Oleh :
Aldila Desy K
Fitri Prawitasari
G99122012
G99122047
G99122019
Larissa Amanda
G99141092
Pembimbing :
Asih Anggraeni, dr.SpOG
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
ABSTRAK
Isi: Seorang P3A0, 46 tahun, datang dengan keluhan perdarahan jalan lahir.
Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh keputihan dari
jalan lahir. Pasien menyangkal adanya benjolan di perut. Haid tidak teratur dan
pernah berobat ke dokter dengan keluhan yang sama dan di diagnosis AUB (O).
Penurunan berat badan disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pada
pemeriksaan abdomen: Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien tidak
membesar, TFU tidak teraba, massa (-). Pada pemeriksaan Inspekulo: v/u tenang,
dinding vagina dalam batas normal, portio dalam batas normal, darah (+),
discharge (-). Pada pemeriksaan vaginal toucher V/U tenang, dinding vagina dbn,
portio licin, OUE tertutup, cavum uteri sebesar telur bebek, darah (+), discharge
(-). Dari USG tampak VU terisi cukup, tampak uterus ukuran 9 x 8 x 8 cm 3.
Tampak gambaran lesi hyperechoic. Whorle like appearance (+), menyokong
gambaran mioma uteri. Pasien kemudian menjalani Total Abdominal Histerektomi
pada tanggal 8 Oktober 2014.
Hasil: Pasien mengeluh keluarnya perdarahan dari jalan lahir. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan penunjang dapat ditegakkan diagnosis mioma uteri.
Kesimpulan: Dilakukan Total Abdominal Histerektomi untuk menghilangkan
penyebab penyakit pasien.
Kata kunci: Mioma uteri, miometrium, Total Abdominal Histerektomi
BAB I
PENDAHULUAN
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun
leiomioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot rahim dan jaringan
ikat di rahim. Tumor ini pertama kali ditemukan oleh Virchow pada tahun 1854.
Mioma uteri merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh spesialis
kandungan/ginekolog (Bozini, 2007).
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot
rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Mioma Uteri
A. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari
sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen.
Merupakan struktur yang padat, memiliki pseudokapsul, dan membentuk
nodul kecil maupun besar yang dapat diraba pada dinding otot uterus
tumor ini sering juga disebut fibroid, leiomyoma, atau fibromioma
(Memarzadeh, 2010).
Tumor ini merupakan tumor jinak dan massa pada uterus yang
paling sering ditemui pada pelvis wanita. Mioma ini bisa muncul
single/tunggal, tapi lebih sering dijumpai multipel serta memiliki ukuran
yang bervariasi mulai dari ukuran mikroskopik 1 mm sampai dengan
ukuran yang besar yakni 20 cm, dan mengisi hampir seluruh ruang
abdomen (Memarzadeh, 2010).
B. Anatomi Uterus
dihubungkan
dengan
abnormalitas
dari
susunan
E. Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui, tetapi terdapat korelasi antara
pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada
jaringan mioma uteri, serta adanya faktor predisposisi yang bersifat herediter
dan faktor hormon pertumbuhan dan Human Placental Lactogen. Para
ilmuwan telah mengidentifikasi kromosom yang membawa 145 gen yang
diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli
mengatakan bahwa mioma uteri diwariskan dari gen sisi paternal. Mioma
biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil pada saat menopause,
sehingga diperkirakan dipengaruhi juga oleh hormon-hormon reproduksi
seperti estrogen dan progesteron. Selain itu juga jarang ditemukan sebelum
menarke, dapat tumbuh dengan cepat selama kehamilan dan kadang mengecil
setelah menopause (Bain, 2011).
Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri
atau memakai mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah
ditemukan banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen
growth factor, insulin growth factor-1, (IGF-1), connexin-43-Gapjunction
genetik,
adalah
beberapa
hormon
seperti
estrogen,
dan
perkembangan mioma:
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Selama fase
sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen
di miometrium normal berkurang. Pada mioma reseptor estrogen dapat
ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut
tertekan selama kehamilan.
b. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma
sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan
antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan
mioma
dengan
dua
cara
yaitu:
Mengaktifkan
17-Beta
10
11
Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur
(Joedosepoetro dan Sutoto, 2008).
Perubahan degeneratif pada mioma uteri terdiri dari:
1. Degenerasi benigna
a. Degenerasi atropik
Gejala dan tanda akan berkurang atau menghilang sesuai dengan
mengecilnya ukuran mioma pada saat menopause atau setelah
melahirkan.
b. Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi pada penderita usia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen, dapat terjadi pada
sebagian kecil atau sebagian besar dari massa mioma.
c. Degenerasi kistik
Pencairan daerah yang mengalami hialinisasi, sehingga terbentuk
ruangan-ruangan yang tidak teratur dan berisi cairan seperti agaragar dan dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan
bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
d. Degenerasi membatu (Degenerasi kalsifikasi)
Terutama terjadi pada mioma subserosa oleh karena adanya
perubahan (gangguan) dalam sirkulasi terjadi pengendapan garam
kapur pada sarang mioma menjadi keras.
e. Degenerasi merah (carneous degeneration)
Merupakan akibat dari terganggunya sirkulasi darah ke jaringan
mioma sehingga terjadi penumpukan pigmen hemosiderin dan
hemofusin. Degenerasi merah ini sering menimbulkan gejala pada
wanita hamil yaitu demam dan rasa nyeri, dimana tumor pada
uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
f. Degenerasi Septik
Bila sirkulasi darah tidak adekuat dapat terjadi nekrosis bagian
tengah dari mioma yang diikuti dengan terjadinya infeksi dan
akan menimbulkan gejala berupa nyeri akut dan demam.
12
g. Degenerasi Lemak
Jarang ditemukan dan tanpa gejala terjadi setelah degenerasi
hialin dan degenerasi kistik sehingga dikenal dengan sebutan
fibro lipoma.
2. Degenerasi Maligna
Perubahan menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32
0,6% dari seluruh mioma. Ditemukan pada usia 50 tahun ke atas
dengan gejala berupa perdarahan yang abnormal. Pada kebanyakan
kasus, diagnosa dibuat setelah operasi dimana dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi dari massa yang sudah diangkat (Joedosepoetro dan
Sutoto, 2008; Hillard, 2011).
G. Gejala Klinis
Gejala dari mioma bervariasi tergantung dari ukuran, jumlah, dan
lokasinya. Kebanyakan wanita dengan mioma bersifat asimtomatis;
gejala muncul dalam 10-40% wanita yang menderita penyakit ini.
Adapun gejala yang mungkin timbul antara lain :
1. Perdarahan uterus abnormal. Merupakan gejala yang paling sering
dihubungkan dengan mioma uteri, muncul hingga >30% wanita
yang menderita penyakit ini. Tipe perdarahan yang muncul adalah
menorrhagia, perdarahan berlebih saat periode menstruasi (>80
ml). Peningkatan aliran biasanya muncul secara gradual, tapi
perdarahan dapat menyebabkan anemia. Mekanisme pasti
terjadinya peningkatan perdarahan tidak jelas. Faktor-faktor yang
mungkin antara lain nekrosis permukaan endometrium yang ada
diatas mioma submukosa; gangguan kontraksi otot uterus bila
terdapat mioma intramural yang luas; peningkatan luas area
permukaan kavitas endometrium; dan perubahan mikovaskulatur
endometrium (Memarzadeh, 2010; Guaraccia, 2001)
Mekanisme Perdarahan Abnormal pada Mioma Uteri
1. Peningkatan ukuran permukaan endometrium
13
Mioma
yang
tidak
berkomplikasi
biasanya
tidak
15
2. Pemeriksaan Fisik
Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan 95% dari hasil pemeriksaan
fisik. Ukuran uterus diukur sesuai dengan ukuran gestasi dan
ditentukan dengan pemeriksaan abdomen dan pelvik.
Pemeriksaan Abdominal
Pemeriksaan Pelvik
16
uterus
biasanya
simetris.
Beberapa
mioma
17
besar
karena
ultrasonografi
tidak
dapat
CT scan
I. Diagnosis Banding
1. Kehamilan
Pada fibroid dengan degenerasi kistik, uterus membesar dan lunak
sehingga memiliki penampakan klinis yang sama dengan kehamilan.
Berdasarkan
penampakan
payudara,
serviks
yang
lunak,
tes
18
19
lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu
yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang diduga
menyebabkan fertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi
atas penanganan konservatif dan operatif. Penanganan konservatif bila
mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
Saat ini, penanganan konservatif dengan menggunakan obat yaitu
pemakaian Gonadotropin releasing hormon (GnRH) agonis untuk
memperbaiki gejala klinis yang ditimbulkan mioma uteri. Pemberian
GnRH agonis ini bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Menurut penelitian,
pemberian GnRH agonis selama 6 bulan pada pasien mioma uteri didapati
adanya pengurangan volume mioma sebesar 46%. Efek pemberian baru
terlihat setelah pemakaian 3 bulan. Sedangkan terapi hormonal lain seperti
kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala
perdarahan uterus yang abnormal namun tidak mengurangi ukuran mioma.
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi.
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum
pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan
sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor
bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan
memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 3050%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan
terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau pervaginam.
Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor
angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri
akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis
uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat
kesukaran teknis dalam mengangkat uterus (Edward, 2007; Widjanarko,
2007; Conrad, 2008).
20
OKBMDTB
opeiea
nesons
sramgpa
earar
rt<n>
vik
af1ke1
t4el4
imlu
fguhm
ghag
ang
n
K. Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar
bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah
pada sarang mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain :
1.
Atrofi
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri
menjadi kecil.
2.
Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut.
Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi
sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah
memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
21
3. Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian
dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang
tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang
luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista
ovarium atau suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu (calcereus degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya
gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur
pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan
bayangan pada foto rontgen.
5. Degenerasi merah (carneus degeneration)
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis :
diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan
vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti
daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan
hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada
kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan,
tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan
klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma
bertangkai.
6. Degenerasi lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :
1. Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya
0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua
sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada
pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan
22
karena
gangguan
sirkulasi
darah
padanya
dengan
mengangkat
seluruh
mioma
adalah
Neoplasm).
Displasia
ditandai
dengan
adanya
dikelompokkan
lagi
menjadi
berdasarkan
24
BAB III
ANALISIS KASUS
25
26
pemeriksaan inspekulo: v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio
dalam batas normal, darah (+), discharge (-). Pada pemeriksaan vaginal toucher
V/U tenang, dinding vagina dbn, portio licin, OUE tertutup, cavum uteri sebesar
telur bebek, darah (+), discharge (-). Dari USG tampak VU terisi cukup, tampak
uterus ukuran 9 x 8 x 8 cm3. Tampak gambaran lesi hyperechoic. Whorle like
appearance (+), menyokong gambaran mioma uteri.
Penatalaksanaan untuk pasien ini adalah tindakan bedah berupa
histerektomi abdominal total. Pertimbangan dilakukannya histerektomi atau
pengangkatan uterus pada pasien ini adalah karena hasil pemeriksaan patologi
anatomi yang menunjukkan adanya displasia ringan (CIN I). Displasia bukan
merupakan suatu bentuk kanker tetapi akan mengganas menjadi kanker bila tidak
diatasi. Bila terjadi perubahan displasia berlanjut hingga menginvasi jaringan
stroma di bawahnya, maka perubahan ini disebut karsinoma in situ atau kanker.
Histerektomi yang dilakukan adalah histerektomi abdominal total, yaitu
pengangkatan seluruh bagian uterus, termasuk serviks, berbeda dengan
histerektomi abdominal subtotal, dimana uterus diangkat dengan menyisakan
serviks. Tujuan pembedahan bagi pasien ini juga untuk mencegah timbulnya
karsinoma servisis uteri. Selain itu, faktor lain seperti usia pasien ysang sudah 46
tahun, dan paritas yang sudah cukup juga menjadi pertimbangan dalam hal
penatalaksanaan histerektomi pada pasien ini. Histerektomi dilakukan apabila
terdapat indikasi berupa keluhan menorrhagi, metrorrhagi, keluhan obstruksi pada
traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
27
DAFTAR PUSTAKA
Bailliere. 2006. The epidemiology of uterin leiomyomas. 12: 169-176.
Bain C, Burtin K, McGavigan J. 2011. Fibroids. In: Gynaecology Illustrated 6th
edition. London: Churcill Livingstone; pp: 096-112.
Baziad A. 2008. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta: Media Aesculapius, pp: 151157.
Bozini, N. 2007. History of myomectomy. http://www.scielo.br/scielo.php?
pid=S180759322007000300002&script=sci_arttext. Diakses pada 13
Oktober 2014
Ciavattini A, Giuseppe JD, Stortoni P. 2013. Uterine Fibroids: Pathogenesis and
Interactions
with
Endometrium
and
Endomyometrial
Juction.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3791844/
Diakses tanggal 15 Oktober 2014
Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH agonis sebelum histerektomi. Mioma:
Farmacia 3:38-41
28
29
Pfeifer, SM. 2011. NMS Obstetri and Gynaecology7th Ed. The Williams &
Wilkins, 30: 339 345
Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Schorge JO, et al. 2008. Williams Gynecology. New York, N.Y. McGraw-Hill
Medical.
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aid=3157679.
30