Anda di halaman 1dari 6

B.

Alternatif Perhitungan PPh Pasal 21 Untuk Karyawan


1. PPh Pasal 21 ditanggung pegawai (gross method)
Metode di mana karyawan yang akan menanggung sendiri jumlah pajak
penghasilan, bukan merupakan beban dan tidak berpengaruh laba rugi
pada perusahaan tetapi bagi karyawan merupakan beban yang akan
mengurangi penghasilan brutonya.
2. PPh Pasal 21 d ditanggung pemberi kerja/perusahaan (net method)
Metode dimana perusahaan atau pemberi kerja yang akan menanggung
pajak karyawannya. Beban yang dikeluarkan perusahaan untuk
menanggung PPh Pasal 21 karyawan hanya diakui secara komersial.
Secara fiskal tidak dapat menjadi pengurang pendapatan perusahaan
atau

bersifat

non-deductable,

artinya

pada

waktu

perusahaan

menghitung PPh Badan, beban ini tidak boleh dikurangkan dari


pendapatan sehingga PPh Badan akan menjadi tinggi.
3. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak
Metode dimana perusahaan atau pemberi kerja memberikan tunjangan
pajak kepada karyawan. Beban gaji dan tunjangan pajak ini semuanya
boleh jadi biaya bagi perusahaan secara fiskal maupun komersial. Take
home pay karyawan adalah sebesar gaji ditambah tunjangan pajak
dikurangi dengan PPh Pasal 21. Maka take home pay yang diterima
oleh

karyawan

tidak

maksimal

sebab

karyawan

masih

harus

menanggung PPh Pasal 21 terutangnya.


4. PPh Pasal 21 yang di Gross-Up method
Pada alternatif ini perusahaan memberikan tunjangan pajak kepada
karyawannya yang jumlahnya sama dengan PPh Pasal 21 terutangnya.
Pengeluaran perusahaan untuk gaji dan tunjangan pajak ini semuanya
boleh jadi biaya, baik dari sudut pandang komersial maupun fiskal.
Secara fiskal atas beban yang timbul bagi perusahaan merupakan
beban yang bisa menjadi pengurang pendapatan (deductable expense),
sehingga beban PPh Pasal Badan menjadi lebih kecil. Keistimewaan
metode ini adalah take home pay karyawan adalah penuh sebesar
gajinya. Sebab, PPh Pasal 21 terutang yang seharusnya dipotong dari
gajinya tersebut sudah diantisipasi oleh tunjangan pajak yang diterima
dalam jumlah yang sama.
4.1. Perhitungan metode gross up memiliki beberapa keuntungan,
antara lain:

a.

Mempermudah

pemberi

kerja

menentukan

tunjangan pajak yang diberikan secara tepat.


Metode gross up memungkinkan hasil perhitungan
besarnya tunjangan pajak yang diberikan sama dengan
tunjangan pajak terhutang, sehingga perusahaan tidak
akan mengalami kesulitan dalam perhitungan tunjangan
pajak karyawan karena tidak akan terjadi selisih antara
tunjangan dengan pajak terhutang karyawan yang
harus ditanggung pemberi kerja.
b. Memperbesar beban yang diperkenankan sebagai
pengurang dalam perhitungan Penghasilan Kena
Pajak

pemberikerja.

Metode gross up akan menjadikan seluruh pemberian


tunjangan pajak yang sebelumnya terdapat sejumlah
rupiah yang menjadi tanggungan perusahaan, menjadi
seluruhnya berbentuk pemberian tunjangan pajak. Jadi,
seluruh tunjangan pajak dapat diperlakukan sebagai
beban yang dapat dikurangkan dalam perhitungan PKP
perusahaan atau dengan kata lain dapat memperbesar
beban yang dapat dikurangkan dalam perhitungan PKP
perusahaan

dibandingkan

pada

saat

tidak

menggunakan metode gross up.


4.2. Cara Perhitungan Gross-up
Secara umum metode ini diterapkan dengan cara memasukkan
tunjangan pajak sebesar pajak terhutang karyawan ke dalam
perhitungan Pph pasal 21 terhutang karyawan dengan rumus
metode gross up, yang berdasarkan pada Penghasilan Kena Pajak.
Adapun rumus dari metode gross up, adalah:
PKP

s.d

Rp

25.000.000.00

Pajak = 1/228.6 (PKP sebelum Tunjangan Pajak (PKPSTP) 0)


