Anda di halaman 1dari 8

UNCLEAR TERM

Quadriparesi

suatu keadaan dimana terjadi kelemahan parsial/total dari ke empat

anggota badan (Larner, 2011)


kelumpuhan yang terjadi pada ke empat anggota gerak (Dorlan,

2008)
obat yang digunakan untuk mengurangi stroke pada pasien dengan

Aggrenox

mini

stroke

(Transient

Ischemic Attack)

atau

pasien

yang

mengalami stroke karena adanya gumpalan darah pada otak


-

(Nastiti, 2012)
obat yang digunakan untuk mengurangi resiko stroke iskemik dan
serangan iskemik (TIA). Komposisi : dypridamole 200 mg, acetyl
acid 25 mg. Penggunaan : telan utuh tidak boleh dikunyah. Efek
samping : sakit kepala, pusing, dispepsia, mual, muntah, diare,
nyeri lambung, pendarahan. Interaksi obat : adenosin, antikoagulan,
obat anti hipertensi, obat anti platelet, kortikosteroid, diltiazem,
alkohol,

obat

anti

diabetes,

metotreksat,

asam

nikotinat,

spironolakton, dan obat anti trombotik . Konsumsi dengan atau


MRI

tanpa makanan (IDI,2012)


Magnetic Resonance Imaging adalah suatu proses yang dapat
memberikan pencitraan pada tubuh seperti CT scan, namun MRI
lebih baik untuk diferensiasi jaringan terutama pemeriksaan otak

( Moore & Dalley, 2013).


Suatu tindakan lanjutan medis dengan menghasilkan gambar dari
bagian tubuh tertentu (biasanya untuk mendeteksi tumor) untuk
mengetahui

ada

tidak

nya

kelainan

serta

untuk

melihat

perkembangan otak (Roy & Bandyopadhyay, 2012)


Teknik pencitraan medis dalam radiologi untuk menggambarkan
struktur dalam tubuh manusia secara rinci dan biasanya digunakan
untuk

Tes menelan

menggambarkan

struktur

otak,

otot,

dan

jantung

(Nurhasanah, 2011)
Tes yang dilakukan / biasanya skrinning pada pasien stroke untuk
mengetahui apakah pasien mengalami kesulitan menelan atau tidak dan
mencegah terjadinya aspirasi (Wirth et al, 2013)

CUES :
Ahli gizi mampu memberikan intervensi gizi sesuai dengan kondisi pasien stroke
yang mengalami dysfagia berat yang sedang mendapatkan terapi menelan sampai
pasien mampu menerima makanan secara oral
PI = LO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

bagaimana pes dan faktor resiko dari stroke ?


bagaimana hub stroke dengan disfagia ?
bagaimana iom dari plavix dan agrenox ?
Bagaimana status gizi pasien ?
Bagaimana pemberian makanan pada pasien stroke dengan disfagia berat ?
bagaimana tes pemeriksaan menelan dan indikatornya ?
apa saja yang perlu dimonev dan indikator keberhasilan terkait peralihan

makanan dari enteral ke oral?


8. apakah ada efek samping pemberian makanan tdk secara oral dlm jangka
waktu lama ?
Jawaban :
1. bagaimana pes dan faktor resiko dari stroke ?
Phatofisiologi

Perubahan perfusi darah pada otak yang menyebabkan


hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik terjadi dalam waktu
singkat sehingga dapat menyebabkan defisit sementara
atau

permanen.

Iskemik

yang

berlangsung

lama

menyebabkan sel akan mati permanen/infark pada otak


-

(Batticaca, 2008).
Adanya trombus juga dapat mengganggu aliran darah
ke otak sehingga oksigen yang disuplai juga mengalami

Etiology

kekurangan (Batticaca, 2008).


Kekurangan supai oksigen menuju

otak,

adanya

trombus (bekuan darah), dan pecahnya pembuluh darah


-

(Batticaca, 2008).
Vaskuler : aterosklerosis,

displasi

fibromoskular,

inflamasi, diseksi arteri, penyalahgunaan obat . Kelainan


jantung : aritmia jantung, penyakit jantung rematik.
Kelainan darah : trombositosis, polisitemia, anemia sel
sabit, hiperkoagulasi (IKAPI, 2007)
Tanda
& Stroke akut menurut Junaidi 2004 dalam Nastiti 2012
- Lumpuh sebagian (ex : hemiparesis)
Gejala
- Mati rasa, kesemutan, rasa terbakar
- Pelo/sulit bicara
- Tidak memahami pembicaraan orang lain
- Sulit mendengar, melihat, menelan
- Vertigo
- Pelupa
- Pendengaran kurang
- Diawali dengan TIA/serangan stroke sementara
- Gangguan kesadaran
Berdasarkan perjalanan klinis, stroke iskemik dikelompokan menjadi 4
menurut Junaidi 2004 dalam Nastiti 2012, yaitu :
1) Transient Iskemik Attack (TIA) serangan stroke sementara yang
berlangsung kurang dari 24 jam
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) gejala neurologis
menghilang dalam waktu > 24 jam sampai 21 hari
3) Progressing Stroke kelainan neurologi semakin lama semakin berat
(dari ringan sampai berat)
4) Completed Stroke kelainan neurologis dari awal sudah berat dan tidak
dapat dikembalikan lagi.
Faktor Resiko

Non Morbidifiabel

Umur : semakin meningkat


umur maka resiko stroke
semakin
tinggi.
Menurut
penelitian Framingham Study
bahwa stroke meningkat 85%
pada umur 65-74 tahun
(Wahjoepramono, 2005 dalam
Nastiti, 2012)
Jenis kelamin : lebih sering

Morbidifiabel

terjadi pada laki-laki daripada


wanita. Hal ini berkaitan
dengan
hormon
estrogen
wanita yang berfungsi sebagai
pertahanan dan serangan
penyakit
pembuluh
darah
(Handayani, 2013).
Genetik : genetik disini lebih ke
beberapa faktor diantaranya
gaya hidup dalam keluarga,
interaksi genetik dan pengaruh
lingkungan (Wahjoepramono,
2005 dalam Nastiti, 2012).
Ras : orang kulit hitam
memiliki resiko tinggi stroke di
bandingkan kulit putih. Di
Indonesia suku Batak lebih
beresiko daripada suku Jawa,
karena pola makan dan jenis
makanan yang lebih banyak
mengandung
kolesterol
(Depkes, 2007 dalam Nastiti
2012).
Tekanan darah : hipertensi
adalah faktor resiko utama
terjadinya stroke. Hipertensi
memicu aterosklerosis dengan
cara
mendorong
LDL
cholesterol masuk pembuluh
darah
dan
menurunkan
elastisitas pembuluh darah
( Lumongga, 2007 dalam
Nastiti, 2012)
Kadar
gula
darah
:
hiperglikemia memicu adanya
aterosklerosis
pembuluh
darah. Aterosklerosis memicu
adanya
sumbatan/pecahnya
pembuluh darah sehingga
mengalami serangan stroke
(Nastiti, 2012)
Kadar kolesterol darah :
kelebihan kolesterol darah
dapat berinteraksi dengan zat

lain
sehingga
dapat
mengendap pada pembuluh
darah
sehingga
terjadi
penyempitan
dan
pergeseran/plak aterokslerosis
(Soeharto, 2004 dalam Nastiti,
2012)
Penyakit jantung : aritmi
jantung menyebabkan total
curah jantung sehingga aliran
darah
ke
otak
kurang.
Kelainan
jantung
karena
pelepasan emboli (keping
darah) kemudian menyumbat
sehingga menyebabkan stroke
iskemik karena trombosis (Hull
1993 dalam Nastiti 2012)
Diabetes mellitus : pasien
dengan
DM
dapat
meningkatkan
resiko
aterosklerosis
.
apabila
aterosklerosis meningkat maka
resiko
penyumbatan
meningkat (Nastiti, 2012)
Obesitas
: berat badan
berlebih
memicu jantung
memompa darah lebih keras
ke seluruh tubuh sehingga
meningkatkan tekanan darah,
selain
itu
mempercepat
ateroksklerosis (Pearson 1994
dalam Nastiti 2012).
Merokok : zat kimia dalam
rokok seperti nikotin dan
karbon
monoksida
akan
merusak
lapisan
endotel
pembuluh
darah
arteri
sehingga
tekanan
darah
meningkat dan menyebabkan
rusaknya
sistem
kardiovaskuler. Rokok juga
dapat
meningkatkan
fibrinogen, agregasi platelet,
menurunkan
HDL,
dan

meningkatkan
hematokrit
sehingga
mempercepat
aterosklerosis dan berakhir
stroke.
Konsumsi alkohol : konsumsi
alkohol dalam jumlah banyak
meningkatkan resiko terjadinya
stroke. Konsumsi 3 gelas
alkohol
per
hari
dapat
meningkatkan resiko stroke
haemoragic
7x
lipat
(Wahjoepramono, 2005 dalam
Nastiti, 2012)
Aktivitas fisik : latihan fisik rutin
3-5x seminggu selama 30-60
menit
menurunkan
resiko
stroke
dengan
cara
melebarkan pembuluh darah
sehingga aliran darah lancar
tanpa
jantung
harus
memompa darah lebih kuat
(Depkes 2007 dalam Nastiti
2012)
Stress : bukan faktor resiko
langsung,
namun
pada
keadaan stress mengeluarkan
hormon kortisol dan adrenalin
yang berkontribusi terhadap
aterosklerosis.
Karena
2
hormon tersebut meningkatkan
jumlah trombosit dan produksi
kolesterol (Patel 1995 dalam
Nastiti 2012)

2. bagaimana hub stroke dengan disfagia ?


Stroke menyebabkan adanya kelainan pada rongga mulut, faring, dan
esofagus sehingga timbul dysfagia orofaring. Dysfagia orofaring adalah
kelainan menelan. Apabila tidak diobati maka akan menyebabkan aspirasi,
malnutrisi, dan dehidrasi (Soetikno, 2007)
3. bagaimana iom dari plavix dan agrenox ?

konsumsi obat plavix perhatikan penggunaan gingko biloba, vitamin E,


minyak ikan, dan sumber vitamin K (brokoli, bayam), coleus forskoli serta
penggunaan alkohol karena dapat meningkatkan resiko pendarahan

(Blach et al , 2012)
konsumsi obat Aggrenox perhatikan makanan sumber vitamin K tinggi

karena dapat meningkatkan resiko pendarahan (Blach et al , 2012)


4. Bagaimana status gizi pasien ?
5. Bagaimana pemberian makanan pada pasien stroke dengan disfagia berat ?
6. bagaimana tes pemeriksaan menelan dan indikatornya ?
pemeriksaan menelan menurut Wirth et al 2013, yaitu :
1) Water-Swallowing Test (WST)
Pemberian air putih secara bertahap sebanyak 1 sendok, 2 sendok dan 50
ml. Apabila terdapat tanda klinik aspirasi pada saat test dilakukan maka
hasil WST dianggap positif atau pasien mengalami gangguan menelan.
2) Multiple-Consistency Test
Pemberian makanan dengan konsistensi cair tetapi bukan cairan. Tes ini
dapat menentukan apakah pasien mengalami dysfagia (berat, sedang,
ringan, atau tidak ada dysfagia)
3) Swallowing Provocation Test
Pemberian ijeksi bolus 0,4 ml+air melalui kateter hidung ke orofaring . tes
ini dianggap normal apabila waktu injeksi air untuk refleksi menelan
kurang dari 3 detik , apabila refleksi menelan >3 detik pasien memiliki
resiko aspirasi.
7. apa saja yang perlu dimonev dan indikator keberhasilan terkait peralihan
makanan dari enteral ke oral?
Menurut Almatsier 2004:
Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : Gramedia
Pustaka
1) Makanan cair : diberikan pada pasien sebelum dan sesudah operasi,
keadaan mual muntah, makanan tahap awal pasca pendarahan salura
cerna

2) Makanan saring : sesudah operasi tertentu, infeksi akut termasuk infeksi


saluran cerna, serta kepada pasien dengan kesulitan mengunyah dan
menelan, perpindahan makanan cair kental ke makanan lunak.
3) Makanan lunak : diberikan pada pasien sesudah operasi tertentu, pasien
dengan penyakit infeksi dan kenikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi,
kesulitan mengunyah dan menelan serta perpindahan makanan saring ke
makanan biasa.
4) Makanan biasa : pada pasien yang tidak memerlukan diet khusus yang
berhubungan dengan penyakitnya
8. apakah ada efek samping pemberian makanan tdk secara oral dlm jangka
waktu lama ?
pasien dengan pemberian tidak melalui oral dalam jangka waktu lama seperti
adanya dysfagia berkepanjangan memiliki resiko kekurangan gizi bila
dibandingkan dengan pasien konsumsi makanan per oral/fungsi menelan baik
(Wirth et al, 2013). pemberian tidak melalui oral juga dapat meningkatkan
resiko infeksi (Perdossi, 2007)

Anda mungkin juga menyukai