10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Dengan persetujuan,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG IRIGASI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
Jaringan Utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi,
terdiri dari bangunan utama, saluran induk primer, saluran sekunder, bangunan
dan bangunan pelengkapnya serta daerah sempadan irigasi.
Bangunan Utama adalah bangunan pengambilan air untuk keperluan irigasi yang
berada pada sungai dapat berupa bendung tetap, bendung gerak, bendungan,
pengambilan bebas.
Petak Irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi.
Penyediaan Air Irigasi adalah penentuan banyaknya air persatuan waktu dan saat
pemberian air yang dipergunakan untuk menunjang pertanian.
Pembagian Air Irigasi adalah penyaluran air dalam jaringan utama.
Pemberian Air Irigasi adalah penyaluran alokasi air dari jaringan utama ke petak
tersier dan kwater.
Penggunaan Air Irigasi adalah pemanfaatan air dilahan pertanian.
Pembuangan/drainase adalah pengaliran kelebihan air irigasi yang sudah tidak
dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi tertentu.
Forum Koordinasi Daerah Irigasi adalah wadah konsultasi dan komunikasi dari
dan antar HIPPA, Petugas Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota serta
Penggunaan Air Irigasi lainnya dalam rangka pengelolaan irigasi pada suatu
daerah irigasi yang bersifat multiguna, dibentuk atas dasar kebutuhan dan
kepentingan bersama.
Pembangunan Jaringan Irigasi adalah seluruh kegiatan penyediaan jaringan
irigasi diwilayah tertentu yang belum ada jaringan irigasinya atau penyediaan
jaringan irigasi untuk menambah luas areal pelayanan.
Pengelolaan Irigasi adalah segala usaha pendayagunaan air irigasi yang meliputi
operasi dan pemeliharaan, pengamanan, rehabiliiasi dan peningkatan Jaringan
Irigasi.
Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi adalah kegiatan pengaturan air dan
jaringan irigasi yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan,
dan pembuangannya, termasuk usaha mempertahankan kondisi jaringan irigasi
agar tetap berfungsi dengan baik.
Pengamanan Jaringan Irigasi adalah upaya untuk mencegah dan menanggulangi
terjadinya kerusakan Jaringan Irigasi yang disebabkan oleh daya rusak air, hewan
atau ulah manusia guna mempertahankan fungsi jaringan irigasi.
Garis Sempadan irigasi adalah batas pengamanan bagi saluran dan atau
bangunan pada jaringan irigasi.
Daerah sempadan Irigasi adalah kawasan sepanjang kiri kanan saluran Irigasi
Utama yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi jaringan irigasi.
Rehabilitasi Jaringan Irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna
mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula.
Peningkatan Jaringan Irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi dengan
mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan daerah irigasi guna
meningkatkan fungsi dan pelayanan irigasi.
Manajemen Aset Irigasi adalah kegiatan inventarisasi, audit, perencanaan,
pemanfaatan, pengamanan asset irigasi dan evaluasi.
Audit Pengelolaan Irigasi adalah kegiatan pemeriksaan kinerja pengelolaan irigasi
yang meliputi aspek organisasi, teknis, dan keuangan, sebagai bahan evaluasi
manajemen aset irigasi.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
(2)
keputusan dan pelaku utama dalam pengelolaan irigasi yang menjadi tanggung
jawabnya;
Untuk mencapai yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemberdayaan lembaga
HIPPA secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Pasal 5
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
Dalam hal jaringan irigasi yang melewati lebih dari 1 (satu) Propinsi, Pemerintah Propinsi
yang bersangkutan melakukan kerjasama pengelolaan irigasi dengan melibatkan
Kabupaten/Kota dan Gabungan HIPPA yang bersangkutan;
Pasal 9
(1)
(2)
Penetapan jaringan utama ditetapkan oleh Gubernur atau usul Kepala Dinas;
Tata cara dan mekanisme serta penetapan jaringan utama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
BAB V
KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI
Pasal 10
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(1)
(2)
Keputusan Gubernur.
BAB VII
PENYERAHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN IRIGASI
Pasal 13
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Setiap penggunaan air irigasi harus terlebih dahulu mendapatkan hak guna air
irigasi;
Hak Guna Air Irigasi diberikan terutama untuk kepentingan pertanian dengan tetap
memperhatikan kepentingan usaha lainnya
Hak Guna Air Irigasi diberikan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan air pada
daerah pelayanan tertentu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang;
Pembagian dan pemberian air irigasi ditingkat Daerah Irigasi dilaksanakan oleh
HIPPA bersama dengan Pejabat yang ditunjuk berdasarkan prinsip keadilan dan
keseimbangan serta berdasarkan musyawarah para pihak yang berkepentingan;
Pemerintah Propinsi mengupayakan ketersediaan, pengendalian, dan perbaikan
mutu air irigasi.
Pasal 15
(1)
Hak Guna Air Irigasi bagi lahan yang telah ditetapkan karena kepentingan umum
yang lebih utama dan bersifat sementara dapat diizinkan dipergunakan untuk
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
Hak Guna Air Irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diberikan
dalam bentuk izin pengambilan air irigasi oleh Gubernur;
Pemegang izin pengambilan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan jaringan irigasi yang telah ada dengan syarat:
a.
mengikuti sistem distribusi air yang telah ditetapkan untuk daerah irigasi
tersebut;
b.
ikut secara aktif memelihara fungsi jaringan beserta bangunannya;
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dialihkan pada pihak lain;
Tata cara dan mekanisme memperoleh izin pengambilan air irigasi dan Hak Guna
Air Irigasi diatur dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Kedua
Penyediaan Air Irigasi
Pasal 17
(1)
(2)
(3)
(4)
Pada kondisi ketersediaan air terbatas, Gubernur menetapkan penyesuaian alokasi air
bagi pemegang hak guna air sesuai asas keadilan dan keseimbangan.
Bagian Ketiga
Pembagian dan Pemberian Air Irigasi
Pasal 19
(1)
Rencana pembagian air untuk jaringan irigasi yang bersifat multiguna ditetapkan
setiap tahun atas dasar musyawarah antara HIPPA, Pemerintah Propinsi dan
(2)
(1)
(2)
Dalam hal terjadi tangkis putus dan atau kerusakan bangunan irigasi dan
bangunan pelengkapnya, untuk menghindari kerusakan yang lebih berat, Kepala
Dinas atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk sementara mengurangi atau
menghentikan penyaluran air pada saluran irigasi dimana kerusakan itu terjadi;
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera diberitahukan kepada
Komisi Irigasi setempat dan dilaporkan kepada Gubernur.
Bagian Keempat
Penggunaan Air Irigasi
Pasal 21
Penggunaan air irigasi hanya diperkenankan dengan mengambil air dari saluran tersier,
saluran kwarter atau pada tempat pengambilan lain yang telah ditetapkan oleh Kepaia
Dinas atau Pejabat yang ditunjuk bersama HIPPA.
Bagian Kelima
Drainase
Pasal 22
(1)
(2)
(3)
Untuk mengatur air irigasi secara baik yang memenuhi syarat-syarat teknik irigasi
dan pertanian maka pada setiap pembangunan jaringan irigasi disertai dengan
pembangunan jaringan drainase yang merupakan satu kesatuan dengan jaringan
irigasi yang bersangkutan;
Air irigasi yang disalurkan kembali kesuatu sumber air melalui jaringan drainase
harus dilakukan upaya pengendalian atau pencegahan pencernaran agar
memenuhi
syarat-syarat
kualitas
tertentu
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
HIPPA wajib ikut serta menjaga kelangsungan fungsi jaringan drainase
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB IX
PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI
Pasal 23
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(1)
(2)
(3)
HIPPA memiliki wewenang, tugas dan tanggung jawab dalam operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi di wilayah kerjanya;
Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang berfungsi multiguna
diselenggarakan oleh HIPPA melalui koordinasi dengan para pengguna air irigasi
lainnya dalam Forum Koordinasi Daerah Irigasi;
Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi milik badan hukum, badan sosial,
perorangan dan pengguna air irigasi untuk keperluan lainnya menjadi tanggung
jawab pihak yang bersangkutan.
Pasal 26
Untuk penyelenggaraan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang dikelola oleh
HIPPA, Pemerintah Propinsi memberikan bantuan dan fasilitas yang diperlukan dengan
memperhatikan prinsip kemandirian.
Bagian Kedua
Pengeringan Jaringan Irigasi
Pasal 27
(1)
(2)
(3)
HIPPA bersama dengan Pejabat yang ditunjuk dapat menetapkan waktu dan
bagian jaringan irigasi yang harus dikeringkan untuk keperluan pemeriksaan dan
atau perbaikan;
Waktu pengeringan dan bagian jaringan irigasi yang akan dikeringkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus ditentukan secara tepat dan
diberitahukan kepada pengguna selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelum
pelaksanaan pengeringan;
Untuk masa pengeringan yang lebih lama dari 2 (dua) minggu hanya dapat
dilaksanakan dengan kesepakatan bersama antar pengguna.
Bagian Ketiga
Pengamanan Jaringan Irigasi
Pasal 28
Dalam rangka operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, HIPPA, badan hukum, badan
sosial, perorangan, dan pengguna air irigasi untuk keperluan lainnya bersama-sama
Pemerintah Propinsi bertanggung jawab melakukan pengamanan jaringan irigasi untuk
menjamin kelangsungan fungsinya .
Pasal 29
(1)
(2)
(3)
c.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
HIPPA memiliki wewenang tugas dan tanggung jawab dalam rehabilitasi dan
peningkatan jaringan irigasi di wilayah kerjanya;
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi memberikan bantuan dan fasilitasi kegiatan
rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan permintaan dari HIPPA dengan memperhatikan prinsip kemandirian;
Rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi milik badan hukum, badan sosial,
perorangan, dan pengguna air irigasi untuk keperluan lainnya menjadi tanggung
jawab yang bersangkutan
Perubahan dan atau pembongkaran jaringan irigasi yang mengubah bentuk dan
fungsi jaringan harus mendapat izin dari Gubernur;
Pendirian, perubahan dan atau pembongkaran bangunan-bangunan lain selain
dari yang dimaksud pada ayat (1) termasuk yang berada didalam, diatas maupun
yang melintasi saluran irigasi harus mendapat izin dari Gubernur;
Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus
mempertimbangkan masukan dari Tim Koordinasi Pengelolaan Irigasi Propinsi
Jawa Timur.
BAB XII
INVENTARISASI DAERAH IRIGASI
Pasal 31
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(1)
(2)
berlaku.
Pasal 39
Pemerintah Propinsi bersama Pemerintah Kabupaten/Kota HIPPA, badan hukum, badan
sosiai, perorangan dan pengguna air irigasi untuk keperluan lainnya menyediakan
informasi pengelolaan irigasi dan memberikan dukungan dalam pelaksanaan
pengendalian dan pengawasan.
BAB XVIII
LARANGAN-LARANGAN
Pasal 40
Dalam rangka menjaga kelestarian air dan jaringan irigasi dilarang :
a.
menyadap air dari sungai dan saluran pembawa, selain pada tempat yang sudah
ditentukan;
b.
membuang benda-benda padat dengan atau tanpa alat-alat mekanis yang dapat
berakibat menghambat aliran, mengubah sifat air serta merusak jaringan irigasi;
c.
membuat galian
atau
membuat selokan
sepanjang
saluran
dan
bangunan-bangunannya pada jarak tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya
kebocoran dan dapat mengganggu stabilitas saluran dan bangunan-bangunannya;
d.
menggembalakan, menambatkan atau menahan hewan atau ternak di dalam
daerah sempadan saluran;
e.
merusak dan atau mencabut rumput atau tanaman yang ditanam pada
tangkis-tangkis saluran dan bangunan yang berguna untuk konservasi;
f.
membudidayakan tanaman pada tangkis-tangkis saluran, berem dan alur-alur
saluran;
g.
menghalangi atau merintangi kelancaran jalannya air dengan cara apapun;
h.
mendirikan bangunan di dalam daerah sempadan saluran kecuali bangunan yang
mendukung pelaksanaan pengelolaan irigasi.
Pasal 41
Tanpa izin Gubernur atau Kepala Dinas, dilarang :
a.
mengadakan perubahan dan atau pembongkaran bangunan-bangunan dalam
jaringan irigasi maupun bangunan pelengkapnya;
b.
mendirikan, mengubah ataupun membongkar bangunan-bangunan lain dari pada
yang tersebut pada huruf a, yang berada didalam, diatas maupun melintasi
saluran irigasi;
c.
membuang limbah/benda-benda cair yang dapat mengubah kwalitas air di jaringan
irigasi;
d.
mengambil bahan-bahan galian C berupa pasir, kerikil, batu atau hasil alam yang
serupa dari jaringan irigasi.
BAB XIX
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 42
Terhadap perbuatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 40 huruf c dan h serta Pasal
41 huruf b dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pembongkaran bangunan.
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 43
(1)
(2)
Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 14 ayat 1, 16, 21, 29 ayat (2)
dan (3), 40 dan 41, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah);
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XXI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 44
Selain oleh pejabat penyidik umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43, dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
dilingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 45
(1)
(2)
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I
Jawa Timur Nomor 15 Tahun 1986 tentang Irigasi di Jawa Timur dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Pasal 47
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 48
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 13 Oktober 2003
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd.
IMAM UTOMO. S
Diundangkan di Surabaya
Pada tanggal 13 Oktober 2003
SEKRETARIS DAERAH
PROPINSI JAWA TIMUR
ttd.
H. SOEKARWO, SH, M.Hum
LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2003 NOMOR 2 TAHUN 2003
SERI E.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR
NOMOR 6 TAHUN 2003
TENTANG
IRIGASI
I.
PENJELASAN UMUM
PENJELASAN PASAL
Pasal 1 s.d. 3 :
Cukup jelas.
Pasal 4 ayat (1) :
Ayat (2):
Pasal 5 :
Cukup jelas.
Ayat (2):
Pasal 8 s.d. 11 :
Cukup jelas.
Ayat (2) :
Pasal 13 ayat (1):
Ayat (2) :
Ayat (3) :
Ayat (2):
Cukup jelas.
Ayat (3):
Cukup jelas.
Pasal 15 s.d. 16 :
Cukup jelas.
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 28
Pasal 29
Cukup jelas
Cukup jelas
Bantuan dan fasilitasi dalam rehabilitasi dan peningkatan
jaringan irigasi kepada HIPPA dituangkan dalam rencana
: Cukup jelas
Ayat (2)
: Cukup jelas.
Ayat (2)