan dan operasional di
tingkat kecamatan.
Perkembangan jumlah bantuan desa selama Repelita I, II
dan III terlihat pada Tabel XIV-1, sedangkan jumlah desa dan
bantuan masing-masing desa untuk tahun-tahun tertentu terlihat pada Tabel XIV-2, dan jumlah investasi bantuan desa yang
meliputi bantuan Pemerintah Pusat, bantuan Pemerintah Daerah
serta swadaya masyarakat selama Repelita I, II dan III terlihat pada Tabel XIV-3.
Telah banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat desa melalui berbagai penyediaan pelayanan
kebutuhan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pertanian (perkebunan, peternakan, perikanan), peningkatan keterampilan dan sebagainya. Namun karena kondisi alam yang berbeda,
masih banyaknya desa yang terpencil, kepadatan penduduk yang
tidak seimbang, belum berfungsinya semua lembaga desa yang
dibentuk sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1979, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang belum memadai, maka
tingkat produktivitas masyarakat desa masih rendah.
Sehubungan dengan itu maka untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pembangunan desa, di samping pemberian dana bantuan pembangunan, diperlukan kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan pembangunan desa dan yang dilaksanakan secara
terkoordinasi dan terpadu. Dengan demikian diharapkan desa
sebagai satuan terkecil dalam susunan administrasi pemerintahan, ikatan masyarakat dan kegiatan ekonomi, dapat tumbuh
dan berkembang dengan cepat menjadi desa yang maju (swasembada), sehingga kedudukan desa dapat berubah dari obyek pembangunan menjadi subyek pembangunan yang mampu memantapkan
ketahanan nasional.
Dalam tahun 1984/85 jumlah desa meningkat menjadi 67.448
desa sedangkan bantuan tiap desa tetap sebesar Rp 1.250.000.

XIV/13

TABEL XIV 1
REKAPITULASI PERKEMBANGAN BANTUAN PEMBANGUNAN DE8A
1969/70 - 1984/85
(dalam Jutaan rupiah)
No.

Propinsi

01 Daerah Istimewa Aceh


. Sumatera Utara
02.
03. Sumatera Barat
04 R i a u
05 J a m b i
06 Sumatera Selatan
07,Bengkulu
08 Lampung
09.DKI Jakarta
10.Jawa Barat
11.Jawa Tengah
12.Daerah Istimewa Yogyakarta
13.Jawa Timur
14.Kalimantan Barat
15 Kalimantan Tengah
16.Kalimantan Selatan
17.Kalimantan Timur
18.Sulawesi Utara
19.Sulawesi Tengah
20 Sulawesi Selatan
, Sulawesi Tenggara
21
22 B a 1 i
23 Nusa Tenggara Barat
24.Nusa Tenggara Timur
25.M a l u k u
26 Irian Jaya
27.Timor Timur
.Pusat (kegiatan
penunjang)*)
Jumlah:

Repelita I
Repelita II
1969/70-1973/74 1974/75-1978/79

1983/84

1984/85

1.320,0
1,872,0

6.890,9
7.637,3

26.225,3
27.325,2

7.014,0
7.312,8

7.106,7
7.474,0

457,0
476,5

3.440,4
1.426,8

17.143,7
4.970,4

320,8
906,4
249,5
624,0
286,5
3.521,7

1.705,3
3.136,6
1.259,5
2.143,7
1.065,8
10.940,6

6.264,0
11.436,7
5.055,8
7.492,7
2.913,0
31.404,3

4.613,8
1.400,7
1.680,8

4.659,8
1.555,3
1.788,7
3.204,0

4.415,6
446,8
4.457,6
917,5
593,5
509,5
557,5
609,9

13.192,2
1.436,7
13.135,2
5.670,4
1.774,5
1.736,4

42.123,0
3.895,8
42.038,1
22.559,0
5.646,4
8.715,0

1.674,6
1.907,0

5.449,0
6.419,0

475,0
787,9

1.772,1
2.441,4

6.3450
7.079,7

275,9
396,4
386,3
767,5

880,7
1.094,9
1,144,2
2.585,6
2.321,1

3.576,6
3.423,3
3.551,4
9.027,7
8.540,2

948,3
1.009,3
2.570,5
2.376,5

4.856,6
8.404,1

1.418,5
2.262,0

492,2

1.364,0
474,1
-

373,5

1.394,7
2.355.7
78,3

26.840,0

94.252,0

332.255,0

91.611,0

92.882,0

550,0
166,4
-

*) Untuk pembinaan den provisi Bank

XIV/14

Repelita III
1979/80-1983/84

3.098,7
1.411,8
2.080,0
772,0
8.806,0
11.512,5
1.031,5
11.550,7
6.036,7
1.530.7
3.225,7
1.501,7
1.767.3
1.733,0
1.913,0
1.032,5

1.415.3
2.063,0
398,2
9.806,5
11.576,3
1.031,5
11.658,5
6.138,8
1.625,5
3.184,2
1.536,1
1.770,0
1.745,8
1.924,0
1.011,0
888,1
859,0
2.397,0
2.238,0

TABEL XIV - 2
PERKEMBANGAN JUMLAH DESA DAN BANTUAN PEMBANGUNAN DESA
1973/74 - 1984/85

XIV/15

TABEL XIV - 3
PERKEMBANGAN JUMLAH BANTUAN PEMERINTAH PUSAT, BANTUAN PEMERINTAH DAERAH
DAN SWADAYA MASYARAKAT DALAM PROGRAM BANTUAN PEMBANGUNAN DESA
1969/70 - 1984/85
(dalam ribuan rupiah)
Sumber Bantuan

Repelita I

Repelita II

Repelita III

1969/70-1973/74

1974/75-1978/79

1979/80-1983/84

1983/84

1984/85*)

Bantuan Pemerintah Pusat

26.840.000

94.252.000

332.255.000

91.611.000

92.882.000

Bantuan Pemerintah Daerah

1.680.474

1.908.252

2.302.000

283.044

71.082

34.263.552

114.688.015

234.682.000

39.294.782

20.426.713

62.784.026

210.848.267

569.239.000

131.188.826

113.379.795

Swadaya Masyarakat

Jumlah:

*) Angka sementara

XIV/16

Di samping itu masih diberikan bantuan keserasian, bantuan


lomba desa dan bantuan pembinaan tingkat kecamatan, sehingga
jumlah bantuan seluruhnya menjadi Rp 92.882 juta. Jumlah tersebut telah mendorong swadaya masyarakat dengan nilai sebesar
Rp 20.427 juta dan bantuan Pemerintah Daerah sebesar Rp 71,0
juta, sehingga jumlah seluruhnya menjadi Rp 113.380 juta.
3. Pembangunan
ngunan

dan

Pembinaan Unit Daerah Kerja Pemba-

Untuk mencapai dayaguna dan hasilguna pembangunan yang ada


di
pedesaan
dalam
rangka
mempercepat
terwujudnya
desa
swasembada, dan terlaksananya koordinasi pelaksanaan pembangunan pedesaan, pada tingkat kecamatan dikembangkan sistem
Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), yaitu sistem perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi pembangunan desa
secara menyeluruh dan terpadu serta terkoordinasi.
Pada akhirnya seluruh kecamatan dapat melaksanakan sistem
tersebut yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Selama tiga Repelita, telah dibentuk kecamatan UDKP berturut-turut sebanyak 130 buah, 875 buah, dan 1.040 buah, sehingga pada akhir Repelita I I I telah ada 2.045 kecamatan yang
telah mengikuti sistem UDKP dari sejumlah 3.517 kecamatan
yang ada di Indonesia.
Pelaksanaan pembangunan melalui sistem UDKP ini merupakan
penerapan sistem penyusunan rencana dari bawah yang disesuaikan dengan kebutuhan dasar masyarakat pedesaan yang bersangkutan.
Dengan adanya koordinasi dan keterpaduan perencanaan dan
pelaksanaan berbagai program pembangunan desa, yang dibiayai
dengan dana dari berbagai sumber pada suatu wilayah kecamatan
UDKP, diharapkan dapat tercapai hasil pembangunan yang dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah yang bersangkutan, dan yang dapat memberikan rangsangan terhadap perkembangan wilayah di sekitarnya.
Dalam Repelita I I I pelaksanaan pembangunan desa melalui
sistem UDKP ini diutamakan pada wilayah kecamatan yang tergolong miskin/rawan/minus atau terbelakang, dan wilayah yang
sangat padat penduduknya dengan pendapatan rata-rata yang
sangat rendah, wilayah lintas batas dan kepulauan.

XIV/17

Agar supaya sistem UDKP itu dapat terlaksana dengan berdayaguna dan berhasilguna, maka telah dilakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kemampuan aparatur pengelola pembangunan dan menghidupkan forum-forum pertemuan atau diskusi
di wilayah kecamatan UDKP yang bersangkutan. Sampai dengan
tahun terakhir Repelita III, telah dilaksanakan penataran
bagi 1.093 orang camat UDKP, penyelenggaraan kursus untuk
3.429 orang Kepala Urusan Pembangunan Desa tingkat kecamatan,
penempatan 1.183 orang TKS-BUTSI, latihan orientasi Kepala
Instansi tingkat kabupaten/kotamadya, dan latihan petugas
lapangan dan kepala desa/kelurahan meliputi 337 orang, serta
penyelenggaraan musyawarah LKMD, diskusi UDKP, temu karya
LKMD di kecamatan, dan penyelenggaraan rapat-rapat koordinasi
di tingkat kecamatan, kabupaten dan propinsi.
Hasil penelitian dan monitoring tingkat perkembangan desa
menunjukkan bahwa perkembangan desa swadaya atau swakarya
menjadi desa swasembada di wilayah kecamatan yang mengikuti
sistem UDKP lebih cepat daripada di kecamatan yang tidak mengikuti sistem UDKP.
Pada tahun pertama Repelita IV (1984/85) telah dilanjutkan pemantapan keterpaduan pembangunan desa melalui sistem
UDKP. Dalam rangka itu telah diadakan latihan camat untuk
1.475 orang yang belum pernah dilatih pada Repelita III, latihan 3.821 orang staf pembangunan desa di 27 propinsi dan
latihan 660 orang kepala desa khusus di 5 propinsi.
4. Peningkatan Swadaya dan Swakarsa Masyarakat
Agar desa-desa di Indonesia secara keseluruhan merupakan
landasan bagi ketahanan nasional dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan nasional, maka setiap desa
perlu memiliki suatu lembaga yang mampu menggerakkan serta
mengembangkan swadaya dan swakarya masyarakatnya dalam hal
membuat rencana, dan melaksanakan pembangunan , desanya secara
berswadaya dan bergotong-royong. Lembaga desa yang dimaksud
adalah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), sebagai penyempurnaan dari Lembaga Sosial Desa. Melalui LKMD ini dapat
ditumbuhkan dan dikembangkan peranserta masyarakat secara
aktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Sampai dengan akhir Repelita III (1983/84) dari 66.437
buah desa telah ada 63.698 buah desa (96,0%) yang telah membentuk LKMD. Dalam perkembangannya LKMD tersebut dapat digolongkan ke dalam 3 kategori, yaitu kategori yang pasif seba-

XIV/18

nyak 10.207 buah (16,03%) kategori yang aktif berkembang


sebanyak 2 5 . 2 9 7 buah (39,71%), dan kategori aktif (berfungsi)
sebanyak 28.194 buah ( 4 4 , 2 6 % ) .
Berbagai usaha telah dilaksanakan guna meningkatkan peranan LKMD dalam pembangunan, antara lain dengan mengembangkan
LKMD percontohan sebanyak 4 . 7 5 5 buah; pemberian bimbingan dan
pembinaan oleh Tim Pembina LKMD pada setiap tingkat pemerintahan; latihan pelatih/instruktur Penyuluh Lapangan LKMD (PLLKMD) bagi 6 . 4 8 8 orang, latihan pembina tehnis LKMD/KPD tingkat kabupaten/kotamadya bagi 1 . 2 9 8 orang, dan latihan pengurus LKMD dan pemuka/tokoh serta anggota masyarakat sebanyak
23.748 orang. Agar latihan KPD dapat berhasil dengan baik,
terlebih dahulu diadakan latihan bagi para pelatih KPD di
tingkat pusat, tingkat propinsi dan tingkat kabupaten.
Kegiatan lain yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan
desa adalah pementasan kegiatan LKMD melalui TVRI, siaran pedesaan melalui RRI yang diikuti oleh sekitar 3 9 . 2 0 0 kelompok
pendengar, dan penerbitan serta penyebaran berbagai folder
dan poster serta brosur penyuluhan.
Khusus
untuk desa-desa yang masih terbelakang dilaksanakan penyuluhan dan peningkatan motivasi melalui pementasan
sosiodrama yang diikuti oleh 9 . 5 7 5 peserta dari kelompok
kesenian rakyat.
Di samping itu telah dilaksanakan pula latihan yang diikuti oleh 734 orang dalam hal pengelolaan perekonomian desa,
teknologi desa, tata desa, dan prasarana desa. Dalam rangka
program pemukiman kembali (resettlement), dan pemugaran perumahan desa telah dilatih 42.315 orang.
Dalam usaha melaksanakan pembangunan, wanita memegang peranan penting. Oleh karena itu melalui wadah PKK telah dilaksanakan berbagai kegiatan untuk meningkatkan peranan wanita.
Di dalam rangka pembentukan kader PKK, telah diselenggarakan
kursus PKK yang sampai akhir Repelita III telah diikuti oleh
2 5 6 . 6 0 8 orang dan telah dilaksanakan pembinaan-pembinaan kepada seluruh Tim Penggerak PKK di daerah oleh Tim Penggerak
PKK Pusat.
Pada tahun pertama Repelita IV (1984/85) telah dilaksanakan latihan pembina teknis KPD 1.500 orang, latihan pelatih
pembangunan desa terpadu 1.350 orang untuk melaksanakan latihan K P D di semua propinsi. Latihan KPD tersebut dilaksana-

XIV/19

kan untuk membantu meningkatkan mutu LKMD. Diharapkan pada


akhir Repelita IV telah terdapat 10 orang KPD pada setiap
desa. Sejalan dengan itu peranan wanita pun terus ditingkat kan dalam wadah PKK. Dalam rangka ini pada tahun 1984/85
telah dilaksanakan latihan Tim Penggerak PKK sebanyak 4.050
orang.
5.

Pemukiman Kembali Penduduk Desa

Terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang hidup terpencil atau terisolasi dan yang berladang berpindah-pindah, telah diusahakan pemukiman kembali pada tempat baru yang dapat
menjamin kehidupan dan penghidupan yang lebih baik. Usaha itu
juga bermanfaat bagi kelestarian sumber alam dan lingkungan
hidup.
Selama Repelita I telah dimukimkan kembali penduduk sebanyak 2.108 Kepala Keluarga (KK) di 16 lokasi, selama Repelita II sebanyak 6.519 KK di 56 lokasi, selama Repelita III
sebanyak 16.169 KK di 126 lokasi, sehingga sampai akhir Repe lita III yang dimukimkan kembali adalah sebanyak 24.796 KK,
tersebar di 198 lokasi pemukiman.
Pada tahun 1984/85 telah dimukimkan kembali 1.691 KK di
20 lokasi. Di samping usaha memukimkan kembali penduduk dengan penyediaan berbagai prasarana pemukiman seperti perumahan, tempat ibadah, prasarana jalan lingkungan, dan fasilitas
lainnya, juga dilakukan pembinaan dengan memberikan lahan
untuk bertani, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dalam Repelita
III jumlah penduduk yang telah dibina sebanyak 20.713 KK, dan
pada tahun 1984/85 telah dilaksanakan pembinaan terhadap
1.816 KK yang telah dimukimkan di 14 lokasi.
6.

Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa

Kegiatan pemugaran perumahan dan lingkungan desa dilaksanakan dengan tujuan untuk mengembangkan usaha pembangunan dan
pemugaran rumah-rumah penduduk yang miskin yaitu mereka yang
tidak mampu membangun atau memperbaiki rumahnya agar memenuhi
syarat-syarat kesehatan. Oleh karena itu Pemerintah membantu
dan mendorong swadaya gotong-royong masyarakat desa untuk memugar atau memperbaiki rumah mereka agar memenuhi syarat-syarat kesehatan, dengan memberikan penyuluhan, bimbingan melalui latihan keterampilan dan bantuan peralatan pertukangan,
serta bantuan stimulans dalam bentuk bahan bangunan yang diperlukan.

