Anda di halaman 1dari 18

PANDANGAN ISLAM TENTANG KEBUDAYAAN

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh:
Delia
Narenda
Cahya
Titi Sari Mayangsoka 145100307111013

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

Kata Pengantar

BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kebudayaan dalam Islam


Menurut ahli budaya, kata kebudayaan merupakan gabungan dari dua kata,
yaitu budi dan daya. Budi mengandung makna akal, pikiran, paham, pendapat,
ikhtiar, perasaan. Daya mengandung makna tenaga, kekuatan, kesanggupan. Jika
kebudayaan berarti kumpulan segala usaha dan upaya manusia yang dikerjakan
dengan mempergunakan hasil pendapat budi untuk memperbaiki kesempurnaan
hidup (Sidi Ghazalba: 1998: 35).
Oleh karena itu kita membicarakan kebudayaan berarti kita membicarakan
kehidupan manusia dengan segala aktivitasnya. Dengan melakukan berbagai
kegiatan dan aktivitasnya manusia berusaha dengan daya upaya serta kemampuan
yang dimilikinya untuk mengerjakan sesuatu guna kesempurnaan hidup.
Kesempurnaan hidup itu dapat dicapai jika manusia mampu menggunakan akal
budinya dengan baik.
Oleh karenanya kebudayaan adalah alam pikiran, kebudayaan adalah
mengasah budi. Usaha kebudayaan adalah pendidikan. Kebudayaan adalah
pergaulan hidup diantaranya manusia dengan alam semesta. Boleh jadi
kebudayaan ialah usaha manusia melakukan tugas hidup sebagia kholifah fil ardli,
wakil Tuhan di bumi.
A.L. Kroeber dan Clyde Kluckhohn, telah mengumpulkan kurang lebih
161 definisi tentang kebudayaan (Musa Asyari. 1992: 93), secara garis besar
definisi sebanyak itu dapat dikelompokkan dalam enam kelompok, sesuai dengan
sudut pandang mereka.
Kelompok pertama melihat dan pendekatan historis, kedua dari
pendekatan normatif oleh Ralph Linton, ketiga dari pendekatan psikologi oleh
Kluckkhonn, keempat dari pendekatan struktural oleh Tuney, kelima dari

pendekatan genetik oleh Bidney dan keenam dengan pendekatan deskriptif oleh
Taylor.
Dilihat dari berbagai tujuan dan sudut pandang tentang definisi
kebudayaan, menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan suatu persoalan
yang sangat luas, namun esensinya adalah bahwa kebudayaan itu melekat dengan
diri manusia. Artinya manusialah itu pencipta kebudayaan. Kebudayaan itu hadir
bersama dengan kelahiran manusia sendiri. Dari penejelasan tersebut kebudayaan
itu dapat dilihat dari dua sisi, ayitu kebudayaan sebagai suatu proses dan
kebudayaan sebagai suatu produk.
Al-Quran memandang kebudayaan itu merupakan suatu proses,
meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan
merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal hati dan
tubuh yang yang menyatu dalam suatu perbuatan. Oleh karen itu, secara umum
kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya
manusia. Ia tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan, namun bisa jadi
lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya
manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal
manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil akal, budi easa dan karsa yang
telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang
menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangan kebudayaan perlu dibimbing oleh wahyu dan
aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber
dari nafsu hewani dan setan, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini
agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal
budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban Islami.
Oleh karena itu, misi kerasulan Muhammad SAW sebagaimana dalam
sabdanya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Artinya
Nabi Muhammad SAW, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia
agar mengembangkan kebudayaan sesuai dengan petunjuk Allah.

Awal tugas kerasulan Nabi meletakkan dasar-dasar kebudayaan Islam yang


kemudian berkembang menjadi peradaban Islam. Ketika dakwah Islam keluar dan
Jazirah Arab, kemudian tersebar.
Islam tidak bisa dianggap kebudayaan karena Islam bukan hasil dari
pemikiran dan ciptaan manusia. Agama Islam adalah sesuatu yang diwahyukan
oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang mengandung peraturan-peraturan
untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tetapi
agama-agama (yang telah banyak mengalami perubahan) selain Islam memang
kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah hasil ciptaan dan daya pemikiran
manusia.
Walaupun bukan kebudayaan tetapi agama islam sangat mendorong, bahkan
turut mengatur penganutnya untuk berkebudayaan. Agama Islam mendorong
umatnya berkebudayaan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam bidang
ibadah. Contohnya dalam ibadah sembahyang, dalam Al-Qur'an ada perintah :
Terjemahnya : Dirikanlah sembahyang (Al-Baqarah: 43)
Perintah itu bukan kebudayaan karena ia adalah wahyu daripada Allah SWT.
Tetapi apabila kita hendak melaksanakan perintah "dirikanlah sembahyang" maka
timbullah daya pemikiran kita, bagaimana hendak bersembahyang, dimana tempat
untuk melaksanakannya dan lain-lain. Dan dari pemikiran tersebut terwujudlah
usaha atau tindakan yang akhirnya menghasilkan sebuah kebudayaan.
Seperti keterangan sebelumnya yang mengatakan bahwa kebudayaan bisa
melahirkan kemajuan, maka jika kita bisa melaksanakan arahan/perintah lain
dalam agama Islam ini, niscaya lahirlah kebudayaan dan kemajuan dalam
kehidupan kita. Kemajuan yang dicetuskan karena dorongan agama Islam itulah
yang dikatakan kebudayaan dalam Islam.
Dan suatu budaya yang dicetuskan suatu bangsa tanpa meniru bangsa lain
itulah yang dinamakan kebuadayaan bangsa itu. Berbeda, jika suatu bangsa
meniru kebudayaan bangsa lain, maka bangsa tersebut dikatakan bangsa yang
yang berkebudayaan bangsa lain. Sama halnya jika orang Islam melakukan atau
meniru kebudayaan di luar kebudayaan Islam, maka dia dikatakan orang Islam
yang berkebudayaan bangsa lain.

Perbuatan seperti ini terjadi juga dalam urusan membuat masjid. Contohnya
dapat dilihat pada mesjid Cordova Spanyol yang tempat sembahyangnya dibuat
dengan tidak mengikut cara Islam karena disalut dengan emas. Ini tidak
dibenarkan sama sekali oleh ajaran Islam. Maka ini bukan kebudayaan Islam
tetapi kebudayaan orang Islam.
Jadi apa sebenarnya kebudayaan Islam? Umumnya suatu yang dicetuskan
itu bersih dengan ajaran Islam baik dalam bentuk pemikiran ataupun sudah berupa
bentuk, sikap atau perbuatan, dan ia didorong oleh perintah wahyu. Itulah yang
benar-benar dinamakan kebudayaan (tamadun) Islam.
Jika ajaran agama Islam ini diamalkan seungguh-sungguh, umat Islam akan
jadi maju. Dan dengan kemajuan yang dihasilkan itu, lahirlah kebudayaan atau
tamadun. Semakin banyak umat Islam mengamalkan hukum Islam, semakin
banyak kemajuan dihasilkan dan semakin banyak pula kebudayaan atau tamadun
Islam yang lahir.
Secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal,
budi,mciptarasa, karsa, dan karya manusia. Kebudayaan pasti tidak lepas dari
nialai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang
universal berkembang menjadi peradaban. Dalam perkembangannya perlu
dibimbing

oleh

wahyu

dan

aturan-aturan

yang

mengikat

agar

tidak

terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga akan
merugikan dirinya sendiri. Disini agama Islam berfungsi untuk membimbing
manusia

dalam

mengembangkan

akal

budinya

sehingga

menghasilkan

kebudayaan yang beradab atau berperadaban Islam.


Sehubungan dengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilainilai ketuhanan atau disebut sebagai peradaban Islam, maka fungsi agama di sini
semakin jelas. Ketika perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia itu
sendiri

mengalami

kebekuan

karena

keterbatasan

dalam

memecahkan persoalannya sendiri, di sini sangat terasa akan perlunya suatu


bimbingan wahyu.
Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia karena yang akan
menjadi sasaran bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu misi utama

Muhammad diangkat sebagai Rasul adalah menjadi rahmat bagi seluruh umat
manusia dan alam. Mengawali tugas utamanya, Nabi meletakkan dasardasar kebudayaan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban Islam.
Ketika dakwah Islam keluar dari jazirah Arab, kemudian tersebar keseluruh
dunia, maka terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi
(penyesuaian) budaya-budaya setempat dengan nilai-nilai Islam yang kemudian
menghasilkan kebudayaan Islam. Kebudayaan ini berkembang menjadi suatu
peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.
Islam tidak bisa dianggap kebudayaan karena Islam bukan hasil dari
pemikiran dan ciptaan manusia. Agama Islam adalah sesuatu yang diwahyukan
oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang mengandung peraturan-peraturan
untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tetapi
agama-agama (yang telah banyak mengalami perubahan) selain Islam memang
kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah hasil ciptaan dan daya pemikiran
manusia.
Walaupun bukan kebudayaan tetapi agama islam sangat mendorong, bahkan
turut mengatur penganutnya untuk berkebudayaan. Agama Islam mendorong
umatnya berkebudayaan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam bidang
ibadah. Contohnya dalam ibadah sembahyang, dalam Al-Qur'an ada perintah :
Terjemahnya : Dirikanlah sembahyang (Al-Baqarah: 43)
Perintah itu bukan kebudayaan karena ia adalah wahyu daripada Allah SWT.
Tetapi apabila kita hendak melaksanakan perintah "dirikanlah sembahyang" maka
timbullah daya pemikiran kita, bagaimana hendak bersembahyang, dimana tempat
untuk melaksanakannya dan lain-lain. Dan dari pemikiran tersebut terwujudlah
usaha atau tindakan yang akhirnya menghasilkan sebuah kebudayaan.
Seperti keterangan sebelumnya yang mengatakan bahwa kebudayaan bisa
melahirkan kemajuan, maka jika kita bisa melaksanakan arahan/perintah lain
dalam agama Islam ini, niscaya lahirlah kebudayaan dan kemajuan dalam
kehidupan kita. Kemajuan yang dicetuskan karena dorongan agama Islam itulah
yang dikatakan kebudayaan dalam Islam.
Dan suatu budaya yang dicetuskan suatu bangsa tanpa meniru bangsa lain
itulah yang dinamakan kebuadayaan bangsa itu. Berbeda, jika suatu bangsa

