Anda di halaman 1dari 3

Anemia sel sabit adalah penyakit turunan berupa kelainan hemoglobin (hemoglobinopati),

yaitu terbentuknya hemoglobin S yang fungsinya terganggu sehingga sel darah merah
berbentuk bulan sabit. Anemia sel sabit merupakan kelainan genetik terkait gen resesif.
Anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan dua salinan
gen hemoglobin defektif, masing-masing satu dari orang tua. Hemoglobin yang cacat
tersebut, yang disebut hemoglobin S (HbS), menjadi tidak elastis dan berbentuk seperti bulan
sabit.
Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuan
untuk bergerak dengan mudah melewati pembuluh yang sempit dan
tersangkut dalam pembuluh darah. Hal ini menyebabkan
penyumbatan aliran darah ke jaringan berikutnya. Meskipun bentuk
sel sabit ini bersifat reversible atau dapat kembali ke bentuk semula
jika saturasi hemoglobin kembali normal, sel sabit sangat rapuh dan
banyak yang sudah hancur di dalam pembuluh yang sangat kecil,
sehingga menyebabkan anemia.
Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup
120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa
dan hati dapat mengetahuinya dan akan merusaknya. Jika suatu
penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang
berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru,
sampai 10 kali kecepatan normal. Jika waktu penghancuran sel darah merah melebihi waktu
pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.
Sel-sel yang telah hancur disaring dan dipindahkan dari sirkulasi ke dalam limpa. Kondisi ini
mengakibatkan limpa bekerja lebih berat. Jaringan parut dan kadang-kadang infark (sel yang
sudah mati) dari berbagai organ, terutama limpa dan tulang, dapat terjadi. Disfungsi
multiorgan sering terjadi setelah beberapa tahun.
Kondisi-kondisi yang dapat menstimulasi sel sabit antara lain hipoksia, ansietas dan demam.
Karena limpa merupakan organ imun yang penting, infeksi, terutama yang disebabkan
bakteri, umumnya dan sering menstimulasi krisis sel sabit.
Pada saat lahir, tanda anemia sel sabit mungkin tidak terlihat karena semua bayi memiliki
jenis hemoglobin dengan tinggi kadar yang berbeda-beda, yaitu hemoglobin fetal (F).
Hemoglobin fetal tidak berbentuk sabit, tetapi hanya dapat bertahan dalam waktu kira-kira 4
bulan setelah kelahiran. Pada saat itu tanda penyakit mulai terlihat. Tanda-tanda ini
merupakan gejala klasik anemia dan tanda yang berhubungan dengan karakteristik gangguan
penyumbatan yang sangat nyeri.
Individu pengidap anemia sel sabit membawa dua gen defektif dan akibatnya hanya memiliki
hemoglobin S. Individu yang heterozigot untuk gen sel sabit (membawa satu gen defektif
dikatakan membawa sifat sel sabit. Heterozigot biasanya menggambarkan hemoglobin S pada
sekitar 30 sampai 40% sel darah merahnya, dengan hemoglobin normal dibawa oleh sel darah
merah yang tersisa. Individu ini biasanya asimtomatik.
Akar demografik anemia sel sabit kemungkinan ditemukan di area endemik malaria. Sifat sel
sabit terbukti memberikan perlindungan terhadap kerusakan sel darah merah setelah

terinfeksi mikroorganisme yang bertanggung jawab menjadi penyebab malaria. Diduga


bahwa perlindungan ini memungkinkan gen sel untuk bertahan selama proses evolusi di
daerah-daerah endemik malaria, seperti daerah khatulistiwa di Afrika. Sedangkan di Amerika
Serikat, anemia sel sabit terutama diderita oleh individu yang memiliki darah keturunan dari
area Afrika tersebut: mencapai sekitar 10% keturunan Afro-Amerika membawa sifat ini dan
kira-kira satu dari setiap 375 anak Afro Amerika lahir dengan penyakit ini.
Gambaran Klinis

Terdapat tanda anemia sistemik.

Nyeri hebat yang intens akibat penyubatan vaskular pada serangan penyakit.

Infeksi bakteri serius disebabkan kemampuan limpa untuk menyaring


mikroorganisrne yang tidak adekuat.

Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati, kadang menyebabkan


krisis akut.

anemia secara patofisiologis berbeda dengan thalasemia. Memang


anemia ada berbagai macam, mulai anemia yang sifatnya "biasa" yaitu di
mana tubuh KEKURANGAN sel darah merah (jumlahnya tidak mencukupi
sehingga tubuh menjadi kekurangan oksigen, karena salah satu fungsi
hemoglobin dalam sel darah merah adalah untuk mengikat dan mengangkut
oksigen) sampai yang merupakan bentuk kecacatan, seperti 'sickle-cell
anemia', di mana sel darah merah berbentuk seperti bulan sabit. Tetapi
perbedaan yang sangat mendasar antara anemia dan thalasemia adalah,
bahwa pada thalasemia tubuh TIDAK BISA memproduksi globin, yaitu suatu
protein pembentuk hemoglobin (hemoglobin : haeme = darah). Kalaupun
penderita thalasemia mampu memproduksi sel darah merah, biasanya usia
sel darahnya lebih singkat dan lebih rapuh (lebih mudah rusak).
Apakah anemia bisa berlanjut menjadi thalasemia, ini saya kurang paham
benar. Bisa jadi, misalnya thalasemia terbentuk karena ada mutasi gen,
akibat sering mengkonsumsi makanan berpengawet, tapi ini pun saya
tidak bisa memastikan, karena thalasemia berada dalam gen resesif,
artinya butuh sepasang gen resesif untuk bisa menyebabkan thalasemia
(ingat pelajaran genetika SMA kan?) Yang pasti, penderita thalasemia
karena memiliki sel darah merah yang sedikit dan gampang rapuh, sudah
pasti mengalami anemia. Mungkin dari para dokter ada yang bisa
menambahkan.
Untuk penjelasan ttg membesarnya limfa, yang pernah saya baca
kira-kira begini. Pada dasarnya penderita penyakit yang bersifat
hancurnya sel darah dalam waktu cepat, seperti anemia hemolitik dan
juga thalasemia (bahkan kanker darah) akan mengalami pembesaran limfa.

Pembesaran limfa ini tidak dapat diantisipasi, karena pembesaran limfa


terjadi akibat limfa 'menangkap' sel-sel darah merah dan platelet
dalam jumlah yang berlebihan. Awalnya memang limfa bertugas menangkap
sel-sel darah yang tidak normal, namun karena adanya gangguan dalam
pembentukan darah, limfa jadi membesar. Kondisi ini kemudian jadi
semacam sirkulasi, semakin besar ukuran limfa semakin banyak pula
sel-sel darah merah dan platelet yang di'tangkap'. Lama kelamaan
sel-sel darah normal pun turut ditangkap. Oleh karena itu, pada
kondisi yang sangat parah, pembesaran limfa bisa menyebabkan anemia
yang diderita penderita thalasemia menjadi lebih berat lagi, oleh
karena itu biasanya pada kondisi tertentu, limfa-nya musti diangkat.

Semoga bisa memberikan penjelasan buat Mba Auliah dan Mba Titah. Kalau
ada yg bisa menambahkan atau ada yg salah, mohon masukannya. Trims.

Anda mungkin juga menyukai