Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Delia
Narenda
Cahya
Titi Sari Mayangsoka 145100307111013
Kata Pengantar
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
pendekatan genetik oleh Bidney dan keenam dengan pendekatan deskriptif oleh
Taylor.
Dilihat dari berbagai tujuan dan sudut pandang tentang definisi
kebudayaan, menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan suatu persoalan
yang sangat luas, namun esensinya adalah bahwa kebudayaan itu melekat dengan
diri manusia. Artinya manusialah itu pencipta kebudayaan. Kebudayaan itu hadir
bersama dengan kelahiran manusia sendiri. Dari penejelasan tersebut kebudayaan
itu dapat dilihat dari dua sisi, ayitu kebudayaan sebagai suatu proses dan
kebudayaan sebagai suatu produk.
Al-Quran memandang kebudayaan itu merupakan suatu proses,
meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan
merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal hati dan
tubuh yang yang menyatu dalam suatu perbuatan. Oleh karen itu, secara umum
kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya
manusia. Ia tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan, namun bisa jadi
lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya
manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal
manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil akal, budi easa dan karsa yang
telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang
menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangan kebudayaan perlu dibimbing oleh wahyu dan
aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber
dari nafsu hewani dan setan, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini
agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal
budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban Islami.
Oleh karena itu, misi kerasulan Muhammad SAW sebagaimana dalam
sabdanya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Artinya
Nabi Muhammad SAW, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia
agar mengembangkan kebudayaan sesuai dengan petunjuk Allah.
Perbuatan seperti ini terjadi juga dalam urusan membuat masjid. Contohnya
dapat dilihat pada mesjid Cordova Spanyol yang tempat sembahyangnya dibuat
dengan tidak mengikut cara Islam karena disalut dengan emas. Ini tidak
dibenarkan sama sekali oleh ajaran Islam. Maka ini bukan kebudayaan Islam
tetapi kebudayaan orang Islam.
Jadi apa sebenarnya kebudayaan Islam? Umumnya suatu yang dicetuskan
itu bersih dengan ajaran Islam baik dalam bentuk pemikiran ataupun sudah berupa
bentuk, sikap atau perbuatan, dan ia didorong oleh perintah wahyu. Itulah yang
benar-benar dinamakan kebudayaan (tamadun) Islam.
Jika ajaran agama Islam ini diamalkan seungguh-sungguh, umat Islam akan
jadi maju. Dan dengan kemajuan yang dihasilkan itu, lahirlah kebudayaan atau
tamadun. Semakin banyak umat Islam mengamalkan hukum Islam, semakin
banyak kemajuan dihasilkan dan semakin banyak pula kebudayaan atau tamadun
Islam yang lahir.
Secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal,
budi,mciptarasa, karsa, dan karya manusia. Kebudayaan pasti tidak lepas dari
nialai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang
universal berkembang menjadi peradaban. Dalam perkembangannya perlu
dibimbing
oleh
wahyu
dan
aturan-aturan
yang
mengikat
agar
tidak
terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga akan
merugikan dirinya sendiri. Disini agama Islam berfungsi untuk membimbing
manusia
dalam
mengembangkan
akal
budinya
sehingga
menghasilkan
mengalami
kebekuan
karena
keterbatasan
dalam
Muhammad diangkat sebagai Rasul adalah menjadi rahmat bagi seluruh umat
manusia dan alam. Mengawali tugas utamanya, Nabi meletakkan dasardasar kebudayaan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban Islam.
Ketika dakwah Islam keluar dari jazirah Arab, kemudian tersebar keseluruh
dunia, maka terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi
(penyesuaian) budaya-budaya setempat dengan nilai-nilai Islam yang kemudian
menghasilkan kebudayaan Islam. Kebudayaan ini berkembang menjadi suatu
peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.
Islam tidak bisa dianggap kebudayaan karena Islam bukan hasil dari
pemikiran dan ciptaan manusia. Agama Islam adalah sesuatu yang diwahyukan
oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang mengandung peraturan-peraturan
untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tetapi
agama-agama (yang telah banyak mengalami perubahan) selain Islam memang
kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah hasil ciptaan dan daya pemikiran
manusia.
Walaupun bukan kebudayaan tetapi agama islam sangat mendorong, bahkan
turut mengatur penganutnya untuk berkebudayaan. Agama Islam mendorong
umatnya berkebudayaan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam bidang
ibadah. Contohnya dalam ibadah sembahyang, dalam Al-Qur'an ada perintah :
Terjemahnya : Dirikanlah sembahyang (Al-Baqarah: 43)
Perintah itu bukan kebudayaan karena ia adalah wahyu daripada Allah SWT.
Tetapi apabila kita hendak melaksanakan perintah "dirikanlah sembahyang" maka
timbullah daya pemikiran kita, bagaimana hendak bersembahyang, dimana tempat
untuk melaksanakannya dan lain-lain. Dan dari pemikiran tersebut terwujudlah
usaha atau tindakan yang akhirnya menghasilkan sebuah kebudayaan.
Seperti keterangan sebelumnya yang mengatakan bahwa kebudayaan bisa
melahirkan kemajuan, maka jika kita bisa melaksanakan arahan/perintah lain
dalam agama Islam ini, niscaya lahirlah kebudayaan dan kemajuan dalam
kehidupan kita. Kemajuan yang dicetuskan karena dorongan agama Islam itulah
yang dikatakan kebudayaan dalam Islam.
Dan suatu budaya yang dicetuskan suatu bangsa tanpa meniru bangsa lain
itulah yang dinamakan kebuadayaan bangsa itu. Berbeda, jika suatu bangsa
meniru kebudayaan bangsa lain, maka bangsa tersebut dikatakan bangsa yang
yang berkebudayaan bangsa lain. Sama halnya jika orang Islam melakukan atau
meniru kebudayaan di luar kebudayaan Islam, maka dia dikatakan orang Islam
yang berkebudayaan bangsa lain.
Perbuatan seperti ini terjadi juga dalam urusan membuat masjid. Contohnya
dapat dilihat pada mesjid Cordova Spanyol yang tempat sembahyangnya dibuat
dengan tidak mengikut cara Islam karena disalut dengan emas. Ini tidak
dibenarkan sama sekali oleh ajaran Islam. Maka ini bukan kebudayaan Islam
tetapi kebudayaan orang Islam.
Jadi apa sebenarnya kebudayaan Islam? Umumnya suatu yang dicetuskan
itu bersih dengan ajaran Islam baik dalam bentuk pemikiran ataupun sudah berupa
bentuk, sikap atau perbuatan, dan ia didorong oleh perintah wahyu. Itulah yang
benar-benar dinamakan kebudayaan (tamadun) Islam.
Jika ajaran agama Islam ini diamalkan seungguh-sungguh, umat Islam akan
jadi maju. Dan dengan kemajuan yang dihasilkan itu, lahirlah kebudayaan atau
tamadun. Semakin banyak umat Islam mengamalkan hukum Islam, semakin
banyak kemajuan dihasilkan dan semakin banyak pula kebudayaan atau tamadun
Islam yang lahir.
Bentuk atau wujud kebudayaan Islam dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Wujud Ideal (gagasan)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ideide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan yang sifatnya abstrak. Wujud
kebudayaan ini terletak di dalam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut. Kebudayaan Islam yang berwujud ideal
diantaranya :
a) Pemikiran di bidang hukum Islam muncul ilmu fiqih
b) Pemikiran di bidang agama muncul ilmu Tasawuf dan ilmu tafsir
c)
rampasan perang)
e)
2. Wujud Aktivitas
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dapat diamati dan didokumentasikan kebudayaan Islam
yang berwujud aktivitas adalah sebagai berikut :
a) Pemberlakuan hukum Islam seperti potong tangan bagi pencuri dan hukum
rajam bagi pezina
b) Penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan Islam pada masa
Dinasti Umayyah (masa khalifah Abdul Malik bin Marwan) memunculkan
gerakan ilmu pengetahuan dan penterjemahan ilmu-ilmu yang berbahasa Persia
dan Yunani ke dalam bahasa Arab. Gerakan ilmu pengetahuan mencapai
puncaknya pada masa Dinasti Abbasiyah, di mana kota Baghdad dan
Iskandariyah menjadi pusat ilmu pengetahuan ketika itu.
3. Wujud Artefak (benda)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret
diantara ketiga wujud kebudayaan.
Contoh kebudayaan Islam yang berbentuk hasil karya di antaranya: seni
ukiran kaligrafi yang terdapat di masjid-masjid, arsitektur-arsitektur masjid dan
lain sebagainya.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang
satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh:
wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas)
dan karya (artefak) manusia. Contoh Kebudayaan Islam lainnya adalah sebagai
berikut :
1. Di bidang Seni : Syair, Kaligafi, Hikayat, Suluk, Babad, Tari Saman, tari
Zapin,
2. Di bidang Fisik : Masjid, Istana, Keraton,
3. Di Bidang Pertunjukan : Sekaten, Wayang, Hadrah, Qasidah,
4. Di bidang Tradisi : Aqiqah, Khitanan, Halal Bihalal, Sadranan, Berzanzi.
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya
Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua
atau
lebih
kebudayaan
karena
percampuran
bangsa-bangsa dan
saling
situ,
Islam
telah
membagi
budaya
menjadi
tiga
macam.
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam, seperti : kadar besar
kecilnya mahar dalam pernikahan di kalangan masyarakat Aceh, misalnya,
keluarga wanita biasanya menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram
emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam.
Contoh yang paling jelas adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji
dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti thowaf di
Kabah dengan telanjang.
Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya
ngaben yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
Diskusi sains dan Islam ada baiknya dimulai dari satu peristiwa monumental
yang menandai lahirnya sains modern, yakni Revolusi Ilmiah pada abad ke 17 di
Eropa Barat yang menjadi cikal bakal munculnya sains moderns sebagai sistem
pengetahuan universal. Dalam historiografi sains, salah satu pertanyaan besar
yang selalu menjadi daya tarik adalah: Mengapa Revolusi Ilmiah tersebut tidak
terjadi di peradaban Islam yang mengalami masa kejayaan berabad-abad sebelum
bangsa Eropa membangun sistem pengetahuan mereka?
Sekarang mari kita menengok ke sejarah yang lebih awal tentang peradaban
Islam dan sistem pengetahuan yang dibangunnya. Catatan A.I. Sabra dapat kita
jadikan salah satu pegangan untuk melihat kontribusi peradaban Islam dalam
sains. Dalam pengamatannya, peradaban Islam memang mengimpor tradisi
intelektual dari peradaban Yunani Klasik. Tetapi proses ini tidak dilakukan begitu
saja secara pasif, melainkan dilakukan melalui proses penyesuaian dengan nilainilai Islam. Dengan demikian peradaban Islam mampu mengambil, mengolah, dan
memproduksi suatu sistem pengetahuan yang baru, unik, dan terpadu yang tidak
pernah ada sebelumnya.
Ada dua hal yang dicatat Sabra sebagai kontribusi signifikan peradaban
Islam dalam sains. Pertama adalah dalam tingkat pemikiran ilmiah yang diilhami
oleh kebutuhan dalam sistem kepercayaan Islam. Penentuan arah kiblat secara
akurat adalah salah satu hasil dari konjungsi ini.
Kedua dalam tingkat institusionalisasi sains. Sabra merujuk pada empat
institusi penting bagi perkembamgan sains yang pertama kali muncul dalam
peradaban Islam, yaitu rumah sakit, perpustakaan umum, sekolah tinggi, dan
observatorium astronomi. Semua kemajuan yang dicapai ini dimungkinkan oleh
dukungan dari penguasa pada waktu itu dalam bentuk pendanaan dan
penghargaan terhadap tradisi ilmiah.
Lalu mengapa sains dalam peradaban Islam tidak berhasil mempertahankan
kontinyuitasnya, gagal mencapai titik Revolusi Ilmiah, dan justru mengalami
penurunan? Salah satu tesis yang menarik datang dari Aydin Sadili. Seperti
dijelaskan di atas bahwa keunikan sains dalam Islam adalah masuknya unsur
agama dalam sistem pengetahuan. Tetapi, menurut Sadili, di sini jugalah penyebab
kegagalan peradaban Islam mencapai Revolusi Ilmiah. Dalam asumsi Sadili,
tradisi intelektual Yunani Klasik yang diwarisi oleh peradaban Islam baru dapat
menghasilkan kemajuan ilmiah jika terjadi proses rekonsiliasi dengan kekuatan
agama. Rekonsiliasi antara sains dan agama tersebut terjadi di peradaban Eropa,
tetapi tidak terjadi di peradaban Islam.
2.3 Masjid Sebagai Pusat Kebudayaan Islam
Secara etimologi masjid dapat diartikan sebagai tempat sujud, secara
terminologi dapat diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan ibadah dalam
arti luas (Muhaimin dan Abd. Mujid 1993) Masjid pertama yang didirikan
Rasulullah pada periode Madinah adalah Masjid Quba yang didirikan tanggal 12
Rabiul Awwal. Kemudian dilanjutkan dengan masjid Nabawi.
Banyak orang beranggapan bahwa masjid hanya lah tempat untuk
sholat,padahal masjid memiliki fungsi yang sangat luas. Pada zaman Rasulullah
masjid digunakan sebagai pusat kegiatan umat muslim, seperti mengajar Al-Quran
dan Al-Hikmah, bermusyawarah, belajar Akidah, dsb. Hal tersebut bertahan
hingga 700 tahun sejak nabi mendirikan masjid yang pertama.
Kini, fungsi masjid mulai menyempit. Orang banyak meggunakan masjid
hanya untuk tempat ibadah-ibadah ritual. Padahal potensi masjid dapat
dikembangkan, adapun beberapa potensi masjid adalah sbb :
1
muslim.
Melaksanakan diskusi, seminar, atau lokakarya tentang masalah-masalah
yang aktual.
Membuat data jamaah, dilihat dari segi usia, tingkat pendidikan, tingkat
pedapatan, dll
Mengefektifkan zakat, infaq, dan shadaqah, baik mengumpulkannya
maupu membaginya.
Menyelenggarakan training-training keislaman, terutama untuk kegiatan
6
7
pemuda
Disamping dakwah bil-lisan, dakwah bil-hal juga perlu diperhatikan
Berdakwah melalui buku, brosur, buletin, atau majalah dengan mendirikan
taman baca atau perpustakaan.
Oleh karena itu,dengan menghidupkan kembali peran dan fungsi
sosial agar kelak kita mampu memelihara dan mengembangkan institusi
dan lembaga suci masjid ketika lembaga-lembaga lain belum maksimal
peran dan fungsinya untuk menuju terbentuknya kehidupan yang jauh
lebih berakhlak.
telah mengutusnya.
Suatu pengorbanan