Anda di halaman 1dari 36

HUKUM ACARA PIDANA

Dosen :
I Nengah Susrama, SH., MH

Nama

: Nyoman Dedi Anggara

NPM

: 12.8.103.21.21.5.4748

Kelas

:C

Fakultas : Hukum

UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2014

PERTEMUAN I
PENGANTAR
TUGAS
1. Aspek hukum apa yang ada dalama kasus tersebut dan bagaimana hubungan antar
aspek-aspek hukum tesebut ?
Jawaban :
Berbicara tentang aspek hukum maka tidak lepas dari hukum materil dan hukum
formil. Hukum materil yang dimaksud adalah ketentuan hukum yang memuat norma dan
sanksi yang dimaksud dalam hal ini pencurian sepeda. Dalam hukum materil sesuai dengan
HUHP Pasal 362 yang berbunyi barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun, atau pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah". Menurut R. Soesilo elemem-elemen dari Pasal
362 KUHP adalah : Mengambil, Sesuatu Barang, Seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain, dilakukan dengan maksud memiliki dengan cara melawan Hukum.
Sementara untuk hukum formil adalah ketentuan hukum yang memuat tata cara
bagaimana meneraan hukum materil atau dengan kata lain Hukum Acara Pidana dalam hal
ini UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Dalam hukum Formil dikaitkan dengan KUHAP
yaitu telah dilakukannya penyelidikan/penyidikan, penangkapan, penahanan, pengeledahan,
penyitaan. Hingga Putusan Pengadilan.
2. Definisi Hukum Acara Pidana ?
Jawaban :
Hukum Acara Pidana adalah suatau peraturan yang mwngatur tentang proses pradilan,
dan didalam hukum acara pidana itu didapati ketentuan-ketentuan yang mengatur segala hal
ikhwal peradilan, mulai dari siapa-siapa yang mempunyai wewenang kepolisian,
pemeriksaan, penggeledahan, penahanan, penjantuhan pidana, pelaksanaan putusan
pengadilan, sampai pada banding dan grasi.

PERTEMUAN II
TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA
TUGAS
1. Dilihat dari ajaran kebenraran terhadap kasus tersebut dapat dibedakan menjadi dua
macam/jenis kebenaran?
Jawaban :
Dalam Hukum Acara Perdata yang dicari adalah kebenaran formil. Yakni kebenaran
dari apa yang diperoleh berdasarkan apa yang dikemukakan oleh para pihak.Kebenaran digali
dari fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak (tergugat-penggugat).Kebenaran dalam acara
perdata sangat tergantung dari para pihak formal.
Sedangkan dalam Hukum Acara Pidana yang dicari adalah kebenaran materil.Hakim
tidak tergantung kepada apa yang dikemukakan oleh jaksa penuntut umum maupun oleh
penasihat hukum terdakwa. Hakim bersifat aktif mencari kebenaran yang menurut "fakta"
yang sebenarnya, bukan menurut apa yang dikemukakan oleh jaksa penuntut umu maupun
penasihat hukum terdakwa.
2. Apakah tujuan Hukum Acara Pidana..?
Jawaban :
Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran meteriil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya
dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan
tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna
menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang
yang didakwa itu dapat dipersalahkan.

PERTEMUAN III
SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA
TUGAS
1. Bgaimana sejarah Hukum Acara Pidana di Indonesia???
Jawaban :
1. Masa Penjajahan Belanda
Sebenarnya pada masa-masa kedatangan Belanda pertama kali di Nusantara, negeri
ini bukanlah sebuah negeri yang tidak memiliki hukum. Masyarakat kita sudah memiliki
peraturan-peraturan yang berlaku secara eksklusif bagi tiap-tiap kesatuan masyarakat.
Peraturan yang berlaku juga berlaku secara eksklusif kepada anggota masing-masing
kelompok masyarakat, peraturan-peraturan ini sering kita sebut sebagai hukum adat.
Umumnya dalam Hukum Adat tidak mengenal adanya pembedaan antara Hukum Privat
dengan Hukum Publik, seperti yang kita kenal dalam dunia Modern saat ini, semuanya adalah
kesatuan, baik itu yang dikenal dengan Hukum Acara Pidana ataupun Acara perdata,
semuanya dalam satu-kesatuan hukum ada begitu pula dengan lembaga-lembaga yang
mengaturnya. Lembaga seperti Kejaksaan yang menurut kebiasaan orang dilahirkan di
Perancis adalah sebuah lembaga baru yang dulu tidak terdapat dalam hukum yang dibuat oleh
masyarakat primitif.
Seseorang bisa dinyatakan bersalah apabila dia dianggap mengganggu keseimbangan
yang ada dalam masyarakat adat tersebut, entah keseimbangan yang berhubungan dengan
sesama manusia ataupun dengan alam. Supomo menunjukan bahwa pandangan rakyat
Indonesia terhadap alam semesta merupakan suatu totalitas. Manusia beserta makhluk yang
lain dengan lingkungannya merupakan kesatuan. Menurut alam pikiran itu, yang paling
utama ialah keseimbangan atau hubungan harmonis yang satu dengan yang lain. Segala
perbuatan yang menggangu keseimbangan tersebut merupakan pelanggaran hukum (adat).
Pada tiap pelanggaran hukum para penegak hukum mencari bagaimana mengembalikan
keseimbangan yang terganggu itu. Mungkin hanya berupa pembayaran keseimbangan yang
terganggu itu1. Sedangkan untuk pembuktiannya seringkali didasarkan pada apa yang
namannya kekuasaan atau kehendak tuhan.
Bentuk-bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun dalam Pandecten van het
Adatrecht bagian X yang disebut juga :
1. Pengganti kerugian immateriil dalam berbagai bentuk seperti paksaan menikahi
gadis yang telah dicemari.

2.

Membayar uang adat kepada orang yang tersakiti, dengan pembayaran yang
berupa benda yang sakti sebagai pengganti kerugian rohani.

3. Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dan segala kotoran gaib.


4.

Penutup malu, permintaan maaf.

5.

Berbagai macam hukuman badan, hingga hukuman mati.

6. Pengasingan hingga dikeluarkan dari komunitas adat.


A. Perubahan Undang-Undang Di Belanda
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dipandang sebagai salah satu
Undang-undang yang dibuat oleh bangsa Indonesia sendiri, merupakan sebuah lanjutan dari
asas-asas Hukum Acara Pidana yang ada dalam Herzein Inlandsch Reglement (HIR) ataupun
Ned strafvordering 1926 yang lebih moderen itu.
Untuk mencari kejelasan sejarah, kita harus kembali membuka memori pada masa
lalu, tepatnya pada masa maraknya perubahan perundang-undangan dinegeri Belanda pada
tahun 1838. Saat itu mereka baru saja terlepas dari penjajahan yang di lakukan oleh Perancis.
Pada saat itu, kelompok legis atau kelompok yang memandang bahwa seharusnya
semua peraturan hukum harus dibuat dalam bentuk undang-undang sangat kuat. Pada masa
itu berlaku ketentuan bahwa kebiasaan-kebiasaan bukanlah sebuah hukum kecuali kebiasaan
tersebut mendapatkan kekuatan hukum dari Undang-undang ( aturan hukum yang yang
tertulis dan terbuat dengan sengaja ).
Pada tahun 1747 di Indonesia VOC telah membentuk sebuah lembaga peradilan yang
dikhususkan untuk mengadili masyarakat pribumi. Lembaga tersebut langsung melakukan
penelitian terhadap hukum-hukum adat yang ada di Jawa sehingga proyek ini dikenal dengan
sebutan Javasche Wetten (Undang-undang Jawa). Penelitian tersebut dilanjutkan pula oleh
Daendels dan Raffles untuk mendalami hukum adat sepanjang dengan apa yang dipahaminya,
tetapi dengan kejadian di negeri Belanda tersebut, maka usaha ini ditangguhkan.
Sebelum berlakunya Undang-undang baru dinegeri Belanda, pada tahun 1836,
Scholten van Oud-Haarlem telah menyatakan kesediannya untuk mempersiapkan Undangundang baru di Hindia-Belanda. Dengan jabatan sebagai Presidan Hooggerechtshof yang ia
peroleh pada tahun 1837, bersama dengan Mr. van Vloten dan Mr P. Mijer, ia diangkat oleh
gubernur Jendral de Eerens sebagai panitia untuk mempersiapkan sebuah Undang-undang
baru di Hindia-Belanda.

B. Inlands Reglement kemudian Herziene Inlands Reglement


Berdasarkan pengumuman Gubernur Jenderal Hindia-Belanda pada tanggal 3
Desember 1847 Staatblad Nomor 57, salah satu peraturan yang dinyatakan mulai berlaku
pada tanggal 1 Mei 1948 adalah Inlands Reglement atau disingkat IR.
Mr. Wichers melakukan beberapa kali perubahan atas anjuran Gubernur Jendral, tetapi
pada umumnya ia tetap mempertahankan hasil karyanya tersebut. Akhirnya, Reglemenn
tersebut disahkan oleh Gubernur Jendral, dan diumumkan pada tanggal 5 april 1848,
Staatblad nomor 16, serta dikuatkan dengan Firman Raja Belanda tanggal 29 september 1849
nomor 93, diumumkan dalam Staatblad 1849 nomor63.
Pada tahun 1941 dengan Staatblad 1941 nomor 44 Inlands Reglement digantikan
dengan Herziene Inlands Reglement atau HIR. Yang menjadi titik penting dari perubahan IR
ke HIR adalah adanya lembaga Openbaar Ministerie (OM) atau penuntut umum, yang pada
masa IR ditempatkan dibawah kekuasaan Pamong Praja. Dengan perubahan ini maka
Openbaar Ministerie dibuat secara bulat dan tidak lagi terpisah-pisahkan (een en ondeelbaar)
berada dibawah naungan Officier Van Justitie dan Procureur General.
Meskipun seperti itu, dalam prakteknya ternyata IR masih berlaku disamping HIR,
terutama didaerah Jawa dan Madura. Sedangkan HIR berlaku dikota-kota besar seperti
Jakarta (Batavia), Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, dan lain-lain.
Untuk golongan bumiputera atau pribumi, selain berlaku ketentuan yang ada dalam IR
dan HIR, masih ada pengadilan lain seperti districhtsgerecht, regentshapsgerecht. Untuk
daerah luar Jawa dan Madura terdapat pengadilan yang dinamakan magistraatsgerecht, yang
menurut ketentuan Reglement Buitengewesten dipergunakan untuk memutus perkara perdata
yang kecil.
Sebagai pengdilan yang tertinggi yang meliputi seluruh wilayah Hindia-Belanda,
dibentuklah sebuah lembaga peradilan yang dinamakan Hooggerechtshof yang putusanputusannya disebut Arrest. Tugas dari Hooggerechtshof ini diatur dalam pasal 158 Indische
Staatsregeling (IS) dan RO.
2. Acara Pidana Pada Zaman Pendudukan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, sebenarnya tidak terjadi sebuah perubahan yang
mendasar dalam Hukum Acara Pidana, kecuali penghapusan Raad van Justitie yang biasanya
digunakan sebagai sebagai pengadilan untuk golongan Eropa. Undang-undang (Osamu Serei)
Nomor 1 tahun 1942 yang mulai berlaku pada tanggal 7 Maret 1942, dikelurkanlah sebuah
aturan peralihan khusus di wilayah Jawa dan Madura.

Dengan demikian ketentuan Hukum Acara Pidana pada umumnya tidak berubah,
sehingga HIR dan Reglement voor de Buitengewesten beserta Landgerechtsreglement
dinyatakan berlaku untuk Pengadilan Negeri (Tihoo Hooin), Pengadilan Tinggi (Koot Hooin)
den Pengadilan Agung (Saiko Hooin). Adapun susunan pengadilan ini diatur melalui Osamu
Serei Nomor 3 tahun 1942 tanggal 20 september 1942.
3. Hukum Acara Pidana Pada Zaman Kemerdekaan sampai Sekarang
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, maka Indonesia
telah memiliki dasar hukum yang paling utama bagi sebuah negara untuk membentuk sebuah
undang-undang sendiri yang disesuaikan dengan kepentingan dan keperluan serta
berdasarkan Local Wisdom Indonesia sendiri. Aturan-aturan yang berlaku di Indonesia pada
zaman penjajahan berdasarkan asas Konkordansi, termasuk juga didalamnya peraturan yang
mengatur mengenai masalah Acara Pidana, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UndangUndang Dasar 1945 (UUD 1945) dinyatakan masih berlaku sebagai Hukum Nasional
Indonesia selama belum ada Undang-Undang atau peraturan lain yang mencabutnya.
Dengan berdasarkan pada ketentuan tersebut maka ketentuan ketentuan yang ada
dalam HIR masih berlaku dan bisa dipergunakan sebagai Hukum Acara Pidana di
Pengadilan-pengadilan diseluruh Indonesia. Hal ini kemudian diperkuat dengan ketentuan
pada pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951. Adanya UU Nomor 1 Drt. 1951 ini
dimaksudkan untuk mengadakan Unifikasi dalam bidang Hukum Acara Pidana, yang
sebelum adanya UU ini terdiri dari dua hal yakni Hukum Acara Pidana bagi Landraad serta
Hukum Acara Pidana bagi Raad van Justice. Adanya dualisme hukum dalam Hukum Acara
Pidana ini merupakan akibat dari adanya perbedaan antara Peradilan bagi golongan penduduk
Bumi Putri dan Peradilan bagi golongan Eropa.
Walaupun UU No. 1 Drt. 1951 telah menetapkan, bahwa hanya ada satu Hukum
Acara Pidana yang berlaku untuk seluruh Indonesia yaitu RIB, akan tetapi ketentuan yang
ada dalam UU tersebut ternyata belum memberikan jaminan dan perlindungan terhadap Hak
Asasi Manusi (HAM), perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia sebagaimana
wajarnya dimiliki oleh sebuah negara yang menyatakan diri sebagai sebuah Negara Hukum.
Dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwasannya Indonesia adalah sebuh negara
yang didasarkan atas hukum (Rechstaat) dan bukan didasarkan atas kekuasaan belaka
(Machtsstaat).

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (yang didasarkan pada Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978), maka wawasan
untuk mencapa sebuah tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara yang dalam
bidang hukum menyatakan bahwa seluruh kepulauan Nusantara ini sebagai kesatuan hukum
dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan
nasional.
Oleh karena itu perlu diadakan pembangunan serta pembaharuan hukum dengan
menyempurnakan peraturan perundang-undangan serta dilanjutkan dengan sebuah usaha
untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi hukum dalam bidang tertentu dengan
memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi.
Dengan segala pertimbangan seperti yang telah penulis tuliskan diatas, maka pada
tahun 1981 Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Dewan Peerwakilan Rakyat
Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana, salah satu alasan yang dikemukakan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia seperti yang ada dalam konsideran undangundang tersebut adalah bahwa Hukum Acara Pidana yang termuat dalam Het Herziene
Inlandsch Reglement (Staatsblad tahun 1941 Nomor 44) dihubungkan dengan Undangundang nomor 9, (Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) serta semua peraturan
pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya
sepenjang hal itu mengenai Hukum Acara Pidana, Perlu dicabut, karena sudah tidak sesuai
dengan cita-cita hukum nasional.
Undang-Undang tersebut didasarkan pada :
a. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 27 (1) Undang-Undang Dasar 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indoensia Nomor IV/MPR/1978;
c. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembara Negara Nomor
2951).
Dengan keluarnya UU No. 8/1981 Tentang Hukum Acara Pidana, maka dengan tegas
UU ini juga mencabut berlakunya Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941
Nomor 44) dihubungkan dengan UU No. 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) beserta semua peraturan pelaksanaannya.

2. Perubahan system Hukum Acara Pidana berdasarkan sejarah hukum acara pidana di
Indonesia?
Jawaban :
Dalam sejarah kelahiran KUHAP tersebut, sesungguhnya bukanlah tanpa rintangan,
karena kelahirannya itu sendiri melalui proses dan perjuangan yang panjang dengan penuh
harap-harap cemas dari para pencari keadilan dan para penegak hukum. Sebagaimana
diketahui bahwa KUHAP di bentuk untuk memperbaharui dan sekaligus mengganti hukum
acara sebelumnya. KUHAP sebagai pengganti HIR tentu isinya lebih maju dan lebih modern,
lebih lengkap dan sesuai dengan kebutuhan jaman. Dalam KUHAP banyak hal-hal yang tidak
pernah termuat dalam hukum acara pidana sebelumnya (HIR) dimuatnya, hal-hal yang
kurang tegas kemudian dipertegas, dan jaminan perlindungan hak asasi manusia lebih di
tonjolkan. Dengan demikian berlakunya KUHAP bukanlah suatu pembaharuan yang sifatnya
tambal sulam akan tetapi adalah benar-benar suatu pembaharuan yang sifatnya fundamental
yang dijiwai oleh falsafah Pancasila. Sesuai dengan sifat pembaharuannya yang fundamental,
maka sasaran pembaharuan adalah tertuju pada :
1.

Struktur/tatanan hukum acara pidana.

2.

Substansi/materi atau isi dari hukum acara pidana.

3.

Kultur/sikap dan penerimaan masyarakat terhadap hukum acara pidana tersebut.

PERTEMUAN IV
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA
TUGAS
1. Pendapat saudara terhadap tindakanKepolisian dalam kasus diatas ditinjau dari asaasas yang ada dan berlaku dalam hukum acara pidana?
Jawaban :
Jika ditinjau dari asas bantuan hukum yang ditegaskan pada penjelasan umum angka 3
huruf f KUHAP dengan redaksional bahwa Setiap orang yang tersangkut perkara wajib
diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan Untuk
melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya. Sedangkan Asas bantuan hukum
menurut Bab VII pasal UU 4/2004 dirumuskan dengan redaksional menyatakan bahwa
Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Dari asas-asas
itu sudah jelas menyatakan polisi tidak boleh menghalangi seseorang (terlapor) untuk
mendapatakan pembelaan dari advokat karena adanya ketentuan yang mengatur di dalam
Undang-Undang. Dan merupakan hak dari terlapor meskipun bukti dari kepolisian sudah ada.

2. Cari asas hukum acara pidana lainnya?


Jawaban :
Asas-Asas Hukum Acara Pidana lainnya, yaitu :
a. Asas Praduga Tidak bersalah (presumption of Innocence)
Asas ini sifatnya cukup fundamental di dalam Hukum Acara Pidana. Ketentuan asas
praduga tidak bersalah Eksisitensinya tempak pada pasal 8 Undang-undang Nomor 4 Tahun
2004 dan penjelasan umum angka 3 huruf c KUHAP yang menentukan bahwa Setiap orang
yang disangka, ditangkap ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan
wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan
Apabila dijabarkan secara konkret bahwa dengan dilakukan peradilan secara cepat,
sederhana dan biaya ringan dimaksudkan agar terdakwa tidak diperlakukan dan diperiksa

sampai berlarut-larut, kemudian memperoleh kepastian prosedural hukum serta proses


administrasi biaya perkara yang ringan dan tidak terlalu membebaninya.
c. Asas Hak Ingkar
Asas hak ingkar adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang
disertai dengan alasan terhadap seseorang hakim yang mengadili perkarannya.
Hak ingkar ini dapat dilihat dari 2 sudut pandang, yaitu :

Pertama
Hak ingkar (terminologi kewajiban mengundurkan diri) bagi Hakim apabila terikat
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau adannya
hubungan suami atau istri meskipun sudah bercerai dengan ketua, jaksa, advokat, atau
panitra, serta dengan terdakwa atau pensihat umum (Pasal 29 ayat (3), (4) UU 4/2004,
pasal 157 ayat (1), (2) KUHAP) atau ada kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung (pasal 220 KUHAP)


Kedua : Hak ingkar (terminologinya: tidak dapat didengar keterangannya dan dapat
mengudunurkan diri) sebagai saksi karena adannya hubungan keluarga sedarah atau
semanda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ke 3 dari terdakwa,
saudara terdakwa, saudara ibu atau bapak dan anak-anak saudara terdakwa sampai
derajat ke 3 dan suami istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersamasama terdakwa pasal 168 KUHAP.

d. Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk Umum


Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan
terbuka untuk umum terkecuali jika dalam perkara kesusilaan atau

anak-anak sebagai

terdakwa.
e. Asas pengadilan Memeriksa perkara pidana dengan adannya kehadiran terdakwa
Dengan asas kehadiran terdakwa ini pemeriksa pengadilan secara in Absentia
sebagaimana dikenal dalam tindak pidana khusus (ius Singulare, Ius Spesiale atau bit zonder
strafrecht) pada tindak pidana korupsi (UU 20/2001). Tindak pidana ekonomi (UU
No.7/DRT/1955), Tindak Pidana Terorisme (UU No.15/2003), Tindak pidana Pencucian
Uang (UU No.15/2002 Yo 25/2003).

f. Asas Equal Before the law (Perlakuan Yang sama didepan Hukum)
Asas Ini merupakan manifestasi dari negara Hukum (Rechstaat) sehingga diperlukan
adanya perlakuan yang sama bagi setiap orang di depan Hukum (gelijkeid van ieder voor de
wet).
g. Asas Bantuan Hukum
Asas bantuan Hukum ditegaskan pada penjelasan Umum angka 3 huruf f KUHAP
dengan redaksional bahwa Setiap orang yang tersangkut Perkara wajib diberi kesempatan
memperoleh bantuan Hukum yang semata-mata diberikan Untuk melaksanakan kepentingan
pembelaan atas dirinya. Sedangkan Asas bantuan Hukum dalam Bab VII pasal UU 4/2004
Dirumuskan dengan redaksional bahwa Setiap orang yang tersangkut perkara berhak
memperoleh bantuan hukum,
h. Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
Hukum acara pidana tidak mengenal pemeriksan perkara pidana dengan cara
mewakilkan dan memeriksa secara tertulis sebagaimana halnnya dalam hukum perdata.
i. Asas ganti Rugi dan rehabilitasi
Dapatlah disebut bahwa kalau seseorang tertangkap ditahan dan di tuntut atau diadili
tampa alasan berdasarkan Undang-undang atau karena kekeliruan baik mengenai orangnya
atau penerapan Hukum, wajib wajib memperoleh Rehabilitasi.
j. Asas Pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan
k. Asas kepastian jangka waktu Penahanan
Pada KUHAP secara limitatif batas waktu penahanan dalam setiap tingkat memeriksa
telah dibatasi jangka waktunya.

PERTEMUAN V

ILMU-ILMU PEMBANTU

1. Ada berapa ilmu pembantu dalam hukum pidana?


Jawaban :
Ada 6 ilmu pembantu dalam hukum pidana, yaitu :
i.

Logika
Berpikir dengan akal budi yang sehat berdasarkan atas hubungan beberapa fakta
adalah berpikir berdasarkan alam pikiran manusia secara sehat. Bagian Hukum Acara
Pidana yang membutuhkan pemakaian logika adalah masalah pembuktian dan metode

ii.

pembuktian.
Psikologi
Ilmu pengetahuan yang berusaha memahami manusia dengan tujuan untuk dapat

iii.

memberlakukannya secara lebih tepat.


Kriminalistik
Suatu pengetahuan yang berusaha untuk menyelidiki kejahatan dalam arti seluasluasnya, berdasarkan bukti-bukti dan keterangan-keterangan mempergunakan hasil
yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan lainnya.
Ilmu pengetahuan yang termasuk kriminalistik:
a. Ilmu kedokteran forensic (kedokteran Kehakiman)
b. Toksikologi forensik (mempelajari tentang racun)
c. Ilmu kimia forensik
d. Balistik kehakiman (mempelajari tentang senjata api)

iv.

e. Dactyloscopie (mempelajari tentang Sidik jari)


Psikiatri

v.

Ilmu yang mempelajari jiwa manusia,jiwa manusia yang sakit.


Kriminologi
Ilmu yang mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan dan bagaimana cara

vi.

pemberantasannya.
Hukum Pidana
Dengan sendirinya Hukum Acara Pidana, membutuhkan ilmu pembantu hukum
pidana sebab, tugas Hukum Acara Pidana adalah mempertahankan Hukum Pidana
Materiil.

2. Mengapa ilmu-ilmu tersebut disebut sebagai ilmu pembantu?


Jawaban :
Disebut dengan ilmu pembantu, yaitu karena perkembangan di dalam masyarakat
dalam bidang tekhnologi informasi, teknologi komunikasi dan pengetahuan pada umumnya,
maka mempengaruhi perkembangan perilaku manusia serta pemikiran manusia. Dikaitkan
dengan tindak pidana maka akan mempengaruhi dan menyebabkan meningkatnya kualitas
atau mutu dari tindak pidana itu sendiri yang berakibat atau mengakibatkan banyak kasus
pidana yang tidak dapat di selesaikan oleh hukum pidana serta hukum acara pidana, maka
untuk mengungkap atau menyelesaikan dibutuhkan ilmu lain sehigga upaya hukum acara
pidana untuk mencari kebenaran materiil lebih dapat diharapkan.

PERTEMUAN VI
PERADILAN PIDANA

1. Cari pengertian peradilan pidana?


Jawaban :
Sistem Peradilan Pidana (SPP) berasal dari kata yaitu sistem dan peradilan
pidana. Pemahaman mengenai sistem dapat diartikan sebagai suatu rangkaian diantara
sejumlah unsur yang saling terkait untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Bagaimana proses peradilan pidana menurut KUHAP


Jawaban :

I.

PENYELIDIKAN
Merupakan suatu rangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu

peristiwa yang diduga sebai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya penyidikan
lebih lanjut.

II. PENYIDIKAN
Suatu rangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan barang bukti,
dengan bukti tersebut membuat terang tentang kejahatan atau pelanggaran yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
III.PENUNTUTAN
Tindakan JPU untuk melimpahkan perkara pidana ke PN yang berwenang dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa
oleh hakim di sidang pengadilan.
IV. SIDANG Di PENGADILAN
1.

DAKWAAN
Surat dari Penuntut Umum yang menunjuk atau membawa suatu perkara pidana ke

pengadilan apabila cukup alas an untuk mengadakan penuntutan terhadap tersangka yang
memuat peristiwa-peristiwa dan keterangan-keterangan mengenai Locus serta Tempus
dimana perbuatan tersebut dilakukan, dan keadaan-keadaan terdakwa melakukan perbuatan
tersebut, terutama keadaan yang meringankan dan memberatkan kesalahan terdakwa.
2.

EKSEPSI/TANGKISAN/KEBERATAN
Alat pembelaan dengan tujuan utama untuk menghindarkan diadakannya putusan

tentang pokok perkara, karena apabila eksepsi ini diterima oleh PN, maka pokok perkara
tidak perlu diperiksa dan diputus.
3.

PEMERIKSAAN ALAT BUKTI:


a. Berdasarkan Pasal 184 KUHAP Alat bukti yang sah antara lain:

keterangan saksi dan

keterangan ahli

surat

petunjuk

keterangan terdakwa

b. Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan di muka persidangan mengenai


apa yang saksi lihat dan dengar sendiri
c. Saksi ada dua macam: a charge (memberatkan) dan a de charge (meringankan)
d. Keterangan (saksi) ahli / Espertise adalah keterangan pihak ketiga yang objektif untuk
memperjelas dan member kejernihan dari perkara yang disidangkan serta untuk
menambah pengetahuan hakim dalam penyeesaian perkara. Keterangan ahli diberikan
sesuai dengan keahlian dari ahli tersebut.
e. Seluruh keterangan saksi dan keterangan ahli di muka persidangan berada di bawah
sumpah (alat bukti yang sah) .
f. Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan dalam persidangan tentang
perbuatan yang ia lakukan atau yang ia alami dan ia ketahui sendiri
4.

REQUISITOIR / TUNTUTAN JAKSA


Tuntutan JPU sebagai kesimpulan pemeriksaan dimuka persidangan yang diajukan

setelah smua saksi dan ahli-ahli didengar serta surat-surat yang berguna sebagai alat bukti
dibacakan dan dijelaskan kepada terdakwa.
5.

PLEDOI / PEMBELAAN

Setelah JPU membacakan requisitoirnya maka terdakwa / penasehat hukumnya mengajukan


pledoinya.
Yang dimaksudkan dengan pledoi adalah pembelaan dari terdakwa/penasehat
hukumnya terhadap tuntutan yang diajukan oleh JPU, berdasarkan semua keterangan dalam
proses pembuktian yang menguntungkan pihak terdakwa.

6.

REPLIK JPU
Setelah pembelaan/pledoi penasehat hukum dibacakan, maka JPU diberikan

kesempatan oleh hakim untuk mengajukan replik secara tertulis. Replik tersebut diserahkan
kepada Hakim Ketua sidang dan turunannya kepada pihak-pihak yang berkepntingan

7.

DUPLIK TERDAKWA / PENASEHAT HUKUM


Duplik ini diajukan secara tertulis dan dibacakan oleh pansehat hukum dipersidangan

terhadap replik JPU. Duplik tersebut diserahkan kepada Hakim Ketua sidang dan turunannya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan
8.

PUTUSAN MAJELIS HAKIM

Menurut KUHAP ada 3 (tiga) macam putusan pengadilan, yaitu :

Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa (vrijspraak)

Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onstlag
van rechtvervolging)

Putusan yang mengandung penghukuman terdakwa

3. Apa tugas / wewenang Kepolisian, Jaksa/Penuntut Umum dan Hakim dalam


proses peradilan pidana.
Jawaban :
Jaksa dan Penuntut Umum Menurut pasal 1 angka 6 huruf a KUHAP Jaksa adalah
pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut
umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
Menurut pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP Penuntut umum adalah jaksa yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim Hakim Menurut pasal 1 angka 8 KUHAP: Hakim adalah pejabat peradilan
negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Tersangka, Terdakwa
dan Terpidana Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (pasal 1 angka 13
KUHAP)
Kepolisian
1. Di bidang penyidikan kepolisian mendapat porsi sebagai penyidik tindak pidana umum.
2. Kepolisian mempunyai kewenangan melakukan penyidikan tambahan.

3. Kepolisian berperan sebagai koordinator dan pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

PERTEMUAN VII
PENYELIDIKAN
1. Siapakah penyelidik tersebut?
Jawaban :
Pejabat kepolisian negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

2. Apa saja wewenang yang dimiliki penyelidik?


Jawaban :
i.

menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya perbuatan/tindak


pidana

ii.

mencari keterangan dan barang bukti

iii.

menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri;

iv.

mengadakan tindakan lain menurut hukum.

3. Bagaimana hubungan kerja antara penyelidik dengan penyidik dalam proses


penyelidikan
Jawaban :
Tindakan upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,
dan peneriksaan surat. Dalam tindakan upaya paksa tersebut, jika yang diperiksa merasa
keberatan atas perlakuan dirinya yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum, maka dapat
mengajukan praperadilan.
Terminologi penggunaan kata penyelidikan dan penyidikan, jika diperhatikan dari
kata dasarnya, sama saja, keduanya berasal dari kata dasar sidik. Namun dalam KUHAP
pengertian antara penyelidikan dan penyidikan dibedakan sebagai tindakan untuk mencari
dan menemukan kebenaran dalam tindak pidana.

PERTEMUAN VIII
PENYIDIKAN

1. Apa pengertian penyidikan


Jawaban :
Serangkaian tindakan penyidik yang diatur oleh undang-undang untuk mencari dan
mengumpulkan bukti pelaku tindak pidana. Asal kata penyidikan adalah sidik yang berarti
periksa, menyidik, menyelidik atau Mengamat-amati
2. Apa yang menjadi alasan penghentian penyidikan secara Undang undang.
Jawaban :
1. Tidak diperoleh bukti yang cukup. Artinya penyidik tidak memperoleh cukup
bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai
untuk membuktikan kesalahan tersangka jika diajukan ke depan pengadilan. Atas
dasar inilah kemudian penyidik berwenang menghentikan penyidikan.
2. Peristiwa

yang

disangkakan

bukan

merupakan

tindak

pidana.

Apabila dari hasil penyidikan dan pemeriksaan, penyidik berkesimpulan bahwa


apa yang disangkakan terhadap tersangka bukan merupakan perbuatan yang
melanggar hukum atau tindak kejahatan maka penyidik berwenang menghentikan
penyidikan
3. Penghentian

penyidikan

demi

hukum.

Penghentian atas dasar alasan demi hukum pada pokoknya sesuai dengan alasan
hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana.
a. Asas nebis in idem. Yaitu seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya atas
dasar perbuatan yang sama, dimana atas perbuatan itu telah diputus oleh pengadilan
yang berwenang untuk itu dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Apabila tersangkanya meninggal dunia.
c. Karena kadaluarsa. Tenggang waktu itu, menurut KUHP:

o Lewat masa satu tahun terhadap sekalian pelanggaran dan bagi


kejahatan yang dilakukan dengan alat percetakan.
o Lewat masa 6 tahun bagi tindak pidana yang dapat dihukum dengan
pidana denda, kurungan atau penjara, yang tidak lebih dari hukuman
penjara selama tiga tahun.
o Lewat tenggang waktu 12 tahun bagi semua kejahatan yang diancam
dengan hukuman penjara lebih dari 3 tahun.
o Lewat 18 tahun bagi semua kejahatan yang dapat diancam dengan
hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup.
o Atau bagi orang yang pada waktu melakukan tindak pidana belum
mencapai umur 18 tahun, tenggang waktu kadaluarsa yang disebut
pada poin 1 sampai 4, dikurangi sehingga menjadi sepertiganya.

2.

Bagaimana Hubungan fungsional antara penyidik dan penuntut umum dalam

proses menyelidiki
Jawaban :
Dalam menjalankan tugas menangani perkara pidana, antara penyidik dan penuntut
umum terjalin hubungan yang bersifat fungsional dan instansional. Hubungan fungsional
adalah hubungan kerja sama antara penyidik dan penuntut umum menurut fungsi dan
wewenangnya masing-masing dalam penanganan perkara pidana. Hubungan tersebut
merupakan hubungan kerja sama yang bersifat saling mengawasi antara penyidik dan
penuntut umum.dalam proses penanganan perkara pidana Meskipun secara yuridis-normatif,
baik dalam Herzeine Inlands Reglement (HIR) maupun dalam KUHAP, telah diatur mengenai
tugas dan kewenangan masing-masing lembaga yang harus melaksanakannya, perselisihan
dan ketidak harmonisan tugas dan kewenangan antar lembaga dalam sistem peradilan pidana
kita masih sering timbul. Perselisihan itu bahkan kadang sangat meruncing sehingga
menimbulkan sinisme di masyarakat. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui,
bagaimanakah KUHAP sebagai dasar hukumnya, mengatur pelaksanaan hubungan fungsional

antara penyidik dan penuntut umum dan kendala apa sajakah yang menjadi hambatan selama
pelaksanaan hubungan tersebut berlangsung.

PERTEMUAN KE IX
HAK TERSANGKA / TERDAKWA

1. Hak hak apa saja yang diberikan oleh Undang Undang kepada Tersangka /
Terdakwa
Jawaban :
1. Hak untuk segera mendapat pemeriksaan. Tersangka berhak segera
mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik yang selanjutnya dapat diajukan
kepada penuntut umum, dan tersangka berhak perkaranya segera dimajukan
oleh pengadilan ke penuntut umum (Pasal 50 ayat 1 dan ayat 2).
2. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang
dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu
pemeriksaan dimulai (Pasal51)
3. 3.

Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik. Dalam

pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa


berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim
(Pasal 52 KUHAP).
4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam setiap pemeriksaan. Dalam
pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa
berhak untuk setiap waktu mendapat juru bahasa (Pasal 53 ayat 1, lih. Juga
Pasal 177).
5. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan. Guna
kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan
hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada
setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang diatur dalam undangundang/ KUHAP (Pasal 54)

6. Berhak secara bebas memilih penasihat hukum. Untuk mendapatkan penasihat


hukum tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya
(Pasal 55).
7. Hak untuk berubah menjadi wajib untuk mendapat bantuan hukum. Wajib bagi
tersangka mendapat bantuan hukum bagi tersangka dalam semua tingkat
pemeriksaan jika sangkaan yang disangkakan diancam dengan pidana mati
atau ancaman pidana minimal 15 tahun atau lebih (Pasal 56).
8. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi
penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP (Pasal 57).
9. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi
atau menerima kunjunngan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan
baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak (Pasal 58).
10. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan
tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarga atau orang lain
yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang
bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan
bantuan hukum atau jaminana bagi penangguhannya (Pasal 59).

2. Hak apa yang oleh pemerintah secara wajib untuk di berikan baik diminta ataupun
tidak
Jawaban :
Hak tersangka atau terdakwa yang wajib diberikan adalah
i. Hak untuk mendapatkan pemeriksaan.
ii. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang sangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai.
iii. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik.
iv. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan.

v. Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.

3. Bagaimana bila hak Tersangka / Terdakwa tersebut dilanggar oleh penyidik dan atau
penuntut Umum.
Jawaban :
Apabila hak-hak tersangka atau terdakwa dilanggar maka tersangka atau terdakwa
dapat mengajukan upaya hukum dalam hal ini upaya hukum praperadilan.

PERTEMUAN X
PENANGKAPAN

1. Bagaimana Pendapat saudara tentang kasus di atas


Jawaban :
Pihak kepolisian tidak melakukan apaun termasuk juga tidak melakukan penangkapan
terhadap pelaku penganiyaan, menurut pendapat saya bahwa kepolisian tidak memiliki bukti
permulaan yan cukup untuk melakukan penagkapan terhadap pelaku yang melakukan
penganiayaan tersebut. Pihak kepolisian seharusnya dapat mengamankan si pelapor untuk
menghindari adanya tindakan-tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh masyarakat.
Dan berdasarkan laporan tersebut kepolisian dapat melakukan peneyelidikan terhadap
laporan tersebut untuk membuat terang suatu perkara.

2. Menurut Undang-Undang Syarat-syarat dalam dalam penangkapan meliputi apa saja


Jawaban :
a. Seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkaan bukti permulaan
yang cukup.

b. Petugas kepolisian harus memperlihatkan surat tugas, kecuali dalam hal tertangkap
tangan, penagkapan dilakukan tanpa surat printah dengan ketentuan bahwa
penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada
kepada penyidik ataau penyidik pembantu yang terdekat.
c. Petugas kepolisian harus memberikan surat perintah pengkapan kepada pelaku atau
keluarganya.
d. Petugas kepolisian harus menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat
perkaaraa

kejahatan

yang

dipersaangkakan

serta

ia

diperiksaa.

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh


penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

3. Menurut Undang-undang siapa saja yang

berwewenang untuk melakukan

penangkapan dan untuk waktu berapa lama


1. Jawaban :
a. Penyidik atau penyidik pembantu berwenag melakukan penahanan untuk
kepentingan penyidikaan.
b. Penuntut umum berwenang melakukaan penahanan dan penahanan lanjutan
guna kepentingan penuntutan.
c. Hakim Pengadilan Negeri, Hakim Pengadilan Tinggi (Banding), Hakim
Mahkamah Agung (Kasasi) dengan penetapannya berwenang melakukan
penahanan guna kepentingan pemeriksaan hakim di saidang pengadilan.

PERTEMUAN KE XI
PENAHANAN

1. Bagaimana keberadaan polisi tersebut dalam melakukan tindakan penahanan


tersangka
Jawaban :
Menurut pendapat saya tindakan polisi tersebut melakukan penahanan karena pencuri
sudah tertangkap tangan dengan melakukan suatu tindak pidana yaitu pencurian. Penahanan
dapat dilakukan dengan tujuan:
o Guna memperlancar pemeriksaan.
o Agar tersangka tidak melarikan diri
o Agar tersangka tidak merusak barang bukti atau menghilangkannya
o Agar tersangka tidak mengulangi perbuatanya
Dalam kasus ini polisi tersebut melakukan penahanan dengan salah satu tujuan
tersebut diatas

yaitu agar tersangka tidak melarikan diri dan tidak merusak atau

menghilangkan barang bukti.

2. Menurut Undang-undang hal apa saja yang harus diperhatikan berkaitan dengan
dilakukannya tindakan penahanan
Jawaban :
1. Syarat Objektif

Tindak pidananya merupakan tindak pidanan yang diancam dengan pidana


penjara lima tahun atau lebih.

Tindak pidana yang masuk ke dalam rumusan oasal 21 (4) huruf b KUHAP

2. Syarat Subjektif
Penahanan ditujukan untuk dasar kepentingan.
Kepentingan ini ditujukan pada kepentingan penyidikan, penuntutan, dan untuk
kepentingan pemeriksaan dalam sidang pengadilan, serta juga didasarkan pula pada keadaan

yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/ terdakwa akan melarikan diri atau
merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi kejahatan.
Penahanan dilakukan dengan menggunakan surat perintah yang dikeluarkan atau
ditandatangani oleh penyidik/penuntut umum.
Lama masa penahanan:

Penyidikan 20 hari 40 hari

Penuntutan 20 hari 30 hari

Pemeriksaan di pengadilan 30 hari 60 hari

Pemeriksaan banding 30 hari 60 hari

Pemeriksaan kasasi 50 hari 60 hari

Total = 400 harI

Masa penagkapan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang


dijatuhkan.

Untuk tahanan kota, pengurangan 1/5 dari jumlah waktu penahanan.

Untuk tahanan ruman, pengurangan 1/3 dari jumlah waktu penahanan


Untuk rawat inap diluar RUTAN tidak diperhitungkan sebagai masa
penahanan dan demikian juga dengan penangguhan penahanan.

3. Selain polisi siapa yg dapat melakukan penahanan?

Jawaban :
Penuntut Umum

PERTEMUAN KE XIII
PENGGELEDAHAN / PENYITAAN

1. Secara Undang Undang apakah tindakan polisi tersebut dapat disebut sebagai
Penggeledahan / Penyitaan?
Jawaban :
Iya. Tindakan polisi tersebut dapat disebut sebagai penggeledahan/penyitaan.

2. Bagaimana Penggeledahan / Penyitaan dilakukan dalam keadaan tertangkap tangan


Jawaban :
Bilamana ditempat yang akan digeledah diduga keras terdapat tersangka atau
terdakwa, yang patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau
benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan sedangkan surat
ijin dari ketua pengadilan negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam
waktu singkat.

PERTEMUAN XIII
PENUNTUTAN
1. Apakah Surat Dakwaan itu ?

Jawaban :
Surat dakwaan itu adalah berupa surat/akta yang memuat rumusan tindak pidana yang
didakwakan terhadap terdakwa, perumusan mana yang ditarik dan disimpulkan dari hasil
pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan rumusan pasal tindak pidana yang dilanggar

dan didakwakan kepada terdakwa dan surat dakwaan tersebutlah yang menjadi dasar
pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan

2. Macam / Jenis Surat Dakwaan


Jawaban :
1. Dakwaan Tunggal
Dalam surat dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena
tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya:
2. Dakwaan Alternatif
Dalam surat dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis,
lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan
lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana
mana yang paling tepat dapat dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif, meskipun dakwaan
terdiri dari beberapa lapisan, hanya satu dakwaan saja yang dibuktikan tanpa harus
memperhatikan urutannya dan jika salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan
lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam bentuk Surat Dakwaan ini, antara lapisan satu
dengan yang lainnya menggunakan kata sambung atau.
Contoh dakwaan alternatif:
Pertama: Pencurian (Pasal 362 KUHP) atau Kedua: Penadahan (Pasal 480
KUHP)
3. Dakwaan Subsidair
Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan subsidair juga terdiri dari beberapa
lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi
sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari
Tindak Pidana yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang
diancam dengan pidana terendah.
Pembuktian dalam surat dakwaan ini harus dilakukan secara berurut dimulai dari
lapisan teratas sampai dengan lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak terbukti harus

dinyatakan secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang
bersangkutan.
Contoh dakwaan subsidair:
Primair

: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP)

Subsidair : Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)

4. Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus, ke semua
dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan
secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan
dalam hal Terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan
Tindak Pidana yang berdiri sendiri.
Contoh dakwaan kumulatif:
Kesatu:Pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan Kedua: Pencurian dengan pemberatan
(Pasal 363 KUHP) dan Ketiga: Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
5. Dakwaan Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini dikombinasikan atau
digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau subsidair.
Contoh dakwaan kombinasi:
Kesatu: Primair
Subsidair

Kedua: Primair
Subsidair

: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP)


: Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP);

: Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP);


: Pencurian (Pasal 362 KUHP)

3. Syarat-Syarat Surat Dakwaan menurut Undang Undang


Jawaban :
i. Surat Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum.
ii. Segala yang terbukti dalam pemeriksaan di persidangan (apabila ada sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah yang meyakinkan hakim atas suatu tindak
pidana dan pelaku tindak pidana tersebut, vide Pasal 183 KUHAP).

4. Apakah yang dimaksud dengan surat dakwaan batal demi hukum dan atau dibatalkan
demi hukum
Jawaban:
i.

Surat Dakwaan yang dibatalkan. Surat dakwaan yang dibatalkan terjadi biasanya
karena tidak terpenuhinya syarat formil yang sudah ditetapkan dan termasuk juga
masalah kompentensi relative pengadilan. Surat dakwaan ini dapat diajukan kembali
sepanjang syarat2 formil tadi sudah terpenuhi.

ii.

Surat Dakwaan yang batal demi hukum. Surat dakwaan ini jelas tidak dapat diajukan
kembali karena syarat materil nya tidak terpenuhi. Syarat materil adalah syarat yang
menyangkut materi / isi dari dakwaan, jika materi / isi tidak ada maka dakwaan pun
secara otomatis dianggap tidak ada. Perlu diingat juga bahwa dalam hukum tidak bisa
kita mengajukan dakwaan terhadap perkara / materi yang sama karena adanya asas
nebis in idem.

PERTEMUAN XV
PEMBUKTIAN
1. Cari ada beberapa teori pembuktian

Jawaban :
Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata (Conviction In
Time)Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap perbuatan yang
didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian keyakinan hakim semata-mata. Jadi
bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya terdakwa sepenuhnya tergantung pada
keyakinan hakim. Dan keyakinan hakim tidak harus timbul atau didasarkan pada alat bukti
yang ada.
Sekalipun alat bukti sudah cukup kalau hakim tidak yakin, hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana, sebaliknya meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin,
maka terdakwa dapat dinyatakan bersalah. Akibatnya dalam memutuskan perkara hakim
menjadi subyektif sekali.

2. Dalam hukum acara pidana khususnya dengan berlaku KUHP menggunakan teori
pembuktian yang bagaimana
Jawaban :
ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang
dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan
undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.

3. Sebutkan Jenis Serta Kekuatan Hukum pembuktian alat alat bukti menurut KUHP
Jawaban :
Adapun alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang telah diatur dalam Pasal 184
ayat (1) KUHAP adalah sebagai berikut:
i.

Keterangan Saksi;

ii.

Keterangan ahli;

iii.

Surat;

iv.

Petunjuk.

v.

Keterangan terdakwa.

Berikut penjelasan mengenai alat bukti antara lain sebagai berikut:


a. KeteranganSaksi
Keterangan saksi adalah alat bukti yang pertama disebut dalam pasal 184 KUHAP. Pada
umunya tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi.
Menurut M. Yahya Harahap (2002:286) bahwa:Hampir semua pembuktian perkara
pidana selalu bersandar kepada pemerikasaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya,
disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian
dengan alat bukti keterangan saksi.
Pengertian saksi dapat kita lihat pada KUHAP yaitu saksi adalah orang yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang
suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Dalam Pasal 185 KUHAP, berbunyi:
Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di depan saksi
pengadilan.
Keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa bersalah
terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila tidak
disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau
keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada
hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya
suatu kejadian atau keadaan tertentu.
Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan
merupakan keterangan saksi.
Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, Hakim harus dengan sungguhsungguh memperhatikan :

Penesuaiaan antara keterangan saksi satu dengan yang lain;

Persesuaiaan antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;

Alasan yang mengkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi


keterangan yang tertentu;

Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu tang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya.

PERTEMUAN KE XVI
PUTUSAN PENGADILAN
1. Apakah putusan demikian dapat dibenarkan dalam hukum
Jawaban :
Putusan tersebut tidak dapat dibenarkan secara hukum karena pembukti n minimal
menggunakan 2 alat bukti sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.
2.

Sebutkan Jenis / Macam putusan yang dapat dijatuhkan dalam perkara pidana

Jawaban :

Putusan bebas

Putusan lepas

Putusan pemidanaan

3.

Kapankah suatu putusan tersebut disebutkan sebagai mempunyai hukum tetap

Jawaban :
Keputusan tersebut dapat dikatakan memiliki kekuatan hukum tetap pada saat :

Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding setelah waktu 7 hari
setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang
tidak hadir ( Pasal 233 ayat 2, Pasal 234 ayat 1) kecuali putusan bebas, lepas dari
segala tuntutan hukum, dan putusan pemeriksaan secara cepat karena putusan-putusan
tersebut tidak dapat diajukan banding (Pasal 67 KUHAP).

Putusan pengadilan tingkat banding yaitu diajukan kasasi dalam waktu 14 hari
sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada
terdakwa (pasal 245 ayat 1, pasal 246 ayat 1 KUHAP)

PERTEMUAN XVII
UPAYA HUKUM
1. Apa yang dimaksud dengan upaya hukum biasa & luar biasa
Jawaban :
Upaya hukum biasa adalah upaya kita melawan atas putusan pengadilan, putusan
perstek, banding atau kasasi. Pengecualiannya adalah putusan itu dapat dilaksanakan terlebih
dahulu (uitvoerbaar bij voorradd). Meskipun diajukan upaya hukum namun eksekusi akan
berjalan terus. Sedangkan upaya hukum luar biasa adalah pada asasnya tidak menangguhkan
eksekutorial dan peninjauan kembali, atas putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Jadi
meskipun diajukan permohonan perlawanan atau dimohonkan peninjauan kembali, maka
eksekusi berjalan terus.

2.

Jenis putusan yang bagaimana dapat ditempuh upaya hukum biasa dan luar biasa

Jawaban :
1. Upaya hukum biasa

Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum berkekuatan
hukum tetap. Upaya ini mencakup:
a. Perlawanan/verzet
b. Banding
c. Kasasi
Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan
tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau
uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180 ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya
hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus.
2. Upaya hukum luar biasa
Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada
asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Mencakup:
a. Peninjauan kembali (request civil)
b. Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial.

3. Apa yang dimaksud putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
Jawaban :
Yang dimaksud dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap adalah :

Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi
dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana;

Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu
yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau

Putusan kasasi.

PERTEMUAN KE XVIII
PENGAWASAN PELAKSANAAN PUTUSAN
1.

Apa yang dimaksud dengan pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan

pengadilan
Jawaban :
Melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap setiap putusan pengadilan itu yang
menjatuhkan hukuman perampasan kemerdekaan seperti pidana kurungan, penjara, pidana
bersyarat, dan sebagainya. Dengan tugas itu, dia disebut sebagai hakim pengawas dan
pengamat yang ditunjuk bertugas paling lama dua tahun. Tugas pengawasan dan pengamatan
itu sudah dimulai sejak jaksa menyampaikan tembusan berita acara pelaksanaan putusan
pengadilan yang dilakukannya. Berita acara itu harus dicatat oleh panitera di dalam register
pengawasan dan pengamatan.

2.

Apakah pengawasan & pengamatan pelaksanaan putusan tersebut ada keterkaitan

dengan hak remisi bagi terpidana


Jawaban :
Pengawasan dan pengamatan tidak berhubungan dengan pemberian remisi karena inti
dari pengawasan dan pengamatan adalah mengamati agar terdapat suatu jaminan bahwa
putusan yang di jatuhkan Pengadilan Negeri dilaksanakan sebagaimana mestinya (pasal 280
ayat 1 KUHAP).

Anda mungkin juga menyukai