com/doc/112048603/Konsep-Proses-Keperawatan-GawatDarurat-Stroke-Hemoragik
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Sistem Persyarafan & Sistem
Muskuloskeletal
Pengertian
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu
proses patologi pada pembuluh darah (Pricedan Wilson).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah
kebagian otak (bruner dan suddarth, 2000 : 2123).
Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah keotak dan
mengakibatkan deficit neurologik (lewis, etc, 2000 : 1645).
Stroke non hemorogik adalah bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung
sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit) tapi
kurang dari 24jam.(AriefInansjoer, 2000 : 17).
Stroke non hemorogik adalah penyakit atau kelainan dan penyakit pembuluh darah
otak, yang mendasari terjadinya stoke misalnya arteriosclerosis otak, aneurisma,
angioma pembuluh darah otak. (dr. Harsono, 1996: 25).
Stroke non hemorogik adalah penyakit yang mendominasi kelompok usia
menengah dan dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian
arterosklerosis (trombosis) dan penyakit jantung (emboli) yang dicetus oleh adanya
faktor predisposisi hipertensi (Satyanegara, 1998 : 179).
2.
Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat
kejadian yaitu:
a.
Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b.
Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain.
c.
Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d.
Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke
otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
a.
Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
3.
Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi
pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan
permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
c.
otak.
d.
Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan
otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada
aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang
masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui
jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat
oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan
aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi
edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah
tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan
tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu
akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan
secara permanen.
4.
Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala
penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah
satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan
ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri
kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan
atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari
tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap
kandung kemih.
5.
a.
Penatalaksaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
6.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002) adalah:
a.
Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
b.
Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.
Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c.
Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal.
Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
7.
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian primer
Airway: pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi pada
jalan napas karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.
Breathing: kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur,
kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan dada.
adanya perdarahan.
Disability: yang dinilai adalah tingkat kesadran serta ukutan dan reaksi pupil.
Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat
perlukaan. Riwayat AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal,
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya luka, kontusio atau
fraktuf. Pemeriksaan maksilofasialis, vertebra sevikalis, thoraks, abdomen,
perineum, muskuloskeletal dan pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan
dalam secondary survey.
Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan haluaran urin penting dilakukan.
Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis
(netral).
Rasional:
memungkinkan aktivitas.
Intervensi;
Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur.
Rasional:
dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi
lebih terganggu.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi
pasien.
Rasional:
4)
Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa
persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan
kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda
untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan interprestasi stimulasi.
Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi
bagian tubuh tertentu.\
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam
mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional:
pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman.
5)
Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
6)
situasi.
Intervensi;
Rasional:
7)
Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional: menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
Rasional:
terjadinya aspirasi.
Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
8)
Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang
belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya
Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga
atau klien.\
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga
Rasional:
stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses
berfikir.
B.
KEPALA
1.
Pengertian
Trauma kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.
Trauma kepala merupakan salah satu penyebab utama kecatatan dan
kematian. Lebih dari 50% trauma kepala disebabkan karena kecelakaan lalu lintas,
selebihnya disebabkan karena factor lain seperti terjatuh, terpukul, kecelakaan
industry dan lain-lain. (Daniel Tjen, 1999).
Trauma kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan
tentorium (helm) yang membungkusnya.
Berdasarkan GCS, trauma kepala atau cedera otak dapat dibagi menjadi 3
2.
gradasi, yaitu :
Cedera kepala ringan/cedera otak ringan, bila GCS : 13-15
Cedera kepala sedang/cedera otak sedang, bila GCS : 9-12
Cedera kepala berat/cedera otak berat, bila GCS : kurang atau sama dengan 8.
Etiologi
Trauma kepala dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh,
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, luka pada persalinan.
3.
Mekanisme Cedera
Akselerasi yaitu jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya
pada orang yang diam kemudian dipukul atau terlempar batu.
Deselerasi yaitu jika kepala bergerak membentur benda yang diam misalnya
pada saat kepala terbentur.
Deformitas yaitu perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi
akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau
pemotongan pada jaringan otak.
Pada saat terjadinya deselerasi ada kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga
dapat menambah kerusakan. Mekanisme cedera kepala dapat mengakibatkan
kerusakan pada daerah dekat benturan (kup) dan kerusakan pada daerah yang
berlawanan dengan benturan (kontra kup).
4.
Patofisiologi
Adanya trauma kepala dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan struktur
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan,
edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosine tripospat dalam
mitokondria, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi trauma kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu cedera
kepala otak primer dan cedera kepala otak sekunder. Cedera kepala otak primer
merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala
terbentur dan berdampak cedera jaringan otak. Cedera kepala sekunder terjadi
akibat cedera primer misalnya adanya hipoksia, iskemia, dan perdarahan.
Perdarah serebral menimbulkan hematoma, misalnya pada epidural hematoma,
yaitu berkumpulnya darah antara lapisan periosteum tengkorak dengan dura meter,
subdural hematoma diakibatkan berkumpulnya darah pada ruang antara dura meter
5.
a)
hematoma.
Cedera kepala sedang : jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30
menit sampai 24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
Cedera kepal berat : jika nilai GCS antara 3-8, hilang kesdaran lebih dari 24
jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau adanya hematoma, edema serebral.
6.
Keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari hidung (rhinorrhoe) dan
telinga (otorrhoe).
b.
c.
7.
8.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada cedera kepala diantaranya :
Defisitnya neurologi fokal
Kejang
Pneumonia
Perdarahan gastrointestinal
Disritmia jantung
Hidrosefalus
Kerusakan kontrol respirasi
Inkontinensia bladder atau bowel
Test Diagnostik
Foto tengkorak : mengetahui adanya fraktur tengkorak (simpel, depresi,
Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan Umum
Monitor respirasi : bebaskan jalan napas, monitor keadaan ventilasi, periksa
b)
c)
Pengobatan
Diuretik : untuk mengurangi edema serebral misalnya manitol 20%, furosemid
(lasic).
Airway
Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
Breathing
Ada tidaknya dispnea, takipnea, bradipnea, sesak, kedalaman nafas.
Circulation
Ada tidaknya peningkatan tekanan darah, takikardi, bradikardi, sianosis,
capilarrefil.
Disability
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor
dan nilai GCS. Menurut Arif Mansjoer. Et all. 2000 penilaian GCS beerdasarkan
2)
battle,mata
Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :
Perubahan kesehatan, letargi
Hemiparase, quadrepelgia
Ataksia cara berjalan tak tegap
Masalah dalam keseimbangan
Cedera (trauma) ortopedi
Kehilangan tonus otot, otot spastik
Sirkulasi
Gejala :
Perubahan darah atau normal (hipertensi)
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia
disritmia).
Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan
impulsif.
Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.
Makanan/ cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), Gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
disfagia).
Neurosensoris
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.
Tanda
: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
Pernapasan
Tanda :
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas berbunyi
stridor, terdesak
Ronki, mengi positif
Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/ dislokasi
Gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami
paralisis
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.
b.
1)
Intervensi
kriteria hasil
Setelah dilakukan
1.
tindakan
Rasional
dengan
2.
Mengkaji
penurunankecenderungan
pada
adanya
tingkat
diharapkan
pasien
2.
dapat
Pantau
mempertahankan 3.
tingkat
kesadaran
4.
Catat
disritmia
Tanda vital
5.
stabil
mmHg,
120/80
6.
nadi
Normalnya
autoregulis
aliran
darah
607.
100x/menit
perkembangan
mempertahankan
darah
dan
lokasi,
adanyakerusakan SSP
menentukan
Kaji
peningkatan
tanda
peningkatan kegelisahan,
TIK
pekajantung
rangsang,
serangan
5.
kejang
8.
menunjukkan
Tinggikan
pasien
15-45
Batasi
derajat
6.
Berikan
adanya
pemberianberguna
lokasi
kepalapeningkatan TIK
sesuai indikasi
9.
okulomotorik
untuk
dan
menentukan
oksigen
7.
9.
2)
Intervensi
Rasional
kriteria hasil
Setelah dilakukan1.Pantau frekuensi, irama
1.Perubahan
tindakan
kedalaman pernafasan
awitan
dapat
komplikasi
jam tidur,
diharapkan
posisi
menandakan
pulmonal
mengikuti
cedera
otak,
periode
pernafasan
apnea
dapat
ventilasi
sadar
tidak ada sesak4.Catat
nafas, sianosis
-
pola
normal
sekret
untuk
pernafasan
indikasi
batuk
menandakan
arteri
dan
membantu
mencegah hipoksia.
3)
Intervensi
kriteria hasil
Setelah dilakukan 1.
tindakan
Auskultasi
nafas.
Catat
Rasional
bunyi
1.
Beberapa
mis.
diharapkan pasien
krekels
dapat
2.
mempertahankan
jalan nafas paten 3.
Mengi,
Pantau
nafas
nafas
pernafasan
adventisius,
mis,
pernafasan, penggunaanbeberapa
kriteria hasil :
otot bantu
nafas tambahan
dapat/tak
bersih/jelas dengan
Tidak ada bunyi
4.
dan
spasme
derajat
Pernafasan
derajat.
memanjang
dibandingkan inspirasi
Tidak ada
5.
Pertahankan
polusi
3.
yang
menimbulkan
perawatan di RS
7.
Observasi
4.
bantu
memperbaikiepisode akut
Tingkatkan masukancara
cairan
3000
untuk
ml/harimengontrol
mengatasi
dan
dispnea
dan
10.
Berikan
aerosol ruangan
pengeluaran.
9.
Membantu
mempercepat
proses penyembuhan
10.
Kelembaban
menurunkan
Pengertian
Cedera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001)
Cedera medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah servikal
pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila
saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat
pernafasan mekanik dapat digunakan.
2.
Etiologi
Penyebab dari cidera medulla spinalis yaitu :
a. kecelakaan otomobil, industri
b. terjatuh, olah-raga, menyelam
c. luka tusuk, tembak
d. tumor.
3.
Patofisiologi
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien sembuh
sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla, (lebih salah
satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla (membuat pasien
paralisis).
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi
kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja
tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla
spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia,
edema, lesi, hemorargi.
Kerusakan medula spinalis
Hemoragi
Serabut- serabut membengkak/hancur
Sirkulasi darah terganggu
Cidera medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
- Lesi L1 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian
dari bokong.
- Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
4.
Manifestasi Klinis
a.
nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b.
paraplegia
c.
tingkat neurologic
d.
e.
f.
g.
h.
gagal nafas
5.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b.
Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun structural
c.
MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d.
Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya
tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis
(biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e.
f.
g.
6.
Penatalaksanaan Medis
a.
Penatalaksanaan Kedaruratan
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi
neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara ,
cedera olahraga kontak, jatuh,atau trauma langsung pada kepala dan leher dan
2)
Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi,
rotasi atau ekstensi kepala.
3)
Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi
dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang.
4)
Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen
tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk kecedera spinal regional atau pusat trauma karena
personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi
perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah cedera.
Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan
radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan . Pemindahan pasien
ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal . Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau
tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika
merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa
ini bukan cedera medula, pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa
bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar. Jika stryker atau
kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat
dengan papan tempat tidur dibawahnya.
b.
c.
Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medulla.
d.
Tindakan Respiratori
1)
2)
3)
Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
e.
1)
2)
Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3)
f.
1)
2)
3)
4)
7.
Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian
1)
Pengkajian Primer
Airway
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan
adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang
dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat
fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi
vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi,
fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan
chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui
hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak
adekuat, perlu bantuan napas.
Breathing
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2
dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan napas belum
dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakheal1,3,5,6,7,8.
Circulation
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan
denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya
perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan
status sirkulasi yang relatif normovolemik.
Dissability
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
Exposure
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)
dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology
Pengkajian Sekunder
Aktivitas/Istirahat
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan
umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
Sirkulasi
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
Eliminasi
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna
seperti kopi tanah /hematemesis.
Integritas Ego
Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
Makanan/cairan
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
Higiene
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
Neurosensori
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada
syok spinal).
Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal
sembuh).
Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk
tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh
yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
Nyeri/kenyamanan
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
Pernapasan
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat,
sianosis.
Keamanan
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
Seksualitas
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
b.
1)
2)
Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan
kenyamanan pasien.
Rasional : Mencegah terjadinya dekubitus.\
Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari
Rasional : Meningkatkan stimulasi dan mencehag kontraktur.
3)
Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang menonjol setiap
2 jam dengan gerakan memutar.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah
Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
Rasional : Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan
Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan
4)
5)
6)
Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih
banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI,
1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh
kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi
anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).
2.
Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a.
Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1)
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2)
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3)
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b.
Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
1)
Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2)
Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3)
Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c.
Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
3.
Patofisiologi
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
a.
Fase hematum
1)
2)
b.
1)
2)
3)
Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru
fogoblast dan osteoblast.
c.
1)
2)
d.
Fase ossificasi
1)
2)
e.
4.
a.
Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
1)
2)
Penekanan tulang
b.
Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
c.
d.
e.
Tenderness/keempukan
f.
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g.
h.
Pergerakan abnormal
i.
j.
5.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodic
b.
c.
d.
e.
6.
Penatalaksanaan
a.
Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali
secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi
pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan
kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur
tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
b.
Fraktur Immobilisasi
Pembalutan (gips)
Eksternal Fiksasi
Internal Fiksasi
Pemilihan Fraksi
c.
Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi
Imunisasi tetanus
7.
Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian
1)
Pengkajian Primer
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut
2)
Pengkajian Sekunder
Aktivitas/istirahat
Sirkulasi
Kenyamanan
Keamanan
laserasi kulit
perdarahan
perubahan warna
pembengkakan local
b.
1)
2)
3)
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering
dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi.
4)
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5)
6)
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
B.
1.
Pengertian
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth)
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif
Mansyur, dkk. 2000)
2.
Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi,
diantaranya :
a. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
b. Trauma akibat kecelakaan
c. Trauma akibat pembedahan ortopedi
d. Terjadi infeksi di sekitar sendi
3.
Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan
stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada
sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan
struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi
mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh
darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan
yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan
adanya reposisi dengan cara dibidai.
4.
a.
Klasifikasi
Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b.
Dislokasi patologik
Manifestasi Klinis
Nyeri
Perubahan kontur sendi
Perubahan panjang ekstremitas
Kehilangan mobilitas normal
Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
Deformitas
Kekakuan
6.
a.
Pemeriksaan Fisik
Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi
b.
c.
d.
7.
a.
Pemeriksaan diagnostic
foto X-ray
untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
b.
foto rontgen
Menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi
c.
Pemeriksaan radiologi
Tampak tulang lepas dari sendi
d.
Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap dapat dilihat adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan
leukosit
8.
1.
a.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian primer
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
b.
Intervensi :
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan kebutuhan
untuk / keefektifan analgesic.
Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional :
Menurunkan udema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang kering
dan bebas kerutan.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit.
Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas
yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan respon kalsium
karena tidak digunakan.
Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi
digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional :
Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat sesegera
mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilisasi.
Rasional :
Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan
Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Rasional :
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh dekubitus,
atelektasis dan pneumonia).
Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari fraktur.
Rasional :
Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat normal terjadi
dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena sirkulasi permukaan
sering kali tidak sesuai.
Rasional :
In adekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
Intervensi :
Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan.
Rasional :
Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional :
Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan terjadinya
tetanus.
Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus toksoid.
Rasional :
Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan
pada mikroorganisme khusus.
f.
tindakan.
Intervensi :
Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis
fisik bila diindikasikan.
Rasional :
Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses penyembuhan.
Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap
ketidaktepatan pengguanaan alat ambulasi.
Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan
yang memrlukan bantuan.
Rasional :
Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan.
Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab di bawah
fraktur.
Rasional :
Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan
kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
Informasikan pasien bahwa otot dapat tampak lembek dan atrofi (massa otot
kurang). Anjurkan untuk memberikan sokongan pada sendi di atas dan di bawah
bagian yang sakit dan ginakan alat bantu mobilitas, contoh verban elastis, bebat,
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
http://akhmadrapiuddin.blogspot.com/2009/06/makalah-medula-spinalis.html.
4.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/17/trauma-medula-spinalis
5.
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10.
Jakarta: EGC.
6.
7.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC