Anda di halaman 1dari 15

1

HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN METODE ILMIAH


oleh
Eni Dasuki Suhardini
ABSTRAK
Proses mengamati untuk memuaskan rasa keingin tahuan (eagerness
manusia itu dilakukan dengan cara-cara tertentu, metode tertentu, sesuai dengan
proses kegiatan ilmiah. Metode sebagai cara untuk mengamati sesuatu proses
kegiatan ilmiah. Metode sebagai cara untuk mengamati sesuatu, proses kegiatan
ilmiah, harus dengan cara-cara tertentu pula, yang dapat dipertanggungjawabkan
sebagai suatu kegiatan ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Epitesmologi merupakan filsafat
ilmu yang bersifat nalar atau pemikiran, metode ilmiah merupakan bagian dari
ruang lingkup filsafat ilmu.

PENDAHULUAN
Manusia dalam hidupnya tidak lepas dari alam yang mengelilinginya. Dia
dihadapkan kepada fenomena- fenomena (alam) yang menimbulkan rasa heran
pada dirinya. Kenyataan ini membuat manusia berinteraksi dengan alam
sekelilingnya. Interaksi ini menimbulkan berbagai ragam masalah dalam
kehidupan manusia selanjutnya.
Fenomena (external world) yang lama kelamaan menimbulkan keingintahuan pada dirinya (eagerness). Keingin tahuan pada diri manusia itu,
mendorong dia untuk memulai mengamati fenomena- fenomena ( alam ) tersebut.
Ketika manusia mulai mengamati sesuatu ini, dimulailah suatu proses kegiatan
ilmiah.1 Proses mengamati untuk memuaskan rasa keingin tahuan (eagerness
manusia itu dilakukan dengan cara cara tertentu, metode tertentu, sesuai dengan
proses kegiatan ilmiah. Metode sebagai cara untuk mengamati sesuatu proses
kegiatan ilmiah. Metode sebagai cara untuk mengamati sesuatu , proses kegiatan

Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu,
Ritchie Calder, Science in Our Life , New York , The New American Library, 1955, hlm 37. Dikutip
dari Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Harapan, Jakarta
1996, hlm 121.

ilmiah, harus dengan cara-cara tertentu pula, yang dapat dipertanggung jawabkan
sebagai suatu kegiatan ilmiah.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui
metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syaratsyarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat
disebut ilmu , tercantum dalam metode ilmiah. Metode merupakan prosedur atau
cara mengetahui sesuatu , yang mempunyai langkah-langkah sistematis.2
Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan
dalam metode tersebut.3 Metodologi selain merupakan sarana untuk mencapai
suatu tujuan ilmu juga pada dirinya melekat suatu ilmu. Metodologi adalah ilmu
itu sendiri
Metodologi secara filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan
epistemologi. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana
mendapatkan pengetahuan?, Apakah sumber-sumber pengetahuan ? Apakah
hakekat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan ? Apakah manusia
dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan ? Sampai tahap

mana

pengetahuan yang mungkin untuk didapat manusia ?


Bertitik

tolak

dari

pertanyaan-pertanyaan

tersebut

maka

dalam

kesempatan ini penulis akan mencoba membahas mengenai bagaimana hubungan


filsafat ilmu dengan metode ilmiah ?

Peter R Senn, Social Science and Its Methods, (Boston, Holbrook,1971) hlm 4, dikutip dari Jujun
S Surisumantri, Ibid, hlm 119
3
Idem

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ilmu
Kata ilmu merupakan terjemahan dari kata dalam bahsa Inggris :
Science. Kata science ini berasal dari kata Latin Scientia yang berarti
pengetahuan. Kata scientia ini berasal dari bentuk kata kerja scire yang artinya
mempelajari, mengetahui.Pada mulanya cakupan ilmu (science) secara etimologis
menunjuk pada pengetahuan semata-mata, pengetahuan apa saja. 4 Pertumbuhan
selanjutnya pengertian ilmu (science) ini mengalami perluasan arti, sehingga
menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik (systematic knowledge).
Pemakaian yang luas dari kata ilmu (science) ini diteruskan dalam bahasa Jerman
dengan istilah wissenschaft yang berlaku terhadap kumpulan pengetahuan apapun
yang teratur, termasuk di dalamnya naturwissenschaften yang mencakup ilmuilmu kealaman maupun geisteswissenschaften yang dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai the humanities (pengetahuan kemanusiaan), sementara dalam bahasa
Indonesia dikenal sebagai ilmu-ilmu budaya yang pada umumnya mencakup
pengetahuan-pengetahuan tentang bahasa dan sastra,estetika, sejarah, filsafat dan
agama.5
Ilmu adalah suatu bentuk ciptaan Tuhan.Orang tidak menciptakan ilmu,
melainkan mengungkapkan ilmu, atau mencari ilmu.6 Mencari ilmu merupakan
kewajiban manusia, dan apabila manusia telah menguasai ilmu, ilmunya pun akan
memberikan kenikmatan padanya.
Dalam filsafat ilmu, ilmu atau sains itu dibagi dalam 3 (tiga) bagian ,
yaitu Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Ontologi adalah segala sesuatu yang
bertalian dengan terbentuknya ilmu, dan dengan epistemologi dimaksudkan
4

Dampier dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Fisafat UGM,Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty,
1996, hlm 102.
5
Ibid, hlm. 103.
6
Herman Suwardi, Roda Berputar Dunia Bergulir. Kognisi Baru tentang Timbul Tenggelamnya
Sivilisasi.Bandung, Bakti Mandiri, 1997, hlm 109.

dengan makna ilmu ialah tentang seluk beluk ilmu itu sendiri, apa kemampuannya
dan apa pula keterbatasannya. Aksiologi adalah segi guna laksana dari ilmu , ialah
hal-hal yang bertalian dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia.7
Menurut Muladi, sain (science) harus diartikan sebagai a scientific
method a process for evaluating empirical knowledge or the organized body of
knowledge gained by the process.8
Andi Hakim Nasoetion menyatakan bahwa pengetahuan yang
dikumpulkan manusia melalui penggunaan akalnya kemudian disusun menjadi
suatu bentuk yang berpola teratur disebut ilmu aqliah atau ilmu falsafiyyah , yaitu
ilmu yang diperoleh melalui penggunaan akal dan kecendikiaan.Ilmu inilah yang
dinamakan sains dan disebut juga ilmu pengetahuan.9
2. Ciri-Ciri Ilmu
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun tidak dapat dibalik bahwa
kumpulan pengetahuan itu adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan untuk dapat
disebut ilmu harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu obyek material dan
obyek formal. Setiap bidang ilmu, baik ilmu-ilmu khusus maupun ilmu filsafat
harus memiliki 2 (dua) macam obyek tersebut.10
Obyek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikir (gegenstand),
sesuatu hal yang diselidiki/dipelajari. Obyek material mencakup apa saja, baik
hal-hal konkrit atau hal-hal yang abstrak. Sedangkan obyek formal adalah cara
memandang/meninjau yang dilakukan oleh seseorang peneliti terhadap obyek
materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Obyek formal suatu ilmu
tidak hanya memberikan keutuhan

suatu ilmu tapi pada saat yang sama

membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari
berbagai sudut pandang sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda

Idem.
Muladi,Etika Keilmuan, HAM, Demokrasi dan Peradaban,Kuliah Perdana Pascasarjana Unpad,
Bandung ,24 Agustus 2009
9
Andi Hakim Nasoetion,Pengantar ke Filsafat Sains, Bogor, Litera Antar Nusa, 2008, hlm 19.
10
E.Saefullah Wiradipradja,Filsafat Ilmu, Bahan Kuliah Program Pascasarjana Unpad,
Bandung,2009, hlm. 10.
8

Ciri-ciri yang terkandung dalam pengertian ilmu pengetahuan dapat diuji


untuk lebih memahami sifat dinamis pada ilmu pengetahuan. Salah satu ciri khas
ilmu pengetahuan adalah sebagai suatu bentuk aktivitas , yaitu sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh manusia,berupa rangkaian aktivitas.
Proses dalam rangkaian aktivitas ini bersifat intelektual.,dan mengarah pada
tujuan-tujuan tertentu.
Aktivitas intelektual berarti kegiatan yang memerlukan kemampuan
berpikir untuk melakukan penalaran logis atas

hasil-hasil pengalaman

11

empiris. Seperti yang disampaikan oleh Paul Freedman bahwa ilmu adalah
suatu bentuk aktivitas manusia yang melalui pelaksanaannya umat manusia
memperoleh suatu pengetahuan dan pemahaman tentang alam yang senantiasa
lebih cermat dan lebih meningkat, pada suatu kemampuan yang meningkat untuk
menyesuaikan diri sendiri terhadapnya dan mengubah lingkungannya dan
mengubah ciri-cirinya sendiri.12
Ciri kedua dari ilmu adalah sebagai suatu produk hasil aktivitas manusia,
dan ciri ketiga adalah metode.13
3. Pengertian Filsafat dan filsafat ilmu
Secara etimologis filsafat berasal dari kata Yunani, philosophia. Dalam
bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terjadi dari philos
(cinta, suka ) dan sophia (kebijaksanaan). Dengan demikian secara sederhana
filsafat dapat diartikan sebagai cinta atau suka akan kebijaksanaan. Bijaksana
berarti pandai (tahu dengan mendalam ) atau ingin tahu dengan lebih
mendalam.
Jadi filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan menggunakan
akal

budi

(rasio)

tentang

sebab-sebab,

asas-asas,

hukum-hukum

dan

sebagainya,dari segala sesuatu yang ada di alam semesta tentang kebenaran dan
arti dari keberadaan itu. Dengan kata lain, filsafat adalah usaha untuk mengerti
dunia dalam makna dan nilai-nilainya.

11

Tim Dosen Filsafat Ilmu, Op.Cit, hlm 103.


Ibid, hlm 104
13
Idem
12

Filsafat merupakan disiplin ilmu terkait dengan kebijaksanaan.


Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehiduppan, karena dapat menjadikan
manusia untuk bersikap dan bertindak atas dasar pertimbangan kemanusiaan yang
tinggi (actus humanis), bukan asal bertindak sebagaimana yang biasa dilakukan
manusia (actus homini).14
Karakteristik berpikir filsafat adalah menyeluruh, mendasar dan
spekulatif., sedangkan tugas utama filsafat menurut Wittgenstein, bukanlah
menghasilkan sesusun pernyataan filsafati, melainkan menyatakan sebuah
pernyataan sejelas mungkin, sehingga epistemologi dan bahasa merupakan
gumulan utama para filsuf dalam tahap ini.15
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan)
yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu ( pengetahuan ilmiah ). Ilmu
merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun
secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmuilmu sosial, namun karena permasalahan permasalahan tehnis yang bersifat khas
maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmuilmu sosial.16 Berdasarkan hal tersebut maka terdapat beberapa pendapat
mengenai filsafat ilmu, antara lain :17
Menurut Robert Ackermann, filsafat ilmu adalah tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmu dewasa ini yang dibanding dengan pendapat-pendapat
terdahulu yang telah dibuktikan.Lewis White Beck berpendapat bahwa filsafat
ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta
mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu
keseluruhan. Sedangkan Cornelius Benjamin berpendapat bahwa filsafat ilmu
merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah secara sistematis
mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya dan pra
anggapan-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang
pengetahuan intelektual., dan May Brodbeck menyatakan filsafat ilmu itu sebagai
14

E.Saefullah Wiradipradja, Op.Cit , hlm 8


Jujun S Surisumantri, Op.Cit, hlm 30.
16
Ibid , hlm 33.
17
H.E.Saefullah, Op.Cit, hlm 39-42.
15

analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai
landasan-landasan ilmu. Kunto Wibisono mengemukakan bahwa filsafat ilmu
adalah cabang dari ilmu filsafat, jika ilmu filsafat merupakan kegiatan berrefleksi
secara mendasar dan integral, maka filsafat ilmu adalah refleksi mendasar dan
integral mengenai hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Berdasarkan pendapat pendapat mengenai filsafat ilmu di atas maka
ruang lingkup filsafat ilmu itu meliputi : komparasi kritis sejarah perkembangan
ilmu, sifat dasar ilmu pengetahuan, metode ilmiah, pra anggapan-pra anggapan,
dan sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan18
Metode

ilmiah

merupakan

ekspresi

mengenai

cara

bekerja

pikiran,dimana dengan cara ini pengetahuan yang dihasilkan diharapkan


mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan
ilmiah, yaitu rasional dan teruji. Maka metode ilmiah mencoba menggabungkan
cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh
pengetahuannya.19 Berpikir deduktif dan induktif disatu padukan dalam
penelitian,dan kedua-duanya saling menunjang. Berpikir deduktif adalah dimulai
secara umum dan berakhir secara khusus, sedangkan berpikir induktif adalah
dimulai secara khusus dan berakhir secara umum.20
Namun sebelumnya kedua metode tersebut mengalami pertentangan
pada abad ke 17 dan 18, tokoh deduktif adalah Rene Descartes dan Immanuel
Kant, sedangkan tokoh induktif adalah Francis Bacon dan David Hume.
a. Metode Deduktif
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang
memadai dan dapat dipercaya adalah akal (rasio). Hanya pengetahuan yang
diperoleh melalui akal saja yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum
dan harus mutlak , yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah.
Sedangkan pengalaman hanya dapat dipakai untuk mengukuhkan kebenaran
18

Ibid, hlm 42.

19

Juun S Suriasumantri, Op.Cit, hlm 120


Herman Soewardi, Roda BerputarOp.Cit, hlm144.

20

pengetahuan yang telah diperoleh melalui akal. Akal tidak memerlukan


pengalaman dalam memperoleh pengetahuan yang benar, karena akal dapat
menurunkan kebenaran itu dari dirinya sendiri, dengan menerapkan metode
deduktif. Rene Descartes, memulai metodenya dengan meragukan segala
pernyataan kecuali pada satu pernyataan saja, yaitu bahwa ia sedang melakukan
keraguan itu sendiri. Pernyataannya terkenal dengan saya berpikir, jadi saya ada
(cogito ergosum) yang dianggapnya sebagai prinsip pertama dari filsafat.21
Descartes, bertanya ,siapakah aku ini. Bila ini ditanyakan, penyangsian metodis
masih berlangsung terus..Satu-satunya kebenaran yang diketahui pasti pada saat
ini adalah aku ada, tentang adanya suatu dunia materil, aku adalah substansi
yang hakekatnya ialah berpikir, dan pada kodratnya aku adalah kesadaran.22
Bagi Descartes, pernyataan tersebut adalah terang dan jelas, segala
sesuatu yang bersifat terang dan jelas bagi akal pikiran manusia dapat dipakai
sebagai dasar yang tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya untuk melakukan
penjabaran terhadap pernyataan- pernyataan yang lain. Segenap ilmu pengetahuan
harus didasarkan pada kepastian- kepastian yang tidak dapat diragukan lagi
kebenarannya secara langsung dilihat dari akal pikiran manusia.Akal manusia
memiliki pengertian-pengertian dan konsepsi-konsepsi yang tidak muncul dari
indera, tetapi ia sudah ada (tetap) dalam lubuk fitrah. Jiwa menggali gagasangagasan tertentu dari dirinya sendiri.Konsepsi fitri adalah ide Tuhan,
jiwa,perluasan dan gerak serta pemikiran-pemikiran yang mirip dengan semuanya
itu dan bersifat sangat jelas dalam akal manusia. Bagi Immanuel Kant, semua
bidang pengetahuan manusia adalah fitri, termasuk dua bentuk ruang dan waktu
serta dua belas kategori.23 Metode semacam ini disebut a priori , dengan
metode ini kita seakan-akan sudah mengetahui segala gejala secara pasti, meski

21

Muhammad Baqir Ash-shadr, Falsafatuna (terjemah M Nur Mufid bin Ali ), Bandung,
Mizan,1998, hlm.28
22
Soerjanto Poespowardojo dan K Bertens, Sekitar Manusia ,Bunga Rampai Tentang Filsafat
Manusia,Jakarta, Gramedia, hlm 18
23
dua belas kategori tersebut antara lain adalah :1.kuantitas,( unitas,pluralitas,totalitas),2.
Kualitas (realitas,penafian,limitasi),3.hubungan (inherence,dan subtistence,kausalitas dan
ketergantungan,resiprositas komunitas antara agen dan pasien ),4.modalitas (kemungkinan
kemustahilan,ada tiada, keniscayaan ketakniscayaan) dan lainnyaIbid hlm 29.

kita belum mempunyai pengalaman inderawi mengenai hal-hal yang kemudian


tampak sebagai gejala-gejala itu.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan
ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan
sebelumnya.
b. Metode Induktif
Sumber pengetahuan yang memadai adalah pengalaman, yaitu
pengalaman lahir (dunia) dan pengalaman batin (pribadi manusia). Sedangkan
akal hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan/
data yang diperoleh melalui pengalaman. Menurut pendapat aliran empirisme
metode ilmu pengetahuan bukan a priori tapi a posteriori yaitu metode yang
berdasarkan hal-hal yang ada atau terjadinya kemudian. Aliran ini yakin bahwa
manusia tidak punya innate ideas ( ide-ide bawaan).
Aliran ini dipelopori oleh Francis Bacon, kemudian Thomas Hobbes
dan David Hume. Bacon dengan metode eksperimennya, manusia melalui
pengalaman dapat mengetahui benda- benda dan hukum-hukum relasi antara
benda-benda.
Thomas Hobbes, berbeda dengan pendahulunya John Locke, dia
mengemukakan tentang asal mula gagasan manusia, kemudian menentukan faktafakta, menguji kepastian pengetahuan dan memeriksa batas-batas pengetahuan
manusia. Empirisme ini kemudian dikembangkan oleh David Hume, yang
menegaskan bahwa sumber satu-satunya untuk memperoleh ilmu pengetahuan
adalah pengalaman. Menurutnya manusia tidak membawa pengetahuan bawaan ke
dalam hidupnya. Melalui pengamatannya manusia memperolelh dua hal yaitu
kesan-kesan (impression) dan pengertian-pengertian (ideas) . Impression adalah
pengamatan langsung diterima dari pengalaman, baik lahiriah maupun
batiniah.sedangkan ideas merupakan gambaran tentang pengamatan yang redup,
kabur atau samar-samar yang diperoleh dengan merenungkan kembali atau
merefleksikan dalam kesadaran kesan-kesan yang telah diterima melalui

10

pengalaman langsung. I.R.Poedjawijatna menyatakan bahwa pengertian adalah


hasil pengetahuan manusia mengenai aspek atau beberapa aspek realitas.24
Pada hakekatnya pemikiran Hume bersifat analitis, kritis dan skeptis. Ia
berpangkal pada keyakinan bahwa hanya kesan-kesanlah yang pasti, jelas dan
tidak dapat diragukan.Sehingga dia menyimpulkan bahwa aku termasuk dalam
dunia khayal, sebab dunia hanya terdiri dari kesan-kesan yang terpisah-pisah,
yang tidak dapat disusun secara obyektif ,sistematis, karena tidak ada hubungan
sebab akibat di antara kesan-kesan.25
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dapat diketahui
bahwa ciri khas pemikiran rasional bersifat a priori yang terdiri dari proposisi
analitik, yaitu proposisi yang predikatnya sudah tercakup dalam subyek,
sedangkan ciri khas pemikiran empiris adalah a posteriori , dengan proposisi
sintetik yaitu yang tidak dapat diuji kebenarannya dengan menganalisis
pernyataan, tapi harus diuji kebenarannya secara empiris.
Epistemologi adalah filsafat ilmu. Sifat filsafat adalah nalar atau
pemikiran. Landasan ilmu adalah juga nalar , namun titik beratnya pada empiri,
nalar untuk mengungkapkan alam empiri. Dengan demikian kita bisa melihat
pertautan antara metodologi dan filsafat ilmu.
Metodologi merupakan upaya untuk mengembangkan sains, sehingga
baik metodologi maupun epistemologi ( filsafat ilmu) adalah keduanya perlu dan
penting, dan tidak dapat hanya mempelajari salah satunya saja. Mempelajari
metodologi tanpa menjamah epistemologi ( filsafat ilmu) akan sampai pada
kedangkalan ilmu.
Bertitik tolak dari pendapat yang dikemukakan oleh Descartes, bahwa
kebenaran diketahui pasti pada saat aku ada, aku adalah substansi yang pada
hakekatnya berpikir, dan aku kodratnya adalah kesadaran. Manusia sejak
dilahirkan dilengkapi dengan alat atau dayanya yaitu pikir, budi dan akal, dengan
24
25

I.R. Poedjawijatna, Op.Cit., hlm 33.


H.E.Saefullah.Op.Cit.,hlm 89

11

daya tersebut manusia dapat berpikir. Berpikir tidaklah mudah, mungkin orang
salah dalam berpikir itu, bukan pengetahuannya yang salah melainkan jalan
pikirannya yang tidak lurus, atau tidak sesuai aturan. Aturan yang membawa
manusia agar berpikir tidak menyimpang adalah logika.
Manusia berpikir itu untuk tahu, kalau ia berpikir tidak semestinya
mungkin ia tidak akan mencapai pengetahuan yang benar ..Hal demikian pula
yang dipikirkan oleh Descartes, bahwa sampai saat ini belum ada orang yang
mengupayakan metode serasi untuk mencapai kepastian dalam ilmu pengetahuan
.26Agar filsafat dan seluruh ilmu pengetahuan dapat didasarkan pada kepastian
maka perlu dicari kebenaran yang dapat menjawab kesangsian tersebut melalui
percobaan dengan metode penyangsian, yang akhirnya dia merumuskan Cogito
ergosum( saya berpikir , jadi saya ada). Dengan proposisi a priori yang analitik,
pemikiran Descartes tersebut dipandang pemikiran yang kaku karena memulai
tahap pemaparan pikirannya tersebut, ia tidak merasa perlu menerima bentukbentuk silogisme dalam logika. Bahkan lebih percaya bahwa pengetahuan
mengenai eksistensinya melalui pemikiran merupakan suatu masalah intuitif yang
tidak memerlukan bentuk-bentuk silogistik dan penerimaan premis-premis mayor
dan minor, dia membenarkan sesuatu tidak mungkin maujud dari ketiadaan (ex
nihilo nihilfit), .Maka ia tahu bahwa konsep fitri dalam pikirannya itu mempunyai
sebab. Dia sendiri bukan menjadi sebab bagi konsep itu, karena konsep itu lebih
tinggi dan sempurna daripada dirinya., yaitu Tuhan. Dengan demikian pemikiran
rasional yang dikemukakannya tidak

dapat dianggap sebagai metode dalam

pembuktian ilmiah atas eksistensinya melalui pkirannya.


