Anda di halaman 1dari 9

Oct

Penatalaksanaan Peritonitis
SRS

TINJAUAN

PUSTAKA

2.1.

Anatomi

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian belakang, struktur ini
melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding
perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis;
lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m.oblikus
abdominis eksternus, m.oblikus abdominis internus, dan m.tranversus abdominis; dan akhirnya lapis
preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan
fasianya

yang

di

garis

tengah

dipisahkan

oleh

linea

alba.3

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan dinding perut berasal
dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan
a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica
inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa
menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI
s/d

XII

dan

n.lumbalis

I.3

Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang juga melipat
untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang membatasi dinding
abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum

viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga
organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan
saraf.

Bagian-bagian

peritoneum

sekitar

masing-masing

organ

diberi

nama-nama

khusus.2

Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas, pangkalnya melekat
pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua
lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya
yang memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda
peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama olentum
majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan
kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil bernama
omentum

minus

yang

terentang

antara

lambung

dan

2.2.

liver.2

Pengertian

Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput peritoneum
parietale ataupun viserale pada rongga abdomen4,5,6. Peritonitis seringkali disebabkan dari infeksi yang
berasal dari organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering adalah perforasi dari organ lambung,
colon, kandung empedu atau apendiks. Infeksi dapat juga menyebar dari organ lain yang menjalar melalui
darah.6

2.3.

Etiologi

Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga
peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum,
kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang
menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID
(Pelvic

Inflammatory

Disease)

dan

bencana

vaskular

(trombosis

dari

mesenterium/emboli).4

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari
organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus
abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur
apendiks,

2.4.

sedangkan

stafilokokus

dan

stretokokus

sering

masuk

dari

luar.7

Klasifikasi

Infeksi peritoneal diklasifikasikan menjadi primer (spontan), sekunder (berhubungan dengan proses patologi
yang berlangsung di organ dalam), atau tersier (infeksi berulang yang terjadi setelah terapi yang adekuat).
Infeksi intaabdomen dapat dibagi menjadi lokal (localized) atau umum (generalized), dengan atau tanpa
pembentukan

abses.9

Penyebab terbanyak dari peritonitis primer adalah peritonitis yang disebabkan karena bakteri yang muncul
secara spontan (Spontaneus Bacterial Peritonitis) yang sering terjadi karena penyakit hati kronis.
Table

1.

Common

Source

Causes

of

Secondary

Peritonitis

Regions

Esophagus

Causes

Boerhaave

syndrome

Malignancy
Trauma

(mostly

penetrating)

Iatrogenic*
Stomach

Peptic

Malignancy

(eg,

adenocarcinoma,

Trauma

ulcer
lymphoma,

perforation

gastrointestinal

stromal

(mostly

tumor)
penetrating

Iatrogenic*
Duodenum

Peptic

Trauma

ulcer

(blunt

perforation

and

penetrating)

Iatrogenic*
Biliary
Stone

tract
perforation

from

gallbladder

Cholecystitis

(ie,

gallstone

ileus)

or

common

duct

Malignancy
Choledochal

cyst

Trauma

(rare)

(mostly

penetrating)

Iatrogenic*
Pancreas
Trauma

Pancreatitis
(blunt

and

penetrating)

Iatrogenic*
Small
Incarcerated
Closed
Crohn
Malignancy

bowel
hernia

Ischemic
(internal
loop

bowel
and

external)
obstruction
disease
(rare)

Meckel

diverticulum

Trauma

(mostly

Large

bowel

and

penetrating)
appendix

Ischemic

bowel

Diverticulitis
Malignancy
Ulcerative

colitis

and

Crohn

disease

Appendicitis
Colonic

volvulus

Trauma

(mostly

penetrating)

Iatrogenic
Uterus, salpinx, and ovaries Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis, tuboovarian abscess,
ovarian

cyst)

Malignancy

(rare)

Trauma

(uncommon)

*Iatrogenic trauma to the upper GI tract, including the pancreas and biliary tract and colon, often results
from endoscopic procedures; anastomotic dehiscence and inadvertent bowl injury (eg, mechanical, thermal)
are
2.

common

causes

Microbiology

of

of

leak

Primary,

in

the

Secondary,

postoperative

and

Tertiary

period.
Peritonitis

Peritonitis
(Type)

Etiologic

Organisms

Antibiotic

Therapy

(Suggested)
Class

Type

Primary

of

Gram-negative

Organism
coli

pneumoniae

Pseudomonas

(7%)

species

Proteus

(5%)

species

Streptococcus

(5%)

species

Staphylococcus

(15%)

species

Anaerobic

(40%)

(3%)

species

(<5%)>380C)

4.

Produksi

urin

berkurang

5.

Mual

dan

muntah

6.
7.

Haus
Cairan

di

dalam

rongga

abdomen

8.

Tidak

bisa

buang

9.

air

besar

atau

Tanda-tanda

kentut
syok

Nyeri perut yang terjadi merupakan nyeri yang somatik. Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada
bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya rangsangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada
dinding perut. Nyeri yang timbul dapat lokal, dan dapat pula merata pada seluruh perut tergantung luasnya
rangsangan pada peritoneum. Karena rangsangan tersebut berlangsung terus pada peritoneum, rasa nyeri
dirasakan

terus

menerus.8

Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan secara tepat letaknya dengan
jari. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses
radang.3
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan peritoneum dan menyebabkan nyeri.
Peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas
nyeri. Setiap gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam atau batuk, juga
akan menambah rasa nyeri sehingga penderita gawat perut yang disertai rangsang peritoneum berusaha
untuk

tidak

bergerak,

bernapas

dangkal,

dan

menahan

2.7.

batuk.3

Diagnosis

Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali6. Diagnosis peritonitis didapatkan dari
hasil

anamnesis,

pemeriksaan

fisik,

dan

pemeriksaan

penunjang.2

Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan nyeri
abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul
sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif,
menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale). Dalam beberapa kasus (misal:
perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara
umum/general

sejak

dari

awal.9

Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi karena
gesekan

organ

patologi

atau

iritasi

peritoneal

sekunder.9

Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen. Sifat, letak dan
perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit.
Adanya syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda
penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk menegakkan
diagnosis.3

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan
sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan,
syok,

dan

infeksi

atau

sepsis

juga

perlu

diperhatikan.3

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam dengan
temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia
disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena
mual damuntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi
yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan
produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.9

Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan ketidaknyamanan bagi
pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang
akan dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan
oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau
distended.2

Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di abdomen, auskultasi
dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah
terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau
menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus
ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar
normal.8

Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif. Bagian anterir
dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari
abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri
dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi
yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan
dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.8

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut

menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari
gerakan

atau

tekanan

setempat.3

Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas
juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien
dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara
bebas

tadi.8

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan
pemeriksaan

vaginal

untuk

membantu

penegakan

diagnosis.2,3

Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi pada peritonitis
murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau
adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan
antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar,
sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk
kemungkinan

kelainan

pada

alat

kelamin

dalam

perempuan.3

Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan, misalnya pemeriksaan
darah,

urin,

dan

feses.

Kadang

perlu

juga

dilakukan

pemeriksaan

Roentgen

dan

endoskopi.

Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat
kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses
peradangan. Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah, juga
dapat

membantu

menegakkan

demam

berdarah

yang

memberikan

gejala

mirip

gawat

perut.3

Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen 3 posisi (supine, upright and lateral
decubitus position) untuk memastikan adanya tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus.
Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis kelainan hati, saluran empedu,
dan

pankreas.3

Kadang-kadang, aspirasi cairan dengan jarum (peritoneal fluid culture) dapat digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium. Dimana cairan yang diambil diperiksa untu mengetahui organisme penyabab, sehingga dapat
diketahui antibiotik yang efektif yang dapat digunakan. Prosedur ini cukup sederhana, dan dapat dilakukan
pada

saat

pasien

berdiri

atau

pun

berbaring.6

Dalam mengevaluasi pasien dengan kecurigaan iritasi peritoneal, pemeriksaan fisik secara komplit, adalah

penting. Proses penyakit di thoraks dengan iritasi diafragma (misal: emyema), proses ekstra peritoneal
(misal: pyelonefritis, cystitis, retensi urin) dan proses pada dinding abdomen (misal: infeksi, hematoma dari
rektus abdominis) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang serupa dengan peritonitis. Selalu periksa
pasien dengan hati-hati untuk menyingkirkan hernia inkarserat yang juga menimbulkan gejala serupa.9

2.8.

Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan memuasakan pasien, pemberian
antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal,
penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik
(apendiks) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakantindakan

menghilangkan

nyeri.7

Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1) kontrol infeksi yang terjadi,
(2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki fungsi organ, dan (4) mengontrol proses inflamasi.9
Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut peritonitis. Penatalaksanaan peritonis
meliputi,

antara

1.

Pre

Resusitasi

lain:
Operasi
cairan

Oksigenasi

NGT,

DC

Antibiotika

Pengendalian

2.

Durante

Kontrol

Pencucian

sumber

infeksi

rongga

peritoneum
radikal

Irigasi
Ettapen

tubuh
Operasi

Debridement

suhu

kontinyu

lavase/stage

abdominal

repair

3.

Pasca

Balance

cairan

Perhitungan

nutrisi

Monitor

Operasi

vital
Pemeriksaan

Sign
laboratorium
Antibiotika

Anda mungkin juga menyukai