Anda di halaman 1dari 36

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1;

LATAR BELAKANG
Pada pembahasan ini akan dikembangkan

metoda untuk menyatakan fungsi pemaksa sinusoida


atau respons sinusoida dengan suatu simbol bilangan
kompleks yang disebut" Transformasi fasor" atau
disingkat dengan " Fasor ". Fasor adalah sebuah
bilangan yang menyatakan Amplitudo dan sudut fa sa
dari sebuah fungsi sinusoida. Fasor akan memberikan
ciri-ciri dari sinusoida yang sama lengkapnya, seperti
yang dinyatakan sebagai fungsi waktu analitik. Bekerja
dengan fasor, ( dan bukan dengan diferensial dan
integral dari sinusoida seperti yang dilakukan pada
pembahasan-pembahasan

terdahulu

),

kita

akan

melaksanakan suatu penyederhanaan yang sangat


menakjubkan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1

Apa yang dimaksud bilangan kompleks?

1.2.2

Apa yang dimaksud operasi aljabar?

1.2.3

Apa yang dimaksud aljabar fasor?

1.2.4

Apa yang dimaksud operasi aljabar fasor?

1.3;

TUJUAN

1.3.1

Untuk mengetahui definisi bilangan kompleks.

1.3.2

Untuk mengetahui operasi aljabar.

1.3.3

Untuk mengetahui definisi aljabar fasor.

1.3.4

Untuk mengetahui operasi aljabar fasor.

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Bilangan Kompleks
2.1.1. Definisi
Bilangan kompleks z ialah suatu pasangan
terurut (x,y) dari bilangan nyata x, y, yang kita
tuliskan
z (x, y)
Kita namakan x bagian nyata (real part) dari z dan y
bagian khayal (imaginary part) dari z dan kita
lambangkan
Re z x Im z y
Kita akan mencoba memahami definisi ini secara grafis,
mulai dari pengertian tentang bilangan nyata.

Bilangan Nyata. Kita mengenal bilangan nyata bulat


seperti 1, 2, 3 dan seterusnya; bilangan nyata rasional ,
, dan seterusnya, serta bilangan nyata irasional yang
tidak dapat dinyatakan sebagai rasio bilangan bulat,
seperti yang nilainya adalah 3,14., dengan angka
desimal yang tak diketahui ujungnya.
Secara grafis, bilangan nyata dapat digambarkan
posisinya di suatu sumbu yang disebut sumbu nyata,
seperti diperlihatkan oleh Gb.1.1.

-2 -1

Gb.1.1. Posisi bilangan nyata di sumbu nyata.


Tinjaulah suatu fungsi y x dengan x adalah bilangan
bulat. Jika
kita plot nilai fungsi y, kita akan mendapatkan gambar
seperti Gb.1.2.
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gb.1.2. Plot y x
Pada Gb.1.2. ini sumbu mendatar adalah sumbu nyata di
mana bilangan-bilangan nyata di posisikan. Sumbu tegak
juga merupakan sumbu nyata di mana bilangan-bilangan
nyata yang merupakan nilai y diposisikan. Bidang yang
dibatasi oleh kedua sumbunyata ini disebut bidangnyata. Kita lihat di bidang-nyata ini bahwa kita hanya
dapat menggambarkan nilai y sampai pada x = 0, karena
untuk x < 0 kita tidak mendapatkan nilai y yang berupa
bilangan nyata.
Walaupun kita tidak mendapatkan nilai y yang nyata
untuk x negatif, namun x untuk x yang negatif dapat
didefinisikan sebagai suatu bilangan imajiner (khayal).

Jika didefinisikan bahwa


1 j
maka
4 14 1 4 j2
9 19 j3
81 j9
100 j10 dst.
Sekarang kita dapat memandang j sebagai sebuah
operator; artinya jika j beroperasi pada bilangan nyata 5
misalnya, kita mendapatkan bilangan imajiner j5 dan jika
beroperasi pada bilangan nyata b kita mendapatkan
bilangan imajiner jb.
Sumbu tegak pada Gb.1.2. dapat diubah menjadi sumbu
imajiner untuk memosisikan bilangan imajiner sehingga
sumbu-sumbu yang membatasi bidang sekarang adalah
sumbu nyata (diberi tanda Re) dan sumbu imajiner
(diberi tanda Im); bidang yang dibatasi oleh kedua
sumbu ini disebut bidang kompleks.
Jika setiap titik di bidang kompleks menunjukkan posisi
bilangan-kompleks (x,,y) dengan x adalah komponen
nyata dan y adalah komponen imajiner-nya sebagaimana
dikatakan dalam pendefisian bilangan kompleks yang
diberikan di awal sub-bab ini.