XIV/20

Selama Repelita II di samping usaha pemugaran perumahan


yang dilaksanakan oleh berbagai instansi, telah dilaksanakan
pemugaran 2.760 rumah di 69 desa, dan selama Repelita III
26.880 rumah di 672 desa pada 23 propinsi.
Usaha pemugaran perumahan ini terus dilanjutkan dan lebih
disempurnakan melalui keterpaduan perencanaan dan pelaksanaannya antara instansi-instansi yang berkaitan seperti Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Sosial dan Departemen Dalam
Negeri. Sebagai hasil penyempurnaan melalui perencanaan dan
pelaksanaannya tersebut, pada tahun 1984/85 usaha pemugaran
perumahan telah dilakukan untuk 17.250 rumah di 1.150 desa
pada 26 propinsi.
7. Perlombaan Desa
Desa

dan

Evaluasi Tingkat Perkembangan

Perlombaan Desa yang diselenggarakan setiap tahun dimaksudkan sebagai dorongan dalam rangka mempercepat perkembangan
desa dari desa swadaya menjadi desa swakarya menuju desa swa sembada.
Dalam perlombaan tersebut diadakan penilaian terhadap seluruh desa dan dipilih desa yang memiliki prestasi ter baik dalam melaksanakan pembangunan desanya dalam jangka
waktu satu tahun. Perlombaan desa dimulai pada tingkat kecamatan kemudian naik ke tingkat kabupaten/kotamadya, dan ke
tingkat propinsi. Hadiah diberikan kepada desa pemenang perlombaan pada tingkat kabupaten/kotamadya dan propinsi untuk
juara I, II dan III. Para kepala desa/kepala kelurahan dari
desa-desa/kelurahan juara I tingkat propinsi, diundang ke
Jakarta untuk mengadakan pertemuan dan mengikuti upacara kenegaraan memperingati hari proklamasi pada tanggal 17 Agustus.
Di samping itu mereka mengikuti kegiatan lainnya untuk
peningkatan pengetahuan dan pengalaman mereka yang berguna.
bagi peningkatan pelaksanaan pembangunan desa/kelurahannya.
Selama Repelita I telah dipilih 2.286 buah desa juara
tingkat kabupaten/kotamadya dan 225 buah desa juara tingkat
propinsi, selama Repelita II dipilih juara tingkat kabupaten/kotamadya sebanyak 4.071 buah desa dan juara tingkat pro pinsi sebanyak 384 buah desa, sedang selama Repelita III di pilih desa juara tingkat kabupaten/kotamadya sebanyak 10.746
buah dan desa juara tingkat propinsi sebanyak 402 buah.
Pada tahun pertama
Repelita IV (1984/85) terpilih sebanyak 885 desa juara tingkat kabupaten/kotamadya dan 81 desa
juara tingkat propinsi.

XIV/21

Untuk mengetahui perkembangan desa tersebut setiap tahun,


dilakukan monitoring dan evaluasi. Dari hasil monitoring dan
evaluasi tersebut, tampak bahwa desa-desa yang merupakan desa
juara dapat melaksanakan pembangunan desanya lebih cepat dan
lebih baik daripada desa lainnya. Dengan keberhasilan pembangunannya, desa-desa tersebut diharapkan akan dapat menjadi
contoh bagi desa-desa di sekitarnya.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa dari jumlah 45.587 desa
pada akhir Repelita I, jumlah desa swadaya adalah sebanyak
12.964 desa (28,4%), desa swakarya sebanyak 30.878 desa
(67,7%), dan desa swasembada sebanyak 1.745 desa (3,9%). Pada
akhir Repelita II dari sebanyak 60.645 desa, desa swadaya
adalah sebanyak 18.652 desa (30,8%), desa swakarya sebanyak
34.205 desa (56,4%) dan desa swasembada sebanyak 7.788 desa
(12,8%). Pada akhir Repelita III dari sebanyak 66.437 desa,
jumlah desa swadaya adalah sebanyak 11.228 desa (17,0%), desa
swakarya sebanyak 36.280 desa (54,6%) dan desa swasembada sebanyak 18.929 desa (28,4%).
Kegiatan monitoring dan evaluasi perkembangan desa ini
terus disempurnakan dengan memperbaiki kriteria/tolok ukurnya.
C. PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II
1. U m u m
Sejak masa Repelita I kepada Pemerintah Daerah Tingkat II
telah diberikan peranan dan tanggungjawab yang memadai di
dalam usaha pembangunan. Keterbatasan daya dan dana pada masa-masa yang lampau telah menyebabkan Pemerintah Daerah Tingkat II tidak dapat berbuat banyak dalam usaha memanfaatkan
potensi alam dan tenaga kerja yang berlimpah di daerah-daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena kekosongan kegiatan pembangunan pada tingkat ini maka banyak usaha
yang telah dilaksanakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah menjadi kurang berdayaguna dan berhasilguna
secara optimal.
Menjelang Repelita I, panjang jalan Daerah Tingkat II di
seluruh Indonesia meliputi kurang lebih 51.000 km. Hanya 15%
dari panjang jalan tersebut yang tergolong baik. Sisanya adalah jalan-jalan dengan kondisi yang buruk atau buruk sekali.
Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan dan kelancaran kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Karena keadaan prasarana

XIV/22

perhubungan yang sangat buruk tersebut maka terhambat pulalah


penyediaan berbagai masukan (input) yang diperlukan antara
lain untuk sektor pertanian seperti pupuk, obat-obatan anti
hama, dan lain-lain. Tidak mengherankan jika tingkat produktivitas tanah pertanian pada saat itu juga rendah.
Demikian pula halnya dengan prasarana produksi. Sejak
lama tidak terjadi pertambahan areal pertanian baru yang
cukup berarti. Bahkan telah terjadi kerusakan-kerusakan bangunan dan saluran irigasi yang sangat memprihatinkan. Keadaan ini sangat mempengaruhi tingkat produksi pertanian, terutama pertanian pangan. Tingkat pertambahan produksi pertanian
disaat itu jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan penduduk.
Keadaan yang demikian itu berakibat langsung terhadap
tingkat pendapatan masyarakat. Dengan tingkat pendapatan masyarakat yang rendah tidak terdapat permintaan efektif yang
cukup. Dengan demikian maka para pemilik modal tidak tertarik
untuk menanamkan modalnya di berbagai bidang usaha untuk mem produksi barang-barang kebutuhan masyarakat, sehingga potensi
alam dan tenaga kerja yang tersedia di daerah-daerah tetap
merupakan potensi semata-mata.
Keadaan tersebut merupakan sebab utama ketidak-mampuan
masyarakat untuk melunasi kewajiban membayar pajak yang sangat diperlukan oleh Pemerintah untuk membiayai usaha pem bangunan di samping untuk membiayai tugas-tugas rutinnya.
2. Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II
Menyadari kelemahan tersebut maka sejak tahun anggaran
1970/71 Pemerintah telah melaksanakan Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II. U ntuk itu Pemerintah telah menyediakan alokasi keuangan di dalam anggaran pembangunan nasional untuk membantu Daerah Tingkat II melaksanakan kegiatan
pembangunan yang menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II itu didasarkan
atas Instruksi Presiden maka bantuan tersebut dikenal pula
sebagai Bantuan INPRES DATI II.
Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II pada hakekatnya disediakan untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan yang
didesain secara khusus dengan tujuan utamanya memanfaatkan
tenaga kerja yang berlimpah di daerah-daerah. Melalui program
ini dilaksanakan pembangunan, peningkatan, perbaikan, penun-

XIV/23

jangan, dan pemeliharaan berbagai macam prasarana perhubungan


(jalan dan jembatan), prasarana lingkungan (riool, gang/lorong, bangunan pencegah banjir, dan lain-lain), fasilitas
umum lainnya seperti los pasar, terminal bus dan pelabuhan
sungai.
Sesuai dengan tujuan tersebut di atas maka besarnya ban tuan yang diberikan kepada Daerah Tingkat II dihitung berdasarkan atas jumlah penduduk. Kepada daerah yang berpenduduk
kurang dari suatu jumlah tertentu diberikan bantuan minimum.
Jumlah yang diterima oleh Daerah Tingkat II atas dasar ini
merupakan bantuan murni.
Untuk meningkatkan gairah Daerah Tingkat II di dalam
menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, maka sejak tahun
1972/73 alokasi Bantuan Daerah Tingkat II dihubungkan dengan
Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA). IPEDA adalah pajak Pemerintah yang hasil penerimaannya (90%) diserahkan kepada Daerah
Tingkat II untuk membiayai kegiatan pembangunan di daerahnya
masing-masing. Kepada daerah yang berhasil mencapai atau melampaui sasaran penerimaan IPEDA yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah di samping bantuan murni, diberikan pula bantuan
perangsang sebagai tambahan terhadap Inpres Dati II.
Di samping bantuan dalam bentuk alokasi keuangan, Pemerintah juga memberikan bantuan peralatan berupa mesin gilas
jalan, mesin pemecah batu dan peralatan lainnya, serta dibe rikan bantuan berupa pembinaan dan petunjuk-petunjuk dalam
mempersiapkan rencana dan pengawasan pelaksanaan proyek-proyek.
Sejak dilaksanakannya Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat
II, telah dilakukan secara terus-menerus pembinaan teknis dan
administratif terhadap Pemerintah Daerah Tingkat II. Pada Repelita I yakni pada masa awal dilaksanakannya program ini,
yang pertama-tama dilakukan adalah pembinaan sistem komunikasi dengan Daerah Tingkat II terutama untuk memberikan keyakinan kepada mereka, bahwa Pemerintah bersungguh-sungguh
dalam memberikan bantuan. Hal ini dapat dimengerti mengingat
bahwa sistem bantuan ini merupakan sesuatu yang baru.
Dengan mantapnya komunikasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Ting kat II maka secara bertahap telah diletakkan dan dikembangkan
suatu sistem di mama keputusan tentang pemilihan proyek, pe rencanaan, dan pelaksanaannya diambil pada tingkat Daerah

XIV/24

Tingkat II. Walaupun demikian untuk mencapai keserasian antara proyek yang dibiayai dari Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat II dengan program-program pembangunan nasional dan
propinsi maka penggunaan bantuan diarahkan kepada proyek-proyek yang memenuhi syarat sebagai berikut :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

Menciptakan dan memperluas kesempatan kerja dalam pembangunannya;


Menggunakan tenaga kerja dan bahan yang tersedia setempat dan sesedikit mungkin menggunakan bahan impor;
Mempertinggi produksi dan memperlancar distribusi hasil
pertanian serta memperbaiki lingkungan hidup masyarakat
yang berpenghasilan rendah;
Meningkatkan partisipasi penduduk dalam pembangunan;
Secara teknis dapat dipertanggungjawabkan;
Pembangunannya dilakukan atas dasar pengupahan yang
wajar dan bukan gotong-royong;
Dapat direncanakan, dilaksanakan dan diawasi oleh tenaga
teknis yang ada di daerah;
Pelaksanaannya tidak tergantung pada proyek-proyek lain;
Dapat diselesaikan dalam tahun anggaran yang bersangkutan;
Serasi dengan proyek-proyek lain, yaitu proyek-proyek
Daerah Tingkat II, proyek-proyek Daerah Tingkat I dan
proyek-proyek Nasional di Daerah.

Dalam Repelita II dan Repelita III sistem perencanaan


yang memberikan kepercayaan kepada Pemerintah Daerah Tingkat
II seperti tersebut di atas semakin dikembangkan. Dana bantu an yang secara langsung disalurkan melalui sistem perbankan
kepada Daerah Tingkat II tidak lagi terikat pada rencana bulanan. Setiap cabang bank penyalur menyediakan dana bantuan
pada setiap saat diperlukan. Cabang-cabang bank tersebut
dalam membayar tagihan tidak lagi menunggu , penyediaan kas dari
kantor pusatnya, melainkan cukup melakukan nota-debet sehingga
setiap saat dapat memenuhi permintaan pembayaran.
Hasil yang sangat menggembirakan dari pelaksanaan Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II merupakan alasan bagi Pemerintah untuk terus meningkatkan alokasi dana untuk bantuan
ini. Jika pada tahun pertama (1970/71) disediakan bantuan atas
dasar Rp 50 per penduduk, maka pada tahun terakhir Repelita I
(1973/74) bantuan ini telah ditingkatkan menjadi Rp 150 per
penduduk. Pada saat yang sama bantuan minimum juga dinaikkan
dari Rp 5 juta menjadi Rp 12 juta. Selama Repelita I jumlah
bantuan yang diberikan kepada Daerah Tingkat II berjumlah

XIV/25

Rp 46.023 juta. Di samping itu ada pula bantuan peralatan dan


untuk pembinaan, sehingga seluruhnya berjumlah Rp 46.424
juta.
Pada tahun terakhir Repelita II (1978/79) bantuan per
penduduk ditetapkan Rp 450, sedang bantuan minimum menjadi
Rp 50 juta. Bantuan terus ditingkatkan pada tahun-tahun selanjutnya . Pada tahun anggaran 1982/83 bantuan per penduduk mencapai Rp 1.150 dan bantuan minimum mencapai Rp 160 juta. Selama Repelita II bantuan yang diberikan kepada Daerah Tingkat
II berjumlah Rp 289.792 juta. Sedangkan jumlah seluruhnya
termasuk peralatan, dan pembinaan meliputi Rp 303.938 juta.
Mengingat keadaan keuangan negara, bantuan per penduduk dan
bantuan minimum ini tidak mengalami pertambahan sampai dengan
tahun pertama Repelita IV (1984/85). Walaupun demikian, kare na yang menjadi dasar pemberian bantuan adalah jumlah pendu duk, maka masing-masing Daerah Tingkat II tetap menerima ban tuan yang jumlahnya meningkat dibandingkan tahun-tahun sebe lumnya. Bertambahnya jumlah bantuan yang diterima oleh Daerah
Tingkat II ini juga disebabkan oleh adanya peningkatan dalam
alokasi keuangan untuk Bantuan Perangsang dan Bantuan Perala tan. Selama Repelita III bantuan kepada Daerah Tingkat II
berjumlah Rp 731.829 juta. Jumlah seluruhnya termasuk pembinaan dan penyediaan peralatan meliputi Rp 7 6 0 . 3 3 1 , 3 juta.
Gambaran perincian jumlah bantuan yang diterima oleh Daerah
Tingkat II per propinsi termasuk bantuan peralatan dan pembi naan selama Repelita I, Repelita II dan Repelita III tercan tum pada Tabel XIV-4.
Bantuan yang disediakan pada tahun anggaran 1984/85 sebesar Rp. 194.253 juta, oleh Daerah Tingkat II telah direncanakan untuk membiayai 3.510 proyek yang terdiri atas 2.374
proyek jalan meliputi 5.755 km, 406 proyek jembatan meliputi
29.439 m, 250 proyek pengairan meliputi 25.972 ha dan 480
proyek lainnya seperti perbaikan riool, perbaikan kampung,
pasar desa dan sebagainya. Di samping itu telah diberikan
pula peralatan kepada beberapa Kabupaten sehingga seluruh
bantuan meliputi Rp. 201.914 juta.
Dengan uraian di atas maka dapat dilihat hasil yang te lah dicapai dengan Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II da lam Repelita I, Repelita II, dan Repelita III serta tahun
pertama Repelita IV, yang secara terperinci dapat dilihat
pada Tabel XIV-5.
Sementara itu, pelaksanaan Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat II 1984/85 diperkirakan telah mempekerjakan sejumlah

XIV/26

TABEL XIV - 4
REKAPITULASI PERKEMBANGAN BANTUAN PEMBANGUNAN DATI II
1969/70 - 1984/85
(dalam Jutaan rupiah)

XIV/27

TABEL XIV - 5
HASIL FISIK PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK
BANTUAN PEMBANGUNAN TINGKAT II,
1970/71- 1984/85
Volume
Jumlah Proyek
Jalan :
Volume
Jumlah Proyek

1970/71*)

1973/74*)
1978/79
(Akhir Repelita I) (Akhir Repelita II)

1982/83*)

1983/84
(Akhir Repelita

1984/85

Km
Proyek

2.476
629

5.220
1.057

8.036
1.947

17.227
2.618

17.580
2.673

5.755
2.374

Km
Proyek

6.181
387

19.731
761

22.040
532

25.791
687

22.812
563

29.439
406

Jumlah Proyek

Km
proyek

98.668
365

128.915
526

112.394
391

47.078
413

44.316
341

25.972
250

Lain-lain :
Jumlah Proyek

Proyek

396

454

380

585

748

1.777

2.798

3.250

4.303

4.325

Jembatan :
Volume
Jumlah Proyek
Pengairan :
Volume

Jumlah seluruh Proyek :

*) Angka diperbaiki
XIV/28

Satuan

480

3.510

25.806 orang pekerja untuk masa kerja kurang-lebih 100 hari


dalam satu tahun. Di samping itu kesempatan kerja juga tercipta melalui berbagai kegiatan seperti pengumpulan, pengelolaan, dan pengangkutan bahan-bahan atau material yang dipergunakan untuk pembangunan konstruksi proyek-proyek. Dalam kesempatan kerja ini terserap lagi sebanyak 24.535 orang tenaga
kerja. Dengan demikian, dari kegiatan proyek-proyek Bantuan
Pembangunan Daerah Tingkat II tahun 1 9 8 4 / 8 5 telah tercipta
kesempatan kerja untuk lebih kurang 50.341 orang tenaga kerja.
Dengan kesempatan kerja tersebut di atas maka sejumlah
penduduk di daerah-daerah telah memperoleh tambahan penghasilan yang kemudian akan merupakan sumber permintaan efektif
mereka terhadap berbagai hasil produksi. Dengan peningkatan
permintaan efektif maka para pemilik modal akan tertarik
untuk menanamkan atau memperluas penanaman modal mereka di
daerah. Pada gilirannya, pertambahan penanaman modal akan
menciptakan kesempatan kerja baru bagi penduduk.
Meningkatnya penghasilan penduduk berarti meningkatnya
kemampuan mereka untuk melunasi kewajiban mereka membayar
pajak, antara lain IPEDA. Selanjutnya dengan meningkatnya
hasil penerimaan IPEDA maka kemampuan Pemerintah Daerah akan
menjadi meningkat pula untuk melaksanakan kegiatan pembangunan di samping meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat.
3. Koordinasi Pembangunan di Daerah Tingkat II
Pemerintah Daerah Tingkat II yang berbentuk Kabupaten
atau Kotamadya adalah aparatur pemerintah yang berhadapan
langsung dengan masyarakat. Mengingat hal itu maka sebagian
besar tugas pelayanan umum kepada masyarakat merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah Tingkat II. Tanggungjawab tersebut cenderung untuk semakin meningkat mengingat pertambahan
penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan umum lainnya. Dengan semakin luasnya pandangan hidup masyarakat, semakin meningkat
pula kebutuhan masyarakat terhadap berbagai pelayanan dan
jasa, baik dalam jumlah dan mutu maupun dalam jenisnya.
Usaha untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah
Tingkat II dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya tersebut telah dilakukan secara terus menerus sejak Repelita I.
Pemerintah telah berupaya untuk melakukan pembinaan yang
intensif terhadap Daerah Tingkat II, baik yang bersifat pem-

XIV/29

binaan teknis maupun administratif. Untuk mengelola tugas-tugas perencanaan, koordinasi dan pengendalian pembangunan maka
telah dibentuk Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Tingkat II dengan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1980. Secara bertahap telah dilakukan penataan kembali satuan-satuan
organisasi menurut fungsinya masing-masing. Berangsur-angsur
tanggungjawab pimpinan proyek diserahkan kepada satuan-kerja
atau instansi teknis yang bersangkutan. BAPPEDA bertanggungjawab terhadap perencanaan umum, dinas yang bersangkutan bertanggungjawab terhadap perencanaan teknis dan pelaksanaannya.
Bagian Pembangunan bertanggungjawab terhadap pengendalian pelaksanaan proyek-proyek tersebut.
Dalam rangka usaha meningkatkan kemampuan Daerah Tingkat
II juga telah dilakukan penyederhanaan mengenai prosedur penyusunan anggaran tahunan dan sistematikanya. Dengan sistematika anggaran yang baru diharapkan Daerah Tingkat II dapat
memanfaatkan dana-dana yang tersedia sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dalam rencana pembangunan daerah masing-masing.
Secara keseluruhan usaha peningkatan kemampuan Daerah
Tingkat II diarahkan kepada pengelolaan pembangunan secara
terbuka. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditempatkan sedemikian rupa agar dapat selalu mengawasi pemanfaatan dana yang ada
pada sasaran-sasaran yang tepat. Di samping itu masyarakat
sendiri dapat melaksanakan fungsi pengawasan sosialnya karena
pada setiap proyek terdapat papan nama proyek yang memuat
berbagai keterangan tentang proyek tersebut.
4. Bantuan Penunjangan Jalan Daerah Tingkat II
Disadari bahwa Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II
yang diberikan atas dasar jumlah penduduk lebih menguntungkan
Daerah Tingkat II yang padat penduduknya. Agar Daerah Tingkat
II yang berpenduduk kurang padat dapat mempunyai kesempatan
pula untuk menumbuhkan dan mengembangkan kegiatan ekonomi di
daerahnya maka sejak tahun 1979/80 Pemerintah telah melaksanakan Bantuan Penunjangan Jalan Daerah Tingkat II. Dana yang
disediakan melalui bantuan ini dapat dipergunakan oleh Daerah
Tingkat II untuk membangun, meningkatkan, memperbaiki, dan
menunjang jalan dan jembatan sebagai usaha untuk membuka daerah-daerah yang masih tertutup, mempercepat perkembangan daerah transmigrasi, dan menyediakan prasarana perhubungan yang
baik untuk pembangunan perkebunan (PIR/NES) serta kegiatan
produksi lainnya.

XIV/30

Agar tujuan yang dimaksud dapat dicapai dengan sebaikbaiknya, maka melalui Bantuan Penunjangan Jalan juga telah
diselenggarakan pendidikan dan latihan tenaga Dinas Pekerjaan
Umum Daerah Tingkat II dalam rangka meningkatkan kemampuan
mereka dalam bidang teknis jalan dan administrasi proyek.
Mengenai prosedur administrasi perencanaan dan pelaksanaan serta pengawasan proyek-proyek Bantuan Penunjangan Jalan
Daerah Tingkat II umumnya mengikuti prosedur yang ditempuh
dalam penyelenggaraan Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II.
Proyek-proyek dipilih dan direncanakan oleh Daerah Tingkat II.
Agar proyek-proyek tersebut serasi dengan proyek-proyek yang
dibiayai dari sumber y a n g lain dan dengan proyek-proyek
daerah-daerah tetangga maka Pemerintah Daerah Tingkat I menelaah rencana proyek-proyek tersebut. Bappeda menelaah dari
segi sosial ekonomi, sedangkan dinas Pekerjaan Umum Propinsi
menelaah segi teknisnya.
Adapun bantuan yang diterima oleh masing-masing Daerah
Tingkat II melalui Bantuan Penunjangan Jalan Daerah Tingkat
II ditentukan oleh besarnya kebutuhan untuk menunjang kegiatan produksi, pembukaan daerah baru dan penyelesaian terhadap
masalah-masalah tertentu. Sejak tahun 1984/85 alokasi per
Daerah Tingkat II juga dikaitkan dengan luas daerah dan pan jang jalan yang ada dengan maksud agar bantuan dapat lebih
diarahkan ke Daerah Tingkat II di luar pulau Jawa yang umum nya berwilayah luas yang membutuhkan biaya yang lebih besar
untuk pembangunan dan pemeliharaan prasarana perhubungannya.
Pada tahun pertama pelaksanaan Bantuan Penunjangan Jalan
Daerah Tingkat II (1979/80) disediakan bantuan sebesar Rp 13
milyar, sedangkan Daerah Tingkat II yang menerima bantuan
berjumlah 60 buah. Pada tahun-tahun berikutnya bantuan yang
disediakan terus ditingkatkan, menjadi Rp 26 milyar pada
tahun 1980/81 dan menjadi Rp 55 milyar pada tahun 1981/82.
Dengan tersedianya bantuan yang lebih besar ini maka hampir
semua Kabupaten mendapatkan bantuan. Di samping bantuan tersebut juga diberikan bantuan seperangkat peralatan untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan. Bantuan peralatan yang diberikan kepada Daerah Tingkat II sebagian dibiayai dengan
bantuan luar negeri (IBRD, ADB dan Pemerintah Jepang).
Sementara itu beberapa badan internasional telah memberikan perhatiannya terhadap usaha Pemerintah ini. Dalam tahun 1982/83 Bank Dunia mulai ikut membantu dengan menyediakan
dana sebesar Rp 3.478 juta, Rp 2.539 juta untuk tahun 1983/84,

XIV/31

dan Rp 18.428 juta pada tahun 1984/85. Perhatian juga diberikan oleh Bank Pembangunan Asia yang bersedia memberikan ban tuannya untuk usaha Pemerintah ini. Pada tahun 1983/84 telah
disediakan oleh badan internasional ini dana sebesar Rp 1.778
juta dan pada tahun berikutnya Rp 1.972 juta. Dengan dana
yang disediakan oleh Pemerintah dan bantuan Bank Dunia maka
jumlah bantuan yang tersedia
pada
tahun
1982/83 menjadi
Rp 83.578 juta. Sedang pada tahun berikutnya seluruh dana
yang tersedia dari Pemerintah, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia berjumlah Rp 84.418 juta. Pada tahun 1984/85 jumlah
tersebut telah meningkat menjadi Rp 100.500 juta. Perincian
tentang bantuan ini dapat dilihat pada Tabel XIV-6.
Dengan dana yang disediakan oleh program Bantuan Penunjangan Jalan Daerah Tingkat II telah dilakukan pembangunan,
peningkatan, perbaikan, dan penunjangan jalan Daerah Tingkat
II, pembangunan workshop, pendidikan, bantuan peralatan, pemeliharaan alat dan kegiatan administrasi penunjang.
Sementara itu, jumlah bantuan yang disediakan pada tahun
1984/85 sebesar Rp 100.500 juta berasal dari Pemerintah sebesar Rp 80.100 juta sisanya dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Hasil yang diharapkan berupa pembangunan, peningkatan, perbaikan, dan penunjangan sepanjang 5.652 km dan jembatan sepanjang 14.665 m. Dengan ini maka seluruh hasil yang
telah dicapai oleh Bantuan Penunjangan jalan dapat dilihat
pada Tabel XIV-7.

D. PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I


1. U m u m
Dalam rangka meningkatkan partisipasi pembangunan oleh
Pemerintah Daerah, dan sekaligus meningkatkan pemerataan pembangunan di daerah-daerah, maka dilaksanakanlah Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I yang sering disebut pula
Program Inpres Dati I. Melalui program ini kepada setiap Daerah Tingkat I, diberikan bantuan dana pembangunan yang cukup
besar dengan maksud meningkatkan kegiatan pembangunan di setiap daerah, sehingga dapat tercapai pemerataan pembangunan
di seluruh wilayah nasional, serta keselarasan laju pertumbuhan antar daerah.

XIV/32

TABEL XIV - 6
JUMLAH DAN SUMBER BANTUAN PENUNJANGAN JALAN EABUPATEN,1)
1979/80 - 1984/85
(dalam jutaan rupiah)
Sumber Bantuan
Tahun

APBN

Bank Dunia

Bank Pembangunan Asia

Jumlah Bantuan

1979/802)

13.000

1980/81

26.000

1981/82

55.000

1982/83

80.100

3.478,2

83.578,2

1983/84

80.100

2.539,8

1.778,5

84.418,3

1984/85

80.100

18.428,0

1.972,0

100.500,0

334.300

24.446,0

3.750,5

362.496,5

Jumlah

13.000
26.000
55.000

1) Angka APBN
2) Program dimulai tahun 1979/80

XIV/33

TABEL XIV - 7
PERKEMBANGAN HASIL FISIK PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK
BANTUAN PENUNJANGAN JALAN KABUPATEN,
1979/80 - 1984/85

Uraian

Satuan

RE PE L ITA
1979/80

117

1980/81

301

1981/82

725

III

1984/85
1982/83

1983/84

857

858

Jumlah Proyek

Proyek

Ja1an

Km

2.088

4.359,89

11.466

7.599,34

7.414,4

5.652

Jembatan

3.692,5

4.246,40

15.385

19.827,60

19.732,2

14.665

XIV/34

2. Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I


Mulai tahun 1974/75, yaitu tahun pertama dimulainya program ini, disediakan bantuan sebesar Rp 43.950,0 juta, diban dingkan dengan bantuan tahun 1973/74 melalui SPP-ADO yang
hanya sebesar Rp 20.551,8 juta, berarti terdapat kenaikan
lebih dari 100%. Bantuan yang diberikan kepada masing-masing
Daerah Tingkat I didasarkan pada perhitungan luas areal irigasi dan panjang jalan propinsi. Bantuan minimum ditentukan
sebesar Rp 500 juta, serta diusahakan agar tidak ada daerah
yang menerima bantuan yang lebih kecil dari alokasi SPP-ADO
sebelumnya.
Tahun demi tahun bantuan ini semakin ditingkatkan dan
diusahakan agar perbedaan bantuan antar daerah bertambah
kecil. Pada tahun terakhir Repelita II (1978/79) bantuan melalui program ini berjumlah Rp 85.674,5 juta dengan bantuan
minimum sebesar Rp 2.000,0 juta, yang berarti ada kenaikan
sebesar 94,9% bila dibandingkan dengan bantuan tahun pertama.
Untuk seluruh Repelita II bantuan tersebut mencapai jumlah Rp
317.426,8 juta.
Pada akhir Repelita III
bantuan
ini
ditingkatkan
lagi menjadi Rp 253.000,0 juta dengan bantuan minimum sebesar
Rp 9.000,0 juta, yang berarti kenaikan sebesar 195,3% dibandingkan dengan jumlah pada tahun terakhir Repelita II. Selama
Repelita III jumlah bantuan mencapai Rp 1.039.812 juta.
Besarnya bantuan program ini kepada masing-masing Daerah
Tingkat I selama Repelita II, Repelita III, tahun 1983/84 dan
tahun pertama Repelita IV tercantum pada Tabel XIV-8.
Jumlah dana bantuan ini sejak tahun 1982/83 sampai dengan tahun 1984/85 tidak mengalami perubahan baik secara keseluruhan maupun untuk setiap propinsi. Hal tersebut disebabkan karena pada tahun-tahun sebelumnya bantuan tersebut telah
mengalami kenaikan yang cukup tinggi, sehingga menimbulkan
berbagai masalah di dalam pelaksanaannya di daerah-daerah.
Dengan kebijaksanaan tersebut diharapkan agar daerah-daerah
menyiapkan aparaturnya dengan lebih baik, sehingga dana yang
tersedia dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Bantuan pembangunan tersebut selain dipergunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan oleh daerah di daerahnya masing-masing juga dipergunakan untuk membiayai kegiatan pemeliharaan prasarana perhubungan dan pengairan. Sehubungan

XIV/35

TABEL XIV - 8
REKAPITULASI PERKEMBANGAN BANTUAN PEMBANGUNAN DATI I
1973/74 - 1984/85
(dalam Jutaan rupiah)

No.

P r o p i n s i

01. Daerah Istimewa Aceh


02. Sumatera Utara

1973/741 )

Repelita II
1974/75-1978/79

Repelita III
1979/80-1983/84

406,5

7.651,7

33.459,8

4,734,2

50.855,0

1983/84

1984/85

9.000,0
11.000,0

9.000,0
11.000,0
9.000,0

470,9

34.949,5
8.287,9

04. R i a u
05. J a m b i

1.071,0

11.100,0

34.941,2

9.000,0
9.000,0

834,1

9.719,7

34.077.6

9.000,0

9.000,0

06. Sumatera 5elatan


07. L a m p u n g

4.159,3
1.487,5

28.709,4
12.871,9

49.285,0

11.000,0

11.000,0

35,758,7

9.000,0

9.000,0

72.4

5.878,0

33.139,6

9.000,0

9.000,0

311,9

10.658,3

9.000,0

967,8

24.833,4
25.978,0

33.937,0
49.040,0

11.000,0

9.000,0
11.000,0
11.000,0

03. Sumatera Barat

08. B e n g k u l u
09. DKI. Jakarta
10. Jawa Barat
11. Jawa

Tengah

33.334,0

9.000,0

48.923,2

11.000,0

5.917,0
33.884,1

33.010,0
50.677,6

9.000,0
11.000,0

9.000,0
11.000,0

10.959,4
5.915,0

35.113,5
33.157,0

9.000,0

9.000,0

321,0

9.000,0

9.000,0

16. Kalimantan Selatan


17. Kalimantan Timur

605,1

6.458,5

33.342,9

9.000,0

824,7

33.257,1

18. Sulawesi Utara

397,0

7.297,3
6.662,5

9.000,0
9.000,0

19. Sulawesi Tengah

213,9

20. Sulawesi Selatan

143,5
112,6

12. Daerah Istimewa Yogyakarta


13. Jawa Timur
14. Kalimantan Barat
15. Kalimantan Tengah

21. Sulawesi Tenggara

499,1
12,6
1.388,2
1.186,7

9.000,0

9.000,0
9.000,0

6.653,7

33.117,1
33.082,0

9.000,0

9.000,0

13.139,9

36.155,0

9.000,0

9.000,0

33.007,0

9.000,0

9.000,0

9.000,0

9.000,0

9.000,0

22. B a 1 i

83,0

5.996,0
6.061,3

23. Nusa Tenggara Barat

24,2

6.222,3

33.162,1
33.084,8

24. Nusa Tenggara Timur


25. M a l u k u

60,5

6.270,5

33.220,8

9.000,0

9.000,0
9.000,0

92,7

6.101,3

83.337,0

9.000,0

9.000,0

26. Irian Jaya

71,4
-

5.750,0

33.337,0

9.000,0

9.000,0

3.500,0
-

33.000,0
-

9.000,0
-

9.000,0
-

20.551,8

317.426,6

1.039.812,0

253.000,0

253.000,0

27. Timor Timur


00. Pusat (Kegiatan Penunjang)2)
Jumlah

1)
2)

ADO den SPP ADO


Peralatan dan lain-lain

XIV/36

dengan itu maka dana bantuan ini dibagi dalam dua bagian,
sebagai berikut :
a. Bagian yang ditetapkan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan pemeliharaan dan eksploitasi pengairan, peningkatan
dan penyempurnaan irigasi, serta penunjangan jalan dan
jembatan, dan pembangunan jembatan baru.
b. Bagian yang diarahkan, dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek yang bersifat ekonomis produktif, pembangunan
daerah minus, pengembangan perkotaan, proyek-proyek lain
yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk
pembinaan generasi muda, serta untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan aparatur Daerah.
Dengan pembagian tersebut diharapkan akan tercapai keselarasan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan pemeliharaan berbagai proyek yang telah dibangun.
Bersamaan dengan pola kebijaksanaan tersebut, sejak
tahun 1974/75 dilakukan pula berbagai usaha pembinaan administrasi pembangunan agar lebih berdaya guna dan berhasil
guna, hal tersebut meliputi antara lain pembinaan kepegawaian, penyusunan rencana Daftar Usulan Proyek Daerah/DUPDA, penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(RAPBD) dan Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA).
Penyusunan rencana proyek dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) diusahakan melalui proses
usulan dari bawah (bottom up planning) sehingga proyek-proyek
yang tertuang dalam APBD tersebut adalah sesuai dengan kebu tuhan dan aspirasi masyarakat di daerah.
Proyek-proyek yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) yang telah disahkan, kemudian dituangkan dalam Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA) sebagai
dasar untuk pelaksanaan.
Untuk tahun 1984/85 anggaran Program Bantuan Pembangunan
Dati I ini adalah sebesar Rp 2 5 3 milyar, yang terdiri dari
dana yang ditetapkan penggunaannya sebesar Rp 74.614,06 juta
dan dana yang diarahkan penggunaannya sebesar Rp 1 7 8 . 3 8 5 , 9 4
juta. Yang pertama digunakan untuk penunjangan jalan dan jembatan sebesar Rp 34.522,56 juta, untuk perbaikan dan pening katan irigasi, Rp 9.359,5 juta dan untuk eksploitasi dan pemeliharaan pengairan sebesar Rp 3 0 . 7 3 2 , 0 juta. Perincian

XIV/37

untuk keperluan tersebut di atas pada masing-masing Daerah


Tingkat I tercantum pada Tabel XIV-9.
Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I pada 1984/85
digunakan untuk melaksanakan sekitar 2.787 buah proyek, yang
terdiri dari 708 proyek dalam lingkungan Sekretariat Daerah,
825 proyek di bidang pekerjaan umum, 402 proyek di bidang
pertanian, 46 proyek di bidang perhubungan dan pariwisata, 97
proyek di bidang pertambangan, perindustrian dan perekonomian, 305 proyek di bidang sosial budaya, 63 proyek di bidang
pembangunan pedesaan, dan 341 proyek lain-lain. Bagian dana
yang penggunaannya ditetapkan dipergunakan untuk membiayai
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Membiayai eksploitasi dan pemeliharaan pengairan sebesar Rp
30.732 juta, yaitu untuk memelihara bangunan air sebanyak
9.631 buah, saluran pembawa 37.459 km, saluran pembuang
12.236 km, fasilitas eksploitasi 2.017 buah, tanggul banjir
7.548 km, jalan inspeksi 4.078 km, meliputi areal
pemeliharaan sawah seluas 3.322.410 ha.
b. Untuk perbaikan dan penyempurnaan irigasi sebesar Rp
9.359,5 juta yang digunakan untuk perbaikan bendungan 76
buah, saluran 342 km, bangunan bagi 229 buah, bangunan
pelengkap 525 buah, jalan inspeksi 10,0 km, yang seluruhnya dapat memperluas areal sawah seluas 126.852,8 ha.
c. Untuk penunjangan jalan dan jembatan propinsi sebesar Rp
34.522,5 ,juta, yaitu dipergunakan untuk menunjang 6.463 km
jalan, 7.425 m jembatan, 202 buah gorong-gorong, 220 buah
rakit, dan 1.575 buah cerocok.
Adapun perincian Bantuan
menurut jenis penggunaannya
terlihat dalam Tabel XIV-10.

Pembangunan Daerah Tingkat I


dalam beberapa tahun tertentu

3. Pengembangan wilayah
Tujuan utama Program Pengembangan Wilayah adalah meningkatkan secara langsung pendapatan anggota masyarakat yang relatif miskin. Untuk mencapai tujuan tersebut telah dilaksanakan berbagai proyek pembangunan yang sederhana yang dapat menyentuh penghidupan masyarakat tersebut, berupa peningkatan
keterampilan, penyediaan prasarana dan pemberian kredit permodalan, dengan cara yang sangat sederhana agar dapat diikuti
oleh mereka.

XIV/38

TABEL XIV - 9
JUMLAH BANTUAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I
MENURUT DAERAH TINGKAT I DAN JENIS KEGUNAAN.
1984/85
(dalam ribu rupiah)
Bantuan Yang Ditetapkan

No.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.

Daerah Tingkat I/
Propinsi

Daerah Istimewa Aceh


Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Daerah Istimewa Yogyakarta
Jawa Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Irian Jaya
Timor Timor
Jumlah

XIV/39

Penunjang Jalan dan


Jembatan dan Penggantian Jembatan

Perbaikan dan
Peningkatan
Irigasi

Eksploitasi dan
Pemeliharaan
Pengairan

Jumlah

Bantuan
yang
Diarahkan

Keseluruhan

1.000.000
1.200.000
1.190.000
1.500.000
1.560.000
2.000.000
1.200.000
1.130.000
1.219.100
1.670.000
400.000
750.000
735.000
1.800.000
1.0001000
1.365.000
1.250.000
1.900.000
1.000.000
2.500.000
1.003.460
1.800.000
2.500.000
1.300.000
800.000
750.000

600.000
450.000
675.000
600.000
350.000
550.000
350.000
300.000
680.000
260.000
75.000
200.000
85.000
350.000
227.500
1.550.000
400.000
525.000
382.000
450.000
300.000

950.000
1.800.000
1.450.000
800.000
450.000
1.050.000
750.000
1.262.000
220.000
3.650.000
4.731.000
500.000
4.750.000
520.000
500.000
500.000
589.000
650.000
600.000
1.650.000
250.000
1.050.000
1.275.000
500.000
110.000
75.000
100.000

2.550.000
3.450.000
3.315.000
2.900.000
2.360.000
3.600.000
2.300.000
2.692.000
220.000
5.549.100
6.401.000
1.160.000
5.500.000
1.330.000
2.300.000
1.700.000
2.039.000
2.250.000
2.727.500
4.200.000
2.750.000
2.453.460
3.600.000
3.382.000
1.410.000
1.325.000
1.150.000

6.450.000
7.550.000
5.685.000
6.100.000
6.640.000
7.400.000
6.700.000
6.308.000
8.780.000
5.450.900

7.675.000
7.850.000

9.000.000
9.000.000

34.522.560

9.359.500

30.732.000

74.614.060

178.385.940

253.000.000

4.599.000
7.840.000
5.500.000
7.670.000
6.700.000
7.300.000
6.961.000
6.750.000
6.272.500
4.800.000
6.250.000
6.546.540
5.400.000
5.618.000
7.590.000

9.000.000
11.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
11.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
11.000.000
11.000.000
9.000.000
11.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000

TABEL XIV - 10
BANTUAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I
MENURUT JENIS PENGGUNAAN
1973/74 - 1984/85

1973/74 1)
(Akhir

U r a i a n

1974/75 2)

Repelita I )

A. Bantuan Yang ditetapkan

1978/79
(Akhir
Re pe li ta I I )

12.216.512,

23.727.553

1. Penunjangan jalan dan


Jembatan serta penggantian Jembatan.

2.750.032

6.989.000

2. Perbaikan dan peningkatan I r i g a s i .

3.615.000

3 . Eksploitasi dan Pemeliharaan Pengairan.

B. Bantuan Yang diharapkan

Jumlah :

1)

20.552.800

1982/83

1984/85
(Tahun I

Repelita
III)

Repelita I V )

77.674.00
0
34.720.00
0

77.188.000

74.614.060

35.080.000

34.522.560

6.771.517

11.719.00
0

9.213.000

9.359.500

5.851.480

9.967.036

31.235.00
0

32.895.000

30.732.000

31.733.488

61.946.897

175.326.0
00

175.812.00
0

178.385.940

43.950.000

85.674.450

253.000.0
00

253.000.00
0

253.000.000

Angka pada jumlah tahun 1973/74 merupakan dana SPP-ADO sebelum


Program Bantuan Pembangunan Dati I dimulai.
2)
Program Bantuan Pembangunan Dati I baru dimulai pada anal Repelita I I .
XIV/40

1983/84
(Akhir

Tujuan kedua adalah meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah daerah baik Pemerintah Daerah Tingkat I, maupun Pemerintah Daerah Tingkat II dalam merencanakan, mengendalikan,
dan memonitor pelaksanaan serta mengadakan evaluasi dampak
pembangunan tersebut pada masyarakat, melalui pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Tujuan ketiga adalah mengisi kesenjangan dalam kegiatankegiatan pembangunan yang belum terlaksana atau belum ter jangkau oleh berbagai kegiatan/proyek yang telah ada. Melalui
program ini kesenjangan tersebut dapat diisi sehingga keseluruhan pembangunan dalam wilayah yang bersangkutan saling berkaitan dan saling menunjang sehingga dapat memberikan manfaat
yang optimal bagi masyarakat di daerah yang bersangkutan.
Program ini mulai dilaksanakan pada tahun 1978/79, yaitu
pada tahun terakhir Repelita II dengan memilih lokasi di Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Jawa Tengah. Berdasarkan pengalaman di dua daerah tersebut, kemudian program ini diperluas ke daerah-daerah Jawa Timur, Bengkulu, Jawa Barat, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Selatan.
Di setiap Propinsi Daerah Tingkat I dipilih beberapa kabupaten daerah tingkat II, dan pada kabupaten daerah tingkat
II yang terpilih di beberapa kecamatan yang relatif ketinggalan. Pada kecamatan yang terpilih, diadakan penelitian yang
intensif terhadap keluarga-keluarga yang dianggap memerlukan
bantuan, serta jenis bantuan yang perlu diberikan. Dengan
cara demikian diharapkan bantuan tersebut betul-betul dapat
bermanfaat dan dapat menjangkau anggota masyarakat yang paling memerlukan, dan secara langsung meningkatkan pendapatan
mereka.
Program Pengembangan Wilayah ini mendapat bantuan dari
beberapa negara dan lembaga-lembaga internasional baik berupa
bantuan teknik maupun bantuan proyek, dalam bentuk hibah dan
pinjaman. Program ini pada tahun 1978/79 meliputi hanya 2
Propinsi Daerah Tingkat I yaitu Daerah Istimewa Aceh dan Jawa
Tengah, mencakup di dalamnya 5 Kabupaten, dan melaksanakan 96
proyek dengan biaya sebesar Rp 1.349,5 juta. Selama Repelita
III program ini telah meliputi 37 Kabupaten Daerah Tingkat II
di 10 propinsi dengan jumlah proyek sebanyak 1.836 buah serta
menyerap dana sebesar Rp 45.535,5 juta. Pada Tabel XIV-11
dapat dilihat perkembangan program pengembangan wilayah mulai
tahun 1978/1979, selama Repelita III dan tahun pertama Repelita IV (1984/185). Pada tahun pertama Repelita IV (1984-1985)

XIV/41

TABEL XIV - 11

JUMLAH ANGGARAN, JUMLAH KABUPATEN DAN JUMLAH PROYEK


PROGRAM PENGEMBANGAN WILAYAH
1978/79- 1984/85
No.

Daerah Tingkat I /
Propinsi

Repelita I I I
1979/80 - 1983/84

1978/79
Jumlah
Anggaran
(jutaan)

Jumlah
Kabupaten

Jumlah
Proyek

Jumlah
Anggaran
(jutaan)

Jumlah
Kabupaten

1984/85

Jumlah
Proyek

Jumlah
Anggaran
(jutaan)

Jumlah
Kabupaten

Jumlah
Proyek

1.

Daerah Istimewa Aceh

545,0

34

3.467,0

273

300,0

62

2.

Jawa Tengah

804,5

62

4.749,3

438

750,0

102

3.112,5

168

250,5

41

3.712,5

230

600,0

78

2.812,5

185

200,0

42

3.362,5

93

400,0

43

3.575,8

176

550,3

24

Bengkulu

4.

Jawa Timur

5.

Kalimantan Selatan

6.

Nusa Tenggara Timur

7.

Jawa Barat

8.

Nusa Tenggara Barat

2.812,0

113

550,0

27

9.

Daerah Istimewa Yogyakarta

10.426,5

62

961,5

13

7.504,9

81

450,0

20

45.535,5

37

1.819

5.012,3

45

452

10.

Sumatera Barat

Jumlah:

XIV/42

1.349,5

96

program ini meliputi 45 Kabupaten Daerah Tingkat II di 10 Propinsi, dengan jumlah proyek sebanyak 452 . buah, dan menelan
biaya sebesar Rp 4.912,3 juta.
Negara dan lembaga internasional yang membantu adalah
Amerika Serikat, Republik Federasi Jerman, Belanda, dan Bank
Dunia. Melalui program ini Pemerintah Daerah dapat secara
langsung menarik manfaat bantuan luar negeri baik yang berupa
proyek maupun yang berupa bantuan teknik. Dengan demikian
dapat ditingkatkan pula kemampuannya dalam merencanakan, mengendalikan, memonitor serta mengevaluasi dampak manfaat berbagai kegiatan pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.
E. PEMBANGUNAN DAERAH IRIAN JAYA DAN TIMOR TIMUR
1. U m u m
Dengan bergabungnya Daerah Irian Jaya dan Timor Timur ke
dalam wilayah Republik Indonesia, maka segera dilaksanakan
kegiatan pembangunan di kedua daerah tersebut. Tujuannya antara lain adalah agar secara bertahap masyarakat kedua daerah
tersebut dapat ditingkatkan taraf hidupnya dan dapat menikmati hasil pembangunan seperti yang telah dialami oleh rakyat
daerah-daerah lainnya di seluruh Indonesia. Pembangunan daerah Irian Jaya dan Timor Timur dilaksanakan secara khusus
dengan maksud agar kedua daerah tersebut dapat segera mangejar ketinggalannya dari daerah-daerah lain.
Semenjak Repelita I sampai dengan Repelita II kebijaksanaan pembangunan daerah Irian Jaya terutama ditujukan untuk
meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya rakyatnya,
antara lain melalui pembangunan prasarana fisik perhubungan,
pengembangan pertanian, peningkatan kegiatan pembangunan di
bidang pendidikan dan kesehatan, serta kegiatan pemerintahan
lainnya. Dengan berhasilnya pembangunan ekonomi, sosial dan
budaya yang telah dilaksanakan dalam Repelita I dan Repelita
II, maka mulai Repelita III penanganan pembangunan daerah
Irian Jaya tidak lagi dilakukan secara khusus, melainkan sama
seperti daerah-daerah lainnya. Hal ini sejalan dengan semakin
meningkatnya kemampuan daerah di dalam melaksanakan pembangunan.
Pembangunan daerah Timor Timur mulai dilaksanakan dalam
tahun anggaran 1976/77, setelah daerah tersebut secara resmi

XIV/43

bergabung dengan Indonesia dan menjadi propinsi yang ke 27.


Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan selama Repelita II
masih bersifat rehabilitasi dan peningkatan usaha pembangunan
di bidang pemerintahan, pendidikan, kesehatan, sosial, bidang
pekerjaan umum, pertanian, perhubungan, keagamaan, dan lain
sebagainya. Dalam Repelita III dilanjutkan dan ditingkatkan
pembangunan proyek-proyek baru yang mempunyai manfaat bagi
kesejahteraan penduduk daerah ini. Dalam hubungan ini untuk
meningkatkan pelaksanaan pembangunan di Timor Timur alokasi
anggaran pembangunan ditingkatkan tahun demi tahun. Apabila
selama 3 tahun dalam Repelita II anggaran pembangunan berjumlah Rp 15.121,8 juta, maka selama Repelita III anggaran
pembangunan meningkat menjadi Rp 141,2 milyar, sedang anggar an pembangunan untuk tahun 1984/85 berjumlah Rp 61.945,5
juta.
Perincian
anggaran tersebut terlihat dalam tabel
XIV-12. Secara berangsur-angsur taraf hidup masyarakat bertambah baik sejalan dengan semakin mantapnya stabilitas keamanan daerah
2. Pembangunan Daerah Irian Jaya
Untuk pembangunan daerah Irian Jaya, selama Repelita
I dan Repelita II telah disediakan dana
masing-masing sebesar Rp 17.100,0 juta dan Rp 41.300,0 juta. Di samping itu
tersedia pula dana bantuan dari PBB (FUNDWI) sebesar US $ 30
juta. Hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama Repelita I telah memberikan kemajuan yang berarti bagi daerah ini
bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Pembangunan di bidang perhubungan, baik udara, darat
maupun laut, yang telah dilaksanakan dalam Repelita I, telah
berhasil meletakkan landasan yang kuat bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Tujuh buah lapangan terbang telah diting katkan sehingga dapat didarati pesawat
jenis DC-9 (Biak),
F-27 (Sentani, Merauke, Manokwari dan Nabire), Hercules (Wamena),dan DC-3 (Wagete). Dalam Repelita II jumlah ini bahkan
meningkat menjadi 17 lapangan terbang yang dapat didarati
berbagai jenis pesawat. Selain itu di bidang perhubungan laut
dapat diselesaikan rehabilitasi beberapa pelabuhan laut beserta fasilitas pelayarannya, antara lain Biak, Jayapura,
Merauke, Fak-fak, dan Sorong. Demikian pula di bidang perhubungan darat telah dapat diselesaikan rehabilitasi dan peningkatan jalan dan jembatan Jayapura-Sentani sepanjang 35 km,
serta pembangunan jalan baru sepanjang kurang lebih 160 km dan
jembatan sebanyak 10 buah.

XIV/44

TABEL XIV - 12
ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I TIMOR TIMUR,
1976/77 - 1984/85
(ribuan rupiah)

XIV/45

Dalam rangka memenuhi kebutuhan air minum dan tenaga


listrik, selama Repelita I dan Repelita II telah direhabilitasi dan dibangun instalasi air minum di kota Jayapura,
Serui, Biak, Manokwari, Nabire, Wamena, dan Sorong, sedang
penyediaan tenaga listrik telah meningkat dari 22.948.810 Kwh
pada akhir Repelita I menjadi 39.328.180 Kwh pada akhir Repelita II.
Pelaksanaan pembangunan di bidang pertanian, kehutanan,
perikanan, dan peternakan selama Repelita I telah berhasil
dengan baik. Perkebunan karet telah berproduksi kembali setelah sekian lama terbengkalai; produksi kopra meningkat, dan
demikian pula produksi hutan berupa kayu log dan kayu gerga jian, bahkan dengan laju yang lebih pesat. Dalam Repelita II
kegiatan di bidang pertanian mulai diarahkan pada peningkatan
produksi pangan yang dilaksanakan secara ekstensifikasi dan
didukung oleh peningkatan penyuluhan dan kursus-kursus kepada
para petani. Produksi jagung, padi, kacang-kacangan, dan sa yuran terus meningkat, sedang produksi ubi-ubian mengalami
penurunan, terutama pada tahun terakhir Repelita II (1978/
79). Hasil produksi perkebunan, perikanan, dan kehutanan
sebagian besar diekspor ke luar negeri.
Pembangunan di bidang sosial budaya, antara lain pendidikan dan kesehatan, yang telah dilaksanakan selama Repelita
I dan Repelita II menunjukkan perkembangan yang cukup pesat.
Di bidang pendidikan, selama Repelita I telah dibangun gedung
SD, SMP, dan SMA dan bahkan kampus UNCEN. Demikian pula pem bangunan pusat pendidikan guru di Abepura. Untuk mencukupi
kebutuhan tenaga-tenaga terlatih telah dibangun Pusat Latihan
Tenaga Kerja dengan 8 jurusan, antara lain mesin, listrik,
las, montir, dan pertukangan kayu. Dalam Repelita II pendi dikan kejuruan mulai dikembangkan dengan dibangunnya Sekolah
Menengah Pertanian dan sekolah-sekolah kejuruan lainnya, di
samping peningkatan dan penambahan jumlah sekolah-sekolah SD,
SMP, dan SMA.
Di bidang kesehatan, dalam Repelita I telah dibangun sejumlah Balai Pengobatan, direhabilitasi dan dibangun sejumlah
Rumah Sakit Umum. Demikian Pula pembangunan Puskesmas, serta
penambahan jumlah perawat, bidan dan pembantu kesehatan terus
meningkat.
Usaha lain yang penting dalam rangka pembangunan masyarakat pedalaman dan proyek kemanusiaan, dalam Repelita I sua tu Task Force dengan 461 petugas di tempatkan di daerah peda-

XIV/46

laman untuk membantu pembangunan daerah-daerah tersebut. Pada


akhir Repelita I telah berhasil diasuh 6.000 putera-puteri
Irian Jaya melalui pendidikan dan kursus-kursus keterampilan.
Dengan semakin meningkatnya hasil-hasil pembangunan selama Repelita I dan Repelita II, maka Irian Jaya telah ber kembang dan secara berangsur-angsur telah menjadi setaraf
dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Sejalan dengan
itu, maka mulai Repelita III pembangunan di Irian Jaya tidak
lagi diperlakukan secara khusus, dan mulai disejajarkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Sejalan dengan meningkatnya kemampuan daerah dalam melaksanakan pembangunan.
3. Pembangunan Daerah Timor Timur
Dalam Repelita II di Timor Timur telah diusahakan untuk
meletakkan dasar yang kuat di bidang pemerintahan agar roda
pemerintahan di daerah ini dapat berjalan baik sesuai dengan
peraturan/perundangan yang berlaku. Untuk maksud tersebut
telah dikeluarkan beberapa peraturan/keputusan tentang penyelenggaraan serta koordinasi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dari tingkat Propinsi sampai tingkat Desa.
Dalam Repelita III diadakan peningkatan aparatur pemerintahan dengan mengangkat dan menambah jumlah pegawai negeri
yang bertugas pada Pemerintah Daerah.
Dalam tahun 1984/85 telah diangkat sebanyak 100 orang
sarjana muda dan sarjana dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk lebih memperkuat bidang aparatur pemerintahan di
daerah.
Di bidang pemerintahan desa telah diadakan penataan kembali desa sehingga jumlahnya turun dari 1.717 buah menjadi
442 buah desa. Hal ini dilaksanakan untuk lebih meningkatkan
hasilguna dan dayaguna dana dan sarana yang tersedia menuju
terwujudnya desa Swasembada.
Di bidang pendidikan selama Repelita II telah dibuka SPG
dan diselenggarakan kursus pendidikan guru (KPG) di Dili serta
diperbaiki 6 buah SMP tersebar di Timor Timur. Dalam Repelita
III pembangunan di bidang ini menunjukkan h a s i l yang cukup
baik. Apabila pada tahun 1978/79 di seluruh Timor Timur hanya
terdapat 37 buah SD maka pada akhir Repelita III jumlahnya
telah meningkat menjadi 407 buah. Dalam tahun 1984/85 jumlah
SD telah meningkat lagi menjadi 466 buah.

XIV/47

Sampai akhir Repelita III telah dibangun 35 buah SLTP


dan 7 buah SLTA. Dalam tahun 1984/85 jumlah SLTP meningkat
menjadi 43 buah sedang SLTA meningkat menjadi 8 buah.
Usaha lainnya untuk mempercepat peningkatan pendidikan
bagi putera-puteri Propinsi Timor Timur telah diberikan beasiswa kepada 475 orang murid SPG di Dili dan beasiswa kepada
23 orang mahasiswa dan 10 orang siswa SMTA untuk belajar di
luar Timor Timur.
Dalam rangka peningkatan tax-4f kesehatan rakyat, sampai
dengan akhir Repelita II telah direhabilitasi rumah sakit di
Dili, Baucau, dan beberapa tempat lainnya. Di samping itu
telah diperbaiki pabrik farmasi di Dili dan pembangunan Puskesmas baru sebanyak 5 buah. Selama Repelita III telah selesai dibangun 3 buah rumah sakit Kabupaten type D, masing-masing di Kabupaten Dili,
Baucau, dan Malian, dan telah selesai dibangun 42 buah Puskesmas, 102 buah Puskesmas Pembantu,
52 buah Balai Pengobatan tersebar di seluruh daerah, dan 1
buah Kantor Wilayah (Kanwil) Kesehatan di Dili. Sekolah Perawat yang dibuka pada permulaan Repelita III telah menghasilkan 27 orang tenaga kesehatan dan telah ditempatkan di Puskesmas-puskesmas.
Dalam tahun 1984/85 peningkatan pelayanan kesehatan
terus dilaksanakan dengan membangun Puskesmas baru 6 buah,
Puskesmas Pembantu 22 buah, dan kursus manajemen kesehatan di
Dili yang diikuti oleh 30 orang.
Kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan selama Repelita II terutama diarahkan untuk menanggulangi keadaan pengungsi yang turun dari gunung. Untuk itu antara lain telah
dilaksanakan pembangunan barak-barak penampungan sementara,
pengadaan obat-obatan, bahan pangan, bahan sandang, alat-alat
pertanian/pertukangan, dan bibit tanaman. Di samping itu
telah diusahakan pemukiman yang tetap antara lain di daerah
Komoro bagi 116 KK dan di Belu bagi 175 KK.
Dalam Repelita III berbagai sarana dan prasarana sosial
telah dibangun untuk pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat, antara lain pembangunan panti sosial. Di samping itu dilakukan pula pengiriman anak terlantar ke panti asuhan di
luar Timor Timur serta pemberian santunan bagi anak cacat dan
orang lanjut usia. Usaha-usaha tersebut dilanjutkan dan ditingkatkan dalam tahun 1984/85.

XIV/48

Di bidang pertanian, dalam Repelita II peningkatan produksi pertanian, khususnya pangan, telah diusahakan melalui
perbaikan sistem pertanian tadah hujan menjadi pertanian sa wah irigasi. Untuk maksud di atas telah diutamakan pembangunan dan pengembangan irigasi di daerah Maliana yang mempunyai
potensi pertanian yang cukup luas dan baik. Di samping itu
guna menunjang peningkatan produksi pertanian telah dilaksanakan pengiriman PPL, PPS, dan sejumlah alat-alat pertanian
berupa pacul, garpu, parang, bibit, dan pupuk.
Usaha-usaha perluasan areal pertanian, intensifikasi,
serta perbaikan dan pembangunan irigasi telah ditingkatkan
selama Repelita III. Luas areal pertanian pangan telah meningkat dari 13.798 ha pada tahun 1979 menjadi 21.530 ha pada
tahun 1983. Dalam periode yang sama produksi pangan meningkat
dari 15.921 ton menjadi 52.556 ton, dan produksi jagung dari
31.360 ton menjadi 50.265 ton. Usaha-usaha yang dilakukan un tuk meningkatkan produksi ternak belum sepenuhnya berhasil,
namun demikian secara berangsur-angsur telah dilakukan usaha
ke arah perbaikan melalui pembibitan ternak unggul serta vak sinasi.
Dalam tahun 1984/85, usaha-usaha di bidang pertanian di
Propinsi Timor Timur menunjukkan hasil yang cukup menggembi rakan. Luas areal produksi pangan telah meningkat menjadi
35.249 ha dengan produksi 59.293,9 ton.
Sampai dengan akhir Repelita II di bidang perhubungan
telah dilaksanakan perbaikan prasarana dan sarana perhubungan
laut, udara dan darat. Usaha di bidang perhubungan laut yang
utama adalah perbaikan pelabuhan Dili. Dalam perhubungan udara antara lain telah dimulai pembangunan lapangan terbang Ko moro, perbaikan lapangan terbang 0ekussi, Same dan Suae, dan
perbaikan telekomunikasi.
Dalam Repelita III telah selesai dilaksanakan pembangu nan lapangan terbang Komoro beserta sarana keselamatan penerbangannya untuk dapat didarati pesawat Fokker F-28 penuh.
Frekuensi penerbangan Garuda ini telah meningkat menjadi 7
kali dalam seminggu, di samping penerbangan dari Merpati dan
perusahaan-perusahaan penerbangan lainnya. Di bidang perhu bungan laut telah selesai diperbaiki pelabuhan Dili dengan
penambahan fasilitas untuk memperlancar bongkar-muat barang
serta sarana keselamatan pelayaran. Dalam peningkatan di
bidang pos dan giro telah selesai dibangun kantor pos pusat
di Dili serta beberapa kantor pos pembantu di daerah-daerah.

X1V/49

Dalam Repelita II jalan-jalan di Propinsi Timor Timur


pada umumnya belum beraspal, kecuali beberapa bagian kecil di
kota Dili. Dalam Repelita III untuk meningkatkan arus lalulintas barang dan orang telah ditingkatkan jalan kabupaten
sepanjang kurang-lebih 525 km. Di samping itu telah dilaksanakan penunjangan jalan kabupaten sepanjang 1.244 km melalui
Inpres Kabupaten.
Dalam tahun 1984/85 terus dilaksanakan usaha-usaha peningkatan di bidang perhubungan baik darat, laut, maupun bi dang pos dan telekomunikasi.
Di bidang penyediaan air bersih dalam Repelita II kegiatan pembangunan terutama ditujukan untuk memperbaiki instalasi dan pips air minum yang mengalami rusak berat akibat
pergolakan yang terjadi tahun-tahun sebelumnya. Dengan perbaikan instalasi dan pipa-pipa serta perluasan sumber air
minum, maka penyediaan air minum selama Repelita III telah
dapat ditingkatkan menjadi 56 liter/detik di kota Dili, 51
liter/detik di kota Baucau, dan 7 liter/detik di Maliana.
Perbaikan-perbaikan dan penambahan sumber air bersih ini
terus dilaksanakan pada tahun 1984/85, antara lain rehabilitasi bangunan pengambilan air perluksan sungai di Dili dan
Aileu, bangunan pelengkap berupa reservair bawah di Aileu dan
pelepas tekanan di Ermera serta bangunan pengolahan di Dili.
Selain itu sedang dilaksanakan pembangunan pompa di Komoro
dengan kapasitas 10 liter/detik dan di Lahane dengan kapasi tas 20 liter/detik.
Dalam usaha membantu penyediaan perumahan bagi penduduk
yang semakin bertambah jumlahnya, selama Repelita III telah
selesai dibangun
rumah sederhana sebanyak 564 buah. Di samping itu juga dilaksanakan pembangunan perumahan rakyat
dengan memberi bahan bangunan kepada 1.500 KK yang terkena
musibah akibat keganasan GPK di beberapa kabupaten. Usahausaha memperbaiki perumahan rakyat, terutama yang terkena
gangguan GPK, pada tahun 1984/85 terus dilaksanakan dan
sedang dalam taraf penyelesaian sebanyak 389 KK.
Untuk meningkatkan pelayanan penerangan agar kebijaksanaan dalam pemerintahan dan pembangunan dapat diketahui rakyat, maka dalam Repelita II telah selesai ditingkatkan gedung
serta kapasitas pemancar studio RRI Dili. Di samping itu juga
telah selesai dibangun stasiun bumi mini penerima (Station
Relay) sebanyak 3 buah, masing-masing di Dili, Maliana, dan
Baucau. Untuk memperluas pelayanan ke semua daerah sampai ke

XIV/50

pedesaan, dalam Repelita III jumlah Station Relay telah meningkat menjadi 7 buah. Pembangunan Puspenmas sebanyak 4 buah
juga telah selesai dilaksanakan. Dengan demikian dalam tahun
1984/85 operasi penerangan dapat dilaksanakan dan ditingkatkan dengan menggunakan berbagai sarana penerangan yang telah
tersedia.
Di bidang keagamaan, dalam Repelita II telah dilaksanakan perbaikan gereja Katolik, gereja Protestan, mesjid, aula
pertemuan rohaniawan, rumah jabatan rohaniawan. Dalam Repelita III jumlah perbaikan sarana beribadah semakin ditingkatkan
lagi. Demikian pula dalam tahun 1984/85 terus dilaksanakan
bantuan perbaikan dan pembangunan prasarana keagamaan sebanyak 31 buah antara lain dengan pemberian bantuan pembangunan
gereja Katedral Dili, pembangunan mesjid, pembangunan gereja
Katolik dan Protestan. Di samping itu dilaksanakan penataran
guru agama sebanyak 130 orang serta pengadaan buku agama sebanyak 10.200 buah. Bantuan kepada rohaniawan untuk tahun
1984/85 disediakan bagi 75 orang rohaniawan.
Pelayanan di bidang kelistrikan telah menunjukkan peningkatan yang cukup baik. Selama Repelita II dan Repelita
III pembangunan sarana kelistrikan telah mengalami kenaikan.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi para pengrajin dan industri kecil telah diusahakan dengan memberikan
penyuluhan serta pendidikan keterampilan di bidang industri
pertanian rakyat, pembuatan bahan-bahan industri perabotan
rumah, dan lain sebagainya. Dengan demikian tahap demi tahap
diharapkan industri kecil akan berkembang dengan pesat di semua kabupaten.
Peningkatan telah terlihat pula di bidang perdagangan.
Secara
berangsur-angsur
kegiatan
perdagangan
antar-pulau
telah berkembang dengan meningkatnya volume dan jenis komoditi yang diperdagangkan, antara lain kepi, kopra, kemiri,
dan komoditi lainnya. Demikian pula stabilnya harga kebutuhan
9 bahan pokok sangat berpengaruh terhadap lancarnya perdagangan.

F. PENATAAN RUANG
1. U m u m
Setiap kegiatan atau usaha pembangunan memerlukan ruang
sebagai tempat kegiatan dan potensi yang terdapat padanya se-

XIV/51

bagai modal. Selanjutnya setiap kegiatan mempunyai banyak alternatif lokasi yang cocok dan sebaliknya setiap lokasi dapat
cocok untuk berbagai macam kegiatan. Karena tidak semua kegiatan dapat dilakukan sekaligus dalam satu ruang yang cocok
tersebut, maka terjadilah persaingan antar-kegiatan dalam pemanfaatan ruang serta potensi yang terdapat padanya. Di samping itu ada kegiatan-kegiatan tertentu yang perlu dijauhkan
agar tidak mengganggu dan merugikan kegiatan lainnya. Sebaliknya ada kegiatan-kegiatan tertentu yang perlu berdekatan
satu sama lain, agar supaya saling menunjang atau saling me lengkapi. Sehubungan dengan itu maka diperlukan adanya kegiatan penataan ruang untuk mengurangi sebanyak mungkin terjadinya persaingan dalam pemanfaatan ruang beserta segala potensi yang terdapat padanya, untuk mengurangi kemungkinan
terganggunya suatu kegiatan oleh kegiatan-kegiatan lain di
sekitarnya, atau
untuk meningkatkan hubungan antara kegiatan-kegiatan yang saling menunjang atau saling melengkapi. Kegiatan ini merupakan usaha dalam rangka pengarahan dan pe ngendalian pembangunan secara spasial, menuju pemanfaatan
ruang dan potensi yang terdapat padanya secara efisien dan
optimal.
Kegiatan program penataan ruang mencakup beberapa kegiatan pokok yaitu penyusunan rencana tata ruang dalam berbagai
ruang lingkup, antara lain tata ruang wilayah/daerah, tata
ruang kota dan tata ruang kawasan-kawasan, dan kegiatan penunjang seperti pelaksanaan studi potensi wilayah/kota, penyusunan masukan bagi pengaturan tata ruang, dan peningkatan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan khususnya pemerintahan
kota. Rencana tata ruang tersebut dimaksudkan sebagai berikut:
(1) sebagai pedoman bagi pelaksanaan pembangunan nasional,
yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat dalam rangka pemanfaatan ruang secara optimal, serasi, seimbang, dan lestari;
(2)

sebagai alat untuk mengkoordinasikan dan menyerasikan


perencanaan dan pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan;

(3) sebagai alat untuk mencegah atau memperkecil kerusakan


lingkungan hidup yang mungkin timbul sebagai akibat pelaksanaan pembangunan.
Dengan demikian pelaksanaan pembangunan akan tetap terarah
kepada terselenggaranya lingkungan hidup manusia yang lebih

XIV/52

baik dan terpeliharanya keserasian hubungan antara kota, desa


dan alam sekitarnya.
Kegiatan penataan ruang berkembang sejalan dengan tingkat pelaksanaan pembangunan nasional. Prioritas pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan pengaturan ruang, antara
lain untuk pengaturan tata ruang wilayah/daerah dan kota yang
berkembang dengan laju yang cepat dan yang terbelakang, pengembangan/pembangunan pemukiman, peningkatan produksi pangan,
pelaksanaan program transmigrasi, perkembangan industri, pengembangan pariwisata, dan pelestarian sumber daya alam.
2. Penataan Ruang Wilayah/Daerah
Dalam Repelita I, kegiatan penataan ruang wilayah/daerah
ditekankan pada penyusunan rencana tata ruang wilayah/daerah
bagi propinsi-propinsi terpenting serta wilayah-wilayah khusus. Selama Repelita I telah dapat diselesaikan rencana umum
tata ruang untuk 11 propinsi.
Dalam Repelita II penyusunan rencana tata ruang didasarkan pada konsepsi regional pusat-pusat dan wilayah-wilayah
pembangunan. Dengan demikian pelaksanaan studi potensi wila yah/daerah merupakan kegiatan prioritas dalam penataan ruang
wilayah/daerah dan dilakukan melalui studi pengembangan regional/wilayah. Hasil studi regional tersebut berupa kompilasi data dan informasi tentang potensi serta permasalahan
wilayah-wilayah Sumatera bagian selatan, Indonesia bagian
timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Studi pengembangan wilayah dititikberatkan pada aspek sosial dan
usaha peningkatan hidup masyarakat setempat. Hasilnya adalah
rumusan rencana pengembangan wilayah-wilayah Grobogan, Lampung Utara/Way .bung, Lombok Selatan, ' Kendari Selatan, Pasaman Barat, Indramayu, Gunung Kidul, Taburana, dan Takalar/Goa.
Dalam Repelita III kegiatan penataan ruang wilayah/daerah makin ditingkatkan, baik mengenai luas dan jumlahnya,
maupun mengenai mutu rencananya, antara lain dengan mulai dilakukan penyusunan indikasi program/proyek sektoral lima ta hunan. Pelaksanaan penataan ruang dikaitkan dengan pelaksanaan program transmigrasi, program peningkatan produksi pangan,
pengembangan industri, dan pelestarian sumber daya alam.
Selama Repelita III telah diselesaikan penyusunan rencana teknis bagi 436 satuan pemukiman transmigrasi di 18 propinsi, analisa potensi wilayah di 12 propinsi, serta inven-

XIV/53

tarisasi prasarana untuk menunjang program peningkatan pangan.


Penyusunan rencana pengembangan wilayah/daerah diikuti
penyusunan indikasi program/proyek sektoral lima tahunan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu Pemerintah Daerah menyusun rencana pembangunan wilayah/daerah secara terpadu antara kegiatan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Pusat/Daerah dan kegiatan yang akan dilakukan masyarakat. Selama Repe lita III telah disusun indikasi program/proyek di 13 wilayah.
Dalam Repelita IV kegiatan pelaksanaan penataan ruang
wilayah/daerah dilanjutkan dan ditingkatkan. Rencana yang
akan dihasilkan disempurnakan agar dapat dipergunakan baik
sebagai pedoman operasional yang berhasilguna dalam pelaksanaan pembangunan maupun sebagai pedoman untuk pengaturan dan
penertiban, demi terciptanya tata ruang yang serasi dan berdayaguna sesuai dengan hierarki dan fungsi kota yang harus
diselenggarakan dalam struktur perkembangan wilayah. Pelaksanaannya diprioritaskan pada wilayah-wilayah yang berkembang
dengan cepat untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan
hidup yang dapat ditimbulkan karena pelaksanaan pembangunan.
Dalam tahun 1984/85 telah dapat diselesaikan rencana kerangka
daerah 8 kabupaten yaitu, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten
Asahan, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten Gresik, Kabupaten Kutai, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Goa dan Kabupaten
'
Kovalima; Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Daerah di Jawa
Barat yaitu, Ciputat/Gunung Sindur, Sawangan/Parung, Semplak
dan Cigenang; Rencana Pengembangan Wilayah (Indikasi Program/Proyek Pembangunan Daerah) 8 Propinsi yaitu: Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Maluku;
Rencana Teknik Ruang Kawasan Pariwisata Puncak. Di samping
itu juga telah dilakukan study potensi pengembangan wilayah
Irian Jaya.
3. Penataan Ruang Kota
Dalam Repelita I kegiatan penataan ruang kota ditekankan
pada penyusunan rencana tata ruang kota bagi semua ibukota
propinsi, dan kota-kota utama serta kota penting lainnya. Selama Repelita I telah dapat diselesaikan rencana umum tata
ruang bagian kota untuk 7 kota propinsi dan rencana umum tata
ruang kota untuk 45 kota, di antaranya 17 kota propinsi.
Dalam Repelita II, prioritas penyusunan rencana tata
ruang kota diberikan kepada kota-kota pusat pengembangan.

XIV/54

Dalam bidang ini telah diselesaikan 48 rencana umum tata


ruang kota dan 24 rencana umum tata ruang bagian kota. Selain
itu juga dimulai penyusunan strategi dasar dan program pembangunan kota-kota besar Bandung dan sekitarnya, Surabaya dan
sekitarnya, Cirebon dan sekitarnya, dan Jabotabek. Demikian
pula mulai dilakukan studi pengembangan kota dalam hubungan
pemanfaatan ruang bagi pengembangan fungsi-fungsi pelayanan
kota dan pusat jaringan transportasi kota, antara lain kotakota Bandung, Medan, Padang, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Denpasar dan Yogyakarta.
Seperti halnya dengan penataan ruang wilayah/daerah,
pada penataan ruang kota pun dalam Repelita III diadakan pe ningkatan baik dalam jumlahnya maupun dalam mutu rencananya
dengan penyusunan indikasi program/proyek sektoral untuk lima
tahunan. Selama Repelita III dapat diselesaikan rencana umum
tata ruang kota untuk 178 kota, termasuk 8 rencana umum tata
ruang kota industri dan 4 rencana detail tata ruang kota.
Dalam Repelita IV kegiatan pelaksanaan penataan ruang
kota, seperti halnya dengan penataan ruang wilayah/daerah,
diteruskan dan ditingkatkan serta disempurnakan. Dalam tahun
1984/85 telah dapat diselesaikan penyusunan Rencana Umum Tata
Ruang Kota untuk kota: Lhok Nga, Medan Raya, Setiung, Argamakmur, Kawasan Jabotabek, Bandung Raya, Sukabumi, Kawasan
Gerbang kertasusila, Kediri, dan Bontang; Penyusunan Rencana
Kerangka Umum Kota untuk kota; Binjai (evaluasi), Padang Pan jang (ev), Sorolangun (ev), Muara Enim (ev), Manna (ev)
Pringsewu (ev), Ciputat, Serpong, Batang (ev), Kaliurang,
Waru, Mempawah (ev), Sampit (ev), Kota Baru, Tenggarong (ev),
Bitung, Kolaka, Bangli, Selong (ev), Soe (ev), Dili (ev),
Jayapura; Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Kota untuk kota:
Bengkulu, Cilegon, Bandung, dan Semarang; Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan Pemukiman di Probolinggo.
4. Kegiatan Penunjang Penataan Ruang
Di samping kegiatan penataan ruang kota dan penataan
ruang daerah, mulai dari Repelita I sampai sekarang juga di lakukan usaha-usaha penyusunan masukan bagi pengaturan tata
ruang berupa peraturan/perundang-undangan, serta pembinaan
institusi penataan ruang, baik melalui pembentukan unit penataan ruang di propinsi-propinsi maupun penyelenggaraan kursus
dan latihan kerja bagi tenaga-tenaga penataan ruang.
Dalam tahun 1984/85 kegiatan sarana penunjang ditekankan
kepada pembinaan unit penata ruang di 27 propinsi, pembinaan

XIV/55

pusat dokumentasi di Bukittinggi, Jakarta, Denpasar, Ujung


Pandang, pembinaan pusat latihan di Bukittinggi dan Denpasar,
serta pelaksanaan kursus-kursus dan latihan kerja. Penyusunan
masukan bagi pengaturan berupa standar/pedoman perencanaan,
rancangan peraturan dan undang-undang tata ruang terus ditingkatkan dan disempurnakan antara lain rancangan undang-undang tata ruang kota, dan rencana tata ruang Jabotabek.
Selain kegiatan tersebut di atas, sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan kota mulai dalam Repelita III juga dilakukan usaha peningkatan daya guna penyelenggaraan pemerintahan kota. Usaha ini meliputi studi peningkatan status pemerintahan kota, yaitu dari kota kecamatan menjadi kota administratif, studi perluasan wilayah administrasi kotamadya,
dan studi pemindahan ibukota kabupaten yang masih berlokasi
di wilayah kotamadya atau kota administratif. Hasil studi
tersebut kemudian diproses menjadi peraturan pemerintah melalui Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
Dalam tahun 1984/85 telah dilakukan berbagai studi dalam
rangka peningkatan daya guna penyelenggaraan pemerintahan
kota. Dari studi-studi tersebut telah dapat dirumuskan rancangan peraturan pemerintah tentang peningkatan status pemerintah kota dari kota kecamatan menjadi kota administratif,
yaitu Klaten, Sorong, ' Cilegon dan Banjar; tentang perluasan
wilayah administrasi 4 kotamadya ialah Pematang Siantar, Binjai, Bengkulu, dan Jambi; dan tentang pemindahan ibukota 4
kabupaten ialah Agam, Bandung, Pekalongan dan Limapuluh Kota.
Rancangan peraturan pemerintah itu telah dikirim kepada Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah untuk diproses menjadi peraturan
pemerintah.
G. PEMBANGUNAN AGRARIA

1. U m u m
Pembangunan yang dilaksanakan selama Repelita I sampai
dengan Repelita III mempunyai kaitan yang erat dengan masalah
penggunaan dan persediaan tanah. Masalah yang timbul dalam
pelaksanaan pembangunan sering disebabkan antara lain oleh
adanya pertentangan kepentingan penggunaan tanah sebagai akibat semakin terbatasnya persediaan tanah. Namun demikian
usaha yang telah ditempuh selama ini untuk mengendalikan
penggunaan, penguasaan, pemilikan dan pengalihan hak atas
tanah, telah dapat mengurangi kesenjangan tersebut dan ber-

XIV/56

hasil memperlancar berbagai kegiatan pembangunan.


Untuk kepentingan pembangunan yang menyeluruh, persoalan
mengenai tanah memerlukan penyelesaian yang terpadu, serasi,
dan berimbang. Sehubungan dengan itu maka usaha penataan kem bali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah yang telah
dimulai dalam Repelita I terus dikembangkan dan ditingkatkan
dalam Repelita II, Repelita III dan Repelita IV.
Penataan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah di laksanakan terutama dalam rangka usaha perencanaan penggunaan
tanah yang serasi, berimbang dan bermanfaat untuk berbagai
program pembangunan. Kegiatan tersebut telah dilaksanakan me lalui Program Pengembangan Tata Guna Tanah dan Program Tata
Agraria.
2. Program Pengembangan Tata Guna Tanah
Kegiatan Program Pengembangan Tata Guna Tanah yang utama
adalah pemetaan penggunaan tanah pedesaan dan tanah perkota an, analisa penggunaan dan kemampuan tanah, penyusunan rencana tata guna tanah kabupaten, pemetaan kota kecamatan, dan
pengukuran serta pemetaan tata guna tanah daerah transmigrasi. Hasil pemetaan dan analisa penggunaan tanah tersebut
dapat dipakai sebagai dasar bagi penentuan kebijaksanaan pe manfaatan tanah untuk berbagai usaha pembangunan sektor-sektor.
Dalam Repelita I, kegiatan pengukuran dan pemetaan ter utama diarahkan untuk memetakan penggunaan tanah pedesaan dan
kemampuan tanah dan telah dapat diselesaikan pemetaan penggunaan tanah seluas 701.030 km 2 tersebar
di
seluruh
Indonesia. Dalam Repelita II, ketelitian pembuatan peta mulai di tingkatkan sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pembangunan.
Selama Repelita II telah dapat dipetakan penggunaan tanah se luas 745.228 km 2. Dalam pada itu untuk menunjang program
transmigrasi, mulai tahun 1977/78 telah dilaksanakan kegiatan
pengukuran dan pemetaan penggunaan tanah daerah-daerah trans migrasi seluas 240.000 ha yang tersebar di 13 propinsi. Dalam
Repelita III telah dapat diselesaikan pemetaan penggunaan
tanah seluas 607.866 km 2. Selain itu, juga telah dapat diselesaikan pemetaan penggunaan tanah kota di 110 kota kabupa ten/kotamadya; demikian pula perencanaan tata guna tanah ka bupaten sebanyak 150 kabupaten. Kegiatan lainnya yang telah
dapat diselesaikan adalah pengukuran dan pemetaan tata guna
tanah daerah transmigrasi seluas kurang lebih 1.801.130 ha
yang tersebar di 18 propinsi.

XIV/57

Dalam tahun 1984/85 pemetaan penggunaan tanah yang telah


dapat diselesaikan adalah seluas 93.200 km 2 . Disamping itu
telah dapat diselesaikan pula pemetaan penggunaan tanah kota
bagi 41 kota kabupaten/kotamadya, pemetaan penggunaan tanah
kota kecamatan bagi 214 kota kecamatan, dan perencanaan tata
guns tanah kabupaten bagi 29 kabupaten. Dalam rangka menunjang program transmigrasi, dalam tahun 1984/85 telah dapat
diselesaikan pengukuran dan pemetaan tata guna tanah daerah
transmigrasi, seluas 401.902 ha. Perkembangan hasil pelaksanaan pemetaan penggunaan tanah menurut propinsi dari tahun
1969/70-1984/85 dapat dilihat dalam Tabel XIV-13.
Dengan semakin meningkatnya kegiatan-kegiatan perencanaan tata guna tanah, maka timbul masalah-masalah, terutama
yang berhubungan dengan terbatasnya jumlah tenaga trampil seperti surveyor dan juru ukur di lapangan. Demikian pula per alatan-peralatan yang ada masih kurang memadai baik dalam
jumlah maupun kualitasnya. Namun demikian secara berangsurangsur kebutuhan akan tenaga dan peralatan telah mulai dapat
diatasi.
3. Program Tata Agraria
Program Tata Agraria dilaksanakan dalam rangka menjamin
terselenggaranya tertib penguasaan dan pemilikan tanah serta
pengalihan hak atas tanah, untuk mewujudkan kepastian hukum
atas tanah. Adapun kegiatannya antara lain ialah menentukan
pemilikan dan penguasaan atas tanah terutama atas tanah-tanah
negara, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan,
pengukuran dan pemetaan situasi pemilikan tanah, penerbitan
sertifikat bagi golongan ekonomi lemah, serta kegiatan keagrariaan lainnya yang dapat menunjang sektor-sektor pertanian, transmigrasi, dan lain sebagainya.
Dalam Repelita I kegiatan pendaftaran tanah yang telah
diselesaikan ialah pengukuran dan pemetaan kadastral dengan
cara teristris seluas 18.000 ha, pengukuran dan pemetaan
dengan cara fotogrametris seluas 218.000 ha. Dalam kegiatan
penerbitan sertifikat tanah telah diselesaikan sebanyak
743.322 buah sertifikat. Selama Repelita II, telah diselesaikan pengukuran dan pemetaan kadastral dengan cara teristris
seluas 56.500 ha, pengukuran dan pemetaan dengan cara fotogrametris seluas 609.700 ha. Untuk kegiatan penerbitan sertifikat tanah telah diselesaikan sebanyak 1.415.655 buah sertifikat. Dalam Repelita III, telah diselesaikan pengukuran dan
pemetaan kadastral dengan cara teristris seluas 283.250 ha,
pengukuran dan pemetaan dengan cara fotogrametris seluas

XIV/58

TABEL XIV - 13
PERKEMBANGAN HASIL PELAKSANAAN PEMETAAN PENGGUNAAN TANAH
MENURUT PROPINSI DAERAH TINGKAT I,
1969/70 - i984/85
(dalam km 2)

No.

Daerah Tingkat I/
Propinsi

1. D.I. Aceh
2. Sumatera Utara
3. Sumatera Barat
4. R i a u
5. J a m b i
6. Sumatera Selatan
7. L a m p u n g
8. Bengkulu
9. DKI Jakarta
10. Jawa Barat
11. Jawa Tengah
12. D.I. Yogyakarta
13. Jawa Timur
14. Kalimantan Barat
15. Kalimantan Selatan

Repelita I 1)

Repelita II 2)

Repelita III 2)

72.800

14.515
15.375

17.040
38.160

2.880

6.000

27.790

10.400

16.950

28.536

28.320

6.320

4.320
7.500

11.700
20.800

64.329

21.520

140

9.520

42.564

31.520

4.480

7.840

23.260

17.490

19.200

8.720

1.600

16.060

24.190

18.060

5.180

3.040

5.200

34.361

22.640

4.800

5.566

9.040
-

43.550

23.946

25.680

5.360

5.360

49.920

24.251

2.500

16.596

14.160
3.080

3.440

3.440

1.400

760

46.710

13.713

32.120

1.160

5.600

1983/84

2)

1984/85

3)

20

7.800

89.897

35.040

2.720

800

91.000

18.665

11.920

2.080

2.240

16. Kalimantan Tengah


17. Kalimantan Timur

7.800

29.881

11.680

2.720

400

75.400

25.235

99.540

2.260

7.360

18. Sulawesi Utara

52.000

640

960

3.900

9.494
88.154

5.420

19. Sulawesi Tengah

5.280

2.160

2.080

20. Sulawesi Selatan

31.560

17.431

24.460

1.740

320

21. Sulawesi Tenggara

44.970

13.300

2.260

1.600

22. Nusa Tenggara Barat

3.900
20.090

5.972

12.940

1.820

1.040

23. Nusa Tenggara Timur

15.640

12.548

26.160

2.240

7.300

24. B a 1 I
25. M a l u k u

25.260

9.325

3.120

3.400

1.600

32.500
-

1.786

5.360

4.400

1.600

72.024

71.900

1.300

1.600

4.680

1.920

5.440

705.030

745.248

607.866

90.180

93.200

26. Irian Jaya


27. Timor Timur
Jumlah :

1) skala 1 : (50.000 - 200.000)


2) skala 1 : (12.500 - 25.000)
3) Angka sementara.

XIV/59

300.000 ha. Dalam kegiatan penerbitan sertifikat tanah telah


diselesaikan sebanyak 2.275.183 buah sertifikat termasuk kegiatan penerbitan sertifikat tanah milik rakyat secara mudah
dan murah melalui proyek operasi nasional agraria (Prona).
Kegiatan bidang agraria dalam membantu sektor transmigrasi
berupa penyelesaian pengukuran keliling batas daerah transmigrasi seluas 1.835.932 ha, pengkaplingan lahan pekarangan,
lahan usaha. I, dan lahan usaha II seluas 575.309 ha, pengu kuran dan pengkaplingan sarana umum seluas 75.349 ha, penyelesaian dan pemberian hak pengelolaan seluas 2.169.969 ha,
dan pemberian sertifikat sebanyak 248.952 buah.
Dalam tahun pertama Repelita IV (1984/85) kegiatan pendaftaran tanah yang telah diselesaikan ialah pengukuran dan
pemetaan kadastral dengan cara teristris seluas 53.000 ha,
pengukuran dan pemetaan dengan cara fotogrametris di 5 kota
dalam 5 propinsi di luar Jawa dan Sumatera seluas 50.000 ha
dengan skala 1 : 1.000, dan pembukuan hak atas bidang-bidang
tanah di 23 propinsi sebanyak 26.200 persil. Untuk kegiatan
penerbitan sertifikat tanah telah diselesaikan sebanyak
1.014.736 buah sertifikat. Dalam kegiatan penertiban dan peningkatan pengurusan hak-hak tanah, telah diselesaikan penerbitan 19.155 buah surat keputusan mengenai berbagai hak atas
tanah seperti hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak
guna usaha dan hak pengelolaan.
Dalam memberikan bantuan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah telah diselesaikan penerbitan 367.660 buah sertifikat tanah rakyat secara mudah dan murah melalui proyek ope rasi nasional agraria (Prona). Kegiatan pengembangan landreform yang sebelumnya dibiayai oleh yayasan dana landreform,
mulai tahun pertama Repelita IV dibiayai dari anggaran pembangunan. Kegiatan landreform yang telah diselesaikan antara
lain ialah identifikasi pemilikan dan penguasaan tanah di
daerah perkotaan dan daerah pedesaan, redistribusi tanah
obyek landreform, penertiban perjanjian bagi hasil, inventarisasi tanah obyek landreform (tanah kelebihan, tanah absentee, dan tanah negara), likuidasi tanah partikulir dan konsolidasi tanah perkotaan tahap I di 3 kota.
H. PEMBINAAN APARATUR PEMERINTAH

1. U m u m
Kegiatan pembangunan yang bertambah meningkat dan bertambah meluas menuntut adanya aparatur pemerintah yang dapat

XIV/60

bekerja secara efisien, dan mampu menghadapi serta memecahkan


masalah yang lebih rumit dan di wilayah yang lebih luas. Usaha meningkatkan aparatur tersebut dikaitkan dengan mengadakan
penambahan tenaga, memperluas struktur organisasi, membentuk
lembaga-lembaga baru, menyelenggarakan kursus dan latihan,
serta mengadakan penelitian-penelitian untuk mendukung berbagai kebijaksanaan yang harus diambil.
Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan maka sangat dirasakan perlunya adanya satu badan yang khusus menyusun dan
mengkordinasikan rencana pembangunan, khususnya di Daerah.
Untuk memenuhi kebutuhan itulah maka pada tahun 1974 dibentuklah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di seluruh Daerah Tingkat I. Dengan bertambah meningkatnya kegiatan pembangunan di Daerah Tingkat II, maka pada tahun 1980 dibentuklah pula. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Daerah Tingkat II di seluruh daerah.
Selanjutnya untuk lebih meningkatkan kemampuan aparatur
pemerintah telah diselenggarakan berbagai jenis latihan dan
pendidikan, baik pegawai-pegawai tingkatan bawah maupun pegawai-pegawai tingkatan menengah. Latihan-latihan yang diadakan
tidak hanya diselenggarakan di pusat latihan di Jakarta teta pi juga diselenggarakan di pusat-pusat latihan di daerah.
Di samping itu untuk lebih meningkatkan gairah kerja
bagi pars pejabat di Daerah serta memantapkan wibawa Pemerin tah Daerah telah dibangun atau direhabilitasi gedung kantor
serta rumah jabatan, baik untuk para Camat maupun para Bupa ti/Walikotamadya. Dalam hal ini pembangunan prasarana fisik
gedung kantor dan rumah jabatan tersebut dilakukan secara pa tungan, yaitu Pemerintah Daerah menyediakan tanahnya sedangkan Pemerintah Pusat menyediakan anggaran untuk pembangunannya.
Namun demikian kegiatan penyempurnaan tersebut dilakukan
secara bertahap dan terencana serta disesuaikan menurut urgensi dan keadaan keuangan negara.
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Sebelum Repelita II, kegiatan perencanaan, koordinasi
dan sinkronisasi penyusunan rencana di daerah masih dilakukan
oleh suatu panitia, tim, atau badan yang dibentuk oleh masing-masing Pemerintah Daerah sesuai dengan keperluan yang
mendesak dan kemampuan yang ada pada waktu itu dan sifatnya

IV/61

kadang-kadang masih sementara. Namun demikian ada juga Pemerintah Daerah yang membentuk unit perencanaan dengan berbagai
nama yang sifatnya sudah tetap dan membantu Gubernur Kepala
Daerah dalam perencanaan pembangunan di daerahnya. Untuk
lebih memantapkan dan meningkatkan perencanaan pembangunan di
daerah dan sekaligus menjadi landasan hukum bagi unit-unit
perencanaan tersebut di daerah, maka dengan Surat Keputusan
Presiden No.15 tahun 1974 dibentuklah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di setiap Propinsi sebagai badan
staf yang langsung membantu Gubernur Kepala Daerah dalam hal
perencanaan pembangunan di Daerah.
Sejak Repelita II peranan pemerintah daerah tingkat II
dalam pembangunan semakin besar, dana pembangunan yang dikelola dan harus dipertanggungjawabkan juga semakin meningkat,
maka sudah sangat dirasakan perlunya adanya badan perencanaan
yang lebih sempurna. Oleh sebab itu maka Keppres No. 15 tahun
1974 tersebut diatas disempurnakan dengan Keppres No. 27
tahun 1980 pada permulaan Repelita III. Berdasarkan Keppres
tersebut di samping Bappeda Tingkat I dibentuklah Bappeda
Tingkat II di semua Kabupaten/Kotamadya, dengan tugas utama
membantu Kepala Daerah di bidang perencanaan pembangunan di
daerah tingkat II.
Untuk lebih meningkatkan keserasian dan keselarasan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan antara rencana pembangunan nasional dan daerah dan antara sektoral dan regional, maka setiap tahun diadakan forum konsultasi regional
Bappeda dan forum konsultasi nasional Bappeda. Forum konsultasi tersebut diselenggarakan dalam rangka penyusunan rencana
tahunan dan anggaran tahunan, baik daerah maupun pusat. Selain mengkoordinasikan perencanaan pembangunan di daerah,
Bappeda juga bertugas melakukan pengendalian/monitoring pelaksanaan proyek-proyek pembangunan nasional di daerah. Kegiatan tersebut dapat memberikan data dan informasi sebagai
umpan balik yang sangat penting, baik bagi pelaksanaan maupun
perencanaan pembangunan selanjutnya.
Dalam usaha meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan
tugas-tugas tersebut maka secara bertahap diadakan pendidikan
dan latihan bagi para staf perencana Bappeda Tingkat I dan
Tingkat II selama Repelita II, Repelita III dan tahun pertama
Repelita IV. Kegiatan-kegiatan tersebut ada yang dilaksanakan
di pusat dan di daerah dan ada pula yang dilakukan diluar
negeri.

XIV/62

3. Pendidikan dan Latihan Aparatur Pemerintah


Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri,
telah berusaha dan berhasil mendidik dan melatih para pegawai
Departemen Dalam Negeri di Pusat dan di Daerah dalam usaha
mewujudkan aparatur pemerintah yang terampil dan penuh dedikasi, serta bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan. Berhubung dengan itu, program
pendidikan dan latihan kedinasan yang dilaksanakan umumnya
mengenai berbagai bidang tugas di berbagai tingkat dan daerah
untuk semua jenjang jabatan struktural dan fungsional.
Selama masa Repelita I, Repelita II, Repelita III dan
tahun pertama Repelita IV, Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri telah mendidik dan melatih pegawai
pusat dan daerah sebanyak 55.148 orang dengan perincian seba gai berikut : 16.887 orang dalam Repelita I, 9.921 orang
dalam Repelita II, 26.481 orang dalam Repelita III dan 1.859
orang dalam tahun pertama Repelita IV yang terdiri dari Kur sus Non-Reguler di pusat 587 orang, Kursus Non-Reguler di
Wilayah 446 orang, dan Pendidikan Reguler (IIP dan APDN) se banyak 826 orang. Pendidikan dan Latihan yang mencakup kurang
lebih 74 jenis bidang keterampilan dalam administrasi pemerintahan dan pembangunan telah diberikan kepada para pegawai
pusat dan daerah. Program Pendidikan dan Latihan mencakup an tara lain Pendidikan Reguler (SESPA, SEPADYA, dan SEPALA),
Pendidikan Non-Reguler (Pasca Sarjana, pendidikan calon pengajar APDN/IIP, kursus manajemen DIKLAT, kursus orientasi
pembangunan bagi Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat
II, kursus perencanaan kota, kursus Lurah, kursus kependudukan dan lingkungan hidup, kursus kearsipan, kursus pembangunan
desa, kursus administrasi keuangan, kepegawaian serta perkantoran, kursus keagrariaan, kursus pengawasan, kursus perencanaan proyek, pendidikan staf Bappeda Tingkat I dan Tingkat
II, dan lain sebagainya), serta Pendidikan Berjenjang yang
dilaksanakan oleh IIP, APDN, Akademi Agraria, dan lain sebagainya.
Di samping kegiatan di atas, kegiatan pendidikan dan latihan yang mendapat bantuan dari pihak luar negeri (USAID)
telah pula dilaksanakan semenjak pertengahan Repelita II melalui proyek latihan perencanaan dan tata laksana pembangunan
regional/Local Government Training-II (LGT-II) yang titik beratnya adalah dalam pembinaan aparatur perencanaan di daerah
baik Tingkat I maupun Tingkat II. Kegiatannya meliputi berbagai kursus seperti antara lain : latihan singkat perencana-

XIV/63

an pembangunan daerah, latihan keterampilan manajemen, latihan manajemen proyek, latihan tata guna tanah dan latihan
teknik perencanaan yang sampai dengan tahun pertama Repelita
IV telah diikuti oleh kurang lebih sebanyak 3.569 orang peserta.
Untuk meningkatkan mutu dan menyempurnakan pelaksanaan
pendidikan dan latihan bagi pegawai-pegawai di lingkungan
Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah telah dilakukan
penelitian-penelitian untuk mendapatkan data dan informasi
mengenai kebutuhan kursus dan latihan yang diperlukan, di
samping bagi pemantapan struktur lembaga-lembaga di lingkungan Badan Pendidikan dan Latihan seperti APDN, IIP dan Akademi
Agraria.
Untuk itu, hal-hal yang tidak dapat diselesaikan dalam
Repelita III akan dilanjutkan dan diselesaikan dalam Repelita
IV, seperti antara lain pelaksanaan pendidikan dan latihan
kedinasan yang berorientasi kepada kebijaksanaan nasional di
bidang kepegawaian, penetapan civil effect setelah mengikuti
pendidikan/latihan, latihan pra-jabatan dan perkaderan, serta
pemindahan pegawai dan lain sebagainya.
Selain itu usaha penyempurnaan program pendidikan dan
latihan yang lebih terpadu dan terarah antara lembaga-lembaga
pendidikan dan latihan di dalam lingkungan Badan Pendidikan
dan Latihan dengan segenap unsur yang ada di dalam lingkungan
Departemen Dalam Negeri ditingkatkan lagi. Untuk mencapai
sasaran-sasaran tersebut Badan Diklat mengadakan kerjasama
dengan lembaga-lembaga pendidikan di luar lingkungan Departemen Dalam Negeri, yaitu dengan Perguruan Tinggi/Universitas,
serta memanfaatkan sebaik-baiknya bantuan teknik luar negeri
untuk memperoleh tenaga-tenaga ahli, dan alih teknologi dalam
berbagai bidang ilmu administrasi pemerintahan dan pembangunan.
Dalam rangka meningkatkan keterampilan dalam pengelolaan
keuangan daerah, sejak tahun 1982/83 telah diselenggarakan
Latihan Keuangan Daerah (LKD) bagi aparat keuangan di daerah
Tingkat II (pimpinan biro keuangan dan pimpinan dinas pendapatan daerah) seluruh Indonesia. Sampai dengan angkatan ke-VI
(bulan Oktober 1984) telah berhasil dilatih 256 orang. Di
samping itu diadakan pula Latihan Keuangan Daerah jangka panjang (9 bulan) yang angkatan pertamanya telah di mulai pada
bulan Januari 1985 yang diikuti oleh 19 orang peserta. Latihan Keuangan Daerah ini diselenggarakan dalam rangka kerjasama
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Inggris.

XIV/64

4.

Penyempurnaan
tahan

Pembangunan

Prasarana

Fisik

Pemerin-

Dalam rangka membantu Pemerintah Daerah membangun gedung


kantor dan rumah jabatan para Camat dan Bupati/Walikotamadya,
maka sejak Repelita I telah dilaksanakan Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Pemerintahan (Pamong Praja). Kegiatan tersebut dilaksanakan secara patungan, yaitu Pemerintah Daerah
menyediakan tanahnya sedangkan Pemerintah Pusat menyediakan
dana untuk pembangunan/rehabilitasi gedung kantor dan rumah
jabatan para Camat serta Bupati/Walikotamadya.
Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Pemerintahan dilanjutkan dalam Repelita II, III, dan IV. Adapun perkembangan
pelaksanaan pembangunan prasarana fisik pemerintahan adalah
sebagaimana terlihat dalam Tabel XIV-14.
Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan di daerah dirasakan pula perlunya peningkatan dan perluasan prasarana gedung perkantoran bagi kecamatan dan kabupaten/kotamadya.
Sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita IV
pembangunan gedung kantor dan rumah jabatan diprioritaskan
pada gedung kantor kecamatan dan rumah jabatan Camat. Hal ini
dimaksudkan agar supaya pelayanan terhadap masyarakat di daerah pedesaan dapat lebih ditingkatkan lagi. Prioritas berikutnya diberikan kepada kabupaten dan kotamadya yang belum
memiliki gedung kantor serta rumah jabatan yang memadai.
Di samping itu pembangunan kantor dan rumah jabatan
Camat dan Bupati/Walikotamadya dimaksudkan agar memberikan
gairah kerja yang lebih tinggi aparatur pemerintah di Daerah
dan sekaligus meningkatkan wibawanya.
Kecuali itu telah pula disediakan dana untuk pembangunan
gedung kantor serta rumah jabatan Walikota Administratif,
kantor kepala desa/kantor kelurahan, dan beberapa kantor Pembantu Gubernur, serta kantor Gubernur bagi daerah-daerah yang
dianggap sangat membutuhkan.
Pembangunan gedung kantor maupun rumah jabatan tersebut
diatas didasarkan kepada suatu standar luas tertentu dan
tidak bertingkat. Standar luas tersebut selama ini telah ber ubah dan berkembang disesuaikan dengan kebutuhan yang bertambah meningkat, dan hal ini mengakibatkan bahwa daerah-daerah
yang mendapat bantuan pada tahun-tahun yang terdahulu memper-

XIV/65

TABEL XIV - 14
PERKEMBANGAN PENYEMPURNAAN PRASARANA FISIK
PEMERINTAH (PAMONG PRAJA), 1)
1969/70 - 1984/85
(buah)

XIV/66

oleh bangunan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan bangunan yang dibangun kemudian.
Di samping bantuan pembangunan gedung kantor serta rumah
jabatan telah disediakan pula dana untuk pengadaan meubelair,
namun karena dianggap dapat disediakan sendiri oleh Daerah
maka sejak Repelita III pengadaannya dihentikan.
Alat kantor yang masih disediakan dananya adalah untuk
alat komunikasi yang berbentuk EPABX, baik untuk Daerah
Tingkat II maupun untuk kecamatan. Alat tersebut disediakan
mengingat karena Perum Telekomunikasi (telepon) belum dapat
menjangkau ke seluruh kecamatan di daerah-daerah.
Untuk keperluan hubungan yang cepat antara Departemen
dan Propinsi serta Kabupaten tertentu telah disediakan pula
alat telekomunikasi tersebut di Pusat (Departemen).
Sejak Repelita I
telah dibangun secara
ria Propinsi dan Sub
pinsi serta kabupaten

sampai dengan tahun pertama Repelita IV


tersebar kantor-kantor Direktorat AgraDirektorat Agraria Kabupaten bagi Pro yang belum memilikinya.

Untuk memberikan fasilitas penyeberangan lintas batas


dengan negara tetangga telah dibangun pula beberapa kantor
lintas batas di daerah-daerah perbatasan negara.
Dalam rangka menunjang kegiatan Polisi Pamong Praja
dalam melakukan tugasnya, sejak Repelita I sampai dengan Repelita III bagi mereka yang telah mengikuti kursus sebagai
pembantu jaksa, telah disediakan alat-alat mobilitas seperti
sepeda motor, motor tempel (motor boat) serta sepeda. Namun
sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah maka sejak tahun 1 9 8 3 /
8 4 tidak disediakan lagi kendaraan bermotor bagi perorangan.
Dalam rangka mengatasi bahaya kebakaran maka sudah sejak
tahun anggaran 1 9 7 5 / 7 6 secara selektif kepada Pemerintah
Daerah Tingkat II, Kabupaten dan Kotamadya, diberikan bantuan
mobil pemadam kebakaran. Pemberian bantuan yang selektif serta pengadaannya yang bertahap disebabkan karena terbatasnya
anggaran yang tersedia,
dibandingkan dengan banyaknya kotakota yang memerlukan bantuan tersebut. Pada tahun akhir Repe lita III dan tahun pertama Repelita IV pengadaan mobil pema dam kebakaran ditambah dengan dana Bantuan Presiden. Sampai
dengan tahun pertama Repelita IV telah diadakan 2 3 5 unit
mobil pemadam kebakaran, diantaranya 1 5 0 unit dari Bantuan
Presiden.

XIV/67

I. PENELITIAN DAERAH
1. U m u m
Sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan kegiatan
pembangunan di tanah air, maka perlu makin ditingkatkan usaha
ke arah keserasian dan keterpaduan dalam kegiatan pembangunan. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah
ternyata menghadapi berbagai masalah yang meliputi antara
lain masalah-masalah pembinaan politik dalam negeri, pemerintahan umum dan otonomi daerah, pembinaan struktur organisasi
pemerintahan kota, pembinaan pemerintahan dan pembangunan
desa, pembinaan administrasi, kelembagaan dan tata laksana;
pertanahan, dan masalah lain yang berkaitan dengan usaha pe nyelenggaraan pembangunan.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, perlu
dilakukan berbagai kegiatan penelitian yang hasilnya dapat
digunakan sebagai bahan untuk perumusan kebijaksanaan serta
pemecahan masalah, dan sebagai bahan evaluasi dan pengendalian pelaksanaan tugas Departemen Dalam Negeri. Untuk keperluan
ini telah dibentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri pada pertengahan tahun 1975.
Sejak didirikannya hingga sekarang telah banyak dilakukan berbagai kegiatan penelitian, baik yang dilaksanakan sendiri oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam
Negeri maupun yang dilaksanakan dalam kerja sama dengan pihak
lembaga penelitian pada perguruan tinggi, ataupun dengan tenaga-tenaga ahli dalam masing-masing bidang.
Kegiatan penelitian yang dilakukan selama ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni kegiatan penelitian yang menyangkut masalah pemerintahan daerah dan kegiatan penelitian
yang menyangkut masalah pertanahan.
2. Penelitian tentang Masalah Pemerintahan Daerah
Dalam pelaksanaannya penelitian tentang masalah pemerintahan daerah ini dibagi dalam empat kelompok yang masing-ma sing dilaksanakan sebagai satu proyek. Keempat kelompok kegiatan penelitian tersebut adalah; penelitian dan pengembangan
pemerintahan dalam negeri, penelitian dan pengembangan pemerintahan desa, penelitian struktur organisasi pemerintahan
kota dan penelitian dan pengembangan otonomi daerah.

XIV/68

Penelitian dan pengembangan pemerintahan dalam negeri,


bertujuan menemukan metodologi pelaksanaan fungsi Departemen
Dalam Negeri guna mewujudkan mobilitas serta melancarkan jalannya pemerintahan dan pembangunan, baik di tingkat pusat
maupun di daerah. Kegiatan yang telah dilaksanakan selama Re pelita II antara lain meliputi beberapa penelitian tentang :
pembinaan aparatur pemerintah wilayah kecamatan, status pemerintah kota, identifikasi masalah pengembangan pemerintahan
dan pembangunan di daerah, pemanfaatan swadaya masyarakat
dalam pembangunan, dan pembinaan politik dalam negeri. Selama
Repelita III, di samping melanjutkan beberapa kegiatan penelitian yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, beberapa kegiatan penelitian lainnya yang dilakukan antara lain
meliputi penelitian tentang : koordinasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah, pembinaan personil dan karier, studi
kasus penentuan jabatan wakil gubernur KDH dan pembantu gubernur, sistem administrasi pemerintahan di daerah, sistem
pengelolaan administrasi perlengkapan barang, pembinaan partisipasi buruh dalam rangka menciptakan stabilitas politik
yang dinamis, dan pembinaan ketenteraman dan ketertiban wilayah.
Pada tahun pertama Repelita IV (1984/85) beberapa kegiatan penelitian yang dilakukan antara lain meliputi penelitian tentang : struktur organisasi dan tata kerja pemerintahan
di daerah, pemanfaatan diklat dalam rangka pengembangan karier pegawai di lingkungan Departemen Dalam Negeri; penyelenggaraan urusan pemerintahan umum di daerah, pembinaan kesatuan
bangsa, pelaksanaan otonomi daerah, dan beberapa penelitian
lainnya yang menyangkut aspek pemerintahan dalam negeri.
Penelitian dan pengembangan pemerintahan desa bertujuan
untuk mendapatkan informasi yang diperlukan bagi perumusan
kebijaksanaan dalam rangka pembinaan dan pengembangan pemerintahan desa. Kegiatan penelitian yang dilaksanakan dalam
kelompok ini selama Repelita II antara lain adalah penelitian
tentang : implikasi pembangunan dan modernisasi desa, pemukiman baru, dan tata desa.
Dalam Repelita III beberapa kegiatan yang dilaksanakan
antara lain meliputi penelitian tentang : pemerintahan desa,
strategi pembangunan desa, penyusunan standar pembentukan kelurahan, pemugaran perumahan lingkungan desa; standar dan manual administrasi pemerintahan desa, beban tugas dan kemampuan aparatur pemerintahan desa dan kelurahan, dan hubungan
struktural dan fungsional antara LMD, LKMD, dan lembaga-lembaga pedesaan lainnya.

XIV/69

Tahun pertama Repelita IV (1984/85) kegiatan penelitian


mengenai : penggalian sumber-sumber kekayaan dan pendapatan
desa, dan pembentukan modal swadaya masyarakat pedesaan dalam
pembangunan.
Kelompok penelitian struktur organisasi pemerintahan
kota bertujuan memperoleh informasi dan rekomendasi dalam
rangka pembinaan dan pengembangan struktur organisasi pemerintahan kota. Penelitian yang telah dilakukan dalam Repelita
II adalah menyangkut struktur organisasi pemerintahan kota.
Dalam Repelita III dilakukan penelitian tentang : struktur
organisasi DKI Jakarta, struktur kota administratif, struktur
organisasi pemerintahan kotamadya dan kabupaten Daerah Tingkat II, penentuan kriteria pembentukan daerah otonom, dan masalah-masalah sosial perkotaan.
Untuk tahun pertama Repelita IV dilakukan dua penelitian
yakni tentang peningkatan status 6 kota administratif ibukota
propinsi, dan tentang sistem pembiayaan dan anggaran kota administratif.
Kelompok penelitian otonomi daerah bertujuan memperoleh
bahan informasi bagi perumusan kebijaksanaan dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Kegiatan yang telah dilakukan
dalam Repelita II antara lain berupa penelitian tentang pe rimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Selama
Repelita III kegiatan dalam kelompok ini antara lain mencakup
penelitian tentang titik berat otonomi daerah yang diletakkan
pada Dati II; pengelolaan keuangan daerah, sumber-sumber pendapatan daerah, kedudukan dan wewenang lembaga eksekutif dan
legislatif, pemekaran propinsi Dati I Irian Jaya, dan otonomi
daerah sebagai perwujudan gagasan Wawasan Nusantara. Untuk
tahun pertama Repelita IV kegiatan penelitian meliputi penelitian tentang penataan kembali batas-batas administratif
wilayah pemerintahan, kebijaksanaan tarif pajak dan retribusi
serta sistem pelaksanaannya, dan lanjutan penelitian tentang
titik berat otonomi daerah diletakkan pada Daerah Tingkat II.
Di samping keempat kelompok penelitian tersebut di atas,
sejak tahun terakhir Repelita II dan selama Repelita III telah dilakukan pula penelitian tentang pemerintahan Timor Timur
dalam rangka pengumpulan data , informasi dan rekomendasi sebagai bahan guna menentukan kebijaksanaan bagi pemantapan pembangunan dan pembinaan pemerintahan Propinsi Daerah Tingkat I
Timor Timur.

XIV/70

3 . Penelitian tentang Masalah Pertanahan


Kegiatan penelitian dan pengembangan pertanahan yang
bertujuan memperoleh data dan informasi sebagai bahan perumusan kebijaksanaan di bidang pertanahan, dibagi dalam dua
kelompok penelitian, yaitu penelitian dan pengembangan pertanahan, dan penelitian penataan tanah untuk pembangunan.
Dalam Repelita II kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi penelitian tentang : kebijaksanaan tanah perkotaan, hak
membuka tanah, luas maksimum tanah pertanian, luas maksimum
tanah tambak; masalah tanah untuk real-estate/industrialestate, pelaksanaan peraturan perundang-undangan landreform,
proses pendaftaran peralihan atas tanah, penyediaan tanah
untuk transmigrasi dan perkebunan besar, dan penyediaan tanah
untuk pembangunan dan pemukiman. Dalam Repelita III, di samping melanjutkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
telah pula dilakukan penelitian tentang : identifikasi/inventarisasi masalah pertanahan, bagi hasil tanah tambak, konsolidasi tanah perkotaan dalam rangka menyusun model konsolidasi tanah perkotaan yang sesuai dengan kondisi di Indonesia;
konsolidasi tanah pertanian, tanah waris, hipotik atas bangunan bertingkat dan fidusia, daft pelembagaan prinsip-prinsip
landreform melalui pengembangan kelompok tani.
Untuk tahun pertama Repelita IV (1984/85), kegiatan yang
dilakukan antara lain meliputi penelitian tentang penyediaan
tanah untuk proyek-proyek Inpres, kebijaksanaan pertanahan
dalam rangka menunjang pendapatan negara, dan identifikasi
masalah tanah pertambangan. Selain kegiatan penelitian tersebut, dilakukan pula studi pustaka mengenai masalah pertanahan yang mencakup tentang: peranan foto udara dalam kebijaksanaan pertanahan, landreform di Indonesia suatu studi
perbandingan, azas-azas kaidah hukum agraria dalam yurisprudensi, dan land use planning sebagai perangkat kebijaksanaan
pertanahan.
Di antara kegiatan-kegiatan penelitian di atas, khususnya penelitian tentang konsolidasi tanah perkotaan, sudah
menghasilkan model hipotetis untuk penyelenggaraan konsolidasi tanah yang diharapkan sesuai dengan kondisi Indonesia.
Saat ini kegiatan penelitian ini sudah sampai pada tahap pe nelitian uji coba untuk mendapatkan suatu model terapan mela lui suatu demonstration-plot di daerah perkotaan.

XIV/71

Anda mungkin juga menyukai