Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJUAN KEPUSTAKAAN

2. 1. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

2.1.1. DEFINISI
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan
kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi)
dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan
apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih.
(Djaafar, 1997).

2.1.2. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi
sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek.
Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang
mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden
OMSK saja, tidak ada data yang tersedia. Otitis media kronis merupakan penyakit
THT yang paling banyak di negara sedang berkembang. Di negara maju seperti
Inggris sekitar 0, 9% dan di Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara
maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi
pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada
populasi di Amerika dan Inggeris kurang dari 1% (Lasminingrum L, 2000). Menurut
survei yang dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan
insidens Otitis Media Supuratif Kronik (atau yang oleh awam sebagai congek)
sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk
Indonesia diperkirakan terdapat 6, 6 juta penderita OMSK. Di Indonesia menurut
Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996

Universitas Sumatera Utara

prevalensi OMSK adalah 3, 1%-5, 20% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi
telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah
OMSK. Prevalensi OMSK di RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1989
sebesar 15, 21%. Di RS Hasan Sadikin Bandung dilaporkan prevalensi OMSK
selama periode 1988 1990 sebesar 15,7%
prevelensi

OMSK

dan pada tahun 1991 dilaporkan


sebesar

10,96%.

Prevalensi penderita OMSK di RS Dr Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 sebesar


8, 2% (Paparella MM, 2001).
2.1.3. ETIOLOGI
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan downs syndrom. Faktor host yang
berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik.
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal
yang padat.

2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum
diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

Universitas Sumatera Utara

3. Otitis media sebelumnya.


Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.

4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur
yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gramnegatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas


Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga
tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.

7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini
belum terbukti kemungkinannya.

Universitas Sumatera Utara

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.


Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui.
Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin
mengembalikan tekanan negatif menjadi normal (Kumar S, 1996).

2.1.4. KLASIFIKASI
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.


Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas
atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan
tubuh yang rendah, di samping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan
derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Secara klinis
penyakit tubotimpani terbagi atas:
i) Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang di
mana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dan jarang ditemukan polip yang besar
pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan
penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila
tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi.

Universitas Sumatera Utara

ii) Penyakit tidak aktif


Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala
lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, and atau suatu rasa penuh dalam telinga.

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,
terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2
tipe yaitu kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat.

a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis
(1965) adalah:
1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf
berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

b. Kolesteatom didapat.
1. Primary acquired cholesteatoma.
Koelsteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida
2. Secondary acquired cholesteatoma.

Universitas Sumatera Utara

Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis


biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada
bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk
ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong retraksi membran
timpani pars tensa.
Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membrane plasida, akibat pada
tempat ini terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas, akan tetapi bertumpuk di sini.
Lambat laun epitel ini hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah lama tambah besar
dan tumbuh terus kedalam kavum timpani dan membentuk kolesteatom.
Ini dinamakan primary acquired cholesteatom atau genuines cholesteatom. Mulamula belum timbul peradangan, lambat laun dapat terjadi peradangan. Primary dan
secondary acquired cholesteatom ini dinamakan juga pseudo cholesteatoma, oleh
karena ada pula congenital kolesteatom. Ini juga merupakan suatu lubang dalam
tenggorok terutama pada os temporal. Dalam lubang ini terdapat lamel konsentris
terdiri dari epitel yang dapat juga menekan tulang sekitarnya. Beda kongenital
kolesteatom, ini tidak berhubungan dengan telinga dan tidak akan menimbulkan
infeksi. Bentuk perforasi membran timpani adalah:
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi
pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma
(Ballenger JJ, 1997).

Universitas Sumatera Utara

2.1.5. PATOGENESIS
Patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah
terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder
pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah missal
perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif
dari otitis media kronis. Suatu teori tentang patogenesis dikemukan dalam buku
modern yang umumnya telah diterima sebagai fakta. Hipotesis ini menyatakan bahwa
terjadinya otitis media nekrotikans, terutama pada masa anak-anak, menimbulkan
perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu, gendang
telinga tetap berlubang, atau sembuh dengan membran yang atrofi yang kemudian
dapat kolaps kedalam telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis
ini

mengabaikan

beberapa

kenyataan

yang

menimbulkan

keraguan

atas

kebenarannya, antara lain:


i.

Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan


lengkap membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi,
biasanya ditandai oleh penebalan dan bukannya atrofi.

ii.

Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya


antibiotik. Penulis (DFA) hanya menemukan kurang dari selusin kasus
dalam 25 tahun terakhir. Di pihak lain, kejadian penyakit telinga
kronis tidak berkurang dalam periode tersebut.

iii.

Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis


akut pada permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa
gejala dan bertambah secara bertahap, sampai diperlukan pertolongan
beberapa tahun kemudian setelah pasien menyadari adanya masalah
(Glasscock III M.E, Shambaugh GE, 1990).

Universitas Sumatera Utara

2.1.6. GEJALA KLINIS


1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik
telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau
kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium
inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna
kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat
terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas
unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom
yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya di jumpai
tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin
ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun
kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak
dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai
tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung
dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah.

Universitas Sumatera Utara

Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan
secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum)
atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis
supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa
fungsi kokhlea.

3. Otalgia (nyeri telinga)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda
yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,
subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan
udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi
hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum
(Helmi S, 1990).

Universitas Sumatera Utara

2.1.7. PEMERIKSAAN KLINIK


Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut:

i) Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian
tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK
ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam
skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan
ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada
lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan
pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian
total, tergantung dari hasil pemeriksaan (audiometri atau test berbisik). Derajat
ketulian ditentukan dengan

membandingkan

rata-rata kehilangan

intensitas

pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen
dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut
ISO 1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran:


Normal: -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan: 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang: 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat: 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat: 71 dB sampai 90 dB
Tuli total: lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea.

Universitas Sumatera Utara

Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta
penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan,
dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu:

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif
30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membran yang masih
utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah. Pemeriksaan audiologi pada
OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala
dan test Barani. Audiometri tutur dengan masking adalah dianjurkan, terutama pada
tuli konduktif bilateral dan tuli campur (Boesoirie S, 2007).

ii) Pemeriksaan Radiologi.


Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik,
lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya
atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan
kolesteatom Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah:
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah
lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi
sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah untuk
menghindari dura atau sinus lateral.

Universitas Sumatera Utara

2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan
tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui
apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang
lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan
dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak
tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan
hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus
lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya
penyakit mastoid.

iii) Bakteriologi
Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi akut,
bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan
pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah
Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada
OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain
yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah
Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung,
sinus parasanal, adenoid atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
pneumokokus, streptokokus, atau hemofilius influenza. Tetapi pada OMSK keadaan
ini agak berbeda. Karena adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering
berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi (Ballenger JJ, 1997).

Universitas Sumatera Utara

2.1.8. PENATALAKSANAAN
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktorfaktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatom,
maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat
digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung
dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, di mana pengobatan dapat dibagi atas:
1. Konservatif
2. Operasi

OMSK BENIGNA TENANG


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera
berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (Miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

OMSK BENIGNA AKTIF


Prinsip pengobatan OMSK adalah pembersihan liang telinga dan kavum timpani serta
pemberian antibiotika.
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme (Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
1. Toilet telinga secara kering (dry mopping).
2. Toilet telinga secara basah (syringing).
3. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
(Shenoi P.M, 1987).

Universitas Sumatera Utara

2. Pemberian antibiotik topikal


Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif
yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.
Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif
melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan
Pseudomonas

karena

meningkatnya

resistensi.

Polimiksin

efektif

melawan

Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan
organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Biasanya tetes telinga mengandung
kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat
digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam
acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil
gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif
melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis (Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka
panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak
foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah
Polimiksin B atau polimiksin E, Neomisin dan Kloramfenikol. Polimiksin B atau
polimiksin E bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli
Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus dan.B.fragilis.
Ia bersifat toksik terhadap ginjal dan susunan saraf. Neomisin merupakan obat
bakterisid pada kuman gram positif dan negatif serta menyebabkan toksik terhadap
ginjal dan telinga.

Universitas Sumatera Utara

3. Pemberian antibiotik sistemik


Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur
kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam pengunaan
antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing- masing
jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman
penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat
terhadap kondisi tubuhnya. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.

OMSK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada
beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain mastoidektomi
sederhana (simple mastoidectomy), mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal
dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti dan pendekatan ganda timpanoplasti
(Combined approach tympanoplasty).
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran (Millis R.P, 1997).

Universitas Sumatera Utara

2.1.9. KOMPLIKASI
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe
maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang
virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi
intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK
berhubungan dengan kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai
berikut:
i.

Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang


pendengaran dan paralisis nervus fasial.

ii.

Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli
saraf (sensorineural).

iii.

Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis dan


petrositis.

iv.

Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan


hidrosefalus otitis (Helmi S, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai