Anda di halaman 1dari 16

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

ABSTRAK
Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Tujuan teori ini adalah adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung
jawab seseorang
itu sendiri, mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya, membantu siswa untuk
mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap,
mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih
menekan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
memfokoskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman
mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan
dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain siswa lebih diutamakan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan meraka melalui asimilasi dan akomodasi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses
pembelajaran, siswa-lah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang
harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan teman atau orang lain.
Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
Kata kunci : konstruktivisme, pengetahuan, proses belajar, guru, siswa.

A. Pendahuluan
Perkembangan dan kemajuan zaman yang terjadi dalam berbagai aspek
kehidupan menyebabkan dunia ini sangat bervariasi dan terdapat hal-hal yang
menarik untuk diketahui. Berbagai aspek yang mengalaimi perkembangan
misalnya, bidang IPTEK, bidang penelitian, bidang kepemerintahan, bidang
pendidikan dan berbagai bidang-bidang lainya. Adanya berbagai perubahan ini
bermuara pada suatu hal yaitu pada bidang Pendidikan. Bidang Pendidikn
merupakan faktor mendasar dalam berbagai hal untuk memperbaiki sumber
daya manusia yang handal.
Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik
manusia dan masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia
masa depan yang dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki
kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil
keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang

terus menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu suatu
proses (to) learn to be. Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan
masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya. (
Raka Joni , 1990) 1
Langkah strategis bagi perwujudan tujuan di atas adalah adanya layanan
ahli pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active
learning atau pendekatan cara belajar siswa aktif di dalam pengelolaan kegiatan
belajar mengajar yang mengukui sentralitas peranan siswa di dalam proses
belajar, adalah landasan yang kokoh bagi terbentuknya manusia-manusia masa
depan yang diharapkan.
Untuk melaksanakan itu semua diperlukan penanganan yang
memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan yang tepat ketika
individu belajar. Dengan kata lain, pendidikan ditantang untuk memusatkan
perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik
diatas. Kajian terhadap teori belajar konstruktivistik dalam kegiatan belajar dan
pembelajaran memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut. Dalam makalah
ini akan dibahas secara lebih spesifik mengenai definisi, tujuan, karakteristik,
kelebihan dan kekurangan, ruang lingkup serta langkah-langkah dalam teori
belajar dan pembelajaran konstruktivisme.
B. Pembahasan
1. Pengertian, ruang lingkup teori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme ini bertitik tolak dari teori pembelajaran
Behaviorisme yang didukung oleh B.F Skinner yang mementingkan
perubahan tingkah laku pada pebelajar. Pembelajaran dianggap berlaku
apabila terdapat perubahan tingkah laku kepada pelajar, contohnya dari
tidak tahu kepada tahu. Hal ini, kemudiannya beralih kepada teori
pembelajaran kognitivisme yang diperkenalkan oleh Jean Piaget di mana
ide utama pandangan ini adalah mental.

Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Renika Cipta, 2005), 55

Semua dalam diri individu diwakili melalui struktur mental dikenal


sebagai skema yang akan menentukan bagaimana data dan informasi yang
diterima, difahami oleh manusia. Jika ide tersebut sesuai dengan skema, ide
ini akan diterima begitu juga sebaliknya dan seterusnya lahirlah teori
pembelajaran konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru di mana
pengetahuan akan dibangun sendiri oleh pembelajar berdasarkan
pengetahuan yang ada pada mereka. Makna pengetahuan, sifat-sifat
pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi tahu dan berpengetahuan,
menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivisme.
Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam
otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai
makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan
dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak
yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotakkotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada
saat manusia belajar menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses
dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.
Beda halnya dengan Vigotsky, bahwa proses belajar adalah sebuah
proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan
proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial
sebagai proses ayng lebih tinggi dan essensinya berkaitan dengan
lingkungan sosial budaya. 2
Pada dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan
lebih bersifat kontekstual daripada absolut, yang memungkinkan adanya
penafsiran jamak (multiple perspektives) bukan hanya satu perspektif saja.
Hal ini berarti bahwa pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman
individual melalui interaksi dengan lingkungan dan orang lain. Peranan
kontribusi siswa terhadap makna, pemahaman, dan proses belajar melalui
kegiatan individual dan sosial menjadi sangat penting.
2

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2007), 124.

Perspektif konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar


yang lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan
dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar
juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar dan
strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema
berpikir seseorang. sebagai upaya memperoleh pemahaman atau
pengetahuan yang bersifat subyektif.
Jadi, konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai
kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme
lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya
sesuai

dengan

pengalamanya.

Konstruktivisme

sebenarnya

bukan

merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita
selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi
pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis.
Von Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah
konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur
konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. 3
Menurut para penganut konstruktiv, pengetahuan dibina secara aktif
oleh seseorang yang berfikir. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan
dengan pasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik
akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang disampaikan guru
dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui
berintekrasi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya. 4 Konsep

Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 23.


Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar
Raya, 2004), 53.
4

teori belajar konstruktivisme mempunyai interpretasi perwujudan yang


beragam.

Belajar merupakan

pengetahuan

dan

bukan

proses

proses

aktif

menerima

untuk mengkonstruksi
pengetahuan.

Proses

pembelajaran yang terjadi lebih dimaksudkan untuk membantu atau


mendukung proses belajar,

bukan sekedar untuk menyampaikan

pengetahuan.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang
subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya
dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek
menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh
realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh
subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan
disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang
berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses
rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses
pembelajaran, siswa-lah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah
yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar
atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan.
Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri
sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan
adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium,
diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian diaplikasikan dan dijadikan
ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya tujuan dari mendidik dan
mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada peserta didik.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik
yaitu:
1. Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang
relevan.

2. Mengutamakan proses.
3. Menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman sosial.
4. Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
Dalam konsep belajar Konstruktivistik, fornot mengemukakan aspekaspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada
lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the
construction of meaning).5
Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget, adaptasi terhadap lingkungan
dilakukan melalui empat proses yaitu skemata, asimilasi dan akomodasi dan
Equilibrium. 6
Skemata, manusia selalu berusaha menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Manusia cendrung mengorganisasikan tingkah laku dan
pikirannya. Hal itu mengakibatkan adanya sejumlah struktur spikologis
yang berbeda bentuknya pada setiap fase atau tingkatan perkembangan
tingkah laku dan kegiatan berfikir manusia. Struktur ini disebut dengan
struktur pikiran (intelektual scheme). Dengan demikian, pikiran harus
memiliki suatu struktur yaitu skema yang berfungsi melakukan adaptasi
dengan lingkungan dan menata lingkungan itu secara intelektual.
Asimilasi

adalah

proses

kognitif

dimana

seseorang

mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam


skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang
sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan
kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi
ini terus berjalan. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian
skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu
proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan
lingkungan baru.

5
Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Jogyakarta: Ar Ruzz Media,
2011), 117.
6
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, teori Belajar dan Pembelajaran, 118

Akomodasi dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru


seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan
skemata yang telah dipunyai. Dalam keadaan demikian orang akan
mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang
telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Equilibrium (keseimbangan), individu berusaha untuk mencapai
struktur mental atau skemata yang stabil, dalam artian adanya
keseimbangan antara proses asimilasi dan proses akomodasi. Seandainya
hanya terjadi asimilasi secara kontinue, maka yang bersangkutan hanya
akan memiliki beberapa skemata global dan tidak mampu melihat
perbedaan antara berbagai hal. Sebaliknya jika hanya ada akomodasi saja
yang terjadi secara kontinue, maka individu akan hanya memiliki skemata
yang kecil-kecil saja, dan mereka tidak memiliki skemata yang umum.
Itulah sebabmya, ada keserasian diantara asimilasi dan akomodasi yang oleh
J. Piaget disebut dengan keseimbangan.
Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi
dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat
mengadakan

adaptasi

terhadap

lingkungannya

maka

terjadilah

ketidakseimbangan. Akibat ketidakseimbangan itu maka tercapailah


akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau
munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan
proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan
setimbang (desquilibrium- Equilibrium). Tetapi bila terjadi keseimbangan
maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada
sebelumnya.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori
belajar konstruktivisme lebih memfokoskan pada kesuksesan siswa dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan kepatuhan siswa dalam
refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan

kata lain siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan


meraka melalui asimilasi dan akomodasi.
Adapun tujuan dari teori ini adalah:
a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab
seseorang itu sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang
mandiri. Lebih menekan pada proses belajar bagaimana belajar itu. 7
Adapun karakteristik / ciri pembelajaran dalam konstruktivisme adalah
sebagai berikut : 8
a. Memberi peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru
melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.
b. Mendorong ide-ide siswa sebagai panduan merancang pengetahuan.
c. Mendukung pembelajaran secara koperatif.
d. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh siswa.
e. Mendorong siswa mau bertanya dan berdialog dengan guru.
f. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting
dengan hasil pembelajaran.
g. Mendorong proses inkuiri siswa melalui kajian dan eksprerimen.
2. Langkah-langkah belajar konstruktivisme
Sebagai pelengkap akan saya paparkan perbandingan teori konstruktivisme
dengan teori yang lain. Dalam hal ini Brooks dan brooks memberikan
perbandingan menarik antara kelas konstruktivisme dan tradisional sebagai
berikut : 9

Ibid., 108.
Ibid., 109
9
Agus Suprijono, Cooperative Learnig Teori dan Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2012), 36-38.
8

Tabel 1.
Kelas Konstruktivisme Dan Tradisional
Konstruktivisme

Tradisional

Kegiatan belajar bersandar pada materi


hands-on
Presentasi materi dimulai dengan
keseluruhan kemudian pindah ke
bagian-bagian

Kegiatan belajar bersandar pada texbooks

Menekankan pada ide-ide besar


Guru mengikuti pertanyaan siswa
Guru menyiapkan lingkungan belajar
dimana siswa dapat menemukan
pengetahuan
Guru berusaha membuat peserta didik
mengungkapkan sudut pandang dan
pemahaman mereka sehingga mereka
dapat
memahami
pembelajaran
mereka
Assesmen diintegrasikan dengan
belajar mengajar melalui portopolio
dan observasi

Presentasi dimulai dari bagian-bagian,


kemudian pindah ke keseluruhan
Menekankan pada keterampilanketerampilan dasar
Guru mengikuti kurikulum yang pasti
Guru mempresentasikan
kepada peserta didik

informasi

Guru berusaha membuat peserta didik


memberikan jawaban yang benar

Assesmen adalah kegiatan tersendiri


dan terjadi melalui testing

S. Degeng mengomparasikan antara behaviorisme dan konstruktivisme


sebagai berikut :
Tabel 2.
Komparasi Teori Behavioristik dan Konstruktivistik
Aspek
Sifat
pengetahuan
Belajar
Mengajar
Fungsi mind
Pembelajaran

Behaviorisme
Pengetahuan bersifat
objektif,pasti, tetap,
terstruktur, rapi
Belajar adalah perolehan
pengetahuan
Memindahkan pengetahuan
kepada orang yang beajar
Penjiplak struktur pengetahuan
Pembelajar diharapkan
memiliki pemahaman yang
sama dengan pengajar

Konstruktivisme
Non-objektif, temporer
selalu berubah
Pemaknaan pengetahuan
Menggali makna
Menginterpretasi sehingga
muncul makna uang unik
Pembelajar bisa memiliki
pemahaman berbeda
terhadap pengetahuan yang
dipelajari

Pengelolaan
Pembelajaran

Kegagalan dan
keberhasilan
pembelajaran

Tujuan
pembelajaran

Strategi
pembelajaran

Evaluasi

terhadap pengetahuan yang


dipelajari
Pembelajar dihadapkan pada
aturan yang jelasyang
ditetapkan lebih dahulu secara
ketat

Pembelajar dihadapkan
pada lingkungan belajar
yang bebas

Pembiasaan (disiplin) sangat


esensial
Kegagalan atau
ketidakmampuan dalam
menambah pengetahuan
dikategorikan sebagai
KESALAHAN, HARUS
DIHUKUM.

Kebebasan merupakan
sistem yang sangat esensial
Kegagalan atau
keberhasilan, kemampuan
atau ketidakmampuan
dilihat sebagai interpretasi
yang berbeda yang perlu
dihargai

Keberhasilan atau kemampuan


dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas dipuji
atau diberi hadiah
Ketaatan kepada aturan
dipandang sebagai penentu
keberhasilan.

Kebebasan dipandang
sebagai penentu
keberhasilan

Kontrol belajar dipegang oleh


sistem diluar diri pembelajar
Tujuan pembelajaran
menekankan pada penambahan
pengetahuan.

Seseorang dikatakan telah


belajar apabila mampu
mengungkapkan kembali apa
yang dipelajari
Keterampilan terisolasi
mengikuti urutan kurikulum
ketat.
Aktivitas mengikuti buku teks.
Menekankan pada hasil

Respons pasif.
Menuntut satu jawaban benar.
Evaluasi merupakan bagian
terpisah dari belajar.

Kontrol belajar dipegang


oleh pembelajar
Tujuan pembelajaran
menekankan pada
penciptaan pemahaman,
yang menuntut aktifitas
kreatif-produktif dalam
konteks nyata

Penggunaan pengetahuan
secara bermakna.
Mengikuti pendangan
pembelajar.
Aktivitas belajar dalam
konteks nyata.
Menekankan pada proses
Penyusunan makna secara
aktif.
Menuntut pemecahan
ganda.
Evaluasi merupakan bagian
utuh dari belajar

10

Pembelajaran berbasis konstruktivisme merupakan belajar artikulasi, yaitu


proses mengartikulasi ide, pikiran, dan solusi. Belajar tidak hanya
mengontruksikan makna dan mengembangkan pikiran, namun juga
memperdalam proses-proses pemaknaan tersebut melalui peng-akspresian
ide-ide.
Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Orientasi, merupakan fase untuk memberikan kesempatan kepada
peserta didik. Memperhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap
topik materi pembelajaran.
2. Elicitasi, merupakan fase untuk membantu peserta didik menggali ideide yang dimilikinya dengan memberi kesemptan kepada peserta didik
untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide
mereka melalui poster, tulisan yang dipresentasikan kepada seluruh
peserta didik.
3. Restrukturisasi ide, dalam hal ini peserta didik melakukan klarifikasi ide
dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain atau teman
lalui diskusi.
4. Aplikasi ide,

dalam langkah ini ide atau pengetahuan yang telah

dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam


situasi yang dihadapi.
5. Reviu, dalam fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan
pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi
gagasannya dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara
mengubahnya menjadi lebih lengkap. 10
Menurut A. Battencourt, mengajar berarti partisipasi dengan siswa
dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan,
bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu
bentuk belajar sendiri.11
10
11

Ibid., 41-42.
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan (Jokyakarta: Kanisius, 1997), 65.

11

Menurut prinsip konstruktivis, seorang guru berperan sebagai mediator


dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan
baik. Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin atau pun
guru yang mengajar. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam
beberapa tugas sebagai berikut: 12
1. Menyediakan

pengalaman

belajar

yang

memungkinkan

siswa

bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian.


Karena itu, memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang
guru.
2. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang
keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan
gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka.
Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif.
Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung
proses belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu
menyediakan pengalaman konflik.
3. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran si siswa
jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mcmpertanyakan apakah
pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang
berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan
siswa.
Agar peran guru berjalan dengan optimal:
a. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa
yang sudah mereka ketahui dan pikirkan.
b. Guru perlu membicarakan tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas
bersama siswa.
c. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan
kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai
pelajar di tengah pelajar.

12

Ibid., 66

12

d. Guru perlu meningkatkan keterlibatan dengan siswa yang sedang


berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.
Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti
dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir
berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru. 13
Dalam menerapkan teori kontruktivisme dalam belajar dapat digunakan
model pembelajaran yang melibatkan beberapa langkah, 14 yaitu:
a. Pengenalan
b. Pembelajaran kompetensi
c. Pemulihan
d. Pendalaman
e. Pengayaan
Tahap pengenalan merupakan pemberian hal-hal yang konkrit dan
mudah dengan contoh-contoh sederhana yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari. Pada tahap ini, guru perlu mencermati melalui penilaian
prakonsep atau kompetensi awal yang dimiliki peserta didik untuk maju ke
tahap berikutnya. Tahap pembelajaran kompetensi merupakan tahap di
mana peserta didik mulai beranjak dari mengenali kompetensi baru ke
menguasai kompetensi dasar. Hasil penilaian akan menunjukkan apakah
peserta didik perlu diberi tahapan pemulihan, yaitu tahap di mana peserta
didik memulihkan prakonsep menjadi suatu konsep/kompetensi secara
benar.
Bila peserta didik telah menguasai kompetensi secara benar, guru
dapat menilai sejauh mana minat, potensi, dan kebutuhan dalam penguasaan
kompetensi dasar. Apabila peserta didik cukup berminat dan kompetensi
dasar telah dikuasai secara tuntas, tahap pemulihan dapat dilewati dan maju
ke tahap berikutnya yaitu tahap pendalaman. Apabila tahap pendalaman
telah dilaksanakan, terdapat otomatisasi berpikir dan bertindak sebagai

13
Paulina Pannen, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Proyek Pengambangan
Universitas Terbuka Dirjen Dikti Depdiknas, 2001), 24
14
Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran, 109-110.

13

perwujudan kompetensi. Selanjutnya, dapat diberikan tahap pengayaan agar


peserta didik memperoleh variasi pengalaman belajar. Berbagai latihan
dapat digunakan untuk mendalami atau memperkaya kompetensi.
Penilaian yang dilakukan menunjukkan apakah suatu kompetensi
telah tuntas dikuasai atau belum. Dari hasil penilaian dapat diketahui jenisjenis latihan yang perlu diberikan kepada peserta didik sebagai pemulihan,
pendalaman, dan pengayaan.
Perlu kami pertegas, bahwa strategi pembelajaran perlu mengikuti kaedah
pedagogik, yaitu pembelajaran diawali dari konkret ke abstrak, dari yang
sederhana ke yang kompleks, dan dari yang mudah ke sulit. Peserta didik
perlu belajar secara aktif dengan berbagai cara untuk mengkontruksi atau
membangun pengetahuannya. Suatu rumus, konsep, atau prinsip dalam
mata pelajarn sebaiknya dibangun siswa dalam bimbingan guru. Strategi
pembelajaran perlu mengkondisikan peserta didik untuk menemukan
pengetahuan sehingga mereka terbiasa melakukan penyelidikan dan
menemukan sesuatu.
C. Kesimpulan
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan
aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami
belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan
dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.
Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
memfokoskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman
mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah
diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain siswa lebih
diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan meraka melalui
asimilasi dan akomodasi.
Menurut prinsip konstruktivis, seorang guru berperan sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.

14

Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin atau pun guru
yang mengajar.
Dalam menerapkan teori kontruktivisme dalam belajar dapat digunakan
model pembelajaran yang melibatkan beberapa langkah, yaitu:
1. Pengenalan
2. Pembelajaran kompetensi
3. Pemulihan
4. Pendalaman
5. Pengayaan

D. DAFTAR PUSTAKA
Asri Budiningsih, 2005, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Renika Cipta.
Agus Suprijono, 2012, Cooperative Learnig Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, 2007, Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ella Yulaelawati, 2004, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan
Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.
Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2011, Belajar dan Pembelajaran.
Jogyakarta: Ar Ruzz Media
Paulina Pannen, 2001, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: Proyek
Pengambangan Universitas Terbuka Dirjen Dikti Depdiknas.
Paul Suparno, 1997, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta:
Kanisius.

15

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


KONSTRUKTIVISME
ARTIKEL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Belajar Dan Pembelajaran
PAI
Pengampu Bapak Dr. Bunai, S.Ag., M.Pd.

OLEH :
MOHAMMAD IMAM SYAMRONI LATIF
NIM. 18201321025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM MAGISTER (S2)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PAMEKASAN

16

Anda mungkin juga menyukai