Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SINDROMA NEFROTIK
Oleh :
Cleverimania, S.Ked
Pembimbing :
Dr. Argo Pribadi, Sp.A
0 | Page
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. Dn
Umur
: 6 tahun 1 bulan
Jenis kelamin
: Perempuan
TTL
: Serang, 11 Agustus 2008
Agama
: Islam
Alamat
: BAP I Blok L 2 No. 10 RT 12 RW 3 Kel. Unyur Kec. Serang
Masuk RS
: 06 Agustus 2014
Nama Ayah
: Tn. W
Pekerjaan
: Dibawah umur
Pendidikan
: Tamat SLTA
1 | Page
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu penderita pada tanggal 02 Oktober
2014.
a. Keluhan utama :
Bengkak seluruh badan
b. Keluhan tambahan :
Pipis sedikit
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Serang diantar oleh orangtuanya dengan keluhan bengkak
seluruh badan 14 hari SMRS. Awalnya bengkak hanya di wajah dan mata, lamalama menjadi bengkak seluruh badan serta pipisnya sedikit, lalu ibu pasien
membawa ke poli RSUD Serang dan di periksa urinnya 2x. Dokter memberikan
obat pipis agar pipisnya banyak. Ibu pasien mengatakan 4 hari setelah diberi obat
itu pasien pipisnya banyak dan bengkak berkurang, setelah itu obat di hentikan. Ibu
pasien mengatakan 7 hari setelah obat dihentikan wajah dan mata pasien bengkak
lagi, secara perlahan lahan badannya juga mulai membengkak dan pipisnya
sedikit, lalu ibu pasien membawa ke poli anak RSUD Serang, dan dokter
menyarankan untuk di rawat.
Riwayat Penyakit Dahulu : Ibu pasien mengatakan bahwa pasien pernah memiliki
riwayat sakit seperti ini, bengkak seluruh tubuh dan pipis sedikit pada tahun 2011
(bulannya ibu lupa), pada awalnya pasien bengkak seluruh badan dan di bawa ke
poli anak RSUD Serang, pasien berobat jalan dengan meminum obat berwarna
hijau yang diminum 3 x sehari, berobat selama 1 tahun sampai tahun 2012
(bulannya ibu lupa), lalu setelah itu pasien tidak bengkak lagi dan pengobatan
dihentikan oleh dokter.
Riwayat Penyakit Keluarga : Di keluarga tidak ada yang pernah memiliki riwayat
bengkak di seluruh tubuh seperti pasien.
Riwayat Persalinan dan Kehamilan : Pasien lahir di bidan, lahir secara spontan
langsung menangis, berat badan lahir : 3.500 gr, panjang badan : ibu lupa, usia
kehamilan 9 bulan.
Riwayat Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I
: 6 bulan
2 | Page
Tengkurap
Duduk
Berjalan
Bicara
Membaca dan menulis
Kesan
: 3 bulan
: 7 bulan
: 12 bulan
: 18 bulan
: 4 tahun
: Perkembangan anak sesuai usia.
Riwayat Imunisasi :
BCG
: Ya
Hepatitis B
: Ya
Polio
: Ya
DPT
: Ya
Campak
: Ya
Kesan
: Imunisasi dasar lengkap.
3 | Page
: Sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Berat badan
: 19 kg
Berat badan normal : 17 kg
Luas permukaan tubuh : 0,75
Lingkar perut : 54 cm
Panjang badan
: 107,5 cm
Status Gizi
: IMT
BMI for Age 0 (-1) Normal
Height for age : < 0
Weight forage : > 0
Tanda Vital
I.
: Nadi
: 100 x/menit
Laju napas
: 24 x /menit
Suhu
: 36 C (axilla)
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Status generalis
a) Kepala
: Normocephale
b) Rambut : Warna rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
c) Wajah
: Pipi terlihat bengkak
d) Mata
: Konjungtiva anemis ( - /- ), Sklera ikterik ( - / - ), Edema
e)
f)
g)
h)
i)
j)
palpebra (+/+)
Hidung
: Nafas cuping hidung (-/-), sekret -/Telinga
: Bentuk normal, Discharge ( - / - )
Mulut
: Bibir kering ( - ), Bibir sianosis ( - )
Tonsil
: T1-T1 tenang
Leher
: Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax
: Inspeksi
Cor
: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Pulmo
: Pergerakan kedua hemithorax simetris saat statis
dan dinamis. Retraksi (-)
Palpasi
Cor
: Ictus cordis teraba
Pulmo
: Fremitus taktil simetris kanan dan kiri
Fremitus vokal simetris kanan dan kiri
Perkusi
4 | Page
Cor
Pulmo
Auskultasi
Cor
: BJ I & II reguler, Gallop ( - ), Murmur ( - )
Pulmo
: Bronkoves +/+ , Rhonki -/-, Wheezing -/k) Abdomen : Inspeksi
: Cembung, Asites (+)
Auskultasi : Bising usus ( + ) normal
Perkusi
Palpasi
: Undulasi (+)
Inferior
Akral hangat
+/+
+/+
Akral sianosis
-/-
-/-
Edema
+/+
+/+
< 2 detik
< 2 detik
Capillary Refill
IV. Pemeriksaan penunjang
Tanggal 30/09/14 Jam 13:22
Pemeriksaan
Nilai
Nilai Rujukan
12,4 g/dl
11.960 /uL
Hematokrit
35,9 %
33 45 %
Trombosit
344.000 / uL
LED
105 mm/jam
0 25 mg/dL
0%
36%
Hematologi
Hemoglobin
Leukosit
Netrofil Batang
5 | Page
Netrofil Segmen
59 %
25 60 %
Limfosit
37 %
25 50 %
Monosit
4%
16%
Eosinofil
0%
15%
Basofil
0%
01%
Cholesterol
337 mg/dL
Protein Total
3,9 g/dL
6 8 g/dL
Albumin
1,2 g/dL
Globulin
2,7 g/dL
2,5 5 g/dL
KIMIA DARAH
Nilai
Nilai Rujukan
Kuning
Keruh
1,025
6
(+++) positif
Neg
Neg
Neg
Neg
Neg
Normal
Kuning
Jernih
1,015 - 1,035
4,5 - 8
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
5 10 /LPB
1 3 /LPB
(++) positif
+ (positif) /LPK
1 4 /LPB
0 -1 /LPB
+
Negatif
Granula
Tidak ditemukan
(+) positif
(-) negatif
Negatif
Tidak ditemukan
Negatif
Negatif
6 | Page
Nilai
Nilai Rujukan
Coklat
Khas
(-)
Agak keras
Neg
Coklat
Khas
Negatif
Padat / lunak
Negatif
0 1 /LPB
(+) positif /LPB
-
0 2 /LPB
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Rontgen Thorax
Cor
: CTR < 50%, aorta normal
Pulmo
: Tampak infiltrat minimal di perihiler kanan
Sinus dan diafragma mendatar
Kesan
:
Minimal infiltrat
V.
Pemeriksaan Anjuran:
Cek darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit) dan urin rutin
VI.
Diagnosis :
Sindroma Nefrotik Relaps
VII.
Penatalaksanaan:
-
VIII.
: dubia Ad bonam
7 | Page
Quo ad functionam
: dubia Ad bonam
8 | Page
Tanggal
Follow Up
02/10/2014
BB: 19 Kg
Terapi
S/ kaki bengkak
O/ KU : Sedang
KS : Compos Mentis
TD : 100/60
N : 100
T : 360C
R : 24
Prednison 3-3-3
Diit NS
x/menit
x/menit
LP : 52 cm
Kepala
: Caput -
Mata
: POC (-)
Leher
Pulmo
Abd
Ext
Tanggal
Follow Up
03/10/2014
BB: 19,5 Kg
Terapi
S/ Bengkak(+)
O/ KU : Sedang
KS : Compos Mentis
TD : 110/80 mmHg
N : 77
x/menit
T : 36,2
R : 27
x/menit
LP: 54 cm
Kepala
: Normocephal
Mata
: POC (-)
9 | Page
Leher
Thorax : SSD
Cor
Pulmo
Abd
Ext
Tanggal
Follow Up
Terapi
04/10/2014
x
BB: 20 Kg
LP: 54 cm
O/ KU : Sedang
KS : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 86
x/menit
T : 35,8
R : 24
x/menit
Kepala
: Normocephal
Mata
: POC (-)
Leher
Thorax : SSD
Tanggal
Cor
Pulmo
Abd
Ext
Follow Up
Terapi
10 | P a g e
05/10/2014
BB: 19,5 Kg
LP: 54 cm
KS : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
N : 72
x/menit
T : 36 0C
R : 24
x/menit
Kepala
: Normocephal
Mata
: POC (-)
Leher
Thorax : SSD
Cor
Pulmo
Abd
Ext
11 | P a g e
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering
ditemukan yang ditandai dengan proteinuria, hipoproteinemia, edema dan
hiperlipidemia. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan
Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,dengan prevalensi berkisar 12
16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di
Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.
ETIOLOGI
Etiologi SN dibagi menjadi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura
Henoch Schonlein, dan lain-lain. Pada konsensus ini hanya akan dibicarakan SN
idiopatik.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan
disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan
gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia. Dalam laporan ISKDC
(International Study for Kidney Diseases in Children), pada sindrom nefrotik kelainan
minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai
hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat
sementara.
PATOFISIOLOGI
a. Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat
kerusakan glomerulus (kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh besarnya molekul
dan muatan listrik, dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria
tubular). Proteinuria sebagian berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria
glomerular) dahn hanya sebagaian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria
tubular). Perubahan integritas membrane basalis glomerulus menyebabkan peingkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang dieksresikan
dalam urin adalah albumin.
b.
Hipoalbuminemia
Hipoalbumin disebabka oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak
memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal
menurun.
12 | P a g e
13 | P a g e
BATASAN
Remisi
Relaps
Relaps jarang
Relaps sering
Dependen steroid
Resisten steroid
Sensitif steroid
PENATALAKSANAAN
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:
Pengukuran berat badan dan tinggi badan.
Pengukuran tekanan darah.
Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.
Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi
perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6
bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat
antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka
yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah
baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan
pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.
Diitetik
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein
akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan
14 | P a g e
anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily
allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan
selama anak menderita edema.
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic
seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton
(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian
diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih
dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 2025% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan
interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila
pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara
pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi
jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi
kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian
berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.
15 | P a g e
Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid > 2 mg/kgbb/ hari atau
total > 20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien imunokompromais.
Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat dihentikan hanya boleh
diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine). Setelah
penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti
polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk
mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.
PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada
kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.
A. TERAPI INSIAL
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid
sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m 2 LPB/hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi.
Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi
remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40
mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1
x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh,
tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
B. PENGOBATAN SN RELAPS
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan prednison dosis
penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama
4 minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ++ tetapi tanpa
edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi
saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian
proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal
ditemukan proteinuria ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan
prednison mulai diberikan.
16 | P a g e
17 | P a g e
Diberikan siklofosfamid (CPA) dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu.
2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent. Levamisol diberikan dengan
dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek samping
levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan neutropenia yang
reversibel.
3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah
siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.
Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis
tunggal (Gambar 4), maupun secara intravena atau puls (Gambar 5). CPA puls
diberikan dengan dosis 500 750 mg/m 2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan
NaCl 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan
interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA
adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia,
dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu
pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap
1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit <3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit
<100.000/uL, obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit
>5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.
Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif
mencapai 200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis
total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak.
Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu.
Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang
dan infeksi.
18 | P a g e
4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik
dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2
LPB). Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah berkisar antara
150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat menimbulkan
dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau
dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps kembali (dependen
siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pada bagian
penjelasan SN resisten steroid.
5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)
Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik dapat
diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 1200 mg/m2 LPB atau 25-30
mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan. Efek
samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.
19 | P a g e
20 | P a g e
21 | P a g e
22 | P a g e
Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama (lebih dari 3
bulan) dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan vitamin D
(125-250 IU). Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 10% sebanyak
0,5 mL/kgbb intravena.
5. HIPOVOLEMIA
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat terjadi
hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan sering disertai
sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 1520 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb atau plasma 20
mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien
tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.
6. HIPERTENSI
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan penyakit SN
akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE
(angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium channel
blockers, atau antagonis adrenergik, sampai tekanan darah di bawah persentil 90.
7. EFEK SAMPING STEROID
Pemberian steroid jangka lama akan menimbulkan efek samping yang signifikan,
karenanya hal tersebut harus dijelaskan kepada pasien dan orangtuanya. Efek samping
tersebut meliputi peningkatan napsu makan, gangguan pertumbuhan, perubahan
perilaku, peningkatan risiko infeksi, retensi air dan garam, hipertensi, dan
demineralisasi tulang. Pada semua pasien SN harus dilakukan pemantauan terhadap
gejala-gejala cushingoid, pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan dan tinggi
badan setiap 6 bulan sekali, dan evaluasi timbulnya katarak setiap tahun sekali.
INDIKASI BIOPSI GINJAL
Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini:
1. Pada presentasi awal
a. Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun
b. Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten, atau kadar
komplemen C3 serum yang rendah
c. Hipertensi menetap
d. Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia
e. Tersangka sindrom nefrotik sekunder
2. Setelah pengobatan inisial
a. SN resisten steroid
b. Sebelum memulai terapi siklosporin
23 | P a g e
ANALISA KASUS
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosa
yang ditegakkan pada pasien ini ialah: Sindrom Nefrotik Relaps.
1. Anamnesa
Bengkak pada kelopak mata, perut, kedua tangan dan kedua kaki sejak 10 hari
SMRS.
Awalnya bengkak timbul pada kelopak mata pasien lalu ke perut, tangan dan
kedua kaki.
Pasien buang air kecil sebanyak 2x/hari berwarna kuning.
Nyeri saat BAK disangkal. Keluhan demam disangkal oleh ibu pasien.
Sebelum bengkak, berat badan pasien 17 kg.
Pasien pernah menghalami hal yang sama seperti sakitnya saat ini, bengkak
seluruh tubuh dan pipis sedikit, pasien berobat jalan 1 tahun di poliklinik anak
pada tahun 2011 2012 (bulannya ibu lupa). Pasien minum obat sampai
akhirnya dokter memberitahu untuk menghentikan minum obat.
.
2. Pemeriksaan Fisik:
Terdapat edema pada palpebra mata, perut, kedua tangan dan kaki.
Shifting dullnes (+)
Undulasi (+)
Ves +/+ Rh -/- Wh -/ Batas jantung normal
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
Nilai
Rujukan
11.960 /uL
Cholesterol
337 mg/dL
Protein total
3,9 g/dL
6-8 g/dL
Albumin
1,2 g/dL
Darah
Leukosit
Kimia Darah
Urin
Albumin
(+++) positif
Negatif
24 | P a g e
Leukosit
5 - 10 /LPB
1-4 /LPB
Eritrosit
1 3 /LPB
0 -1 /LPB
Silinder
Negatif
Bakteri
(+) positif
Negatif
2. Diitetik
Diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,52 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak
menderita edema.
25 | P a g e
3. Diuretik
26 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman (2000). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed 15. EGC, Jakarta.
2. http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/TATA-LAKSANA-SINDROMNEFROTIK-IDIOPATIK-PADA-ANAK.pdf
27 | P a g e