PKP di atas Rp 25.000.000.00 s.d Rp 50.000.000.00 Pajak = 1/108

(PKPSTP Rp 12.500.000.00)
PKP di atas Rp 50.000.000.00 s.d Rp 100.000.000.00 Pajak = 1/204 (3
PKPSTP Rp 75.000.000.00)
PKP di atas Rp 100.000.000.00 s.d Rp 200.000.000.00 Pajak = 1/36
(PKPSTP Rp 55.000.000.00)
PKP
di
atas

Rp

200.000.000.00

Pajak = 10/78 (0.35 PKPSTP Rp 33.750.000.00)


Sumber: Perpajakan Lanjutan, M.Zain dan Diana Sari
Contoh Perhitungan Gross-Up:
Perhitungan PPh Pasal 21
Gaji satu bulan
Tunjangan anak
Tunjangan istri
Tunjangan perumahan
Tunjangan jabatan

(Rp)
9.000
3.000
250.000
1.000.000
2.000.000(+
)

Jumlah penghasilan bruto

12.550.000

Pengurangan :
Biaya Jabatan (5%x penghasilan bruto) max

108.000

500rb
Iuran yang dibayar pegawai:
Iuran jaminan Hari Tua
Iuran Pensiun

90.000
90.000(
+)

Jumlah pengurangan
Penghasilan neto sebulan
Penghasilan neto setahun
PTKP (K/3)

288.000
12.262.000
147.144.000
18.000.000
(-)

PKP

129.144.000

Tunjangan Pajak = 1/36 (PKPSTP - Rp55.000.000)


= 1/36 (Rp 129.144.000 - Rp 55.000.000)
= Rp 2.059.555 setahun (Rp 171.629 sebulan)
CONTOH

PERHITUNGAN

PERBANDINGAN

DARI

ALTERNATIF PPH PASAL 21


PPh Pasal 21

KEEMPAT

URAIAN

Gross

method
Take Home Pay
Gaji
24.000
Tunjangan PPh ps -

Net

Tunjangan Gross-up

method

Pajak

method

24.000
-

24.000
150

24.000
157,48

21
PPh pasal 21
Jumlah

150
23.850

24.000

(157,1)
23.992,9

(157,48)
24.000

Biaya Fiskal
Gaji + Tunjangan
jumlah

24.000
24.000

24.000
24.000

24.150
24.150

24.157,48
24.157,48

Biaya Komersial
Biaya
Gaji
+ 24.000

24.000

24.150

24.157,48

tunjangan
PPh pasal 21
Jumlah

150
24.150

24.150

24.157,48

150

Selisih

24.000
Biaya -

Fiskal dan Biaya


Komersial

C. KONSEP TAXABLE & DEDUCTIBLE PPh Pasal 21


Secara umum dikenal konsep Taxable Deductible atau Non Taxable
Non Deductible. Taxable biasanya ditujukan untuk pengenaan pajak atas
penghasilan yang diperoleh orang atau badan tanpa melihat dari mana
penghasilan tersebut diperoleh (sumber penghasilan). Deductible adalah
biaya yang diakui oleh pajak, biasanya ditujukan kepada beban atau biaya
yang menurut ketentuan menjadi pengurang penghasilan bruto. Jika
pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat dibebankan
sebagai biaya fiskal (Non Deductible) maka bagi karyawan yang menerima
bukan merupakan penghasilan (Non Taxable).
1. Penghasilan yang Dipotong PPh pasal 21
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan pasal 21:

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa


gaji, uang pensiun bulanan, upah honorarium, premi bulanan, uang
lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan
isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan,
tunjangan

khusus,

tunjangan

transportasi,

tunjangan

pajak,

tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa,


hadiah,

premi

asuransi

yang

dibayar

pemberi

kerja,

dan

penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;


b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur
berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan
hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan
penghasilan sejenis lainnya yang bersifat tidak tetap;
c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan;
d. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau jaminan hari
tua, uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis;
e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri;
f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain terkait gaji yang
diterima pejabat negara, PNS serta uang pensiun dan tunjangantunjangan lain yang sifatnya terkait dengan ung pensiun yang
diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anakanaknya;
g. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan
nama apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak atau wajib
pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dan
yang dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus
(deemed profit).
2. Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
Yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh
pasal 21:

a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi


kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan,
kecuali penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang
disebutkan dalam penghasilan yang dipotong pasal 21.
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dan pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran jaminan hari tua kepada
badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
d. Penerimaan daalm bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan
nama apapun yang diberikan oleh pemerintah;
e. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja;
f. Penghasilan yang dibayarkan kepada PNS golongan IId dan anggota
TNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun
InspekturTingkat satu ke bawah yang dibebankan kepada keuangan
negara atau keuangan daerah berupa honorarium dan imbalan lain
dengan nama apapun;
g. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentu atau disahkan oleh pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai