Anda di halaman 1dari 2

jalanan dan pengamen dengan tujuan mendidik

mereka agar mau bersekolah.


Kegiatan mengajar anak jalanan ini dimulai di
kampung Lio, di belakang terminal Depok. Lokasi ini
memang terkenal dengan kawasan berpenduduk marjinal dan
lokasinya pun dekat dengan kampus UI Depok sehingga menjadi
pilihan untuk mendirikan Technique Informal School (TIS) di
kawasan tersebut. Pada awalnya, kegiatan ini diikuti oleh sekitar 30
orang anak jalanan dengan usia 4 sampai 10 tahun. Untuk
memudahkan proses belajar, TIS mengontrak rumah di sekitar
tempat mayoritas peserta didik bermukim, yakni di dekat rel kereta
daerah Kampung Lio, Depok. Kegiatan belajar di tempat tersebut
berlangsung kurang lebih setengah tahun.
Kemudian, karena kesulitan dalam meneruskan kontrak
rumah dan alasan sanitasi yang buruk, TIS memutuskan mencari
tempat lain. Niat tersebut terkabul saat pengurus RW setempat
menyediakan sekretariat RW 13 untuk digunakan sebagai tempat
belajar karena banyaknya permintaan dari masyarakat setempat
untuk mengikutkan anaknya menjadi peserta didik TIS. Kemudian
TIS membuka pendaftaran murid baru. Di sisi lain, status kegiatan
ini di kampus juga semakin kuat dan mulai dikenal secara luas oleh
mahasiswa teknik.
Tahun terus berganti, TIS berusaha untuk lebih mandiri
dengan kembali mengontrak rumah di kawasan Lio. Hal ini tidak
terlepas dari bantuan ILUNI TEKNIK dan ILUNI UI baik moril
maupun materiil. Namun sayangnya seiring berjalannya waktu
selama kurang lebih 10 tahun TIS mengajar di kampung Lio terlihat
suatu ketergantungan warga sekitar kepada TIS dengan
menganggap TIS hanya sebagai wadah privat
bagi anak-anaknya. Hal ini bertentangan dengan
tujuan TIS, dimana sebenarnya TIS ingin
mengembangkan pendidikan anak yang lebih
baik tetapi bukan membuat ketergantungan sang
anak kepada TIS.

Meninjau permasalahan tersebut dan melihat tingkat


pertumbuhan ekonomi di kawasan kampung Lio
sudah meningkat maka dirasa cukup bagi TIS untuk
menunjukkan kiprahnya di kawasan tersebut.
Sehingga TIS pun hijrah ke kawasan Pocin untuk membangun rumah
baca dengan sasaran yang sama yaitu anak-anak jalanan dan
pengamen. Tetapi karena kendala tempat yang terletak cukup jauh
untuk dijangkau, kegiatan di rumah bacapun hanya bertahan selama
2-3 bulan. Dimana akhirnya TIS kembali melakukan peninjauan
tempat untuk secepatnya dilakukan transisi.Tindakan tersebut dipilih
sebab TIS menyadari akan cita-cita utama TIS untuk mengayomi
masyarakat marginal. Sehingga dibentuk tim transisi untuk memilih
tempat yang sesuai agar TIS dapat menanamkan cita-citanya
tersebut. Akhirnya Karang Pola (Karpol) yang dijadikan sebagai
tempat persinggahan TIS hingga saat ini.
Karang Pola sekilas merupakan kawasan perumahan elit.
Tetapi jika ditelusuri ke bagian belakang ternyata terdapat kawasan
kumuh yang dihuni oleh para pemulung yang mengais rejekinya di
tempat tersebut. Inilah yang menjadi kemantapan pengurus TIS
untuk membangun rumah belajar di kawasan Karpol guna membantu
peningkatan pendidikan anak di kawasan tersebut. Niat baik ini
mendapat respon positif dari salah satu tokoh masyarakat yang
disegani di kawasan tersebut yaitu Pak Romel.
Beliau mengizinkan TIS untuk membangun rumbelnya di
lahan sekitar pemukiman kumuh tersebut. Sehingga pada Januari
2014, berdirilah sebuah rumah belajar yang dikenal dengan sebutan
Saung Karpol. Kebahagiaan begitu terlihat dari wajah para
pengurus TIS FTUI saat itu. Semangat yang tinggi untuk mulai
melakukan kegiatan mengajar di TIS ditularkan kepada warga teknik
lainnya. Tanpa henti TIS terus merangkul masyarakat
sekitar kawasan Karpol yang masih terkesan asing
terhadap TIS untuk bisa bersahaja dan menerima
TIS sebagai keluarga mereka. Berbagai upaya
dilakukan untuk menarik minat anak-anak Karpol
mau belajar dan datang secara rutin ke saung
Karpol. Satu per satu hambatan dalam pengembangan

saung Karpol mulai di atasi, meyakinkan para orang


tua untuk bersedia membawa anaknya belajar di
karpol, hingga melakukan interaksi dengan warga.
Pengelolaan Karpol dibuat sedemikian rupa agar
dapat terus meningkatkan dan mengembangkan pendidikan di saung
Karpol lebih luas. Penjalinan hubungan dengan berbagai fakultas
seperti Fakultas Kesehatan Masyarakat juga merupakan suatu bentuk
tata kelola Karpol agar kegiatan di Karpol dapat terus berjalan
semakin baik. Peningkatan pengembangkan karpol selalu menjadi
tugas besar pengurus TIS FTUI untuk mengarahkan Saung Karpol
menjadi rumah belajar yang memiliki banyak peserta didik. Kalau
di Depok sudah ada Sekolah Master, mengapa tidak saung Karpol
TIS menjadi Sekolah Masternya Jakarta, itulah secercah harapan
yang diungkapkan oleh Maulana Rasis M12 selaku Kepala Sekolah
TIS FTUI periode 2013/2014. Beribu harapan lainnya mungkin
tersimpan dalam angan setiap warga TIS FTUI. Tinggal bagaimana
harapan tersebut ditata dan diwujudkan. Siapkah TIS FTUI
mengembangkan tata kelola Saung Karpol lebih baik lagi? .

Divisi Litbang dan Kasrat TIS FTUI 2015

Rekam Jejak
Pengelolaan Rumbel TIS FTUI
Sekilas tak ada yang berbeda dari Rumbel TIS FTUI yang
berdiri kokoh di kawasan perumahan Karang Pola. Rumbel yang
lebih kerap dikenal sebagai saung tersebut justru terlihat begitu
sederhana. Keramaian terdengar dari dalam saung ketika kegiatan
belajar mulai dilaksanakan. Yah, inilah aktifitas rutin setiap
minggunya yang selalu terlihat di dalam saung TIS. Sorak-sorai,
canda tawa terdengar begitu riuh mewarnai setiap kegiatan yang
dilaksanakan. Namun ternyata dibalik berdirinya saung TIS tersebut
terdapat sejarah panjang yang dilalui TIS FTUI dalam kiprahnya
selama ini.
TIS FTUI merupakan salah satu lembaga yang bergerak
dibidang sosial dan pendidikan yang terbentuk pada Februari 2005
sebagai program kerja bidang Sosial Kemasyarakatan BEM-FTUI
2004/2005. Ide pendirian TIS ini berawal dari keinginan salah satu
mahasiswa FTUI yang kerap disapa Bang Reza M02 untuk
membuat suatu kegiatan yang kebermanfaatannya dapat dirasakan
dalam jangka panjang. Sebab dirasa bahwa proker-proker
pengabdian masyarakat yang dijalani pada saat itu hanyalah bersifat
insidental yang hanya dilakukan sekali dalam setahun. Oleh sebab
itu, dibuatlah suatu proker yang bersifat jangka panjang dan kontinu
yakni TIS.
Gagasan hebat tersebut kemudian dijalankan dengan
melakukan survey sebagai langkah awal dalam mematangkan konsep
proker. Survey dilakukan mulai dari ke Sekolah Rakyat (SR) ,
Sekolah Masjid Terminal (Master), hingga
Sekolah Anak Jalanan Taman Ismail Marzuki.
Dari survey tersebut dipelajari permasalahan
yang terjadi pada masyarakat marjinal yakni
dalam hal pendidikan. Oleh sebab itu,
tercetuslah ide untuk mengajarkan anak-anak

Anda mungkin juga menyukai