Dengan

demikian

pemikiran

atau

metode

deduktif

yang

dikemukakannya belum dapat memberikan kesimpulan yang bersifat final, karena


sesuai dengan sifat rasionalisme yang pluralistik maka dimungkinkan disusunnya
berbagai jawaban atau penjelasan atas suatu persoalan yang menjadi obyek
pemikiran. Meskipun dalam argumentasi yang rasional didasarkan pada premis-

26

Descartes dalam menggunakan metode deduktifnya adalah secara matematis, dengan pola
pikir Intuition-deduction. Intuition adalah pemula pemikiran, tanpa pemula pemikiran ini orang
tidak akan menghasilkan pemikiran baru, intuitif sifatnya gaib.

12

premis ilmiah yang teruji kebenarannya namun ada kemungkinan terdapat pilihan
kesimpulan yang berbeda-beda.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam mencari kebenaran ilmiah metode
deduktif harus didampingi oleh metode induktif. Pemikiran empiris

yang

dikemukakan oleh Bacon menyatakan bahwa manusia melalui pengalamannya


dapat mengetahui benda-benda dan hukum-hukum relasi antar benda-benda..
Sedangkan Hume mengemukakan sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman,
dengan pengamatan manusia memperoleh kesan-kesan (impression) dan
pengertian-pengertian (ideas). Pemikiran induktif mempunyai proposisi a
posteriori , sintetik yang berarti tidak dapat diuji kebenarannya hanya dengan
analitis pernyataan tapi harus diuji secara empiris. Teori empirikal berdasarkan
atas eksperimentasi. Eksperimen ilmiah telah menunjukkan bahwa indera adalah
yang memberikan persepsi-persepsi yang menghasilkan konsepsi-konsepsi
manusia. Berpikir secara induktif dianggap lebih luwes dibandingkan dengan
deduktif karena menggunakan data-data empirik yang tidak dipatok oleh pola
apapun, dan berdasar data-data empiriklah kemudian disusun suatu model yang
menggambarkan hubungan sebab-akibat. Kaum empiris mengembangkan
pengamatannya dari pengalaman itu menjadi pengetahuan yang cakupannya lebih
luas dan umum. Namun demikian induktif ini juga mempunyai kelemahan yang
fundamental yaitu orang harus menunnggu terkumpulnya sejumlah fakta untuk
menentukan suatu pola yang tampak pada seseorang dari alam empiris,dan apabila
terjadi kesalahan dalam melakukan perumusan akan merugikan berbagai pihak.
Namun juga harus diperhatikan bahwa eksperimen manusia , secara
umum tidak dapat membuka jalan untuk mendapatkan kesimpulan-kesimpulan
dan realitas-realitas tanpa pengetahuan-pengetahuan sebelumnya.
Sehingga penggabungan antara metode deduktif dengan induktiflah
yang paling tepat , dalam rangka mencari kebenaran ilmiah. Metode ilmiah
mencoba menggabungkan berpikir deduktif dengan berpikir induktif dalam
membangun pengetahuannya. Argumentasi rasional meski didasarkan pada
premis ilmiah yang teruji kebenarannya mungkin saja terjadi kesalahan dalam

13

penyusunan argumentasi, sehingga untuk menghindari kesalahan tersebut perlu


dipergunakan metode induktif yang didasarkan pada kebenaran korespondensi.
Metode ilmiah merupakan gabungan metode deduktif dan induktif yang
mana deduktif (rasionalisme ) memberikan kerangka pemikiran yang logis ,
sedangkan metode induktif ( empirisme)memberikan kerangka pembuktian atau
kerangka pengujian untuk memastikan suatu kebenaran. Kerangka

pemikiran

demikian disebut dengan deducto-hypothetico-verifikatif, dengan langkahlangkahnya sebagai berikut :1) Perumusan masalah, 2) Penyusunan kerangka
berpikir dalam pengujian hipotesis, 3) Perumusan hipotesis, 4) Pengujian
hipotesis, 5) Penarikan kesimpulan.
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten
dan kebenarannya telah teruji secara empiris. Dalam hal ini harus disadari bahwa
proses pembuktian dalam ilmu sifatnya tidak absolut karena sifat pragmatis dari
ilmu. Ilmu tidak bertujuan mencari kebenaran absolut, melainkan kebenaran yang
bermanfaat bagi manusia.
Berkaitan dengan masalah hubungan filsafat ilmu dengan metode
ilmiah,maka dapat dijelaskan bahwa metode ilmiah merupakan bagian dari ruang
lingkup filsafat ilmu. Apabila memperhatikan pendapat dari Lewis White Beck ,
bahwa filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran
ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai
suatu keseluruhan., nampak bahwa terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan
antara filsafat ilmu dengan metode ilmiah karena pada hakekatnya tugas filsafat
adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang
didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas. Filsafat berusaha untuk
menyatukan masing-masing ilmu, karena filsafat itu merupakan salah satu bagian
dariproses pendidikan secara alami dari mahluk yang berpikir yaitu manuisa.
Manusia dalam mencari kebenaran dapat menggunakan metode ilmiah
yaitu yang menggabungkan metode deduktif dan induktif , yang dikenal dengan
deducto hypothetico-verifikatif, walaupun kebenarannya bersifat relatif karena
ilmu pengetahuan berkembang terus agar dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan
manusia, sesuai dengan aspek epistemologi dan aksiologi dari ilmu itu sendiri.

14

KESIMPULAN
Berdasarkan hal- hal yang telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu,
maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara filsafat ilmu dengan metode
ilmiah adalah metode ilmiah merupakan bagian dari ruang lingkup filsafat ilmu.
Metode ilmiah merupakan metode yang menggabungkan metode
deduktif dengan metode induktif, yang dikenal dengan deducto hypothetico
verifikatif.. Dengan metode ilmiah manusia berusaha terus untuk mendapatkan
kebenaran ilmiah dari suatu obyek penelitian., yang hasilnya diharapkan dapat
dimanfaatkan demi kesejahteraan manusia. Hal ini tentunya sesuai dengan aspek
epistemologi dan aksiologi dari ilmu.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin cepat, pengaruhnya
sangat besar terhadap kehidupan manusia, untuk itulah keberadaan filsafat sangat
diperlukan untuk menjembatani ilmu-ilmu yang seakan terputus satu sama lain,
sehingga tetap mempunyai hubungan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku- buku :
Andi Hakim Nasoetion, Pengantar ke Filsafat Sains, Bogor, Litera Antar Nusa,
2008

E. Saefullah Wiradipradja, Filsafat Ilmu, Bahan Kuliah, Program Doktor Ilmu


Hukum, Program Pascasarjana, UNPAD, Bandung, 2009

Fx. Mudji Sutisno & Fx Budi Hardiman (editor), Para Filsuf Penentu Gerak
Zaman, Yogyakarta, Kanisius, 1992

Herman Soewardi, Roda Berputar Dunia Bergulir. Kognisi Baru Tentang Timbul
Tenggelamnya Sinilisasi, Bandung, Bakti Mandiri, 1997

15

-------, Nalar, Kontemplasi dan Realita (Revisi Besar), Bandung, 1998


H. Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya, Bina Ilmu,
1987

I.R. Poedjawijatna, Logika Filsafat Berpikir, Jakarta, Rineke Cipta, 2002


Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Gelora
Aksara Pratama, 1990

Muhammad Bagir Ash Shadr, Falsafatuna, Bandung, Mizan, 1998


Soerjono Prespowardojo dan K. Bertens, Sekitar Manusia. Bunga Rampai
Tentang Filsafat Manusia, Jakarta, Gramedia, 1982

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Yogyakarta,
Liberty, 1996

B. Makalah :

Muladi, Etika Keilmuan, HAM, Demokrasi, dan Peradaban, Kuliah Perdana


Program Pasca Sarjana UNPAD, 24 Agustus 2009

Anda mungkin juga menyukai