Dosen :
I Nengah Susrama, SH., MH
Nama
NPM
: 12.8.103.21.21.5.4748
Kelas
:C
Fakultas : Hukum
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2014
PERTEMUAN I
PENGANTAR
TUGAS
1. Aspek hukum apa yang ada dalama kasus tersebut dan bagaimana hubungan antar
aspek-aspek hukum tesebut ?
Jawaban :
Berbicara tentang aspek hukum maka tidak lepas dari hukum materil dan hukum
formil. Hukum materil yang dimaksud adalah ketentuan hukum yang memuat norma dan
sanksi yang dimaksud dalam hal ini pencurian sepeda. Dalam hukum materil sesuai dengan
HUHP Pasal 362 yang berbunyi barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun, atau pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah". Menurut R. Soesilo elemem-elemen dari Pasal
362 KUHP adalah : Mengambil, Sesuatu Barang, Seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain, dilakukan dengan maksud memiliki dengan cara melawan Hukum.
Sementara untuk hukum formil adalah ketentuan hukum yang memuat tata cara
bagaimana meneraan hukum materil atau dengan kata lain Hukum Acara Pidana dalam hal
ini UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Dalam hukum Formil dikaitkan dengan KUHAP
yaitu telah dilakukannya penyelidikan/penyidikan, penangkapan, penahanan, pengeledahan,
penyitaan. Hingga Putusan Pengadilan.
2. Definisi Hukum Acara Pidana ?
Jawaban :
Hukum Acara Pidana adalah suatau peraturan yang mwngatur tentang proses pradilan,
dan didalam hukum acara pidana itu didapati ketentuan-ketentuan yang mengatur segala hal
ikhwal peradilan, mulai dari siapa-siapa yang mempunyai wewenang kepolisian,
pemeriksaan, penggeledahan, penahanan, penjantuhan pidana, pelaksanaan putusan
pengadilan, sampai pada banding dan grasi.
PERTEMUAN II
TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA
TUGAS
1. Dilihat dari ajaran kebenraran terhadap kasus tersebut dapat dibedakan menjadi dua
macam/jenis kebenaran?
Jawaban :
Dalam Hukum Acara Perdata yang dicari adalah kebenaran formil. Yakni kebenaran
dari apa yang diperoleh berdasarkan apa yang dikemukakan oleh para pihak.Kebenaran digali
dari fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak (tergugat-penggugat).Kebenaran dalam acara
perdata sangat tergantung dari para pihak formal.
Sedangkan dalam Hukum Acara Pidana yang dicari adalah kebenaran materil.Hakim
tidak tergantung kepada apa yang dikemukakan oleh jaksa penuntut umum maupun oleh
penasihat hukum terdakwa. Hakim bersifat aktif mencari kebenaran yang menurut "fakta"
yang sebenarnya, bukan menurut apa yang dikemukakan oleh jaksa penuntut umu maupun
penasihat hukum terdakwa.
2. Apakah tujuan Hukum Acara Pidana..?
Jawaban :
Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran meteriil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya
dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan
tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna
menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang
yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
PERTEMUAN III
SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA
TUGAS
1. Bgaimana sejarah Hukum Acara Pidana di Indonesia???
Jawaban :
1. Masa Penjajahan Belanda
Sebenarnya pada masa-masa kedatangan Belanda pertama kali di Nusantara, negeri
ini bukanlah sebuah negeri yang tidak memiliki hukum. Masyarakat kita sudah memiliki
peraturan-peraturan yang berlaku secara eksklusif bagi tiap-tiap kesatuan masyarakat.
Peraturan yang berlaku juga berlaku secara eksklusif kepada anggota masing-masing
kelompok masyarakat, peraturan-peraturan ini sering kita sebut sebagai hukum adat.
Umumnya dalam Hukum Adat tidak mengenal adanya pembedaan antara Hukum Privat
dengan Hukum Publik, seperti yang kita kenal dalam dunia Modern saat ini, semuanya adalah
kesatuan, baik itu yang dikenal dengan Hukum Acara Pidana ataupun Acara perdata,
semuanya dalam satu-kesatuan hukum ada begitu pula dengan lembaga-lembaga yang
mengaturnya. Lembaga seperti Kejaksaan yang menurut kebiasaan orang dilahirkan di
Perancis adalah sebuah lembaga baru yang dulu tidak terdapat dalam hukum yang dibuat oleh
masyarakat primitif.
Seseorang bisa dinyatakan bersalah apabila dia dianggap mengganggu keseimbangan
yang ada dalam masyarakat adat tersebut, entah keseimbangan yang berhubungan dengan
sesama manusia ataupun dengan alam. Supomo menunjukan bahwa pandangan rakyat
Indonesia terhadap alam semesta merupakan suatu totalitas. Manusia beserta makhluk yang
lain dengan lingkungannya merupakan kesatuan. Menurut alam pikiran itu, yang paling
utama ialah keseimbangan atau hubungan harmonis yang satu dengan yang lain. Segala
perbuatan yang menggangu keseimbangan tersebut merupakan pelanggaran hukum (adat).
Pada tiap pelanggaran hukum para penegak hukum mencari bagaimana mengembalikan
keseimbangan yang terganggu itu. Mungkin hanya berupa pembayaran keseimbangan yang
terganggu itu1. Sedangkan untuk pembuktiannya seringkali didasarkan pada apa yang
namannya kekuasaan atau kehendak tuhan.
Bentuk-bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun dalam Pandecten van het
Adatrecht bagian X yang disebut juga :
1. Pengganti kerugian immateriil dalam berbagai bentuk seperti paksaan menikahi
gadis yang telah dicemari.
2.
Membayar uang adat kepada orang yang tersakiti, dengan pembayaran yang
berupa benda yang sakti sebagai pengganti kerugian rohani.
5.
Dengan demikian ketentuan Hukum Acara Pidana pada umumnya tidak berubah,
sehingga HIR dan Reglement voor de Buitengewesten beserta Landgerechtsreglement
dinyatakan berlaku untuk Pengadilan Negeri (Tihoo Hooin), Pengadilan Tinggi (Koot Hooin)
den Pengadilan Agung (Saiko Hooin). Adapun susunan pengadilan ini diatur melalui Osamu
Serei Nomor 3 tahun 1942 tanggal 20 september 1942.
3. Hukum Acara Pidana Pada Zaman Kemerdekaan sampai Sekarang
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, maka Indonesia
telah memiliki dasar hukum yang paling utama bagi sebuah negara untuk membentuk sebuah
undang-undang sendiri yang disesuaikan dengan kepentingan dan keperluan serta
berdasarkan Local Wisdom Indonesia sendiri. Aturan-aturan yang berlaku di Indonesia pada
zaman penjajahan berdasarkan asas Konkordansi, termasuk juga didalamnya peraturan yang
mengatur mengenai masalah Acara Pidana, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UndangUndang Dasar 1945 (UUD 1945) dinyatakan masih berlaku sebagai Hukum Nasional
Indonesia selama belum ada Undang-Undang atau peraturan lain yang mencabutnya.
Dengan berdasarkan pada ketentuan tersebut maka ketentuan ketentuan yang ada
dalam HIR masih berlaku dan bisa dipergunakan sebagai Hukum Acara Pidana di
Pengadilan-pengadilan diseluruh Indonesia. Hal ini kemudian diperkuat dengan ketentuan
pada pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951. Adanya UU Nomor 1 Drt. 1951 ini
dimaksudkan untuk mengadakan Unifikasi dalam bidang Hukum Acara Pidana, yang
sebelum adanya UU ini terdiri dari dua hal yakni Hukum Acara Pidana bagi Landraad serta
Hukum Acara Pidana bagi Raad van Justice. Adanya dualisme hukum dalam Hukum Acara
Pidana ini merupakan akibat dari adanya perbedaan antara Peradilan bagi golongan penduduk
Bumi Putri dan Peradilan bagi golongan Eropa.
Walaupun UU No. 1 Drt. 1951 telah menetapkan, bahwa hanya ada satu Hukum
Acara Pidana yang berlaku untuk seluruh Indonesia yaitu RIB, akan tetapi ketentuan yang
ada dalam UU tersebut ternyata belum memberikan jaminan dan perlindungan terhadap Hak
Asasi Manusi (HAM), perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia sebagaimana
wajarnya dimiliki oleh sebuah negara yang menyatakan diri sebagai sebuah Negara Hukum.
Dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwasannya Indonesia adalah sebuh negara
yang didasarkan atas hukum (Rechstaat) dan bukan didasarkan atas kekuasaan belaka
(Machtsstaat).
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (yang didasarkan pada Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978), maka wawasan
untuk mencapa sebuah tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara yang dalam
bidang hukum menyatakan bahwa seluruh kepulauan Nusantara ini sebagai kesatuan hukum
dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan
nasional.
Oleh karena itu perlu diadakan pembangunan serta pembaharuan hukum dengan
menyempurnakan peraturan perundang-undangan serta dilanjutkan dengan sebuah usaha
untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi hukum dalam bidang tertentu dengan
memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi.
Dengan segala pertimbangan seperti yang telah penulis tuliskan diatas, maka pada
tahun 1981 Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Dewan Peerwakilan Rakyat
Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana, salah satu alasan yang dikemukakan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia seperti yang ada dalam konsideran undangundang tersebut adalah bahwa Hukum Acara Pidana yang termuat dalam Het Herziene
Inlandsch Reglement (Staatsblad tahun 1941 Nomor 44) dihubungkan dengan Undangundang nomor 9, (Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) serta semua peraturan
pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya
sepenjang hal itu mengenai Hukum Acara Pidana, Perlu dicabut, karena sudah tidak sesuai
dengan cita-cita hukum nasional.
Undang-Undang tersebut didasarkan pada :
a. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 27 (1) Undang-Undang Dasar 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indoensia Nomor IV/MPR/1978;
c. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembara Negara Nomor
2951).
Dengan keluarnya UU No. 8/1981 Tentang Hukum Acara Pidana, maka dengan tegas
UU ini juga mencabut berlakunya Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941
Nomor 44) dihubungkan dengan UU No. 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) beserta semua peraturan pelaksanaannya.
2. Perubahan system Hukum Acara Pidana berdasarkan sejarah hukum acara pidana di
Indonesia?
Jawaban :
Dalam sejarah kelahiran KUHAP tersebut, sesungguhnya bukanlah tanpa rintangan,
karena kelahirannya itu sendiri melalui proses dan perjuangan yang panjang dengan penuh
harap-harap cemas dari para pencari keadilan dan para penegak hukum. Sebagaimana
diketahui bahwa KUHAP di bentuk untuk memperbaharui dan sekaligus mengganti hukum
acara sebelumnya. KUHAP sebagai pengganti HIR tentu isinya lebih maju dan lebih modern,
lebih lengkap dan sesuai dengan kebutuhan jaman. Dalam KUHAP banyak hal-hal yang tidak
pernah termuat dalam hukum acara pidana sebelumnya (HIR) dimuatnya, hal-hal yang
kurang tegas kemudian dipertegas, dan jaminan perlindungan hak asasi manusia lebih di
tonjolkan. Dengan demikian berlakunya KUHAP bukanlah suatu pembaharuan yang sifatnya
tambal sulam akan tetapi adalah benar-benar suatu pembaharuan yang sifatnya fundamental
yang dijiwai oleh falsafah Pancasila. Sesuai dengan sifat pembaharuannya yang fundamental,
maka sasaran pembaharuan adalah tertuju pada :
1.
2.
3.
PERTEMUAN IV
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA
TUGAS
1. Pendapat saudara terhadap tindakanKepolisian dalam kasus diatas ditinjau dari asaasas yang ada dan berlaku dalam hukum acara pidana?
Jawaban :
Jika ditinjau dari asas bantuan hukum yang ditegaskan pada penjelasan umum angka 3
huruf f KUHAP dengan redaksional bahwa Setiap orang yang tersangkut perkara wajib
diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan Untuk
melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya. Sedangkan Asas bantuan hukum
menurut Bab VII pasal UU 4/2004 dirumuskan dengan redaksional menyatakan bahwa
Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Dari asas-asas
itu sudah jelas menyatakan polisi tidak boleh menghalangi seseorang (terlapor) untuk
mendapatakan pembelaan dari advokat karena adanya ketentuan yang mengatur di dalam
Undang-Undang. Dan merupakan hak dari terlapor meskipun bukti dari kepolisian sudah ada.
Pertama
Hak ingkar (terminologi kewajiban mengundurkan diri) bagi Hakim apabila terikat
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau adannya
hubungan suami atau istri meskipun sudah bercerai dengan ketua, jaksa, advokat, atau
panitra, serta dengan terdakwa atau pensihat umum (Pasal 29 ayat (3), (4) UU 4/2004,
pasal 157 ayat (1), (2) KUHAP) atau ada kepentingan baik langsung maupun tidak
anak-anak sebagai
terdakwa.
e. Asas pengadilan Memeriksa perkara pidana dengan adannya kehadiran terdakwa
Dengan asas kehadiran terdakwa ini pemeriksa pengadilan secara in Absentia
sebagaimana dikenal dalam tindak pidana khusus (ius Singulare, Ius Spesiale atau bit zonder
strafrecht) pada tindak pidana korupsi (UU 20/2001). Tindak pidana ekonomi (UU
No.7/DRT/1955), Tindak Pidana Terorisme (UU No.15/2003), Tindak pidana Pencucian
Uang (UU No.15/2002 Yo 25/2003).
f. Asas Equal Before the law (Perlakuan Yang sama didepan Hukum)
Asas Ini merupakan manifestasi dari negara Hukum (Rechstaat) sehingga diperlukan
adanya perlakuan yang sama bagi setiap orang di depan Hukum (gelijkeid van ieder voor de
wet).
g. Asas Bantuan Hukum
Asas bantuan Hukum ditegaskan pada penjelasan Umum angka 3 huruf f KUHAP
dengan redaksional bahwa Setiap orang yang tersangkut Perkara wajib diberi kesempatan
memperoleh bantuan Hukum yang semata-mata diberikan Untuk melaksanakan kepentingan
pembelaan atas dirinya. Sedangkan Asas bantuan Hukum dalam Bab VII pasal UU 4/2004
Dirumuskan dengan redaksional bahwa Setiap orang yang tersangkut perkara berhak
memperoleh bantuan hukum,
h. Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
Hukum acara pidana tidak mengenal pemeriksan perkara pidana dengan cara
mewakilkan dan memeriksa secara tertulis sebagaimana halnnya dalam hukum perdata.
i. Asas ganti Rugi dan rehabilitasi
Dapatlah disebut bahwa kalau seseorang tertangkap ditahan dan di tuntut atau diadili
tampa alasan berdasarkan Undang-undang atau karena kekeliruan baik mengenai orangnya
atau penerapan Hukum, wajib wajib memperoleh Rehabilitasi.
j. Asas Pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan
k. Asas kepastian jangka waktu Penahanan
Pada KUHAP secara limitatif batas waktu penahanan dalam setiap tingkat memeriksa
telah dibatasi jangka waktunya.
PERTEMUAN V
ILMU-ILMU PEMBANTU
Logika
Berpikir dengan akal budi yang sehat berdasarkan atas hubungan beberapa fakta
adalah berpikir berdasarkan alam pikiran manusia secara sehat. Bagian Hukum Acara
Pidana yang membutuhkan pemakaian logika adalah masalah pembuktian dan metode
ii.
pembuktian.
Psikologi
Ilmu pengetahuan yang berusaha memahami manusia dengan tujuan untuk dapat
iii.
iv.
v.
vi.
pemberantasannya.
Hukum Pidana
Dengan sendirinya Hukum Acara Pidana, membutuhkan ilmu pembantu hukum
pidana sebab, tugas Hukum Acara Pidana adalah mempertahankan Hukum Pidana
Materiil.
PERTEMUAN VI
PERADILAN PIDANA
I.
PENYELIDIKAN
Merupakan suatu rangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya penyidikan
lebih lanjut.
II. PENYIDIKAN
Suatu rangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan barang bukti,
dengan bukti tersebut membuat terang tentang kejahatan atau pelanggaran yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
III.PENUNTUTAN
Tindakan JPU untuk melimpahkan perkara pidana ke PN yang berwenang dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa
oleh hakim di sidang pengadilan.
IV. SIDANG Di PENGADILAN
1.
DAKWAAN
Surat dari Penuntut Umum yang menunjuk atau membawa suatu perkara pidana ke
pengadilan apabila cukup alas an untuk mengadakan penuntutan terhadap tersangka yang
memuat peristiwa-peristiwa dan keterangan-keterangan mengenai Locus serta Tempus
dimana perbuatan tersebut dilakukan, dan keadaan-keadaan terdakwa melakukan perbuatan
tersebut, terutama keadaan yang meringankan dan memberatkan kesalahan terdakwa.
2.
EKSEPSI/TANGKISAN/KEBERATAN
Alat pembelaan dengan tujuan utama untuk menghindarkan diadakannya putusan
tentang pokok perkara, karena apabila eksepsi ini diterima oleh PN, maka pokok perkara
tidak perlu diperiksa dan diputus.
3.
keterangan ahli
surat
petunjuk
keterangan terdakwa
setelah smua saksi dan ahli-ahli didengar serta surat-surat yang berguna sebagai alat bukti
dibacakan dan dijelaskan kepada terdakwa.
5.
PLEDOI / PEMBELAAN
6.
REPLIK JPU
Setelah pembelaan/pledoi penasehat hukum dibacakan, maka JPU diberikan
kesempatan oleh hakim untuk mengajukan replik secara tertulis. Replik tersebut diserahkan
kepada Hakim Ketua sidang dan turunannya kepada pihak-pihak yang berkepntingan
7.
terhadap replik JPU. Duplik tersebut diserahkan kepada Hakim Ketua sidang dan turunannya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan
8.
Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onstlag
van rechtvervolging)
3. Kepolisian berperan sebagai koordinator dan pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
PERTEMUAN VII
PENYELIDIKAN
1. Siapakah penyelidik tersebut?
Jawaban :
Pejabat kepolisian negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
ii.
iii.
menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri;
iv.
PERTEMUAN VIII
PENYIDIKAN
yang
disangkakan
bukan
merupakan
tindak
pidana.
penyidikan
demi
hukum.
Penghentian atas dasar alasan demi hukum pada pokoknya sesuai dengan alasan
hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana.
a. Asas nebis in idem. Yaitu seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya atas
dasar perbuatan yang sama, dimana atas perbuatan itu telah diputus oleh pengadilan
yang berwenang untuk itu dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Apabila tersangkanya meninggal dunia.
c. Karena kadaluarsa. Tenggang waktu itu, menurut KUHP:
2.
proses menyelidiki
Jawaban :
Dalam menjalankan tugas menangani perkara pidana, antara penyidik dan penuntut
umum terjalin hubungan yang bersifat fungsional dan instansional. Hubungan fungsional
adalah hubungan kerja sama antara penyidik dan penuntut umum menurut fungsi dan
wewenangnya masing-masing dalam penanganan perkara pidana. Hubungan tersebut
merupakan hubungan kerja sama yang bersifat saling mengawasi antara penyidik dan
penuntut umum.dalam proses penanganan perkara pidana Meskipun secara yuridis-normatif,
baik dalam Herzeine Inlands Reglement (HIR) maupun dalam KUHAP, telah diatur mengenai
tugas dan kewenangan masing-masing lembaga yang harus melaksanakannya, perselisihan
dan ketidak harmonisan tugas dan kewenangan antar lembaga dalam sistem peradilan pidana
kita masih sering timbul. Perselisihan itu bahkan kadang sangat meruncing sehingga
menimbulkan sinisme di masyarakat. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui,
bagaimanakah KUHAP sebagai dasar hukumnya, mengatur pelaksanaan hubungan fungsional
antara penyidik dan penuntut umum dan kendala apa sajakah yang menjadi hambatan selama
pelaksanaan hubungan tersebut berlangsung.
PERTEMUAN KE IX
HAK TERSANGKA / TERDAKWA
1. Hak hak apa saja yang diberikan oleh Undang Undang kepada Tersangka /
Terdakwa
Jawaban :
1. Hak untuk segera mendapat pemeriksaan. Tersangka berhak segera
mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik yang selanjutnya dapat diajukan
kepada penuntut umum, dan tersangka berhak perkaranya segera dimajukan
oleh pengadilan ke penuntut umum (Pasal 50 ayat 1 dan ayat 2).
2. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang
dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu
pemeriksaan dimulai (Pasal51)
3. 3.
2. Hak apa yang oleh pemerintah secara wajib untuk di berikan baik diminta ataupun
tidak
Jawaban :
Hak tersangka atau terdakwa yang wajib diberikan adalah
i. Hak untuk mendapatkan pemeriksaan.
ii. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang sangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai.
iii. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik.
iv. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan.
v. Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.
3. Bagaimana bila hak Tersangka / Terdakwa tersebut dilanggar oleh penyidik dan atau
penuntut Umum.
Jawaban :
Apabila hak-hak tersangka atau terdakwa dilanggar maka tersangka atau terdakwa
dapat mengajukan upaya hukum dalam hal ini upaya hukum praperadilan.
PERTEMUAN X
PENANGKAPAN
b. Petugas kepolisian harus memperlihatkan surat tugas, kecuali dalam hal tertangkap
tangan, penagkapan dilakukan tanpa surat printah dengan ketentuan bahwa
penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada
kepada penyidik ataau penyidik pembantu yang terdekat.
c. Petugas kepolisian harus memberikan surat perintah pengkapan kepada pelaku atau
keluarganya.
d. Petugas kepolisian harus menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat
perkaaraa
kejahatan
yang
dipersaangkakan
serta
ia
diperiksaa.
PERTEMUAN KE XI
PENAHANAN
yaitu agar tersangka tidak melarikan diri dan tidak merusak atau
2. Menurut Undang-undang hal apa saja yang harus diperhatikan berkaitan dengan
dilakukannya tindakan penahanan
Jawaban :
1. Syarat Objektif
Tindak pidana yang masuk ke dalam rumusan oasal 21 (4) huruf b KUHAP
2. Syarat Subjektif
Penahanan ditujukan untuk dasar kepentingan.
Kepentingan ini ditujukan pada kepentingan penyidikan, penuntutan, dan untuk
kepentingan pemeriksaan dalam sidang pengadilan, serta juga didasarkan pula pada keadaan
yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/ terdakwa akan melarikan diri atau
merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi kejahatan.
Penahanan dilakukan dengan menggunakan surat perintah yang dikeluarkan atau
ditandatangani oleh penyidik/penuntut umum.
Lama masa penahanan:
Jawaban :
Penuntut Umum
PERTEMUAN KE XIII
PENGGELEDAHAN / PENYITAAN
1. Secara Undang Undang apakah tindakan polisi tersebut dapat disebut sebagai
Penggeledahan / Penyitaan?
Jawaban :
Iya. Tindakan polisi tersebut dapat disebut sebagai penggeledahan/penyitaan.
PERTEMUAN XIII
PENUNTUTAN
1. Apakah Surat Dakwaan itu ?
Jawaban :
Surat dakwaan itu adalah berupa surat/akta yang memuat rumusan tindak pidana yang
didakwakan terhadap terdakwa, perumusan mana yang ditarik dan disimpulkan dari hasil
pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan rumusan pasal tindak pidana yang dilanggar
dan didakwakan kepada terdakwa dan surat dakwaan tersebutlah yang menjadi dasar
pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan
dinyatakan secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang
bersangkutan.
Contoh dakwaan subsidair:
Primair
4. Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus, ke semua
dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan
secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan
dalam hal Terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan
Tindak Pidana yang berdiri sendiri.
Contoh dakwaan kumulatif:
Kesatu:Pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan Kedua: Pencurian dengan pemberatan
(Pasal 363 KUHP) dan Ketiga: Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
5. Dakwaan Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini dikombinasikan atau
digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau subsidair.
Contoh dakwaan kombinasi:
Kesatu: Primair
Subsidair
Kedua: Primair
Subsidair
4. Apakah yang dimaksud dengan surat dakwaan batal demi hukum dan atau dibatalkan
demi hukum
Jawaban:
i.
Surat Dakwaan yang dibatalkan. Surat dakwaan yang dibatalkan terjadi biasanya
karena tidak terpenuhinya syarat formil yang sudah ditetapkan dan termasuk juga
masalah kompentensi relative pengadilan. Surat dakwaan ini dapat diajukan kembali
sepanjang syarat2 formil tadi sudah terpenuhi.
ii.
Surat Dakwaan yang batal demi hukum. Surat dakwaan ini jelas tidak dapat diajukan
kembali karena syarat materil nya tidak terpenuhi. Syarat materil adalah syarat yang
menyangkut materi / isi dari dakwaan, jika materi / isi tidak ada maka dakwaan pun
secara otomatis dianggap tidak ada. Perlu diingat juga bahwa dalam hukum tidak bisa
kita mengajukan dakwaan terhadap perkara / materi yang sama karena adanya asas
nebis in idem.
PERTEMUAN XV
PEMBUKTIAN
1. Cari ada beberapa teori pembuktian
Jawaban :
Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata (Conviction In
Time)Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap perbuatan yang
didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian keyakinan hakim semata-mata. Jadi
bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya terdakwa sepenuhnya tergantung pada
keyakinan hakim. Dan keyakinan hakim tidak harus timbul atau didasarkan pada alat bukti
yang ada.
Sekalipun alat bukti sudah cukup kalau hakim tidak yakin, hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana, sebaliknya meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin,
maka terdakwa dapat dinyatakan bersalah. Akibatnya dalam memutuskan perkara hakim
menjadi subyektif sekali.
2. Dalam hukum acara pidana khususnya dengan berlaku KUHP menggunakan teori
pembuktian yang bagaimana
Jawaban :
ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang
dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan
undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.
3. Sebutkan Jenis Serta Kekuatan Hukum pembuktian alat alat bukti menurut KUHP
Jawaban :
Adapun alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang telah diatur dalam Pasal 184
ayat (1) KUHAP adalah sebagai berikut:
i.
Keterangan Saksi;
ii.
Keterangan ahli;
iii.
Surat;
iv.
Petunjuk.
v.
Keterangan terdakwa.
Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu tang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya.
PERTEMUAN KE XVI
PUTUSAN PENGADILAN
1. Apakah putusan demikian dapat dibenarkan dalam hukum
Jawaban :
Putusan tersebut tidak dapat dibenarkan secara hukum karena pembukti n minimal
menggunakan 2 alat bukti sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.
2.
Sebutkan Jenis / Macam putusan yang dapat dijatuhkan dalam perkara pidana
Jawaban :
Putusan bebas
Putusan lepas
Putusan pemidanaan
3.
Jawaban :
Keputusan tersebut dapat dikatakan memiliki kekuatan hukum tetap pada saat :
Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding setelah waktu 7 hari
setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang
tidak hadir ( Pasal 233 ayat 2, Pasal 234 ayat 1) kecuali putusan bebas, lepas dari
segala tuntutan hukum, dan putusan pemeriksaan secara cepat karena putusan-putusan
tersebut tidak dapat diajukan banding (Pasal 67 KUHAP).
Putusan pengadilan tingkat banding yaitu diajukan kasasi dalam waktu 14 hari
sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada
terdakwa (pasal 245 ayat 1, pasal 246 ayat 1 KUHAP)
PERTEMUAN XVII
UPAYA HUKUM
1. Apa yang dimaksud dengan upaya hukum biasa & luar biasa
Jawaban :
Upaya hukum biasa adalah upaya kita melawan atas putusan pengadilan, putusan
perstek, banding atau kasasi. Pengecualiannya adalah putusan itu dapat dilaksanakan terlebih
dahulu (uitvoerbaar bij voorradd). Meskipun diajukan upaya hukum namun eksekusi akan
berjalan terus. Sedangkan upaya hukum luar biasa adalah pada asasnya tidak menangguhkan
eksekutorial dan peninjauan kembali, atas putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Jadi
meskipun diajukan permohonan perlawanan atau dimohonkan peninjauan kembali, maka
eksekusi berjalan terus.
2.
Jenis putusan yang bagaimana dapat ditempuh upaya hukum biasa dan luar biasa
Jawaban :
1. Upaya hukum biasa
Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum berkekuatan
hukum tetap. Upaya ini mencakup:
a. Perlawanan/verzet
b. Banding
c. Kasasi
Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan
tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau
uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180 ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya
hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus.
2. Upaya hukum luar biasa
Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada
asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Mencakup:
a. Peninjauan kembali (request civil)
b. Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial.
3. Apa yang dimaksud putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
Jawaban :
Yang dimaksud dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap adalah :
Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi
dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana;
Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu
yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau
Putusan kasasi.
PERTEMUAN KE XVIII
PENGAWASAN PELAKSANAAN PUTUSAN
1.
pengadilan
Jawaban :
Melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap setiap putusan pengadilan itu yang
menjatuhkan hukuman perampasan kemerdekaan seperti pidana kurungan, penjara, pidana
bersyarat, dan sebagainya. Dengan tugas itu, dia disebut sebagai hakim pengawas dan
pengamat yang ditunjuk bertugas paling lama dua tahun. Tugas pengawasan dan pengamatan
itu sudah dimulai sejak jaksa menyampaikan tembusan berita acara pelaksanaan putusan
pengadilan yang dilakukannya. Berita acara itu harus dicatat oleh panitera di dalam register
pengawasan dan pengamatan.
2.