Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

TB MILIER DENGAN PERITONITIS TB

Diajukan kepada :
dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun oleh :
Bellindra Putra Haryoko

G4A013094

Sofia Kusumadewi

G4A013096

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2014

LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
TB MILIER DENGAN PERITONITIS TB

Disusun oleh :
Bellindra Putra Haryoko

G4A013094

Sofia Kusumadewi

G4A013096

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Telah dipresentasikan pada


Tanggal,

Agustus 2014

Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp.P


19670316 200604 2 001
2

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Nn. W
Usia
: 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status
: Belum menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Kretek RT 1 RW 03, Paguyangan
Tanggal masuk : 16 Juli 2014
Tanggal periksa : 21 Juli 2014
No. CM
: 716232

II.

SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Nyeri perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama yang dirasakan adalah nyeri perut pada bekas
operasi laparotomi. Nyeri perut dirasakan kurang lebih empat hari
sebelum masuk RSMS. Nyeri dirakan di bawah umbulikal. Nyeri terasa
seperti di tusuk-tusuk, dirasakan terus menerus dan memberat setiap
harinya. Nyeri pada perut pasien menganggu aktivitas sehari-hari. Nyeri
perut dirasa semakin memberat apabila pasien batuk, dan terasa lebih
ringan bila pasien beristirahat.
Selain itu, keluhan yang dirasakan adalah batuk dan sesak nafas.
Batuk berdahak dirasakan sejak enam bulan sebelum masuk RSMS.
Dahak berwarna hijau kental, tanpa disertai darah. Batuk dirasa
kambuh-kambuhan dan bertambah berat. Batuk bertambah bila setelah
memakan gorengan, dan berkurang bila minum obat batuk, namun
hanya sementara. Pasien juga mengeluh sesak nafas sejak satu bulan
sebelum masuk RSMS. Sesak bertambah bila posisi tidur terlentang.
3.

Nafsu makan juga berkurang, dan berat badan menurun.


Riwayat Penyakit Dahulu
a.

Riwayat keluhan serupa

: diakui (nyeri perut diakui pernah

dirasakan pada bulan Juni 2014, nyeri perut dirasakan pada seluruh
b.
c.

bagian perut)
Riwayat OAT
Riwayat hipertensi

: disangkal
: disangkal
3

d.
e.
f.
g.

Riwayat kencing manis


Riwayat asma
Riwayat alergi
Riwayat operasi

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui (tanggal 27 Juni 2014,

operasi laparotomi eksplorasi et causa peritonitis generalisata di


4.

RSMS)
Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa
b. Riwayat hipertensi
c. Riwayat kencing manis
d. Riwayat asma
e. Riwayat alergi
f. Riwayat TB

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui (kakak

pasien

pernah

pengobatan TB selama 6 bulan pada bulan Desember tahun 2013,


5.

di RSMS, dan dinyatakan sembuh)


Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Sebelum sakit, pasien seorang pelajar SMA. Hubungan dengan
teman cukup baik. Pasien memiliki banyak teman yang mendukung
kegiatan sehari-harinya. Pasien tidak mengetahui di lingkungan
bermain pasien terdapat teman atau tetangga dengan keluhan yang
sama.
b. Home
Pasien tinggal di Paguyangan, Bumiayu. Pasien tinggal dengan
kedua orang tua,satu orang kakak, dan satu orang adik. Kakak
pasien mempunyai riwayat penyakit TB dan sudah pengobatan OAT
selama 6 bulan di RSMS dan dinyatakan sembuh. Ayah dan kakak
pasien adalah perokok aktif.
Rumah pasien beralaskan keramik. Terdapat beberapa buah jendela
serta ventilasi yang terkadang dibuka. Rumah pasien terdiri dari 4
kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang keluarga, satu dapur, dan
satu kamar mandi, sumber air berasal dari sumur. Pencahayaan
rumah pasien berasal dari lampu dan sinar matahari yang cukup.
c. Occupational
Pasien adalah seorang pelajar SMA di Paguyangan. Pasien
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pembiayaan rumah
sakit ditanggung oleh BPJS PBI.
4

d. Personal habit
Pasien mengaku makan sehari 2 kali sehari, dengan nasi, sayur dan
lauk pauk seadanya. Pasien mengaku tidak pernah merokok, tidak
pernah mengkonsumsi alkohol, ataupun mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.
3. OBJEKTIF
1.

Pemeriksaan Fisik di Bangsal Cendana tanggal 21 Juli 2014


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Keadaan Umum
Kesadaran
BB
TB
IMT
Vital sign
- Tekanan Darah
- Nadi
- RR
- Suhu
d. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk
- Rambut

: sedang
: composmentis, GCS E4M6V5 (15)
: 3 kg
: 160 cm
: 15,74 (underweight)
: 110/60 mmHg
: 86 x/menit
: 18 x/menit
: 36,1 oC

: mesochepal, simetris, venektasi temporal (-)


: warna hitam kemerahan, tidak mudah dicabut,

distribusi merata, tidak rontok


2) Mata
- Palpebra
: edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva
: anemis (+/+)
- Sclera
: ikterik (-/-)
- Pupil
: reflek cahaya (+/+) normal, isokor
3 mm
3) Telinga
- otore (-/-)
- deformitas (-/-)
- nyeri tekan (-/-)
- discharge (-/-)
4) Hidung
- nafas cuping hidung (-/-)
- deformitas (-/-)
- discharge (-/-)
- rinorhea (-/-)
5) Mulut
- bibir sianosis (-)
- bibir kering (-)
- lidah kotor (-)
6) Leher
5

Trakhea
Kelenjar lymphoid
Kelenjar thyroid
JVP

7) Dada
a) Paru
- Inspeksi

: deviasi trakhea (-/-)


: tidak membesar, nyeri (-)
: tidak membesar
: nampak, tidak kuat angkat

: bentuk dada simetris, ketinggalan gerak


(-) kanan,
Jejas (-)
Retraksi suprasternalis (-)
Retraksi intercostalis (-)
Retraksi epigastrik (-)

- Palpasi

: vocal fremitus kanan = kiri


ketinggalan gerak (-)
- Perkusi
: sonor pada semua lapang paru
Batas paru hepar di SIC V LMCD
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronki basah kasar (+/+), ronki basah halus
(-/-)
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial
LMCS
- Palpasi :

ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial

LMCS, tidak kuat angkat


- Perkusi : batas jantung kanan atas
Batas jantung kiri atas
Batas jantung kanan bawah
Batas jantung kiri bawah

: SIC II LPSD
: SIC II LPSS
:SIC IV LPSD
:SIC V 2 jari

medial LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi
: datar, luka bekas operasi di linea mediana
sebesar 10 cm, terdapat bekas operasi yang terbuka dengan
-

ukuran diameter 1 cm.


Auskultasi
: bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani,

- Hepar
- Lien
9) Ekstrimitas

pekak sisi (-),

pekak alih (-), nyeri ketok costovertebrae (-)


Palpasi
: supel, nyeri tekan (-),
undulasi (-)
: tidak teraba
: tidak teraba
6

2.

Superior : edema (-/-), sianosis (-/-)


Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-)

Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium darah 18 Juli 2014
Darah Lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Kimia Klinik
SGOT
SGPT
Asam Urat

: 10.0 g/dl
: 4420/uL
: 31 %
: 4.0x106/ul
: 272.000/ul
: 78.5 fL
: 25.0pg
: 31.0 %
: 15.0 %
: 11.1 fL
: 0.2%
: 0.2%
: 0.7%
: 68.6%
: 21.5%
: 8.8%
: 48 u/L
: 36 u/L
: 5.2 ng/dL

b. Pemeriksaan BTA tanggal 20 Juli 2014


Pewarnaan ZN Ix
BTA I : negatif
Lekosit : positif
Epitel : positif
Pewarnaan ZN IIx
BTA II : negatif
Lekosit : positif
Epitel : positif
c. Laboratorium darah 21 Juli 2014
Total protein
: 7.32 g/dL
Albumin
: 3.04 g/dL

Globulin
: 4.28 g/dL

(14 18 g/dl)
(4800 10800/ul)
(42 52 %)
(4,7 6,1 x 106/ul)
(150.000-400.000/ul)
(79 99 fL)
(27 31 pg)
(33 37 %)
(11,5 14,5 %)
(7.2 11.1 fL)
(0.00 1.00 %)
(2.00 4.00 %)
(2.00 5.00 %)
(40.0 70.0 %)
(25.0 40.0 %)
(2.00 8.00 %)
(15-37 u/L)
(30 65 mg/dl)
(2.6-6.0 ng/dL)

(6.4 8.2 g/dL)


(3.40 -5.00 g/dL)
(2.7 3.2 g/dL)

d. Foto thoraks

Foto Thorax 19 Juli 2014 di RSMS


Interpretasi : Cor tidak membesar, gambaran TB milier
e. Pemeriksaan Patologi Anatomi tanggal 28 Juni 2014
Mikroskopis : sediaan terdiri dari jaringan fibrous, sembab,
hiperemi, berserbukan sel radang kronis, tampak tuberkel sel
epiteloid, sel datia langerhans, dan nekrosis kaseosa. Tak tampak
tanda keganasan.
Sesuai dengan radang kronis spesifik tuberkulosa.
4. DIAGNOSIS
1.
2.
3.
4.

Peritonitis TB post laparotomi


TB paru BTA negatif lesi luas kasus baru : TB milier
Anemia Ringan
Hipoalbumin
5. PLANNING

1.

Diagosis
8

2.

a. Sputum BTA SPS ( BTA I dan II negatif)


b. Foto Thorax (TB milier)
c. Konsul bedah : luka bekas operasi terbuka
d. Cek Albumin
Terapi
a. Farmakologi
1) 02 3-4 lpm (nasal kanul, K/P)
2) IVFD RL 20 tpm
3) Inj. Tutofuschin ops 1x 24 jam
4) Inj. Rantin 2x1 amp (IV)
5) Inj. MP 3 x 62.5 mg
6) P.O Cefixime 2x100 mg
7) P.O Kalnex tab 3x1
8) P.O B6 1x1 tab
9) P.O SF 2x1 tab
10) P.O FG Troches
11) P.O. 4FDC 1 x II tab
b. Non Farmakologi
1) Diet TKTP
Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

(TKTP)

bertujuan

memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan


kalori dan protein yang bertambah guna mencegah dan
mengurangi kerusakan jaringan tubuh atau guna menambah
berat badan hingga mencapai normal. Syarat diet ini adalah
tinggi kalori, tinggi protein, cukup vitamin dan mineral, serta
mudah dicerna. Makanan yang harus diberikan, meliputi :
a. Sumber kalori : Nasi, kentang, roti, gandum, jagung, dan
lain-lain.
b. Sumber protein : Ayam, daging, hati, ikan, telur, susu dan
keju.
c. Sumber protein nabati : kacang-kacangan, tahu, tempe dan
oncom.
Makanan yang harus dihindarkan, meliputi makanan yang
terlalu manis dan gurih yang dapat mengurangi nafsu makan,
seperti gula-gula, dodol, cake, dan sebagainya.
2) Mobilisasi
3) Rawat luka bekas operasi dan jaga kebersihan tubuh
4) Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penyebab,
penularan, pengobatan, efek samping obat dan komplikasi dari
penyakit TB.

5) Edukasi mengenai kebersihan lingkungan rumah, seperti buka


ventilasi setiap hari agar sinar matahari dan udara masuk juga
edukasi untuk selalu membersihkan rumahnya dan edukasi agar
pasien menutup mulut apabila batuk atau menggunakan masker,
tidak mambuang dahak sembarangan lagi.
6) Screening pada anggota keluarga yang lain apabila ada yang
mengalami gejala yang sama terutama anak kecil dan untuk
tindakan pencegahan juga pengobatan lebih awal jika keluarga
3.

lain sudah tertular.


Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Evaluasi klinis
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu sampai akhir bulan kedua
pengobatan, selanjutnya tiap 1 bulan mulai bulan ketiga.
- Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi, apabila muncul efek samping dari
obat, pasien harus segera kontrol ke rumah sakit.
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik
d. Evaluasi radiologi
- Sebelum pengobatan
- Untuk kategori I, satu minggu sebelum akhir pengobatan bulan
kedua, untuk kategori II akhir minggu sebelum pengobatan bulan

4.

ketiga
- Sebulan sebelum pengobatan terakhir
- Pada akhir pengobatan
e. Evaluasi efek samping
- Periksa fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin)
f. Evaluasi keteraturan obat
Prognosis
Keberhasilan kesembuhan penyakit tuberkulosis tergantung pada:
a. Kepatuhan minum obat
b. Komunikasi dan edukasi serta pengawasan minum obat
c. Umur penderita
d. Penyakit yang menyertai
e. Resistensi obat
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam

10

BAB II
PEMBAHASAN
1.

Penegakan Diagnosis
Peritonitis TB post laparotomi
TB Milier
a. Anamnesis
Sesuai

dengan

keluhan

utama

dari

autoanamnesis

dan

aloanamnesis bahwa pasien mengeluhkan nyeri perut sejak empat hari


yang lalu sebelum masuk RSMS. Nyeri perut dirasakan pada bekas luka
operasi laparotomi. Keluhan tambahan yang dirasakan pasien adalah sesak
nafas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,. Selain itu pasien
mengeluhkan adanya batuk berdahak yang terus menerus sejak 6 bulan
yang lalu tanpa disertai darah. Keluhan tersebut dapat terjadi karena
gambaran klinik yang ditimbulkan oleh infeksi tuberkulosis. Menurunnya
nafsu makan juga dapat menyebabkan kurangnya asupan nutrisi bagi
pasien, sehingga dapat menyebabkan berbagai hal seperti anemia dan
badan yang terasa lemas.
Status gizi pasien menjadi salah satu faktor resiko untuk terjadinya
penularan TB. Status gizi pasien memperlihatkan adanya penurunan sistem
kekebalan tubuh sehingga pasien akan mudah untuk tertular penyakit.
Selain itu, dari anamnesis diketahui bahwa kakak pasien mempunyai
riwayat penyakit TB dan sudah pengobatan selama 6 bulan, dan tuntas.
Hubungan kakak dan pasien tersebut cukup baik, intens berkomunikasi
sehingga kemungkinan adanya penularan kuman TB lebih besar.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Antropometri
BB : 34 Kg
TB : 160 cm
IMT: 15.74 (underweight)
2) Vital Sign
-Tekanan Darah
- Nadi
- RR
- Suhu

: 100/600 mmHg
: 84x/menit
: 18x/menit
: 36,1 oC
11

3) Pemeriksaan Pulmo
- Inspeksi
: bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
Jejas (-)
Retraksi suprasternalis (-)
Retraksi intercostalis (-)
Retraksi epigastrik (-)
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi

: vocal fremitus kanan = kiri


ketinggalan gerak (-)
: sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Batas paru hepar di SIC V LMCD
: suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronki basah kasar (+/+), ronki basah halus (-/-)

Dari pemeriksaan fisik pasien ini, pada pasien menunjukkan


adanya kelainan yang mengarah ke diagnosis TB. Secara klinis, pasien
menujukkan klinis berupa underwight, anemis, dan Rhonki Basah Kasar.
c. Pemeriksaaan Penunjang
Pemeriksaan Patologi Anatomi tanggal 28 Juni 2014
Sesuai dengan radang kronis spesifik tuberkulosa.

Laboratorium darah lengkap tanggal 18 Juli dan 21 Juli 2014


- Anemia ringan
- Hipoalbumin
Foto Thoraks AP tanggal 19 Juli 2014
Cor: bentuk dan letak jantung normal
Pulmo: corakan vaskuler meningkat, tampak bercak milier menyerupai
snow storm padad kedua lapangan paru. Hemidiafragma kanan setinggi

2.

kosta 9 posterior. Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip


Kesan : Cor tak membesar, Gambaran TB Milier.
Sputum BTA tanggal 20 Juli 2014
BTA I dan II : negatif

Tindak Lanjut Penanganan Pasien


a. Diagnosis

12

b. Terapi
Obat yang dipakai dalam pengobatan TB :
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. INH
b. Rifampisin
c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
a. Kanamisin
b. Amikasin
c. Kuinolon
d. Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +
asam klavulanat
e. Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
1) Kapreomisin
13

2) Sikloserino
3) PAS (dulu tersedia)
4) Derivat rifampisin dan INH
5) Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Kemasan obat OAT yaitu kemasan obat tunggal (obat disajikan
secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol) dan obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination
FDC). Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu
tablet.
Tabel 3.1 Jenis dan dosis OAT

Obat

Dosis
(Mg/Kg
BB/Hari)

Dosis yg dianjurkan

R
H
Z
E

8-12
4-6
20-30
15-20

Harian (mg/
kgBB / hari)
10
5
25
15

15-18

15

Intermitten (mg/
Kg/BB/kali)
10
10
35
30
15

Dosis Maks
(mg)
600
300

1000

Dosis (mg) / berat


badan (kg)
< 40

40-60

>60

300
450
150
300
750 1000
750 1000
Sesuai
750
BB

600
450
1500
1500

Tabel 3.2 Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap

BB

30-37
38-54
55-70
>71

Fase intensif
2 bulan
Harian
Harian
RHZE
RHZ
150/75/400/275 150/75/400
2
2
3
3
4
4
5
5

3x/minggu
RHZ
150/150/500
2
3
4
5

Fase lanjutan
4 bulan
Harian
3x/minggu
RH
RH
150/75
150/150
2
2
3
3
4
4
5
5

Pasien merupakan pasien TB milier kasus baru, maka panduan obat untuk
tuberculosis milier seperti gambaran radiologi pasien adalah dengan terapi
OAT katagori I (2RHZE/4RH). Hasil pemeriksaan fungsi hati normal
sehingga tidak ada kontra indikasi untuk diberikannya terapi tersebut. Pada
pasien ini dengan BB 34 kg berdasarkan dosis obat anti tuberkulosis
kombinasi pasien mendapatkan 2 tablet OAT per hari (PDPI, 2011).
14

1000

Jika pasien direncanakan mendapat obat antituberculosis tunggal,


maka dosis yang diberikan adalah sebagai berikut (PDPI, 2011):
- Rifampisin
: dosis x BB
: 10mg/kgBB/hari x 34 kg
: 340 mg/hari
- Isoniazid
: dosis x BB
: 5 mg/kgBB/hari x 34 kg
: 170 mg/hari
- Pirazinamid
: dosis x BB
: 25 mg/kgBB/hari x 34 kg
: 850 mg/hari
- Ethambutol
: dosis x BB
: 15 mg/kgBB/hari x 34 kg
: 510 mg/hari
Jika pasien direncanakan mendapat obat antituberculosis
kombinasi, maka jumlah tablet OAT yang diberikan berdasarkan berat
badan (34 kg) adalah 2 tablet FDC (PDPI, 2011).
Pasien merupakan pasien peritonitis TB. Terapi utama peritonitis
tuberkulosa adalah pemberian OAT selama 9-12 bulan. Sekitar 80%
penderita memberikan respon baik terhadap OAT. Pembedahan dila-kukan
pada penderita peritonitis tuberkulosa dengan ileus obstruktif, perforasi
usus, fistula, atau striktur usus. Selain OAT, diberikan pula kortikosteroid
dosis inflamasi (20-40 mg) pada enam minggu pertama terapi peritonitis
tuberkulosa untuk mencegah timbulnya fibrosis. Pada TB diluar paru lebih
sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan untuk
mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)
c. Monitoring
Mencegah terjadinya perburukan pada pasien dan menilai
keberhasilan terapi, maka perlu dilakukan evaluasi klinis meliputi keluhan,
berat badan, dan pemeriksaan fisik. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada
1 bulan pertama pengobatan. Selain itu, evaluasi berupa respon
pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta komplikasi penyakit.
Hal ini disebabkan obat-obat yang termasuk dalam OAT memiliki banyak
efek samping. Evaluasi dapat dilihat dari keadaan klinis pasien dan hasil
pemeriksaan laboratorium seperti tes fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah,
asam urat, tes visus dan uji buta warna, dan tes pendengaran dan
keseimbangan. Monitoring pasien dilakukan juga berdasarkan radiologi
15

(rontgen thorax), yaitu sebelum pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan,


dan di akhir pengobatan (PDPI, 2011).
Kemungkinan penularan pada keluarga pasien sangat besar,
sehingga perlu dilakukan edukasi dan motivasi skrining TB paru terhadap
anggota keluarga yang lain dan tetangga sekitar. Perlu juga dijelaskan
bahwa TB dinyatakan sembuh apabila memenuhi kriteria BTA
mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan), telah mendapatkan pengobatan yang adekuat, pada foto
thorak dan gambaran radiologi serial tetap sama/terdapat perbaikan dan
bila ada fasilitas biakan, maka kriteria sembuh ditambah hasil biakan
negatif. Dalam menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang
Pengawas Minum Obat (PMO). PMO berperan penting dari keberhasilan
pengobatan pasien TB. PMO memiliki beberapa tugas, yaitu (PDPI, 2011):
a.

Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

b.

pengobatan (6 9 bulan)
Memberi dorongan dan semangat kepada pasien berupa nasehat

c.

nasehat
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang

d.

telah ditentukan ataupun bila terdapat indikasi lain


Memberi penyuluhan kepada pasien & keluarga pasien mengenai
penyakit TB dan mengawasi keluarga pasien yang mempunyai gejalagejala mencurigakan TB agar melakukan pemeriksaan.
Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan

kepada pasien dan keluarganya (PDPI, 2011):


a. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
b. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.
c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
d.
e.
f.

pencegahannya.
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke pelayanan kesehatan.
Selain itu, penularan bakteri tuberkulosis harus diperhatikan.

Pasien tinggal bersama kedua orang tua, seorang kakak dan seorang adik.
Skrining TB paru terhadap anggota keluarga yang satu rumah perlu
dilakukan sebagai usaha pencegahan. Setelah dinyatakan sembuh, pasien
16

tetap perlu dilakukan evaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah


sembuh, untuk mengetahui ada tidaknya kekambuhan. Hal yang dievaluasi
adalah sputum BTA dan foto toraks. Sputum BTA dilakukan pada 3, 6, 12,
24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks dilakukan 6, 12,
24 bulan setelah dinyatakan sembuh (PDPI, 2011).

17

BAB III
KESIMPULAN
1. Tuberkulosis

merupakan

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Mycobacterium tuberculosis.
2. Penegakan diagnosis penyakit TB berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
3. Klasifikasi penyakit TB menentukan jenis terapi yang akan diberikan
kepada pasien.
4. Monitoring dan evaluasi selama pengobatan TB yaitu dari keadaan klinis,
sputum bakterilogis, foto radilogis, efek samping obat dan keteraturan
pengobatan
5. Efek samping dari OAT harus dievaluasi serta diedukasikan kepada pasien
dan keluarga agar mengerti dan waspada.
6. Keberhasilan pengobatan TB tergantung pada kepatuhan minum obat,
pengawasan yang ketat, serta penyakit yang menyertai.

18

DAFTAR PUSTAKA
PDPI. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika

19

Anda mungkin juga menyukai