2.1.2 Pernyataan Bilangan Kompleks


Jika setiap bilangan-nyata mempunyai satu nilai, maka
suatu bilangan-kompleks juga mempunyai satu nilai

namun satu nilai ini terdiri dari dua komponen yaitu


komponen nyata dan komponen imajiner. Jadi satu
bilangan kompleks z merupakan jumlah dari komponen
nyata dan komponen imajiner dan dituliskan
z a jb
dengan a bilangan nyata, b juga bilangan nyata, dan jb
adalah bilangan imajiner.
Perhatikan Gb.1.3. yang merupakan plot dari satu
bilangan kompleks z.
Im
jb

za
jb

Re
Gb.1.3. Representasi grafis bilangan kompleks.
a

Bentuk penulisan bilangan kompleks seperti (1.1)


disebut bentuk sudut siku. Sebutan ini mudah difahami
jika kita melihat Gb.1.3 di mana z merupakan sudut siku
dari segitiga siku-siku dengan sisi a dan jb.
Bilangan kompleks z juga dapat ditulis dengan cara lain,
yaitu dengan melihat panjang penggal garis yang
menghubungkan titik asal dengan z, yang dalam Gb.1.3.
diberi nama , dan sudut yang dibentuk oleh garis ini
dengan sumbu nyata yang pada Gb.1.3. diberi tanda .
Dari Gb.1.3. jelas terlihat bahwa
a cos dan b sin

(1.

sehingga bilangan kompleks z dapat dituliskan


sebagai
z (cos j sin )

(1.4)

Sudut disebut argumen (ditulis argz) dan penggal

garis yang menghubungkan titik z ke titik awal disebut


modulus. Dari Gb.1.3. jelas bahwa

1b
arg z
tan
(1.5)
a

sedangakan modulus z adalah


modulus z
a2 b2

(1.6)

Dengan demikian maka (1.2) dapat ditulis sebagai


z a2 b2 (cos j sin )
CONTOH:
1). Suatu bilangan kompleks dinyatakan dalam bentuk
sudut siku
z1 3 j4
Sudut dengan sumbu nyata adalah
1 tan1(4 / 3) 53,1o
Pernyataan z1 dapat kita tuliskan
z1 32 42 cos53,1o j sin 53,1o
5cos53,1o j sin 53,1o
2). Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai
z2 10cos 20o j sin 20o
Pernyataan ini dapat kita tuliskan
o
o
z
2 10cos 20 j sin 20
10(0,94 j0,34) 9,4 j3,4)

Kesamaan

Bilangan

Kompleks. a2 b2

(1.7

merupakan nilai mutlak, karena ia adalah panjang


penggal garis. Dua atau lebih bilangan kompleks bisa
saja memiliki nilai yang sama akan tetapi dengan
sudut yang berbeda; atau sebaliknya mempunyai nilai
sama akan tetapi memiliki yang berbeda. Dua
bilangan kompleks sama besar jika mereka mempunyai
baik maupun yang sama besar, atau dengan kata lain
memiliki bagian nyata dan bagian imajiner yang sama
besar..

_egatif dari Bilangan Kompleks. Nilai negatif


dari suatu bilangan kompleks adalah nilai negative dari
kedua komponennya. Jadi jika z a jb maka z a
jb . Perhatikan representasi grafis pada
Gb.1.4.
Im

za
jb

jb

180

Re


z a jb
Gb.1.4. Negatif dari suatu bilangan kompleks.

CONTOH:
1). Jika z1 4 j6 maka z2 z1 4 j6
2). Sudut dengan sumbu nyata

1 tan1(6 / 4) 56,3o
2 56,3o 180o 236,3o
3). z1 dapat dinyatakan sebagai
z 42 62 cos56,3o j sin 56,3o
= 7,2cos56,3o j sin 56,3o
z1 7,2cos(56,3o 180o ) j sin(56,3o
180o )
=
j61

7,2 0,55 j0,83 3,96

Konjugat Bilangan Kompleks. Konjugat dari * suatu


bilangan kompleks z adalah bilangan kompleks z yang
memiliki komponen nyata sama dengan z tetapi
komponen imajinernya adalah negatif dari komponen
imajiner z.
Jika z a jb maka z a jb

Perhatikan Gb.1.5.
Im

(1.8)

z a jb

jb

Re
a

z a
jb
jb
Gb.1.5. Kompleks
konjugat.
CONTOH:
1). Jika z 5 j6
maka

z 5 j6

2). Sudut dengan sumbu nyata


tan1(6 / 5)
50,2o 50,2o
3). z dapat dinyatakan sebagai
z 52 62 cos50,2o j sin 50,2o
= 7,8cos50,2o j sin 50,2o
z

7,8cos50,2o j sin 50,2o

4). Jika z 5 j6 maka z 5 j6

Im
z 5 j6
Re
z 5 j6
5). Jika z 5 j6 maka z 5 j6
Im
z 5 j6
Re
z 5 j6

2.2 Operasi-Operasi Aljabar


2.2.1 Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan
Kompleks
Karena bilangan kompleks terdiri dari dua komponen
maka operasi penjumlahan harus dilakukan pada kedua
komponen. Hasil penjumlahan dua bilangan kompleks
merupakan bilangan kompleks yang komponen nyatanya
merupakan jumlah komponen nyata dan komponen
imajinernya juga merupakan jumlah komponen imajiner.
Demikian pula selisih dua bilangan kompleks adalah
bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan
selisih komponen nyata dan komponen imajinernya juga
merupakan selisih komponen imajiner.
z1 z2 (a1 jb1) (a2
jb2 ) (a1 a2 )
j(b1 b2 )
(2.1)
z1 z2 (a1 jb1) (a2
jb2 ) (a1 a2 )
j(b1 b2 )
CONTOH:
Jika s1 2 j3 dan s2 3 j4 maka
s1 s2 (2 j3) (3 j4)
5 j7
s1 s2 (2 j3) (3 j4)
1 j1

2.2.2 Perkalian Bilangan Kompleks


Perkalian dua bilangan kompleks dialksanakan seperti
halnya kita melakukan perkalian jumlah dua bilangan,
yaitu dengan malakukan perkalian komponen per
komponen.
(z1)(z2 ) (a1 jb1)(a2 jb2 )
a1a2 jb1a2 jb1a2 b1b2
(2.2)
a1a2 2 jb1a2 b1b2
maka
z adalah
Jika z z z
2 1
1 1
z z (a jb)(a jb)
1 1
a2 jba jba b2
(2.3)
2
2
a b
CONTOH:
Jika z1 2 j3 dan z2 3 j4 maka
(

z1)(z2 ) (2 j3)(3 j4)


=6 j9 j9 12
=6 j18

CONTOH:
Jika z

2 j3
2 j3 dan z z maka
1
2 1

(z1)(z1 ) (2 j3)(2 j3)


=4 j6 j6 9
=5 9 4
Jadi perkalian suatu bilangan kompleks dengan
konjugatnya akan menghasilkan bilangan nyata. Sifat ini

akan kita manfaatkan dalam melakukan pembagian


bilangan kompleks.
2.2.3 Pembagian Bilangan Kompleks
Hasil bagi suatu pembagian tidak akan berubah jika
pembagian itu dikalikan dengan 1. Dalam mencari hasil
bagi dua bilangan kompleks, kita kalikan pembagian ini
dengan 1 dan bilangan 1 ini kita pilih sama dengan rasio
konjugat bilangan kompleks pembagi dengan dirinya
sendiri. Dengan cara demikian kita akan memperoleh
suatu pembagian di mana bilangan pembaginya adalah
bilangan nyata.
a2
a1
z
1 jb1
jb2

z2 a2 jb2 a2 jb2
(a1a2 b1b2) j(b1a2
b 2a 1)
2
a2 b
2 2
CO_TOH:
Jika z1 2 j3
2
z1
j3

z2

dan z2 3 j4 maka
3
(6 12) j(8
1
j4
9)
8

j
3
32 42
3 j4 j4
25

1
2
5

2.2.4 Pernyataan Bilangan Kompleks Bentuk Polar


Pernyataan bilangan kompleks bentuk sudut siku adalah
seperti yang kita pakai untuk menyatakan definisi
bilangan kompleks, yaitu z a jb . Bentuk polar
diturunkan dari bentuk sudut siku melalui

(2.3)

relasi geometri sederhana. Relasi (1.3), (1.5), dan (1.6),


yaitu
dan sin

cos

2 2

dan tan

Memungkinkan pengubahan dari bentuk sudut siku ke


bentuk polar dan juga sebaliknya. Bentuk polar
diturunkan dari fungsi eksponensial kompleks yang akan
kita lihat lebih dulu.
Fungsi Eksponensial Kompleks. Kita telah mengenal
fungsi eksponensial nyata. Jika x adalah bilangan nyata
maka fungsi ekponensial
y ex
merupakan fungsi ekponensial nyata; y memiliki nilai
nyata.
kompleks z
adalah
j maka didefinisan
Jika z bilangan
fungsi eksponensial kompleks
z e(

e (cos j sin

j)

) ;

(2.4)

dengan e adalah fungsi eksponensial riil`


e j cos j sin

Melal identitas
ui
Euler,
kompleks (2.4) dapat kita tuliskan

Fung exponensi
si
al

ez ee j

(2.5)

Bentuk Polar. Relasi (2.5) memberikan memberikan


jalan untuk representasi bilangan kompleks dalam
bentuk polar
z e j

(2.6)

2 2
Modulus z (nilai absolut) adalah , ditulis | z |
dan

argumen z kita dituliskan juga sebagai z. Perhatikan


representasi grafis Gb.2.1.
Im
z

Re
Gb.2.1. z e j ; arg z z .
CONTOH:
Misalkan suatu bilangan kompleks z = 10 e j0,5.
Modulus bilangan kompleks ini adalah |z| = 10 dan
argumennya
z = 0,5 rad.
Bentuk sudut sikunya adalah:
z 10 (cos0,5 j sin 0,5)
=

10 (0,88 j0,48) 8,8 j4,8

Im
z 5e j0,5
10

0,5 rad
Re

CONTOH:
Misalkan suatu bilangan kompleks z = 3+ j4.
Modulus z adalah | z | 32 42 5
1
4
0,93
Argumennya adalah z
tan
rad .
3
Representasi polar adalah: z = 5e
j0,93

Im
z 5e j0,93
5
0,93 rad
Re

CONTOH:

Misalkan suatu bilangan kompleks z


2 j0 . Modulus z adalah | z |
402.
Argumen tan10 / 2 tidak bernilai
tunggal. Kita
harus berhati-hati menentukan argumennya. Di sini
kita harus memilih = rad karena komponen
imajiner 0 sedangkan
komponen nyata 2. Representasi polar adalah z
2e j .
Im
z 2e j
2
CONTOH:
Misalkan suatu bilangan
kompleks

Re

z 0 j2 .

Modulus z adalah | z | 0 4 2 .
Argumen tan1 2 / 0
/ 2 ;
sedangkan komponen nyata
2.

komponen imajiner
0

Representasi polar adalah z 2e j / 2 .


Im

Re

z 2e j / 2

j2
2.2.5 Manfaat Bentuk Polar

Perkalian dan Pembagian Bilangan Kompleks.


Representasi polar dari bilangan kompleks
mempermudah operasi perkalian dan pembagian.
(

z1)(z2 ) 1e j1 2e j2
= 12e j(1 2 )
(2.7
)
z

1 e j(1

1e

z2

2 )

2
CONTOH:
Misalkan bilangan kompleks z1 = 10 e j0,5 dan z2 = 5 e
j0,4
.
z

z 10e j0,5 5e j0,4 50e j0,9


1 2
z
1
z2

10e

j0,5

2e
5e

j0,4

j0,1

Konjugat Kompleks. Konjugat dari suatu bilangan


kompleks yang dinyatakan dalam bentuk sudut siku,
diperoleh dengan mengganti j dengan j seperti
diperlihatkan secara grafis pada Gb.2.2.a; hal ini telah
kita pelajari.
Im

z j

Im

z e j

Re

z e

j
a)

Re

b)

Gb. 2.2. Bilangan kompleks konjugat.


Jika dinyatakan dalam bentuk polar, sudut argumen
konjugat berlawanan dengan argumen bilangan
kompleks asalnya, seperti diperlihatkan secara grafis
oleh Gb.2.2.b.

2.3 Bilangan Kompleks untuk Menyatakan Fugsi


Sinus
Berikut ini kita akan melihat pemanfaatan bilangan
kompleks untuk menyatakan fungsi sinus. Tindakan
demikian ini kita jumpai dalam analisis rangkaian listrik.
2.3.1 Fungsi Sinus
Sinyal listrik sebagai fungsi waktu yang berbentuk
sinusoidal adalah
y Asin(t)
dengan A adalah amplitudo (simpangan maksimum),
adalah frekuensi sudut 2f dengan f frekuensi
siklus. Namun
pernyataan sinyal sinus sering dilakukan menggunakan
fungsi cosinus yaitu bentuk pernyataan yang dianggap
normal:
y Acos(t
)
(3.2)
jika puncak pertama fungsi terjadi pada t
> 0 dan
disebut sudut
fasa.

a) y Acost

y Acos(t
)
b)

Gb.3.1. Fungsi sinusoidal dinyatakan dengan fungsi


cosinus.
Dengan bentuk normal ini maka fungsi
y Asin(t) dituliskan sebagai
y Acos(t / 2)
di mana = /2 pada Gb.3.1.b.

2.4 Fasor
Kita mengenal pernyataan suatu bilangan kompleks yang
berbentuk
z Ae j Acos j sin

(3.3

Dengan pernyataan bilangan kompleks ini maka fungsi


cosinus dan sinus dapat dinyatakan sebagai fungsi
eksponensial kompleks, yaitu
Acos Re Ae j komponen nyata dari z, dan
(3.4
)
jx
Asin x Im Ae komponen imajiner dari z
Karena sinyal sinus dalam analisis rangkaian listrik
dituliskan dalam bentuk normal sebagai fungsi cosinus,
dapat ditetapkan bahwa hanya bagian riil dari bilangan
kompleks Aejx saja yang diambil untuk menyatakan
sinyal sinus. Oleh karena itu sinyal sinus y =
Acos(t+) dapat kita tulis sebagai
y Acos(t ) Re Ae j(t) Re Ae je jt
Ae

je jt

tanpa harus menuliskan keterangan Re lagi.


Jika kita bekerja pada suatu frekuensi tertentu untuk
seluruh sistem rangkaian, maka faktor ejt pada
pernyataan fungsi sinus (3.5) tidak perlu dituliskan lagi.
Kita dapat menyatakan fungsi sinus cukup dengan
mengambil besar dan sudut fasa-nya saja. Jadi
sinyal sinus v A cos(t )
dinyatakan dengan
V Ae j
Pernyataan sinyal sinus dengan bilangan kompleks ini
disebut fasor yang biasa dituliskan dengan huruf tebal
dengan garis di atasnya. Fasor ini merupakan bilangan
kompleks dan dapat digambarkan secara grafis seperti

(3

terlihat pada Gb.3.2. Gambar grafis seperti ini disebut


diagram fasor.
Im
|A|

Re

Gb.3.1. Fasor V Ae j
Jadi dengan notasi fasor, kita hanya memperhatikan
amplitudo dan sudut fasa dari suatu sinyal sinus, dengan
pengertian bahwa frekuensinya sudah tertentu. Karena
kita hanya memperhatikan amplitudo dan sudut fasa saja,
maka fasor dapat kita tuliskan dengan menyebutkan
besarnya dan sudut fasanya. Pengertian ini ekivalen
dengan modulus dan argumen pada bilangan kompleks.
Jadi penulisan fasor dalam bentuk yang juga kita sebut
bentuk polar adalah
Ae j ditulis
V

sebagai

V A

(3.7)

Fasor V A kita gambarkan dalam bidang


kompleks, seperti terlihat pada Gb.3.1.
Panjang fasor adalah nilai mutlak dari amplitudo A.
Penulisan fasor dalam bentuk polar, dapat diubah ke
bentuk sudut-siku, yaitu :
V

A A cos j sin

Sebaliknya, dari pernyataan dalam bentuk sudut-siku


dapat diubah ke bentuk polar

(3.8)

a b

V a jb

1b

tan

(3.9)

Transformasi timbal balik antara pernyataan dalam


bentuk sudut-siku dan bentuk polar, memudahkan kita
dalam melakukan operasi-operasi fasor yang akan kita
lihat berikut ini, yang pada hakekatnya sama seperti
operasi aljabar pada bilangan kompleks yang sudah kita
pelajari.
2.4.1 Operasi Fasor
Perkalian Fasor. Perkalian fasor mudah
dilakukan bila fasor dituliskan dalam bentuk polar.

JikaA A1
dan B B2 maka
A AB(1
C B 2 )

(3.10)

Hal ini mudah difahami, karena jika kita menuliskan


A

Ae

j
dan B Be 2
j
j
j(
1
Ae 1 Be 2 ABe

2 ) AB(
2)

maka C
1
Pembagian Fasor. Pembagian fasor mudah
dilakukan bila fasor dituliskan dalam bentuk polar.
Jika
A1

dan

B2

mak
a

B
A
A

(3.11)
(
2)

B 2
B
Hal ini juga mudah difahami. Jika kita
menuliskan
j
A Ae 1

j
dan B Be 2

Ae

A j j

e 1e

maka D

j(
A ) A
2 e 12

B j2 B
e

2)
1

Penjumlahan dan Pengurangan Fasor. Operasi


penjumlahan ataupun pengurangan lebih mudah
dilakukan jika kita menuliskan fasor dalam bentuk
sudut-siku.
a2
B jb2

Jika

A a1 jb1

maka

dan

a
a2 jb1 b2
1
C A B

b
2

b b

tan 1 1

2
a

(3.12)

1 2

1 2

1
D A B a1 jb1 a2 jb2

b b
1 2

2
a a b b 2 tan 1
a a
1 2
1 2
1 2
Jika fasor dinyatakan dalam bentuk polar, kita ubah dulu
ke bentuk sudut siku untuk mudah dijumlahkan /
dikurangkan
Jika A A1 dan B B2 maka
C A B
Acos 1 B cos 2 j Asin 1 B sin 2 (3.13)
D A B
Acos 1 B cos 2 j Asin 1 B sin
2

Fasor _egatif dan Fasor Konjugat. Jika


dituliskan dalam bentuk sudut-siku, nilai negatif fasor
adalah negatif dari masing-masing komponen riil dan
imajiner.
Im
A

Re

Gb.12.2. Fasor dan negatifnya serta konjugatnya


Jika
a1 jb1 maka a1
A
A

Jika

A a jb maka A * a
1
1
1

jb
1

Dalam bentuk polar,


A
Jika A
maka A A 180o
A 180o

(3.14)
*

dan

A
o
o
Fasor Dengan Sudut Fasa 90 dan 0 . Bentuk sudutsiku dari
fasor dengan sudut 90o dan 0o
adalah
A90o jA ;
A
B 90o jB
(3.15)
B;
o
C C0 C

CONTOH:
a). v1(t) 10 cos(500t 45o )
Pernyataan fasor sinyal sinus ini dalam bentuk
polar dan bentuk sudut siku adalah
V

10 o ata
45 u

1
V 1 10cos(45o ) j10sin(45o ) 7,07
j7,07
b). v2 (t) 15cos(500t 30o )
Pernyataan fasor sinyal sinus ini dalam bentuk

polar dan bentuk sudut siku adalah

1530o Atau

V
2

15cos(30o ) j15sin(30o ) 12,99


j7,5

V
2

c). i1(t) 4 cos1000t


Pernyataan fasor dalam bentuk polar dan bentuk
sudut siku adalah

4 cos(0o ) j4sin(0o )

atau I 4
1
1
o
d). i2 (t) 3cos(1000t 90 )
Pernyataan fasor dalam bentuk polar dan bentuk
sudut siku adalah
I

40o

I2 3 90o atau I2 3cos(90o ) j3sin(90o )


j3
e). I3 I1 I2 dari c) dan d)
Fasor hanya dapat dijumlahkan jika frekuensinya
sama. Karena kedua arus dalam soal e) ini
berfrekuensi sama maka fasornya dapat kita
jumlahkan I3 I1 I2 4 j3.
Hasil penjumlahan ini dapat kita ubah kembali dalam
bentuk polar menjadi
1
3
2
2
o
I3 (

(3)
4)

tan
4

216,
9

*
I *;
f). S V S 2 V I
1 11
2 2
(10 45o )(40o )
* 40 45o
S V I
1 11
(1530o )(390o )
45120o
*
S V I
2
2 2
V
g). Z
1

;Z

I1

V2

2 I2
10
45o

V
1

40o

2.5
45o ;

Z I1
1

153
0o

5
60o

2
390
o

Z I2
2

Konsekuensi Pernyataan Sinyal Sinus dalam Fasor


Karakteristik piranti dalam rangkaian listrik dinyatakan
oleh hubungan antara arus dan tegangannya. Untuk
resistor , induktor, dan kapasitor hubungan tersebut
adalah:
Resistor : vR RiR
diL
L

Induktor : v
L
Kapasitor : iC C

dt
dvC atau vC 1
i dt
dt
C C

R, L, dan C berturut-turut adalah resistansi, induktansi,


dan kapasitansi dari piranti yang bersangkutan. Relasirelasi ini adalah relasi di mana tegangan maupun arus
merupakan fungsi waktu. Jika tegangan dan arus
dinyatakan dalam bentuk fasor maka harus dilakukan
penyesuaian pada relasi tegangan-arus elemen tersebut.
Resistor. Jika arus pada resistor adalah

(3.16)

iR (t) I Rm cos(t ) I Rme j(t)


maka tegangannya adalah
e

(t)
(t) R
RI m
v Ri
R
R
Jika dinyatakan dalam fasor
maka
R
VR IR

j(t
)

(3.17)

Hubungan arus dan tegangan resistor ini mirip dengan


hubungan tegangan dan arus jika dinyatakan sebagai
fungsi waktu.
Induktor. Untuk induktor, jika arus induktor adalah
e

j(t
(t)
cos(t )
)
LI
L
i I
L
m
m
maka tegangan induktor
adalah
diL

j(t
dI Lme j(t) jL(I me ) )
(t)
L
v (t) L
L
dt
dt
Dalam bentuk fasor,

jL
L

IL

jX

IL

L IL

(3.18)

dengan : X L L dan Z L

jL

Jadi dengan pernyataan sinyal dalam fasor, hubungan


tegangan dan arus induktor tidak lagi berbentuk
hubungan diferensial, melainkan berbentuk linier dengan
faktor proporsionalitas sebesar ZL = jXL ;
XL disebut reaktansi induktif , ZL disebut impedansi
induktor.
Kapasitor. Untuk kapasitor, jika tegangan kapasitor
adalah
e

(t) C cos(t ) C
m V
m j(t)
v V
C
maka arus kapasitor
adalah
jC( C j(t
j(t)
V
m e ) )
(t) dvC d(VCme
C dt C
i
dt
C
yang dalam bentuk fasor dapat kita tuliskan
sebagai
C
ata
I jC VC u

1
j

V
I
I jX I
I
C C
C jC C
CC CC
dengan X
:
C

1
ZC

C dan

(3.19
)

Seperti yang kita peroleh pada induktor, hubungan


tegangan dan arus kapasitor tidak lagi berupa hubungan
integral, melainkan berupa hubungan linier dengan
faktor proporsionalitas sebesar ZC = jXC ; XC kita sebut
reaktansi kapasitif, ZC kita sebut impedansi kapasitor.

BAB 3 PENUTUP
Fasor adalah bilangan kompleks yang tetap,
biasanya

dinyatakan

dalam

bentuk

eksponensial,

mewakili amplitudo kompleks (magnitudo dan fasa) dari


fungsi sinusoid dari waktu. Fasor digunakan oleh ahli
elektronik untuk mempermudah perhitungan yang
melibatkan sinusoid, dimana persamaan diferensial dapat
diubah ke aljabar.
Impedansi dari unsur sirkuit dapat didefinisikan
sebagai perbandingan tegangan fasor yang membentangi
unsur dengan arus fasor yang mengaliri unsur, seperti
yang ditetapkan oleh amplitudo relatif serta fasa dari

tegangan dan arus. Ini identik dengan definisi dari


hukum Ohm diatas, mengakui bahwa faktor ejt saling
meniadakan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&
uact=8&ved=0CC8QFjAD&url=http%3A%2F
%2Fkk.mercubuana.ac.id%2Felearning%2Ffiles_modul
%2F10199-14860422071140.pdf&ei=dKqDVNzsPIedugTwuIKwDA&
usg=AFQjCNFwXNXJL4rqefqKEUM4pJEWBEXYOw
&sig2=1gtOgXnsw6qGkR5XjJ9Dzw

Anda mungkin juga menyukai