PENDAHULUAN
Manusia dalam hidupnya tidak lepas dari alam yang mengelilinginya. Dia
dihadapkan kepada fenomena- fenomena (alam) yang menimbulkan rasa heran
pada dirinya. Kenyataan ini membuat manusia berinteraksi dengan alam
sekelilingnya. Interaksi ini menimbulkan berbagai ragam masalah dalam
kehidupan manusia selanjutnya.
Fenomena (external world) yang lama kelamaan menimbulkan keingintahuan pada dirinya (eagerness). Keingin tahuan pada diri manusia itu,
mendorong dia untuk memulai mengamati fenomena- fenomena ( alam ) tersebut.
Ketika manusia mulai mengamati sesuatu ini, dimulailah suatu proses kegiatan
ilmiah.1 Proses mengamati untuk memuaskan rasa keingin tahuan (eagerness
manusia itu dilakukan dengan cara cara tertentu, metode tertentu, sesuai dengan
proses kegiatan ilmiah. Metode sebagai cara untuk mengamati sesuatu proses
kegiatan ilmiah. Metode sebagai cara untuk mengamati sesuatu , proses kegiatan
Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu,
Ritchie Calder, Science in Our Life , New York , The New American Library, 1955, hlm 37. Dikutip
dari Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Harapan, Jakarta
1996, hlm 121.
ilmiah, harus dengan cara-cara tertentu pula, yang dapat dipertanggung jawabkan
sebagai suatu kegiatan ilmiah.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui
metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syaratsyarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat
disebut ilmu , tercantum dalam metode ilmiah. Metode merupakan prosedur atau
cara mengetahui sesuatu , yang mempunyai langkah-langkah sistematis.2
Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan
dalam metode tersebut.3 Metodologi selain merupakan sarana untuk mencapai
suatu tujuan ilmu juga pada dirinya melekat suatu ilmu. Metodologi adalah ilmu
itu sendiri
Metodologi secara filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan
epistemologi. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana
mendapatkan pengetahuan?, Apakah sumber-sumber pengetahuan ? Apakah
hakekat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan ? Apakah manusia
dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan ? Sampai tahap
mana
tolak
dari
pertanyaan-pertanyaan
tersebut
maka
dalam
Peter R Senn, Social Science and Its Methods, (Boston, Holbrook,1971) hlm 4, dikutip dari Jujun
S Surisumantri, Ibid, hlm 119
3
Idem
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ilmu
Kata ilmu merupakan terjemahan dari kata dalam bahsa Inggris :
Science. Kata science ini berasal dari kata Latin Scientia yang berarti
pengetahuan. Kata scientia ini berasal dari bentuk kata kerja scire yang artinya
mempelajari, mengetahui.Pada mulanya cakupan ilmu (science) secara etimologis
menunjuk pada pengetahuan semata-mata, pengetahuan apa saja. 4 Pertumbuhan
selanjutnya pengertian ilmu (science) ini mengalami perluasan arti, sehingga
menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik (systematic knowledge).
Pemakaian yang luas dari kata ilmu (science) ini diteruskan dalam bahasa Jerman
dengan istilah wissenschaft yang berlaku terhadap kumpulan pengetahuan apapun
yang teratur, termasuk di dalamnya naturwissenschaften yang mencakup ilmuilmu kealaman maupun geisteswissenschaften yang dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai the humanities (pengetahuan kemanusiaan), sementara dalam bahasa
Indonesia dikenal sebagai ilmu-ilmu budaya yang pada umumnya mencakup
pengetahuan-pengetahuan tentang bahasa dan sastra,estetika, sejarah, filsafat dan
agama.5
Ilmu adalah suatu bentuk ciptaan Tuhan.Orang tidak menciptakan ilmu,
melainkan mengungkapkan ilmu, atau mencari ilmu.6 Mencari ilmu merupakan
kewajiban manusia, dan apabila manusia telah menguasai ilmu, ilmunya pun akan
memberikan kenikmatan padanya.
Dalam filsafat ilmu, ilmu atau sains itu dibagi dalam 3 (tiga) bagian ,
yaitu Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Ontologi adalah segala sesuatu yang
bertalian dengan terbentuknya ilmu, dan dengan epistemologi dimaksudkan
4
Dampier dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Fisafat UGM,Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty,
1996, hlm 102.
5
Ibid, hlm. 103.
6
Herman Suwardi, Roda Berputar Dunia Bergulir. Kognisi Baru tentang Timbul Tenggelamnya
Sivilisasi.Bandung, Bakti Mandiri, 1997, hlm 109.
dengan makna ilmu ialah tentang seluk beluk ilmu itu sendiri, apa kemampuannya
dan apa pula keterbatasannya. Aksiologi adalah segi guna laksana dari ilmu , ialah
hal-hal yang bertalian dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia.7
Menurut Muladi, sain (science) harus diartikan sebagai a scientific
method a process for evaluating empirical knowledge or the organized body of
knowledge gained by the process.8
Andi Hakim Nasoetion menyatakan bahwa pengetahuan yang
dikumpulkan manusia melalui penggunaan akalnya kemudian disusun menjadi
suatu bentuk yang berpola teratur disebut ilmu aqliah atau ilmu falsafiyyah , yaitu
ilmu yang diperoleh melalui penggunaan akal dan kecendikiaan.Ilmu inilah yang
dinamakan sains dan disebut juga ilmu pengetahuan.9
2. Ciri-Ciri Ilmu
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun tidak dapat dibalik bahwa
kumpulan pengetahuan itu adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan untuk dapat
disebut ilmu harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu obyek material dan
obyek formal. Setiap bidang ilmu, baik ilmu-ilmu khusus maupun ilmu filsafat
harus memiliki 2 (dua) macam obyek tersebut.10
Obyek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikir (gegenstand),
sesuatu hal yang diselidiki/dipelajari. Obyek material mencakup apa saja, baik
hal-hal konkrit atau hal-hal yang abstrak. Sedangkan obyek formal adalah cara
memandang/meninjau yang dilakukan oleh seseorang peneliti terhadap obyek
materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Obyek formal suatu ilmu
tidak hanya memberikan keutuhan
membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari
berbagai sudut pandang sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda
Idem.
Muladi,Etika Keilmuan, HAM, Demokrasi dan Peradaban,Kuliah Perdana Pascasarjana Unpad,
Bandung ,24 Agustus 2009
9
Andi Hakim Nasoetion,Pengantar ke Filsafat Sains, Bogor, Litera Antar Nusa, 2008, hlm 19.
10
E.Saefullah Wiradipradja,Filsafat Ilmu, Bahan Kuliah Program Pascasarjana Unpad,
Bandung,2009, hlm. 10.
8
hasil-hasil pengalaman
11
empiris. Seperti yang disampaikan oleh Paul Freedman bahwa ilmu adalah
suatu bentuk aktivitas manusia yang melalui pelaksanaannya umat manusia
memperoleh suatu pengetahuan dan pemahaman tentang alam yang senantiasa
lebih cermat dan lebih meningkat, pada suatu kemampuan yang meningkat untuk
menyesuaikan diri sendiri terhadapnya dan mengubah lingkungannya dan
mengubah ciri-cirinya sendiri.12
Ciri kedua dari ilmu adalah sebagai suatu produk hasil aktivitas manusia,
dan ciri ketiga adalah metode.13
3. Pengertian Filsafat dan filsafat ilmu
Secara etimologis filsafat berasal dari kata Yunani, philosophia. Dalam
bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terjadi dari philos
(cinta, suka ) dan sophia (kebijaksanaan). Dengan demikian secara sederhana
filsafat dapat diartikan sebagai cinta atau suka akan kebijaksanaan. Bijaksana
berarti pandai (tahu dengan mendalam ) atau ingin tahu dengan lebih
mendalam.
Jadi filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan menggunakan
akal
budi
(rasio)
tentang
sebab-sebab,
asas-asas,
hukum-hukum
dan
sebagainya,dari segala sesuatu yang ada di alam semesta tentang kebenaran dan
arti dari keberadaan itu. Dengan kata lain, filsafat adalah usaha untuk mengerti
dunia dalam makna dan nilai-nilainya.
11
analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai
landasan-landasan ilmu. Kunto Wibisono mengemukakan bahwa filsafat ilmu
adalah cabang dari ilmu filsafat, jika ilmu filsafat merupakan kegiatan berrefleksi
secara mendasar dan integral, maka filsafat ilmu adalah refleksi mendasar dan
integral mengenai hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Berdasarkan pendapat pendapat mengenai filsafat ilmu di atas maka
ruang lingkup filsafat ilmu itu meliputi : komparasi kritis sejarah perkembangan
ilmu, sifat dasar ilmu pengetahuan, metode ilmiah, pra anggapan-pra anggapan,
dan sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan18
Metode
ilmiah
merupakan
ekspresi
mengenai
cara
bekerja
19
20
21
Muhammad Baqir Ash-shadr, Falsafatuna (terjemah M Nur Mufid bin Ali ), Bandung,
Mizan,1998, hlm.28
22
Soerjanto Poespowardojo dan K Bertens, Sekitar Manusia ,Bunga Rampai Tentang Filsafat
Manusia,Jakarta, Gramedia, hlm 18
23
dua belas kategori tersebut antara lain adalah :1.kuantitas,( unitas,pluralitas,totalitas),2.
Kualitas (realitas,penafian,limitasi),3.hubungan (inherence,dan subtistence,kausalitas dan
ketergantungan,resiprositas komunitas antara agen dan pasien ),4.modalitas (kemungkinan
kemustahilan,ada tiada, keniscayaan ketakniscayaan) dan lainnyaIbid hlm 29.
10
11
daya tersebut manusia dapat berpikir. Berpikir tidaklah mudah, mungkin orang
salah dalam berpikir itu, bukan pengetahuannya yang salah melainkan jalan
pikirannya yang tidak lurus, atau tidak sesuai aturan. Aturan yang membawa
manusia agar berpikir tidak menyimpang adalah logika.
Manusia berpikir itu untuk tahu, kalau ia berpikir tidak semestinya
mungkin ia tidak akan mencapai pengetahuan yang benar ..Hal demikian pula
yang dipikirkan oleh Descartes, bahwa sampai saat ini belum ada orang yang
mengupayakan metode serasi untuk mencapai kepastian dalam ilmu pengetahuan
.26Agar filsafat dan seluruh ilmu pengetahuan dapat didasarkan pada kepastian
maka perlu dicari kebenaran yang dapat menjawab kesangsian tersebut melalui
percobaan dengan metode penyangsian, yang akhirnya dia merumuskan Cogito
ergosum( saya berpikir , jadi saya ada). Dengan proposisi a priori yang analitik,
pemikiran Descartes tersebut dipandang pemikiran yang kaku karena memulai
tahap pemaparan pikirannya tersebut, ia tidak merasa perlu menerima bentukbentuk silogisme dalam logika. Bahkan lebih percaya bahwa pengetahuan
mengenai eksistensinya melalui pemikiran merupakan suatu masalah intuitif yang
tidak memerlukan bentuk-bentuk silogistik dan penerimaan premis-premis mayor
dan minor, dia membenarkan sesuatu tidak mungkin maujud dari ketiadaan (ex
nihilo nihilfit), .Maka ia tahu bahwa konsep fitri dalam pikirannya itu mempunyai
sebab. Dia sendiri bukan menjadi sebab bagi konsep itu, karena konsep itu lebih
tinggi dan sempurna daripada dirinya., yaitu Tuhan. Dengan demikian pemikiran
rasional yang dikemukakannya tidak
demikian
pemikiran
atau
metode
deduktif
yang
26
Descartes dalam menggunakan metode deduktifnya adalah secara matematis, dengan pola
pikir Intuition-deduction. Intuition adalah pemula pemikiran, tanpa pemula pemikiran ini orang
tidak akan menghasilkan pemikiran baru, intuitif sifatnya gaib.
12
premis ilmiah yang teruji kebenarannya namun ada kemungkinan terdapat pilihan
kesimpulan yang berbeda-beda.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam mencari kebenaran ilmiah metode
deduktif harus didampingi oleh metode induktif. Pemikiran empiris
yang
13
pemikiran
demikian disebut dengan deducto-hypothetico-verifikatif, dengan langkahlangkahnya sebagai berikut :1) Perumusan masalah, 2) Penyusunan kerangka
berpikir dalam pengujian hipotesis, 3) Perumusan hipotesis, 4) Pengujian
hipotesis, 5) Penarikan kesimpulan.
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten
dan kebenarannya telah teruji secara empiris. Dalam hal ini harus disadari bahwa
proses pembuktian dalam ilmu sifatnya tidak absolut karena sifat pragmatis dari
ilmu. Ilmu tidak bertujuan mencari kebenaran absolut, melainkan kebenaran yang
bermanfaat bagi manusia.
Berkaitan dengan masalah hubungan filsafat ilmu dengan metode
ilmiah,maka dapat dijelaskan bahwa metode ilmiah merupakan bagian dari ruang
lingkup filsafat ilmu. Apabila memperhatikan pendapat dari Lewis White Beck ,
bahwa filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran
ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai
suatu keseluruhan., nampak bahwa terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan
antara filsafat ilmu dengan metode ilmiah karena pada hakekatnya tugas filsafat
adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang
didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas. Filsafat berusaha untuk
menyatukan masing-masing ilmu, karena filsafat itu merupakan salah satu bagian
dariproses pendidikan secara alami dari mahluk yang berpikir yaitu manuisa.
Manusia dalam mencari kebenaran dapat menggunakan metode ilmiah
yaitu yang menggabungkan metode deduktif dan induktif , yang dikenal dengan
deducto hypothetico-verifikatif, walaupun kebenarannya bersifat relatif karena
ilmu pengetahuan berkembang terus agar dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan
manusia, sesuai dengan aspek epistemologi dan aksiologi dari ilmu itu sendiri.
14
KESIMPULAN
Berdasarkan hal- hal yang telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu,
maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara filsafat ilmu dengan metode
ilmiah adalah metode ilmiah merupakan bagian dari ruang lingkup filsafat ilmu.
Metode ilmiah merupakan metode yang menggabungkan metode
deduktif dengan metode induktif, yang dikenal dengan deducto hypothetico
verifikatif.. Dengan metode ilmiah manusia berusaha terus untuk mendapatkan
kebenaran ilmiah dari suatu obyek penelitian., yang hasilnya diharapkan dapat
dimanfaatkan demi kesejahteraan manusia. Hal ini tentunya sesuai dengan aspek
epistemologi dan aksiologi dari ilmu.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin cepat, pengaruhnya
sangat besar terhadap kehidupan manusia, untuk itulah keberadaan filsafat sangat
diperlukan untuk menjembatani ilmu-ilmu yang seakan terputus satu sama lain,
sehingga tetap mempunyai hubungan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku- buku :
Andi Hakim Nasoetion, Pengantar ke Filsafat Sains, Bogor, Litera Antar Nusa,
2008
Fx. Mudji Sutisno & Fx Budi Hardiman (editor), Para Filsuf Penentu Gerak
Zaman, Yogyakarta, Kanisius, 1992
Herman Soewardi, Roda Berputar Dunia Bergulir. Kognisi Baru Tentang Timbul
Tenggelamnya Sinilisasi, Bandung, Bakti Mandiri, 1997
15
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Yogyakarta,
Liberty, 1996
B. Makalah :