Anda di halaman 1dari 15

PRESENTASI KASUS

EMFISEMA SUBKUTIS DAN ASMA INTERMITEN

Diajukan kepada :
dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun oleh :
Bellindra Putra Haryoko

G4A013094

Sofia Kusumadewi

G4A013096

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2014

LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
EMFISEMA SUBKUTIS DAN ASMA INTERMITEN

Disusun oleh :
Bellindra Putra Haryoko

G4A013094

Sofia Kusumadewi

G4A013096

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Telah dipresentasikan pada


Tanggal,

Agustus 2014

Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp.P


19670316 200604 2 001
2

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Sdr. F
Usia
: 13 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status
: Belum menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Sidamulih RT 3 RW 6,Banyumas
Tanggal masuk : 21 Juli 2014
Tanggal periksa : 23 Juli 2014
No. CM
: 831450

II.

SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama yang dirasakan adalah sesak nafas. Sesak dirasakan
sejak lima hari sebelum masuk RSMS. Sesak nafas terasa semakin
memberat sejak dua hari sebelum masuk RSMS. Sesak dirasakan ketika
pasien kelelahan. Sesak timbul bersamaan dengan keluhan batuk.
Pasien merasa saat sesak sering disertai bunyi ngik-ngik. Sesak dirasa
lebih terasa ringan apabila beristirahat. Keluhan semakin memberat
apabila pasien batuk. Keluhan lain yang dirasakan antara lain pada
bagian dada dan muka terasa bengkak dan apabila ditekan seperti ada
udara di kulit dan batuk berdahak.
Pasien mengakui memiliki riwayat asma. Biasanya pencetus
serangan asma pasien adalah kondisi kelelahan, asap rokok, asap obat
nyamuk, udara dingin dan pewangi yang menyengat. Apabila pasien
terpapar pencetus tersebut, pasien langsung batuk dan sesak. Pasien
3.

menyangkal kebiasaan merokok.


Riwayat Penyakit Dahulu
a.

Riwayat keluhan serupa

: diakui, terakhir kali merasakan

kambuh sesaknya pada bulan Mei ketika pasien kelelahan setelah


b.

menjalani perkemahan.
Riwayat mondok

: diakui, terakhir kali mondok pada

tanggal 20 Juli 2014 di RS Wisnu Husada.

c.

Riwayat OAT

: diakui, ketika tahun 2003 selama 6

d.
e.
f.

bulan di BP4 dan dinyatakan sembuh.


Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat kencing manis
: disangkal
Riwayat asma
: diakui, sejak tahun 2003 dengan
faktor pencetusnya dingin, asap rokok, dan pewangi yang

4.

5.

menyengat.
Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat hipertensi
b. Riwayat kencing manis
c. Riwayat asma

: disangkal
: disangkal
: diakui (ayah pasien memiliki

riwayat asam dengan faktor pencetus dingin)


Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien seorang pelajar MTS di Pesawahan, Rawalo. Hubungan
pasien dan teman baik.
b. Home
Pasien tinggal di Sidamulih, Bumiayu. Pasien tinggal dengan kedua
orang tua dan satu orang kakak.
Rumah pasien terletak di pemukiman yang cukup padat penduduk.
Tidak ada sumber polusi di sekitar rumah. Rumah pasien beralaskan
tanah. Terdapat 3 buah jendela namun hanya satu jendela saja yang
sering dibuka. Selain itu rumahnya kurang memiliki ventilasi udara.
Pencahayaan rumah pasien berasal dari lampu dan sinar matahari.
c. Occupational
Pasien adalah seorang pelajar MTS di Pesawahan. Lingkungan
sekolah pasien terletak di pegunungan. Pasien

merupakan anak

kedua dari 2 bersodara. Pembiayaan rumah sakit ditanggung oleh


BPJS PBI.
d. Personal habit
Pasien mengaku makan sehari 3 kali sehari, dengan nasi, sayur dan
lauk pauk seadanya. Pasien mengaku tidak pernah merokok, tidak
pernah mengkonsumsi alkohol, ataupun mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.
3. OBJEKTIF
1.

Pemeriksaan Fisik di Bangsal Cendana tanggal 22 Juli 2014


a. Keadaan Umum
b. Kesadaran

: sedang
: compos mentis, GCS E4M6V5 (15)
4

c.
d.
e.
f.

BB
TB
IMT
Vital sign
- Tekanan Darah
- Nadi
- RR
- Suhu
d. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk
- Rambut

: 42 kg
: 145 cm
: 19.98 (normal)
: 110/860 mmHg
: 90 x/menit
: 20 x/menit
: 36,6 oC

: mesochepal, simetris, venektasi temporal (-)


: warna hitam kemerahan, tidak mudah dicabut,

distribusi merata, tidak rontok


2) Mata
- Palpebra
: edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva
: anemis (-/-)
- Sclera
: ikterik (-/-)
- Pupil
: reflek cahaya (+/+) normal, isokor
3 mm
3) Telinga
- otore (-/-)
- deformitas (-/-)
- nyeri tekan (-/-)
- discharge (-/-)
4) Hidung
- nafas cuping hidung (-/-)
- deformitas (-/-)
- discharge (-/-)
- rinorhea (-/-)
5) Mulut
- bibir sianosis (-)
- bibir kering (-)
- lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea
: deviasi trakhea (-/-)
- Kelenjar lymphoid
: tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid
: tidak membesar
JVP
: nampak, tidak kuat angkat
7) Dada
a) Paru
- Inspeksi
: bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-)
Jejas (-)
Retraksi suprasternalis (-)
Retraksi intercostalis (-)
Retraksi epigastrik (-)
- Palpasi

: vocal fremitus kanan < kiri


5

ketinggalan gerak (-)


krepitasi pada kedua hemithorax (+)
- Perkusi
: sonor pada semua lapang paru
Batas paru hepar di SIC V LMCD
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronki basah kasar (+/+), ronki basah halus
(-/-)
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
- Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial
LMCS, tidak kuat angkat
- Perkusi : batas jantung kanan atas
Batas jantung kiri atas
Batas jantung kanan bawah
Batas jantung kiri bawah

: SIC II LPSD
: SIC II LPSS
:SIC IV LPSD
:SIC V 2 jari

medial LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi
: datar
- Auskultasi
: bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani, pekak sisi (-),
- Hepar
- Lien
9) Ekstrimitas
-

2.

pekak alih (-), nyeri ketok costovertebrae (-)


Palpasi
: supel, nyeri tekan (-),
undulasi (-)
: tidak teraba
: tidak teraba
Superior : edema (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-)

Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium darah 21 Juli 2014
Darah Lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV

: 13.8 g/dl
: 13700/uL
: 40 %
: 5.0x106/ul
: 229.000/ul
: 78.8 fL
: 27.4pg
: 34.8 %
: 41.1 %
: 9.5 fL

(11.5 13.5 g/dl)


(4500 14500/ul)
(35 45 %)
(4.0 5.2 x 106/ul)
(150.000-450.000/ul)
(79 99 fL)
(27 31 pg)
(33 37 %)
(11,5 14,5 %)
(7.2 11.1 fL)
6

Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Kimia Klinik
SGOT
SGPT
Ureum darah
Kreatinin darah
Glukosa Sewaktu

: 0.0%
: 0.0%
: 0.0%
: 75.5%
: 18.8%
: 5.7%

: 14 u/L

: 9 u/L

: 94.9 mg/dL
: 0.84 mg/dL
: 90 mg/dL

(0.00 1.00 %)
(2.00 4.00 %)
(2.00 5.00 %)
(40.0 70.0 %)
(25.0 40.0 %)
(2.00 8.00 %)
(15-37 u/L)
(30 65 mg/dl)
(14.98-23.52mg/dL)
(0.80-1.30 mg/dL)
(<= 200)

b. Foto thoraks
Foto thoraks tanggal 21 Juli 2014 di RSUD Banyumas

Foto thoraks tanggal 21 Juli 2014 di RSMS

Foto Thoraks AP tanggal 21 Juli 2014


- Trakea di tengah
- Cor:
CTR < 50% bentuk dan letak jantung normal
lusensi linier pada paratrakeal sampai parakardial kanan dan kiri
8

- Pulmo: corakan vaskuler meningkat, tampak bercak pada parahiler


dan parakardial kanan dan kiri, diafragma kanan setinggi costa 10,
sinus costofrenicus kanan dan kiri lancip, tak tampak diskontinuitas
pada os costa, os klavikula, maupun skapula yg terlihat, tampak
lusensi pada subkutis regio coli sampai hemithorax kanan dan kiri.
- Kesan :
- Cor tak membesar
- lusensi linier pada paratrakeal sampai parakardial kanan dan kiri >
curiga gambar pneumomediastinum
- Bercak pada parahiler dan parakardial kanan kiri curiga gambaran
lung contusion
- Emfise subkutis luas pada regio coli dan hemithorax kanan kiri
- Tak tampak gambaran pneumothorax, hematothorax, maupun
fraktur pada tulang.
4. DIAGNOSIS
1. Emfisema subkutis
2. Asma Intermiten
5. PLANNING
1.

Terapi
a. Farmakologi
1) 02 5 lpm (nasal kanul)
2) IVFD RL 10 tpm
3) Inj. Ceftriaxon 1x2 gr
4) Inj. MP 3x 62.5 mg
5) Inj. Rantin 2x1 amp
6) Ketorolac 2x1 tab
b. Non Farmakologi
1) Bed rest
2) Edukasi tentang asma
3) Edukasi tentang zat-zat kimia seperti asap rokok, asap hasil
pembakaran (sampah, kayu bakar, dll), dan polusi udara yang

2.

3.

merupakan faktor pemicu asma.


Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Evaluasi klinis meliputi keluhan dan perubahan tanda-tanda klinis.
d. Evaluasi radiologi
Prognosis
9

Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

10

BAB II
PEMBAHASAN
1.

Penegakan Diagnosis
Diagnosis emfisema subkutis didapatkan dari anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisis, dan foto toraks. Gejala yang dirasakan pasien biasanya
ditandai dengan sesak nafas, batuk, dan terasa ada udara di kulit dada, leher
dan muka. Pada pemeriksaan fisik ditemukan krepitasi pada subkutis dada
dan leher dan ada ronkhi basah kasar. Gambaran foto thoraks tampak lusensi
linier pada paratrakeal sampai parakardial kanan dan kiri > curiga gambar
pneumomediastinum, bercak pada parahiler dan parakardial kanan kiri curiga
gambaran lung contusion, dan emfise subkutis luas pada regio coli dan
hemithorax kanan kiri. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto
thorax menunjukan bahwa terdapat emfisema subkutis.
Diagnosis asma dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada pasien dimulai dari frekuensi
terrjadinya serangan asma, penemuan faktor pencetus dan gejala yang muncul
pada pasien. Serangan asma dirasakan <1x sebulan, biasanya kambuh 2-3
bulan sekali (PDPI, 2011). Apabila sedang terjadi serangan pasien merasakan
sesak nafas yang disertai bunyi ngik-ngik. Faktor pencetus yang dapat
menimbulkan serangan asma pada pasien antara lain dingin, asap rokok, dan
pewangi yang menyengat seperti minyak wangi dan obat nyamuk, serta bila
pasien kelelahan. Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatnya wheezing pada
akhir ekspirasi, namun pada pasien tidak ditemukan wheezing (PDPI, 2011).
Hal ini disebabkan karena pada saat diperiksa serangan asma sudah berhenti,
dan pasien juga sudah tidak merasa sesak nafas. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik pasien menderita asma intermiten.

2. Hubungan terjadinya emfisema subkutis dan asma


Hasil pemeriksaan thoraks pasien ini menunjukan adanya gambraan
penumomediastinum, emfisema hemithorasks kanan kiri, serta gambaran lung
contusion. Pneumomediastinum dikenal juga sebagai emfisema mediastinum
(adanya udara di dalam mediastinum), sedangkan emfisema subkutis
berhubungan dengan adanya udara pada jaringan subkutis termasuk wajah,

11

leher dan badan. Kedua hal tersebut jarang terjadi namun merupakan
komplikasi penting dari asma bronkhial.
Ekstravasasi udara dari jaringan paru menuju luar dapat terjadi pada
pneumoperikardium atau pnemothoraks dan dapat terjadi sebagai komplikasi
dari asma, perforasi esofagus (sindrom Borhaaves), ruptur trakea dan bronkus
primer, atau karena peningkatan tekanan intratorakal, trauma tumpul ataupun
tajam serta infeksi jaringan (Akinyemi et al., 2007).
Emfisema subkutis merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada asma
akut dan

mungkin berhubungan dengan pneumomediastinum spontan,

pneumoperikardium atau pneumoperitoneum. Pneumomesdiastium spontan


meningkat dengan kenaikan tekanan intra-alveolar misalnya pada asma. Pada
pasien asma peningkatan tekanan intra-alveolar dapat menyebabkan
rupturnya alveoli marginal dan kemudian menyebabkan pergerakan udara dari
bronkus, intersisial dan jaringan penyokong vaskular ke dalam mediastinum.
Molekul udara tersebut dapat masuk ke dalam spatium pleura, pericardial dan
peritoneal atau ke jaringan lunak pada wajah, tubuh bagian atas sehingga
menyebabkan emfisema subkutis cervico-facial. Perpindahan udara keluar
dari alveolar ini merupakan hasil dari ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
yang mengakibatkan abnormalitas oksigenasi pada darah arteri (Akinyemi et
al., 2007).
Emfisema subkutis menyebebakan krepitasi pada bagian tubuh yang
terkena, sedangkan pada pneumomediastinum ditemukan Hamman sign
positif (terdengar bunyi berderak yang bersamaan dengan detak jantung pada
saat pemeriksaan auskultasi and ditemukan paling jelas dalam posisi lateral
dekubitus ke kiri). Pada kasus ini. Secara klinis lebih menunjukan gambaran
emfisema subkutis, sedangkan pada pemeriksaan radiologis ditemukan tidak
hanya emfisema subkutis namun juga pneumomediastinum (Akinyemi et al.,
2007).
Pengelolaan kondisi ini sebagian besar konservatif. Namun, pemberian
oksigen konsentrasi tinggi dapat meningkatkan penyerapan lebih cepat udara
dari jaringan ektra paru selagi dilakukannya aspirasi jarum dan/atau
dekompresi bedah mungkin berguna jika terjadi kompresi struktur
mediastinal (Akinyemi et al., 2007).

12

BAB III
KESIMPULAN
1. Emfisema subkutis merupakan salah satu komplikasi yang jarang terjadi pada
pasien asma.
2. Penegakan diagnosis emfisema subkutis harus berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang..
3. Penegakan diagnosis dan klasifikasi asma bronkhial dapat ditentukan
berdasarkan frekuensi serangan asma dan adanya gejala malam yang dapat
digali melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
4. Monitoring dan evaluasi selama pengobatan emfisema subkutis yaitu dari
keadaan klinis dan foto radilogis.

13

5. Serangan asma dapat dihindari apabila edukasi mengenai faktor pemicu


terjadinya asma dapat dipahami oleh pasien dan keluarga pasien.

14

DAFTAR PUSTAKA
Akinyemi, R.O., Ogah O.S., Akisanya, C.O., Timeyin A.O., et al.. 2007.
Pneumomediastinum and Subcutaneous Emphysema Complicating Acute
Exacerbation of Bronchial Asthma. Annals of Ibadan Postgraduate
Medicine. 5 (2).
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Available at : from:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-asma/asma.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai