Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan
suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya.
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi merupakan suatu tanda adanya
penyakit. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 20 ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya gesekan antara
kedua pleura saat bernafas. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah
tubercolusis, infeksi paru nontubercolusis, sirosis hati, gagal jantung kongesif.
Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di
negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri,
diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3
juta orang setiap tahunnya menderita Efusi Pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif dan pneumonia bakteri. Sementara di Negara berkembang seperti Indonesia,
diakibatkan oleh infeksi tubercolusis.
Menurut catatan medik rumah sakit dokter kariadi Semarang jumlah pravalensi penderita
efusi pleura bertambah setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita pada tahun 2001(medical
record rsdk dr.kariadi 2002).[1] Sedangkan menurut Berdasarkan data Rekam Medik Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawatiselama 3 bulan terakhir (Mei Juli 2011) di Lantai IV
Selatan Ruang IRNA

Gedung

Teratai

Rumah

Sakit

Umum

Pusat

Fatmawati

Jakarta didapatkan pasien yang dirawat dengan Efusi Pleura sebanyak 20 kasus ( 3,61 % ) dari
544 kasus penyakit yang ditemukan. Dan berdasarkan Depkes RI ( 2006 ), kasus Efusi Pleura
mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya[2].
Tingginya angka kejadian Efusi Pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk
memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat Efusi Pleura masih sering
ditemukan faktor resiko terjadinya Efusi Pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi

yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta
sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan
kesehatan.
B. Tujuan Penulisan

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Pleura


1. Definisi Efusi Pleura
Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ektravasasi cairan ke dalam
jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis yang terdiri dari dua
lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera perietalis. Sehingga dapat disimpulkan Efusi Pleura
adalah ekstravasasi cairan yang terjadi di antara lapisan viseralis perietalis. (Sudoyo, 2006)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam rongga
pleura. (Imran Sumantri, 2008).[3]
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah
kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995).
2. Anatomi Pleura

a.
b.
1)

2)

3)
4)

3.

Pleura adalah membrane serosa yang licin, mengkilat, tipis, dan transparan yang
membungkus paru (pulmo). Membran ini terdiri dari 2 lapis:
Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan paru.
Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding dada.
Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas :
Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan pleura parietalis yg terletak di atas costa I namun tdk melebihi dr collum costae nya.
Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os. Clavicula
Pleura Parietalis pars Costalis
Pleura yg menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage costae, SIC/ ICS, pinggir corpus
vertebrae, dan permukaan belakang os. Sternum.
Pleura Parietalis pars Diaphragmatica
Pleura yg menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yg dipisakan oleh fascia endothoracica.
Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)
Pleura yg menghadap ke mediastinum / terletak di bagian medial dan membentuk bagian lateral
dr mediastinum.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi cairan),
membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe. Membran pleura
bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar dari pembuluh darah
yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan
ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yg disebut dg cavum pleura.
Dimana di dalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yg berfungsi agar tdk terjadi
gesekan antar pleura ketika proses pernapasan. Rongga pleura mempunyai ukuran tebal 10-20
mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl dan
1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan
sel mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil
didalam cairan pleura. Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang
agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan.[4]
Fisiologi Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks kedalam paru-paru,
sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting
pressure) dalam posisi tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negatif di
apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi -25 sampai
-35 cm H2O.
Selain fungsi mekanis, rongga pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan
fagositosis benda asing dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans. Cairan

rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan konsentrasi protein 1
g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan
resorbsi cairan rongga pleura. Resorbsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis,
dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15 ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi
akan mengakibatkan terjadinya pleural effusion.[5]
B. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat dan
eksudat.
a. Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Transudat ini disebabkan oleh kegagalan
jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis),
syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig, hipoalbumenia, dialysis
peritoneal, Hidrothoraks hepatik .
b. Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan
cairan pleura mengalami perubahan.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi,
penyakit kolagen.
Tabel 1 Perbedaan cairan transudat dan eksudat
Kriteria
transudat
Warna
Kuning pucat, dan
jernih
Bekuan
Berat jernis
Leukosit
Eritrosit
Hitung jenis
Protein total
LDH
Glukosa
Fibrinogen
Amylase
Bakteri

< 1018
< 1000/ul
Sedikit
MN (limfosit/mesotel)
< 50 % serum
< 60 % serum
- plasma
0.3-4 %
-

eksudat
Jernih, keruh,
purulen, dan
hemoragik
-/+
> 1018
Bervariasi >1000/ul
Biasanya banyak
Terutama PMN
> 50 % serum
>60 % serum
-/< plasma
4-6 % atau lebih
>50% serum
-/+

Berdasarkan lokasi
cairan yang terbentuk,
effusi dibagi menjadi
dua yaitu
a. Unilateral
Efusi yang unilateral
tidak mempunyai kaitan
yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya
b. Bilateral

Effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini : Kegagalan jantung
kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan
tuberkolosis.[6]
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang menurut ( Tierney, 2002 dan Tucker 1998 ) adalah
1. Sesak nafas
2. Nyeri dada
3. Kesulitan bernafas
4. Peningkatan suhu tubuh jika terjadi infeksi
5. Keletihan
6. Batuk
Manifestasi klinis menurut Suzanne & Brenda, 2002 yang dapat ditemukan pada Efusi Pleura
adalah
a. Demam
b. Menggigil
c. Nyeri dada pleuritis
d. Dispnea
e. Batuk Suara nafas ronchi
Manifestasi klinis menurut Irman Somantri, 2008 adalah
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimpomatik, timbul gejala sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik.
Ketika efusi sudah membesae dan menyebar kemungkinan timbul dispenea dan batuk. Efusi
pleura yang besar akan mengakibatkan nafas sesak. Tanda fisik meliputi deviasi trakea menjauhi
sisi yang terkena, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi yang terkena.
D. Patofisiologi
Pada umumnya, efusi pleura terjadi karena pleura hamper mirip plasma (eksudat)
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi
dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura
parientalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi
efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongesif. Pasien dengan pleura yang
awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongesif.
Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah
peningkatan tekanan hidrostastik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler
sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi
bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parientalis
karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan
abnormal cairan pleura.

Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan cairan


pleura dan berkurangnya reabsorbsi, hal tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan
onkontik intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh protein)
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas kekakuan
relative paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernafasan normal, dinding dada cenderung
untuk recoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan cenderung
untuk mengempis).[7]

E. Pathway
Etiologi
Transudat disebsbkab oleh
-payah jantung
-penyakit ginjal
-penyakit hati
Eksudat disebabkan oleh infeksi

Efusi Pleura

Pengumpulan cairan pada rongga pleura


Ekspansi paru-peru menurun
Pertukaran O2 dialveoli
Normal cairan 10-20ml
Dyspnea
Sebagai pelicin gesekan

Pola nafas tidak efektif


Antara 2 pleura saat bernafas

Serosa jernih

Darah

Nanah

Batuk

cairan seperti
susu

F. Komplikasi Klien dengan Efusi Pleura


1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan
akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah
yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian /
semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.[8]
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostic
a. Rongent dada atau thoraxs
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva,
dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari bagian medial. Bila permukaannya horisontal
dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar dan
dari dalam paru paru itu sendiri.
b. Torakoskopi (Fiber optik pleurascopy)
Dilakukan pada kasus kasus dengan neoplasma atau tuberkulosis pleura. Biasanya dilakukan
sedikit insisi pada dindidng dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks) cairan
ditemukan penghisapan dan udara dimasukkan supaya dapat melihat kedua pleura.
c. Biopsi pleura
Pemeriksaan histologi atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50% - 75%
diagnosa kasus kasus pluritistuberkulosa dan tumor paru.
d. Ultrasonografi
Untuk menentukan adannya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membatu
sebagai penentu waktu melakkukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi yang terlokalisir.

2.
a.
b.
c.
d.
A.
1.

a.
b.

c.
d.
2.
a.
b.
c.
d.
3.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap : Leukosit meningkat, Hemoglobin menurun, LED meningkat
Kimia darah : Albumin menurun, protein total menurun
Sputum : kultur, basil asam dan PH
Sitologi cairan pleura.[9]
Penatalaksanaan
Medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik
ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan
analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu,
torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang
pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan
drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk
mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura
untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.[10]
Keperawatan
Memberikan posisi nyaman pada pasien dengan bagian kepala agak ditinggikan.
Memberikan manajemen nyeri seperti mengajarkan teknik relaksasi.
Mengajarkan batuk efektif
Mengatur posisi semi fowler agar pasien nyaman
Diet
Tujuan diet pada pasien effusi pleura adalah memberikan makanan secukupnya, mencegah atau
menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet pada pasien effusi pleura antara
lain:
energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang normal.
protein yang cukup yaitu 0,8 gram/KgBB
lemak sedang yaitu 25-30 % dari kebutuhan energi total (10 % dari lemak jenuh dan 15 % dari
lemak tidak jenuh).
vitamin dan mineral yang cukup.
diet rendah garam (2-3 gram/hari).
makanan mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas.
serat yang cukup untuk menghindari konstipasi.
cairan cukup 2 liter/hari

bila kebutuhan gizi dapat dipenuhi melalui makanan maka dapat diberikan berupa makanan
enteral, parenteral atau suplemen gizi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata
Umur, alamat, pekerjaan
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri dada, sesak nafas, takipneu, hipoksemia
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya diawali dengan tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri
pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan sejak
kapan keluhan ini muncul, apa tindakan yang dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhan tersebut.
c. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC, pneumoni, gagal
jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya factor predisposisia.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir
sebagai penyebab efusi pleura.
3. Pola fungsional gardon yang terkait
a. Pola butrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan
dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain itu juga perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum pasien sebelum dan selama MRS pasien dengan efusi pleura akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen. Peningkatan metabolism akan terjadi akibat proses penyakit. Pasien dengan efusi
pleura keadaan umumnya lemah nutrisi dan metabolic.
b. Pola persepsi sensori dan kognitif
Akibat dari efusi pleura adalah penekanan pada paru oleh cairan sehingga menimbulkan rasa
nyeri.

c.

Pola aktivitas dan latihan


Akibat sesak nafas, kebutuhan CO2 pada jaringan akan kurang terpenuhi dan akan cepat
mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Selain itu pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya akibat adanya nyeri pada dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADLnyasebagian
kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
d. Istirahat dan tidur
Karena adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh pada
pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahatnya.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
: pasien tampak sesak nafas
b. Tingkat kesadaraan: composmetis
c. TTV:
RR : Takhipnea
N : Thakikardia
S : jika ada infeksi bias hipertermia
TD : hipotensia
d. Kepala: mesochepal
e. Mata : conjungtiva enemis
f. Hidung: sesak nafas, cuping hidung
g. Dada : gerakan pernafasan berkurang
h. Pulmo (paru-paru)
Inspeksi : terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas, tampak penggunaan otot bantu nafas.
Palpasi : vocal fremitus menurun
Perkusi : pekak (skonidulnes), menurun
Auskultasi : bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian yang terkena.
B.
1.
2.
3.
4.

Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan paru.
Ganggua rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri dada.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

C. Rencana Keperawatan dan Rasional Tindakan


Diagnosa
Tujuan
keperawatan
1. Pola nafas tidak Pola
nafas
1.
efektif
kembali efektif
berhubungan
KH :

Intervensi

Rasionalisasi

Observasi
1. Bunyi nafas dapat
pernafasan
menurun.
khususnya bunyi

dengan penurunan
1. Tidak
ada
pengembangan
dispenia
2.
paru.
2. Tidak
ada
penggunaan otot
bantu nafas
3. RR normal (16-20
x/menit)
3.

4.
2. Ganggua
rasa
nyaman
nyeri
berhubungan
dengan nyeri dada.
1.

Tidak ada nyeri


1.
dada.
KH :
Keluhan
nyeri
berkurang
2.
2. Skala
nyeri
menurun
3.

4.

3. Bersihan
jalan
nafas tidak efektif
berhubungan
dengan akumulasi
1.
sekret

Jalan
nafas
1.
menjadi efektif.
KH :
Tidak
ada
pengumpulan
secret.
2.
2. Tidak
ada
penggunaan alat
bantu nafas.
3.

nafas dan perkusi.


Pertahankan
2.
posisi
yang
nyaman
dengan
kepala
di
tinggikan.
Anjurkan
klien
3.
agar tidak terlalu
banyak aktivitas.
Kolaborasi
4.
pemberian O2
Kaji
1.
perkembangan
nyeri
2.
Ajarkan
klien
teknik relaksasi
Beri posisi yang
3.
nyaman.

Meningkatkan
inspirasi
maksimum.

Aktivitas
yang
meningkat akan
meningkatkan O2.
Dapat membantu
meningkatkan O2.
Untuk mengetahui
tingkat nyeri yang
dialami.
Untuk
meringankan
nyeri.
Untuk
memberikan
kenyamanan klien.
Kolaborasi
4. Untuk
dengan pemberian mengurangi rasa
analgetik.
sakit.
Observasi
karakteristik
batuk.

1. Untuk mengetahui
apakah
batuk
menetap atau tidak
efektif.
2. Membantu
Anjurkan batuk pengeluaran
efektif.
secret.
3. Membantu
Berikan
pasien memaksimalkan
posisi semi fowler. ekspansi paru-paru

4. Resiko
nutrisi Tidak
terjadi
1. Observasi nafsu
1. Porsi makan yang
kurang
dari nutrisi kurang dari makan klien.
tidak
habis
kebutuhan
kebutuhan.
menunjukan nafsu

berhubungan
KH :
dengan anoreksia 1. Nafsu
makan
meningkat.
2.
2. Porsi habis
2. Beri makan klien
3. BB tidak turun sedikit tapi sering.
habis.
3.
3. Beri tahu klien
pentingnya nutrisi.

4. Berikan
TKTP

makan
yang
belum baik.
Meningkatkan
masukan
secara
perlahan.
Klien
dapat
memahami
dan
mau
meningkatkan
masukan nutrisi.
4. Peningkatan
diit energy dan protein
pada
tubuh
sebagai
pembangun.[11]

DAFTAR PUSTAKA

Dwipayana , I Made Krisna.2011.ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN EFUSI


PLEURA DEXTRA,(Online),( http://crisnacash23. blogspot .com/2011/08/asuhankeperawatan-pada-tn-m-dengan.html, diakses 15 Oktober 2012)
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1311

http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-kurniasafi5149&PHPSESSID=1e67af6fa4bdd962b254ed311c991538
Nn.2012.Jenis Cairan Pleura,(Online),(http://worldhealth-bokepzz.blogspot.no/2012/03/jenis-cairanpleura.html, diakses 15 Oktober 2012)
Nn.2011.ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA,(Online),
(http://nursecharisma.blogspot.no/2011/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_16.html,
diakses 15 Oktober 2012)
Nn.2012.Anatomi Fisiologi Pleura,(Online),(http://medicina-islamicalg.blogspot.no/2012/02/anatomi-fisiologi-pleura.html, diakses 15 Oktober 2012)
Noviyanto ,Dwi.2011. ASKEP Effusi Pleura,(Online),
(http://blogedwinoviyanto.blogspot.no/2011/06/askep-effusi-pleura.html, diakses 15 Oktober
2012)
Rasyid, Ahmad.2012.ANATOMI FISIOLOGI PLEURA DAN MEKANISME EFUSI,(Online),
(http://edisampetondok.blogspot.no/2012/01/anatomi-fisiologi-pleura-dan-mekanisme.html,
diakses 15 Oktober 2012)
somantri ,Irman.2008.asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system pernafasan.
Jakarta:salemba medika

Anda mungkin juga menyukai