Anda di halaman 1dari 21

BAB I

Pendahuluan
Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris (rahasia) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang
berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhan. Sebagai ilmu
keislaman tasawuf adalah hasil kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti Fiqh
dan Ilmu Tauhid. Pada masa Rasulullah SAW belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada masa itu
hanyalah sebutan sahabat Nabi SAW.
Pada dasarnya tasawuf itu adalah suatu faham yang mengajarkan kepada kita tentang etika, moral,
tingkah laku atau perangai sehari-hari, dimana kita dituntut untuk berintegrasi dan prihatin dengan kondisi
social masyarakat disekitar kita. Tetapi pada pelaksanaannya ternyata faham tasawuf telah disalahartikan.
Dalam pandangan mereka (baca: sufisme) tasawuf itu adalah memisahkan diri dari dunia nyata dengan cara
melulu ibadah kepada Tuhan melalui zikir, sholat atau lain-lainnya karena terobsesi oleh janji tentang surga
yang ada di kehidupan akhirat nanti.
Padahal di dalam al-Quran telah diperintahkan kepada kita untuk tidak meninggalkan dunia, bahkan
kita diwajibkan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dunia dan kebutuhan akhirat. Bahkan Nabi
SAW sendiri telah wanti-wanti kepada umatnya untuk tidak mengesampingkan kehidupan dunia, sebab dunia
merupakan perantara menuju akhirat nanti.
Tasawuf modern, yaitu tasawuf yang benar-benar mengikuti Al-quran dan
Sunnah, terikat, bersumber, tidak keluar dari batasan-batasan keduanya, mengontrol
prilaku, lintasan hati serta pengetahuan dengan neraca keduanya. Tasawuf ini
diperankan oleh kaum sufi yang mutadil (moderat) dalam pendapat-pendatnya,
mereka mengikat antara tasawuf mereka dan Al-quran serta Sunnah dengan bentuk
yang jelas. Boleh dinilai bahwa mereka adalah orang-orang yang senantiasa
menimbang tasawuf mereka dengan neraca Syariah.
Dengan demikian, dalam makalah ini akan membahas mengenai pemikiran tasawuf
modern Al-Junayd al-Baghdadi, Al-Qusyairi An-Naisabury, dan Al-Harawi.

TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

BAB II
Pembahasan
A. Biografi Al-Junayd al-Baghdadi
Abu AI-Qasim Al-Junayd bin Muhammad Al-Junayd AI-Khazzaz Al-Qawariri, lahir
sekitar tahun 210 H di Baghdad, Iraq, la berasal dari keluarga Nihawand, keluarga
pedagang di Persia, yang kemudian pindah ke Iraq. Ayahnya, Muhammad ibn AlJunayd. Ia adalah murid dari Sirri al-Saqati dan Haris al-Muhasibi.1
Al-Junayd pertama kali memperoleh didikan agama dari pamannya (saudara ibunya),
yang bernama Sari Al-Saqati, seorang pedagang rempah-rempah yang sehari-harinya
berkeliling menjajakan dagangannya di kota Baghdad. Pamannya ini dikenal juga
sebagai seorang sufi yang tawadhu dan luas ilmunya. Berkat kesungguhan dan
kecerdasan Al-Junayd, seluruh pelajaran agama yang diberikan pamannya mampu
diserapnya dengan baik. Dan ia meninggal tahun 297 H / 298 M. 2 dan dianggap
sebagai perintis dari tasawuf yang bercorak ortodoks.
B. Pengertian tasawuf meneurut Junayd al-Baghdadi
Mengenai penegertian tasawuf, Al-Junayd al-Baghdadi mengatakan bahwasanya
tasawuf ialah bahwa engkau bersama Allah tanpa penghubung. 3 Sementara menurut
Basyuni mendefinisikan tasawuf ialah kesadaran murni yang mengarahkan jiwa
kepada amal dan perbuatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari kehidupan
dunia dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan
berhubungan erat dengan-Nya.4
1 Muhammad Shalikin, 17 jalan menggapai mahkota sufi, sekh abdulqadir al-Jailani,
(Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), 29.
2 Shalikin, menggapai mahkota sufi, 29.
3 Sokhi Huda, Tasawwuf Kultural: fenomina shalawat wahidiyah, (Yogyakarta: LkiS, 2003),28.

4 Ibrahim Basuni, Nasyah at-Tashawwuf al-Islami, (Kairo: Dar al-Fikr, 1969), 17.
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

Akan tetapi Al-Junayd al-Baghdadi, lebih memperinci lagi. Ia membagi definisi tasawuf
ke dalam empat bagian, yaitu:5
1. Tasawuf adalah Mengenal Allah, sehingga hubungan antara kita dengan-Nya
tiada perantara.
2. Tasawuf adalah Melakukan semua akhlak yang baik menurut sunah rasul dan
meninggalkan akhlak yang buruk.
3. Tasawuf adalah Melepaskan hawa nafsu menurut kehendak Allah.
4. Tasawuf adalah Merasa tiada memiliki apapun, juga tidak di miliki oleh sesiapa
pun kecuali Allah SWT.
Sehingga dari definisi-definisi taswuf diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya
tasawuf

ialah

upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan jalan

menyucikan diri dari segala sesutu yang dapat mencegah untuk dekat kepadaNya.
Baik yang berupa perintah maupun yang dilarang oleh Allah SWT.
C. Pemikiran dan Ciri Tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi
Sebelum ajaran tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi, terdapat Pandangan-pandangan
para sufi cukup radikal, memancing para yuris (fukaha) atau ahli fikih untuk
mengambil sikap. Sehingga muncul pertentangan antara para pengikut tasawuf dan
ahli fikih. Ahli fikih memandang pelaku tasawuf sebagai orang-orang zindik, yang
mengaku Islam tapi tidak pernah menjalankan syariatnya. Hal ini karena, banyak
pelaku

tasawuf

yang

secara

lahir

meninggalkan

tuntunan-tuntunan

syariat.

Sebaliknya, tokoh zuhud-tasawuf memandang tokoh-tokoh fikih sebagai orang-orang


yang hanya memperhatikan legalitas suatu persoalan, banyak penyelewengan
dilakukan untuk mendapatkan hal-hal yang sebenarnya dilarang.
Dari adanya hal itu, Al-Junayd al-Baghdadi memberikan penegasan lebih lanjut
akan pentingnya amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Menurut al-Junayd,
tasawuf adalah pengabdian kepada Allah dengan penuh kesucian. Oleh karena itu,
barang siapa yang membersihkan diri dari segala sesuatu selain Allah, maka ia adalah
sufi.
5 http://imdad-gresik.blogspot.com/2010/08/konsep-zuhud-dalam-kajian-tasawuf.html
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

Karena penekanan pada aspek amaliah inilah, maka tasawuf Al-Junayd alBaghdadi terkesan berusaha menciptakan keseimbangan antara syariat dan hakikat.
Ini merupakan kecenderungan yang berbeda sama sekali dengan tasawuf yang
berorientasi pada pemikiran atau falsafah. syariat yang tidak diperkuat dengan
hakikat akan tertolak, demikian pula hakikat yang tidak diperkuat dengan syariat juga
akan tertolak. Syariat datang dengan taklif kepada makhluk sedangkan hakikat
muncul dari pengembaraan kepada yang Haq (Allah). 6 Hal itu berarti kedekatan
kepada Allah dapat dicapai manakala orang telah melaksanakan amaliah lahiriah
berupa syariat dan kemudian dilanjutkan dengan amaliah batiniah berupa hakikat.
Al-Junayd dikenal pemikirannya beraliran salaf. la tidak bersikap radikal dalam
menghadapi setiap persoalan. la lebih berkonsentrasi pada ajaran tasawufnya yang
bersandarkan pada Al Quran dan Hadis.
Hal itu dapat dilihat pada pemikirannya yang disesuaikan dengan firman Allah:



Artinya:

Dan

(kebahagiaan)

carilah
negeri

pada
akhirat,

apa
dan

yang

telah

janganlah

dianugerahkan
engkau

lupakan

Allah

kepadamu

bagianmu

dari

(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah engkau berbuat kerusakan di bumk
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Surah AIQashash : 77).
Dimana, pada umumnya orang memahami Zuhud sebagai sikap hidup para sufi
yang meninggalkan kebahagiaan duniawi. Mereka membekali diri untuk mengejar
6 Al-Qusyairi, Ar-Risalati Al-Qusyairiyyah, Abdul Halim Mahmud, ed., (Dar al-Kutub al- Haditsah,
1385 H), 240.
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

kehidupan dan kebahagiaan akhirat semata, seolah tidak peduli dengan urusan
duniawi atau urusan orang lain di sekitarnya. Jangankan urusan duniawi orang lain,
untuk kebutuhan hidupnya sendiri pun terkadang ia tidak terlalu peduli.
Karena diakuiatau tidak bahwasanya Tasawuf sebenarnya telah ada sejak
Rasulullah, akan tetapi Rasulullah tidak secara langsung meneyebutkannya dengan
tasawuf secara gamlang. Hal itu dapat terlihat dari pola hidup serta tata cara beliau
dalam segala bentuk hidupnya yang menampilkan dengan penuh kesederhanaan.
Namun pada perkembangan selanjutnya tasawwuf mengalami kemajuan yang
dikembangkan oleh masing-masing tokoh tasawuf dengan model masing-masing.
Begituhalnya mengenai masalah hulul dan ittihad yang tetap melandasinya
dengan apa yang terdapat didalam ajaran al-Quran dan hadis. Artinya tasawuf Junaid
al-Baghdady ini tetap memandang bahwa pentingnya syariat demi mencapai akhirat.
Dimana, ajaran tasawuf al-Junaid ini sama dengan ajaran tasawuf Al-Muhibbi yang
memberi tekanan besar pada disiplin diri atau lebih sepesifik pada disiplin kalbu. Ia
memperjelas antara orientasi ukrawi dan moralitas.7
Dari ajaran tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi ini sangat jelas bahwasanya, orang sufi itu
tetap diwajibkan menjalankan syariat untuk mencapai kehadirat Ilahi Rabbi. Tanpa
menjalankan syariat, seseorang tidak akan sampai kepada Allah SWT.
D. Pandangan Al-Junayd al-Baghdadi terhadap zuhud
Pada umumnya orang memahami Zuhud sebagai sikap hidup para sufi yang
meninggalkan

kebahagiaan

duniawi.

Mereka

membekali

diri

untuk

mengejar

kehidupan dan kebahagiaan akhirat semata, seolah tidak peduli dengan urusan
duniawi atau urusan orang lain di sekitarnya. Jangankan urusan duniawi orang lain,
untuk kebutuhan hidupnya sendiri pun terkadang ia tidak terlalu peduli.
Pemahaman seperti itu jelas kurang tepat. Sebab banyak sufi tidak mengartikan
zuhud seperti itu. Menurut Al-Junayd al-Baghdadi (210-298 H), misalnya, justru sangat
tidak menyukai sikap zuhud demikian. Menurut dia, zuhud model itu hanya akan
membawa orang, termasuk sufi, pada kondisi yang tidak menggembirakan. Padahal
7 Al-harist al-Muhasibi, Sederhana penuh berkah,. Diterjemahkan dari al-Wasaya: karangan
Abu Abdillah al-harist ibn Hasan al-Muhasibi. (Al-haramain, singapurah dan Jeddah, Tt. ( PT.
Serambi Alam Semista, 2006), 18.
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

konsep Zuhud adalah dimana kita tetap memiliki harta, namun tidak terlalu
mencintainya. Hal ini seperti yang dikatakan Husyain Assabuni bahwa tidak ada zuhud
itu meninggalkan harta, akan tetapi bagaimana menggantinya dengan jalan rasa takut
didalam hati dan tidak thama.8
Aplikasi zuhud, menurut Al-Junayd al-Baghdadi, bukanlah meninggalkan kehidupan
dunia sama sekali, melainkan tidak terlalu mementingkan kehidupan duniawi belaka.
Jadi, setiap Muslim termasuk juga para sufi, tetap berkewajiban untuk mencari nafkah
bagi penghidupan dunianya, untuk diri dan keluarganya. Letak zuhudnya adalah, bila
ia memperoleh rezeki yang lebih dari cukup. ia tidak merasa berat memberi kepada
mereka yang lebih memerlukannya.
Berdasarkan pemahaman dan penghayatan Junayd al-Baghdadi tentang zuhud
ini, maka tidak berlebihan kalau kemudian ia disebut sebagai Sufi yang moderat.
Kemoderatan Junayd al-Baghdadi dalam bertasawuf jelas terlihat ketika ia bicara soal
zuliud misalnya. Karena. zuhud merupakan pangkal atau dasar dari segala ajaran yang
terkandung dalam sufisme yang diyakini oleh setiap sufi. Untuk menjadi sufi, setiap
orang harus terlebih dulu menjalani zuhud atau menjadi zahid. Untuk menjadi zahid,
seorang sufi harus melepaskan kesenangannya pada benda-benda yang selama ini
telah memberinya kenikmatan duniawi. Sebab kesenangan kepada duniawi diyakini
sebagai pangkal segala bencana. Sedangkan bencana yang paling besar bagi setiap
sufi adalah ketika mereka tidak dapat mendekati dan bersatu dengan Tuhan.
Menurut Junayd al-Baghdadi, setiap Muslim, termasuk juga para sufi, seharusnya
mengikuti jejak Rasulullah saw, yaitu menjalani kehidupan ini seperti manusia biasa,
menikah, berdagang, berpakaian yang pantas. tapi juga dermawan, la tidak suka
dengan sifat manusia yang apatis.
Kata Al-Junyad, Seorang sufi tidak seharusnya hanya berdiam diri di masjid dan
berzikir saja tanpa bekerja untuk nafkahnya. Sehingga untuk menunjang kehidupannya
orang tersebut menggantungkan diri hanya pada pemberian orang lain. Sifat-sifat
seperti itu sangatlah tercela. Karena sekali pun ia sufi, ia harus tetap bekerja keras

8 Sayyid Muhammad bin Muhammad Husaain Assabuni, Ittihafussadatil Muttaqin: bisyarahi


ihya ulumuddin. Juz II, (Bairut: Darul Kutubul Ilmiyah, 1409), 634.
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

untuk menopang kehidupannya sehari-hari. Dimana jika sudah mendapat nafkah,


diharapkan mau membelanjakannya di jalan Allah SWT.9
Konsep taswuf Al-Junyad sperti itu dapat diterapkan pada keadaan zaman sekarang
ini, karena pada kehidupan modern kali ini tidak mungkin seseorang melakukan zuhud
yang meninggalkan kehidupan dunia secra total karena masih banyaknya tanggung
jawab yang harus di pikilnya serta diperlukan adanya interaksi dengan banyak orang
serta urusan dunia yang lain. Maka dengan demikian konsep zuhud yang ditawarkan
Al-Junyad yang sangat cocok dengan tantangan zaman kali ini.
Selain itu, meski Al-Junayd seorang sufi, ia tidak melulu membicarakan soal
tasawuf

saja,

tetapi

juga

berbagai

masalah

lain

yang

berhubungan

dengan

kemaslahatan umat Islam. Inilah juga yang membuat Al-Junayd agak berbeda dengan
para sufi pada umumnya.
Misalnya. Al-Junayd sangat peduli terhadap berbagai penyakit yang timbul di
masyarakat. Menurut dia, di dalam masyarakat lebih banyak ditemukan orang yang
sakit jiwa ketimbang mereka yang sakit jasmani. Itu lantaran jiwa lebih sensitif dan
lebih rapuh ketimbang fisik, sehingga jiwa lebih mudah menderita. Lebih lanjut,
penyakit jiwa ini lebih merusak jika dibandingkan dengan penyakit fisik. Sebab
penyakit tersebut lebih mudah menggerogoti jiwa dan moral manusia. Sedangkan jika
jiwa seorang sudah rusak, maka dengan mudah ia akan terseret pada berbagai
perbuatan yang menyalahi ajaran agama, yang lebih jauh akan menggiringnya masuk
ke dalam neraka.10
E. Al-Baghdadi dalam hal Ittihad dan Hulul
Berbicara Ittihad yang dikembangkan oleh al-Busthami dan Hulul yang dipopulerkan
oleh al-Hallaj atau konsep cinta dan menyatu dengan Allah sangatlah menarik dalam
taswwuf. Sehingga, Radikalisme dan liberalisme tasawuf dapat kita amati dalam
fenomena ittihad dan hulul tersebut, yang keduanya memiliki kesamaan dalam
menafikan realitas konkret manusia.

9 http://ahmedelkariem.blogspot.com/2010/01/junaid-al-baghdadi.html. 06-12-11.
10 AI-Qushairy, AI-Risalah ai-Qushairiyah,(Kairo: Dar al-Kutub al-Arabiyah al-Kubra, 1912),10.
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

Keliaran pemikiran semacam itu dalam pandangan Junayd al-Baghdadi, tidaklah


benar. Baginya, dunia tasawuf harus tetap berpijak pada realitas konkret manusia.
Pencapaian tertinggi dalam dunia tasawuf hanyalah sampai level mahabbah dan
marifah. Dengan demikian eksistensi konkret hamba (ubudiah) tetap terpisah dari
eksistensi tuhan (uluhiah). Menurut Al Junaid, syariat tetaplah penting dalam menuju
mahabbah dan marifah.11 Kendati demikian, dari pemahan itu, manusia menurut AlJunyad bisa mendekati bahkan bersatu dengan Tuhan melalui tasawuf. Dan untuk
mencapai kebersatuan itu, orang harus mampu memisahkan ruhnya dari semua sifat
kemakhlukan yang melekat pada dirinya. Walau begitu, kata Al-Junayd, sufisme adalah
suatu sifat (keadaan) yang di dalamnya terdapat kehidupan manusia. Artinya,
esensinya memang merupakan sifat Tuhan, Tapi gambaran formalnya (lahirnya) adalah
sifat manusia.
Di sinilah Junayd al-Baghdadi ingin menegaskan bahwa sesungguhnya diri manusia
telah dihiasi dengan sifat Tuhan, Sehingga, kondisi tingkat tertinggi dari suatu
pengalaman sufistik yang dicapai seorang sufi pada persatuannya dengan Tuhan, juga
dapat dilukiskan. Pada tingkat ini seorang sufi akan kehilangan kesadarannya, la tidak
lagi merasa memiliki hubungan dengan lingkungannya. Seluruh perhatiannya hanya
tertuju buat Tuhan dengan kehilangan kesadarannya akan keduniaan, maka ia
otomatis sedang berada dengan Tuhan.
Pada tingkat yang demikian. seorang sufi merasakan tidak ada lagi jarak antara
dirinya dengan Tuhan. Karena sifat-sifat yang ada pada dirinya semuanya sudah
digantikan dengan sifat Tuhan. Segala kehendak pribadi manusia lenyap, digantikan
dengan kehendakNya.
Ketika Al-Junayd al-Baghdadi ditanya mengenai al-Haaq yang dilontarkan pada
diri al-Hallaj. Ia tidak mengartikan hal itu langsung kepada arti Allah SWT, Tetapi ia
mengartikan al-Haqq itu merupakan lawan dari al-Bathil. Al-Hallaj dibunuh dijalan yang
benar.12 Artinya, kata al-Haqq yang dikatakan oleh al-Hallaj tersebut menandakan
bahwa ia adalah sesuatu yang benar bukanlah Allah SWT. Terlepas dari itu, dapat kita
11 http://wwwahamid.blogspot.com/2011/05/tasawwuf-al-imam-junaid-al-baghdadi-ra.html
12 Syekh Mudzaffer Ozak al-Jerrahi. Dekap aku dalam kasih sayangmu: Jalan Cinta pendamba
Ridha Allah. Penerjemah serambi, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semista, 2006 ), 73.
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

lacak apakah pernyataan al-Hallaj itu ada latar belakang dari apa yang dikatakan.
Karna pada saat itu terdapat suatu kekuasan yang besar yang mungkin kebijakannya
lepas dari ajaran agama, yang mendorong dirinya berkata demikian.
Al-Junayd al-Baghdadi bahkan berkata, bahwa yang mengetahui Allah hanyalah Allah
sendiri. Demikian pula dengan orang yang dicintai Allah (Nabi Muhammad) yang telah
dibukakan tabir 70.000 tabir hijab, hanya tinggal satu hijab antara ia dengan-Nya. 13
Hal itu dapat kita pahami dalam perjalanan Rasulullah saat kejadian Miraj. Begitu
halnya dengan Nabi-Nabi lain disaat ia berhadapan dengan Allah, beliau tidak mampu
melihat secara langsung. Apalagi manusia biasa yang derajatnya jauh dari Derajat
kenabian itu sendiri.
Bahakan Al-Junayd al-Baghdadi memperlihatkan sikap cukup keras terhadap orang
yang mengabaikan syariat. Ketika diceritakan kepadnya tentang orang yang telah
mencapai marifat, kemudian ia dibebaskan oleh Allah dari amal ibadah. Ia justru
berkata bahwa orang tersebut sebenarnya berada dalam lumuran dosa dan mereka
lebih berbahya dari pada pencuri serta pembuat keonaran.14
Dalam hal ini, Al-Junayd al-Baghdadi ingin menegaskan bahwasanya walaupun orang
telah menyatu dengan Allah SWT. Baginya tetap dikenakan kewajiban melaksankan
aturan-aturan syariat, yang menandakan bahwa Manusia tetaplah manusia yang tidak
akan berupah posisinya menjadi Allah SWT. walaupun ia sedang merasa dalam
keadaan Ittihat ataupun Hulul itu sendiri.
Maka dengan demikian, untuk mencapai persatuan kepada Tuhan, menurut AlJunayd al-Baghdadi. manusia harus menyucikan batin, mengendalikan nafsu, dan
rnembersihkan hati dari segala sifat-sifat kemakhlukan. Setelah kebersatuan dengan
Tuhan itu tercapai, seorang sufi kembali tersadar. Dan selanjutnya harus mengajak
umat dan membimbingnya ke jalan yang diyakininya. Maksud dari apa yang
ditawarkan Al-Junyad ini, diharapkan agar oaring yang bertaswuf harus seimbang

13 Syekh Tosun Bayrok al-Jarrahi, Asmaul husna, makna dan khasiat. Penerjemah, Nuruddin
Hidayat, (Jakarata: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007 ), 21.
14 Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa: pemikiran dan gerakan Islam KH. Ahmad Rifai
kalisasak, (Yogyakarta: LkiS, 2001), 119.
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

antara urusan dunia dan ahirat serta bagaimana didalam perakteknya adanya
keterkaitan antara syariat dan hakekat itu sendiri.
B. Al-Qusyairi An-Naisabury

Nama lengkapnya adalah Abd al-Karim ibn Hawazin ibn Abd al-Malik ibn
Thalhah Al-Qusyairi dilahikan pada bulan Rabi al-Awwal 376 H. / 986 M. di kota kecil
Ustuwa, negeri yang searah dengan Naisabur, yang banyak terdapat dusun-dusun
tempat kelahiran cendekiawan dan ulama-ulama terkenal.15
Dari pihak ayahnya, Abul Qasim adalah keturunan Bani Qusyayr, salah satu suku Arab
yang tinggal di Khurasan sewaktu propinsi ini di bawah kekuasaan kaum Muslim.
Ibunya keturunan Bani Salam, yang juga adalah salah satu suku Arab. Keluarga yang
didalamnya al-Qusyairi dilahirkan tampaknya berkecukupan dan terpelajar.
Paman

al-Qusyairi

dari

pihak

ibunya,

Abu

Uqayl

Abd

al-Rahman

ibn

Muhammad, menguasai sejumlah desa di Ustawa. Dia adalah seorang pakar hadits
terkenal, dan salah seorang pengajar awal al-Qusyairi dalam disiplin ini. Beliau masa
mudanya sudah menguasai bahasa Arab dengan baik dalam waktu singkat, dan beliau
belajar kecakapan berkuda dan penggunaan senjata kepada Abul Qasim al-Yamani,
kecakapan yang umumnya tidak dinisbatkan kepada seorang guru-guru sufi. Pada
suatu waktu al-Qusyairi menyadari bahwa desa yang penguasaannya dilimpahkan oleh
ayahnya kepadanya dikenakan pajak yang semakin tinggi. Merasa berkewajiban
mencegah terulangnya tindakan-tindakan salah seperti itu, dia memutuskan pergi ke
Nisyapur, mengkaji akuntansi dan Aritmatika,dan bergabung dalam pengelolaan
administrasi keuangan.
Tidak mengherankan bahwa al-Qusyairi, yang menguasai bahasa Arab dengan
baik, segera terpalingkan dari disiplin akuntansi kepada ilmu-ilmu keislaman.
Perubahan tersebut disebabkan oleh perjumpaannya dengan guru sufi Abu Ali alDaqqaq, putra Junayd al-Baghdadi (w. 297 H/ 910 M). al-Qusyairi menyatakan bahwa
dia sangat mentakzimkan (Amat hormat dan sopan) al-Daqqaq, sampai-sampai dia
15 Imam Qusyairi Al-Naisaburi, Allah Dimata Sufi : Penjelajahan Spiritual Bersama Asma AlHusna / Imam Al-Qusyairi Al-Naisaburi; penerjemah, Sulaiman Al-Kumayi, (Jakarta : Atmaja :
2003), cet. 1, hlm. 15
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

selalu berpuasa dan melakukan ghusl (mandi bersuci) pada hari dia akan pergi
menumuinya. Sekalipun begitu, dai masih gemetar di hadaan al-Daqqaq. Atas
kepatuhannya ini, al-Daqqaq memberikan ganjaran dengan memilihnya sebagai
muridnya yang terkemuka dan mengawinkannya dengan anak perempuannya,
Kadbanu Fathimah.
Yang paling penting bagi al-Qusyairi adalah kajian hadits. Selama hidupnya, alQusyairi mengkaji hadits bersama sedikitnya tujuh belas pakar hadits, dan selanjutnya
mengajarkan hadits kepada enam puluh murid. Dari pengkajian hadits, al-Qusyairi
mendapatkan bukan saja penguasaan atas sunnah dan aplikasinya pada sufisme,
tetapi juga metodologi yang ditempuhnya dalam menulis al-Risalah, kumpulan hadits.
Al-Daqqaq mengirimkan al-Qusyairi untuk belajar kepada Abu Bakr Muhammad
ibn Bakr al-Thusi, mufti Nisyapur yang bermadzhab Syafii. Bersamanya, al-Qusyairi
mengkaji bukan saja hadits, tetapi juga fiqh madzhab Syafii, yang kepadanya dia
tetap mencurahkan perhatian sepanjang hidupnya.Dan kemudian bersama Abu Bakr
Muhammad ibn Hasan ibn Furak (w.406 H/ 1015 M), dia mengkaji baik hadits maupun
teologi Asyari. Pendidikan formalnya dalam sains-sains keagamaan tampaknya selesai
di bawah bimbingan Abu Ishaq Isfaraini (w. 418 H/ 1027 M), seorang sarjana yang
mengelola madrasahnya sendiri di Nisyapur.16
Al-Daqqaq meninggal pada tahun 412 H/ 1021 M, dan al-Qusyairi melanjutkan
pelatihan sufinya bersama tokoh terkenal lain dari Nisyapur, Abu Abd al-Rahman alSulami. Tetapi periode yang ditempuh di bawah bimbingannya jelas singkat, lantaran
Sulami meninggal di kemudian hari pada tahun yang sama, dan al-Qusyairi tampaknya
selalu menganggap dirinya sebagai murit Abu Ali al-Daqqaq.17
Pada tahun 432 H / 1040 M, saat mana al-Qusyairi sebagai seorang sufi dan
cendikiawan benar-benar masyhur, kota Nisyapur beralih dari kekuasaan Dinasti
Ghazwany kepada penerusnya, Dinasti Saljuk. Banyak masalah yang muncul pada
tahun 446 H/ 1054 M ketika al-Qusyairi menulis surat terbuka kepada para ulama di
16 Abd al-Karim ibn Huwazin al-Qusyayri, Risalah Sufi al-Qusyayri, penerjemah Ahsin
Muhammad, diterjemah dari Principles of Sufism, (Bandung : Pustaka : 1994), cet. 1, bagian
pendahuluan hlm. v vii.
17 Ibid, Abd al-Karim ibn Huwazin al-Qusyayri, hlm. viii
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

dunia Muslim, yang mengeluhkan gangguan yang dialami oleh kaum Asyari-Syafii
(Keluhan Ahli Sunnah (Kaum Sunni) berkenaan dengan penganiyaan yang telah
menimpa mereka). Selanjutnya, al-Kunduri (perdana menteri) memerintahkan agar
al-Qusyairi dan tokoh-tokoh Nisyapur yang lain ditahan. Sebagian dari mereka,
termasuk teolog besar Asyari Imam al-Haramayn al-Juwayni (w. 478 H/ 1087 M),
berhasil melarikan diri dan pergi ke Makkah; al-Qusyairi dipenjarakan di penjara
Nisyapur. Pengaruhnya tidak berlangsung lama. Abu Sahl, rais madzhab Syafii di
Nisyapur, mengumpulkan kekuatan yang besar, memporakporandakan penjara dan
melepaskan al-Qusyairi. Dengan cara yang agak kurang bijak, Abu Sahl menemui
Tughril (pemimpin dinasti Saljuk) di Rayy, seraya berusaha membenarkan tindakantindakannya. Dia dipenjarakan secara paksa atas perintah al-Kunduri. Al-Qusyairi pergi
ke Baghdad, tempat dia diterima dengan baik oleh Khalifah Abbasiyah al-Qaim bin
Amrillah yang memintanya mengajarkan hadits di istana dan oleh ulama di kota
tersebut.18
Pada bulan-bulan pertama tahun 465 H (1074 M) mulai terlihat kemunduran
kesehatannya, kelemahan sudah mulai mengalahkan kemampuannya. Walau kondisi
sudah demikian, ia masih tetap juga berusaha agar dapat tetap mendirikan sholat
dengan berdiri. Namun takdir bicara lain, karena usia yang sudah lanjut dan kesehatan
semakin menurun, maka sebelum terbit matahari tanggal 16 Rabiul Akhir tahun 465 H/
1074 M, ia kembali pada penciptanya. Ia dimakamkan bersebelahan dengan syekh dan
mertuanya, Abu Ali al-Daqqaq, yang samapi saat ini makamnya tidak pernah sepi dari
peziarah. Al-Qusyairi mempunyai enam orang putra : tiga orang dari Kadbanu
Fathimah, yang sendirinya adalah seorang wanita, yang memiliki reputasi kesarjanaan,
dan tiga orang dari isteri keduaanya, anak perempuan Ahmad ibn Muhammad alCharkhi al-Baladi. Beberapa dari putra-putranya ini menjadi sarjana-sarjana terkenal
dalam masing-masing disiplin mereka.
Maha guru syeikh ini menunaikan kewajiban haji bersamaan dengan para ulama
terkenal, antara lain adalah syeikh Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf al-Juwainy,
salah seorang Ulama tafsir, bahasa dan fiqih, Syeikh Abu Bakr Ahmad ibnul Husain albaihaqy, seorang ulama pengarang besar, dan sejumlah besar ulama-ulama masyhur
yang sangat dihormati ketika itu. Dikisahkan diantara salah satu dari sekian karamah
18 Ibid, Abd al-Karim ibn Huwazin al-Qusyayri, hlm. ix xi
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

Maha Guru syeikh al-Qushayri ini, antara lain memiliki kuda, hadiah dari seseorang.
Kuda itu mengabdi kepada syeikh selama 20 tahun. Ketika syeikh meninggal, si kuda
amat sedih. Selama seminggu ia tidak mau makan hingga kuda itu pun mati.
A. Corak pemikiraan al-Qusyairi Risalah al-Qusyairi
Pada abad V hijriyah yaitu abu al-Qasim Abdul al-Karim bin Hawazin Bin Abd alMalik Bin Thalhah al-Qusyairi atau lebih dikenal dengan al-Qusyari (471 H.) al-Qusyairi
menulis al-Risalah al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid.19
Kemasyhuran al-Qusyairi terletak terutama pada al-risalahnya yang umumnya dikenal
barangkali lebih tepat sebagai al-Risalah al-Qusyairiyah. Karyanya ini terkadang
diberi judul al-Risalah ila al-Shufiyah (Surat-surat Kepada Para Sufi), karena sebagian
besar buku ini dimaksudkan, paling tidak secara formal, sebagai pesan al-Qusyairi
kepada kaum sufi yang sezaman dengannya. Seperti banyak sufi masa awal, alQusyairi terluapi kekecewaan yang mendalam terhadap situasi masa itu yang benarbenar merosot. Muncul kelompok yang berpikiran dangkal dan menipu, sembari
menyerukan sufisme secara salah, mengklaim telah mencapai tingkat-tingkat spiritual
yang membebaskan diri mereka dari kewajiban melaksanakan syariat. Niat al-Qusyairi
tidak lain adalah menangkal pengaruh mereka dengan menyuguhkan tulisan akurat
dan komprehensif tentang kehidupan, ajaran dan praktik para tokoh awal dan yang
paling otoritatif, yang musti diteladani oleh kaum sufi bukan satu-satunya kelompok
pembaca yang dimaksud. Al-Qusyairi juga berikhtiyar mendemonstrasikan kepada
seluruh pembaca kelayakan syariy praktik-praktik sufi yang khas, seperti sama dan
menunjukkan bahwa ajaran kaum sufi identik dengan ajaran Ahli Sunnah (Kaum Sunni)
(dalam formulasi Asyariyah).
Sebenarnya kitab ini ditulis Qusyairi terhadap golongan orang-orang Sufi dalam
beberapa negara Islam dalam tahun 437 H, tetapi kemudian tersiar luas ke seluruh
tempat, karena isinya ditujukan mengadakan perbaikan mengenai ajaran-ajaran Sufi,
yang pada waktu itu telah banyak menyimpang dari sumber Islam. Hal ini di singgung
juga oleh al-Ghazali dalam kitabnya Minhajul Abidin .

19 Nasiruddin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang : RaSail Media Group : 2010), cet.1, hlm. 29,
lihat juga Hamka, Tasauf perkembangan dan pemurnian, (Jakarta : PT. Pustaka Panjimas :
1994), cet. XIX, hlm. 89
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

Zaman telah berakhir bagi jalan ini. Tidak, bahkan jalan ini telah menyimpang
dari hakikat realitas. Telah lewat zaman para guru yang menjadi panutan mereka.
Tidak banyak lagi generasi muda yang mau mengikuti perjalanan dan kehidupan
mereka. Sirnalah kerendahan hati dan punahlah sudah kesederhanaan hidup.
Ketamakan

semakin

menggelora

dan

ikatannya

semakin

membelit.

Hilanglah

kehormatan harga dari kalbu. Betapa sedikit orang-orang yang berpegang teguh pada
Agama. Banyak orang yang menolak membedakan masalah halal haram. Mereka
cenderung meninggalkan sikap menghormati orang lain dan membuang jauh rasa
malu. Bahkan, mereka merasa enteng pelaksanaan ibadah , melecehkan puasa dan
shalat, dan terbuai dalam medan kemabukan. Mereka jatuh dalam pelukan nafsu
syahwat dan tidak peduli sekalipun melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan.
Pendapat Al-qusyairi diatas barangkali terlalu berlebihan. Namun, apapun masalahnya,
paling tidak, hal itu menunjukkan bahwa tasawuf pada masanya mulai menyimpang
dari perkembangannya yang pertama, baik dari segi akidah atau dari segi-segi moral
dan tingkah laku.
Oleh karena itu pula, Al-qusyairi menyatakan bahwa ia menulis risalahnya
karena dorongan rasa sedihnya melihat apa-apa yang menimpa jalan tasawuf. Ia tidak
bermaksud

menjelek-jelekkan

mendasarkan

diri

pada

salah

seorang

penyimpangan

dari

sebagian

kelompok

tersebut

penyerunya.

dengan

Risalahnya

itu,

menurutnya sekedar pengobatan keluhan atas apa yang menimpa tasawuf pada
masanya.
Dalam

halaman-halaman

awal

al-risalah,

al-Qusyairi

menjelaskan

tujuan

penulisan karyanya. Pada dua bab pertama, dia mendiskusikan ajaran kaum sufi,
memberikan tekanan khusus pada tauhid dan hubungan sifat-sifat Tuhan dengan Zat
Tuhan. Selanjutnya diikuti dengan bagian utama pertama buku itu : uraian tentang 83
sufi masa lampau. Sesudah menguraikan secara ringkas sufi-sufi tersebut dan
karakteristik-kateristik

ajaran

mereka

masing-masing,

al-Qusyairi

menyuguhkan

ucapan-ucapan pilihan sufi-sufi tersebut. Patut dicatat bahwa sejumlah syaikh zaman
sekarang disebutkan di berbagai tempat dalam al-risalah, tetapi tak seorang pun,
bahkan Abu Ali al-Daqqaq, guru al-Qusyairi sendiri, mempunyai bagian khusus
membahas dirinya dalam uraian biografis dalam karya itu. Al-Qusyairi kemungkinan
besar ingin bersikap bijaksana berkenaan dengan tokoh-tokoh yang masih hidup.
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

Selanjutnya buku itu menampilkan suatu bagian panjang tentang terminologis


sufisme, dengan masing-masing istilah dianalisis dalam hubungannya, pertama-tama,
dengan segi etimologis dan pemakaian umumnya, dan selanjutnya penerapan
khususnya pada sufisme. Bagian ini diikuti dengan serangkaian bab yang membahas
berbagai maqam dan keadaan yang dilintasi sang sufi dalam perjalanan spiritualnya.
Masing-masing dari bab-bab ini diperkenalkan dengan kutipan-kutipan berupa ayatayat al-Quran dan hadits, yang selalu disertai isnad penuh, dan disusun berdasarkan
urutan logis diktum-diktum para otorita masa lalu. Akhirnya, al-Qusyairi membahas
berbagai aspek praktik sufi, termasuk teknik-teknik dalam menempuh perjalanan
spiritual, hubungan murid dengan syekh dan dengan sesama murid, bolehnya
melakukansama,
semuanya,

makna

perlunya

kewalian

melaksanakan

(wilayah),
syariah

signifikansi
secara

mimpi,

permanen

dan,
dalam

di

atas

seluruh

rinciannya. Dan dengan panjang lebar juga diuraikanannya tentang pengertian


mujahadah, khalwat, uzlah, muraqabah, sabar, syukur, khauf, raja, dan sifat-sifat lain
yang diperlukan keterangannya agak mendalam oleh orang-orang suluk.
Memang kitab ini memperlihatkan perbedaannya dari kitab-kitab lai, dari satu
pihak karena pengupasannya bersifat ilmiyah, dan dari lain pihak pengupasan itu
didasarkan atas ucapan-ucapan dan pandangan-pandangan bermacam-macam guruguru thariqat yang sudah ternama.
B. Karya-karya al-Qusyairi
Imam Al-Qushayri dikenal sebagai seorang Ulama lebih dari satu disiplin ilmu. Di
atas semua disiplin ilmu, ia adalah seorang sufi besar, seorang pengarang dalam
bidang tasawuf dan ilmu-ilmu islam. Karena itu tidak aneh bila karya-karyanya cukup
banyak. Di sini akan disebutkan karya-karyanya menurut abjad (arab) sebagai berikut :
1.
2.
3.

Ahkamus Syari.
Adabus Shufiyah.
Al-Arbaun fil hadits (sebuah kitab hadist yang disajikan oleh Syeikh Al-Qushayri,

berjumlah 40 hadist Rasulullah SAW, dengan sanad yang muttasil dari gurunya sendiri,
Abu ali ad-Daqqaq).
4.

Istifadhatul Muradat.

TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

5.

Bulghatul Maqashid fit-Tasawwuf.

6.

At Tahbir fit-Tadzkir.

7.

Tartibus Suluk fi thariqillaahi Taala: (merupakan suatu risalah).

8.

At Tauhidun Nabawy.

9.

At Taisir fi Ilmit Tafsir : (buku ini disebut At-Tafsirul Kabir yang merupakan buku

pertama yang disusun oleh Maha Guru. Buku itu diselesaikan tahun 410 H. Menurut
Ibnu Khalikan, tajuddin as-Subky dan Jalaludin as-Suyuthy sepakat bahwa tafsir
tersebut merupakan tafsir terbaik.
10. Al Jawahir.
11. Hayatul Arwah, wad-Dalil ila Thariqil Ishlah.
12. Diwan Syir.
13. Adz-Dzikr wadz-Dzaakir.
14. Ar- Risalatul Qusyairiyah fi Ilmit-Thasawwuf, yang ditulis pada tahun 438H.
15. Siratul Masyayikh.
16. Syarhul Asmaail Husna.
17. Syakayatu Ahlis Sunnah maa Naalahum minal mihnah.
C. Al-Harawi
Nama lengkapnya adalah Abu isma`il `Abdullah bin Muhammad al-Ansari. Beliau
lahir tahun 396 H. di Heart, kawasan khurasan.Seperti dikatakan Louis Massignon, dia
adalah seorang faqih dari madzhab hambali; dan karya-karyanya di bidang tasawuf
dipandang amat bermut. Sebagai tokoh sufi pada abad kelima Hijriyah, dia
mendasarkan

tasawufnya

memandangnya

di

atas

sebagai pengasas

doktrin
gerakan

Ahl

al-Sunnah.

Bahkan

pembaharuan dalam

ada

tasawuf

yang
dan

penentang para sufi yang terkenal dengan ungkapan-ungkapan yang anah, seperti alBustami dan al-Hallaj.

TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

Di antara karya-karya beliau tentang tasawuf adalah Manazil al-Sa`irin ila Rabb
al-`Alamin. Dalam dalam karyanya yang ringkas ini, dia menguraikan tingkatantingkatan rohaniyah para sufi, di mana tingakatan para sufi tersebut, menurutnya,
mempunyai awal dan akhir, seperti katanya; kebanyakan ulama kelompok ini
sependapat bahwa tingkatan akhir tidak dipaandang benar kecuali dengan benarnya
tingkatan awal, seperti halnya bangunan tidak bias tegak kecuali didasarkan pada
fondasi. Benarnya tingkatan awal adalah dengan menegakkannya di atas keihklasan
serta keikutannya terhadap al-Sunnah.
Dalam kedudukannya sebagai seorangpenganut paham sunni, al-harawi
melancarkan kritik terhadap para sufi yang terkenal dengan keanehan ucapanucapannya, sebagaimana katanya. Dalam kaitannya dengan masalah ungkapanungkapan sufi yang aneh tersebut, al-Harwi berbicara tentang maqam ketenangan
(sakinah). Maqam ketenangan timbul dari perasaan ridha yang aneh. Dia mengatakan:
peringkat ketiga (dari peringkat-peringkat ketenangan) adalah ketenagan yang timbul
dari

perasaan

ridhaatas

bagian

yang

diterimanya.

Ketenangan

tersebut

bias

mencegah ucapan aneh yang menyesatkan ; dan membuat orang yang mencapainya
tegak pada batas tingkatannya. yang dimaksud dengan ucapan dengan ucapan yang
menyesatkan itu adalah seperti ungkapan-ungkapan yang diriwayatkan dari Abu yazid
dan lain-lain. Berbeda dengan al-Jinaid, Sahl al-Tusturi dan lainnya; karena mereka ini
memiliki ketenangan yang membuat mereka tidak mengucapkan ungkapan-ungkapan
yang anah. Karena itu dapat dikatakan bahwa ungkapan-ungkapan yang aneh tersebut
timbul dari ketidak tenangan, sebab, seandainya ketenangan itu telah bersemi di
kalbu, maka hal itu akan membuatnya terhindar dari mengucapkan ungkapanungkapan yang menyesatkan tersebut.
Kemudian yang dimaksud dengan batas tingkatan adalah tegaknya seorang
sufi pada batas tingkatan kedudukannya sebagai seorang hamba. Tegasnya, di sekalikali tidak melewati tingkatan kedudukannya sebagai seorang hamba.Ketenangan
tersebut, menurut al-harawi, tidak di turunkan kecuali pada kalbu seorang nabi atau
wali.

TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

BAB III
Kesimpulan
Dari uaraian pemikiran tasawuf menurut ulama modern diatas dapat disimpulkan
bahwa:
1. Nama lengkap al-Baghdadi ialah Abu AI-Qasim Al-Junayd bin Muhammad AlJunayd AI-Khazzaz Al-Qawariri, lahir sekitar tahun 210 H di Baghdad, Iraq, la
berasal dari keluarga Nihawand, keluarga pedagang di Persia, yang kemudian
pindah ke Iraq. Ayahnya, Muhammad ibn Al-Junayd. Ia adalah murid dari Sirri alSaqati dan Haris al-Muhasibi.
2. Sementara penegrtian tasawuf menurut Al-Junayd al-Baghdadi adalah Tasawuf
adalah Mengenal Allah, sehingga hubungan antara kita dengan-Nya tiada
perantara. Ajarannya dengan melakukan semua akhlak yang baik menurut
sunah rasul dan meninggalkan akhlak yang buruk dan melepaskan hawa nafsu
menurut kehendak Allah serta Merasa tiada memiliki apapun, juga tidak di miliki
oleh sesiapa pun kecuali Allah SWT.
3. Adapun ciri tasawuf

Al-Junayd al-Baghdadi yaitu adanya keterkaitan antara

syariat dan hakekat yang dilandasi dengan ajaran-ajaran dari al-Quran dan
Hadis.
4. Aplikasi

zuhud,

menurut

Al-Junayd

al-Baghdadi,

bukanlah

meninggalkan

kehidupan dunia sama sekali, melainkan tidak terlalu mementingkan kehidupan


duniawi belaka.
5. Konsep Ittihad dan Hulul yang menampakkan bahwa sufi seakan derajatnya
sama dengan Allah menurut Junayd al-Baghdadi tidaklah benar. Baginya, dunia
tasawuf harus tetap berpijak pada realitas konkret manusia. Pencapaian tertinggi
dalam dunia tasawuf hanyalah sampai level mahabbah dan marifah. Dengan
demikian eksistensi konkret hamba (ubudiah) tetap terpisah dari eksistensi
tuhan (uluhiah).

TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

6. Nama lengkapnya adalah Abd al-Karim ibn Hawazin ibn Abd al-Malik ibn
Thalhah Al-Qusyairi dilahikan pada bulan Rabi al-Awwal 376 H. / 986 M. di kota
kecil Ustuwa, Iran Timur-Laut.

7. Guru-guru al-Qusyairi adalah yang pertama yaitu paman beliau sendiri yaitu Abu
Uqayl Abd al-Rahman ibn Muhammad, Abul Qasim al-Yamani, Abu Ali alDaqqaq, Abu Bakr Muhammad ibn Bakr al-Thusi, Abu Bakr Muhammad ibn Hasan
ibn Furak, Abu Ishaq Isfaraini, Abu Abd al-Rahman al-Sulami.

8. Sebenarnya kitab ini ditulis Qusyairi terhadap golongan orang-orang Sufi dalam
beberapa negara Islam dalam tahun 437 H, tetapi kemudian tersiar luas ke
seluruh tempat, karena isinya ditujukan mengadakan perbaikan mengenai
ajaran-ajaran Sufi, yang pada waktu itu telah banyak menyimpang dari sumber
Islam. Hal ini di singgung juga oleh al-Ghazali dalam kitabnya Minhajul Abidin.

9. Dalam halaman-halaman awal al-risalah, al-Qusyairi menjelaskan tujuan


penulisan karyanya. Pada dua bab pertama, dia mendiskusikan ajaran kaum sufi,
memberikan tekanan khusus pada tauhid dan hubungan sifat-sifat Tuhan dengan
Zat Tuhan. Dan dengan panjang lebar juga diuraikanannya tentang pengertian
mujahadah, khalwat, uzlah, muraqabah, sabar, syukur, khauf, raja, dan sifatsifat lain yang diperlukan keterangannya agak mendalam oleh orang-orang
suluk.

10.

Karya-karya

al-Qusyairi

diantaranya

adalah Ahkamus

Syari,

Adabus

Shufiyah, Al-Arbaun fil hadits, Istifadhatul Muradat, Bulghatul Maqashid fitTasawwuf, At Tahbir fit-Tadzkir, Tartibus Suluk fi thariqillaahi Taala: (merupakan
suatu risalah), At Tauhidun Nabawy, At Taisir fi Ilmit Tafsir, Al Jawahir, Hayatul
Arwah, wad-Dalil ila Thariqil Ishlah, Diwan Syir, Adz-Dzikr wadz-Dzaakir, ArRisalatul Qusyairiyah fi Ilmit-Thasawwuf, yang ditulis pada tahun 438H, Siratul
Masyayikh, Syarhul Asmaail Husna, Syakayatu Ahlis Sunnah maa Naalahum
minal mihnah.

11.

Nama lengkapnya adalah Abu isma`il `Abdullah bin Muhammad al-Ansari. Beliau

lahir tahun 396 H. di Heart, kawasan khurasan.Seperti dikatakan Louis Massignon, dia
adalah seorang faqih dari madzhab hambali
TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

12.

karya-karyanya di bidang tasawuf dipandang amat bermut. Sebagai tokoh sufi

pada abad kelima Hijriyah, dia mendasarkan tasawufnya di atas doktrin Ahl al-Sunnah.
Bahkan ada yang memandangnya sebagai pengasas gerakan pembaharuan dalam
tasawuf dan penentang para sufi yang terkenal dengan ungkapan-ungkapan yang anah,
seperti al-Bustami dan al-Hallaj.

13.

Di antara karya-karya beliau tentang tasawuf adalah Manazil al-Sa`irin ila Rabb

al-`Alamin.

14.

Dalam

kedudukannya

sebagai

seorangpenganut

paham

sunni,

al-harawi

melancarkan kritik terhadap para sufi yang terkenal dengan keanehan ucapanucapannya, sebagaimana katanya. Dalam kaitannya dengan masalah ungkapanungkapan sufi yang aneh tersebut, al-Harwi berbicara tentang maqam ketenangan
(sakinah)

Daftar Pustaka
Muhasibi,

Al-harist. Sederhana

penuh

berkah,.

Diterjemahkan

dari

al-Wasaya:

karangan Abu Abdillah al-harist ibn Hasan al-Muhasibi. Al-haramain, singapurah dan
Jeddah, Tt. PT. Serambi Alam Semista, 2006.
Assabuni, Sayyid Muhammad bin Muhammad Husaain. Ittihafussadatil Muttaqin:
bisyarahi ihya ulumuddin. Juz II. Bairut: Darul Kutubul Ilmiyah, 1409.
Jarrahi, Syekh Tosun Bayrok. Asmaul Husna, makna dan khasiat. Penerjemah, Nuruddin
Hidayat. Jakarata: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007.
Qushairy, AI-Risalah al-Qushairiyah. Kairo: Dar al-Kutub al-Arabiyah al-Kubra, 1912.
Al-Naisaburi, Imam Qusyairi, Allah Dimata Sufi : Penjelajahan Spiritual Bersama Asma
Al-Husna / Imam Al-Qusyairi Al-Naisaburi; penerjemah, Sulaiman Al-Kumayi, (Jakarta :
Atmaja : 2003), cet. 1
Syukur Amin, Masharudin, Intelektualisme Tasawuf, (Semarang : LEMBKOTA : 2002),
cet. 1
Abd al-Karim ibn Huwazin al-Qusyayri, Risalah Sufi al-Qusyayri, penerjemah Ahsin
Muhammad, diterjemah dari Principles of Sufism, (Bandung : Pustaka : 1994).

TASAWUF; TASAWUF DALAM PEMIKIRAN ULAMA MODERN

Anda mungkin juga menyukai