meniru kebudayaan bangsa lain, maka bangsa tersebut dikatakan bangsa yang
yang berkebudayaan bangsa lain. Sama halnya jika orang Islam melakukan atau
meniru kebudayaan di luar kebudayaan Islam, maka dia dikatakan orang Islam
yang berkebudayaan bangsa lain.
Perbuatan seperti ini terjadi juga dalam urusan membuat masjid. Contohnya
dapat dilihat pada mesjid Cordova Spanyol yang tempat sembahyangnya dibuat
dengan tidak mengikut cara Islam karena disalut dengan emas. Ini tidak
dibenarkan sama sekali oleh ajaran Islam. Maka ini bukan kebudayaan Islam
tetapi kebudayaan orang Islam.
Jadi apa sebenarnya kebudayaan Islam? Umumnya suatu yang dicetuskan
itu bersih dengan ajaran Islam baik dalam bentuk pemikiran ataupun sudah berupa
bentuk, sikap atau perbuatan, dan ia didorong oleh perintah wahyu. Itulah yang
benar-benar dinamakan kebudayaan (tamadun) Islam.
Jika ajaran agama Islam ini diamalkan seungguh-sungguh, umat Islam akan
jadi maju. Dan dengan kemajuan yang dihasilkan itu, lahirlah kebudayaan atau
tamadun. Semakin banyak umat Islam mengamalkan hukum Islam, semakin
banyak kemajuan dihasilkan dan semakin banyak pula kebudayaan atau tamadun
Islam yang lahir.
Bentuk atau wujud kebudayaan Islam dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Wujud Ideal (gagasan)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ideide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan yang sifatnya abstrak. Wujud
kebudayaan ini terletak di dalam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut. Kebudayaan Islam yang berwujud ideal
diantaranya :
a) Pemikiran di bidang hukum Islam muncul ilmu fiqih
b) Pemikiran di bidang agama muncul ilmu Tasawuf dan ilmu tafsir
c)

Pemikiran di bidang sosial politik muncul sistem khilafah Islam


(pemerintahan Islam) yang diprakarsai oleh
diteruskan oleh Khulafaurrosyidin

Nabi Muhammad dan

d) Pemikiran di bidang ekonomi muncul peraturan zakat, pajak jizyah (pajak


untuk non Muslim), pajak

Kharaj (pajak bumi), peraturan ghanimah (harta

rampasan perang)
e)

Pemikiran di bidang ilmu pengetahuan muncul ilmu sejarah, filsafat,


kedokteran, ilmu bahasa dan lain-lain.

2. Wujud Aktivitas
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dapat diamati dan didokumentasikan kebudayaan Islam
yang berwujud aktivitas adalah sebagai berikut :
a) Pemberlakuan hukum Islam seperti potong tangan bagi pencuri dan hukum
rajam bagi pezina
b) Penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan Islam pada masa
Dinasti Umayyah (masa khalifah Abdul Malik bin Marwan) memunculkan
gerakan ilmu pengetahuan dan penterjemahan ilmu-ilmu yang berbahasa Persia
dan Yunani ke dalam bahasa Arab. Gerakan ilmu pengetahuan mencapai
puncaknya pada masa Dinasti Abbasiyah, di mana kota Baghdad dan
Iskandariyah menjadi pusat ilmu pengetahuan ketika itu.
3. Wujud Artefak (benda)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret
diantara ketiga wujud kebudayaan.
Contoh kebudayaan Islam yang berbentuk hasil karya di antaranya: seni
ukiran kaligrafi yang terdapat di masjid-masjid, arsitektur-arsitektur masjid dan
lain sebagainya.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang
satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh:
wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas)

dan karya (artefak) manusia. Contoh Kebudayaan Islam lainnya adalah sebagai
berikut :
1. Di bidang Seni : Syair, Kaligafi, Hikayat, Suluk, Babad, Tari Saman, tari
Zapin,
2. Di bidang Fisik : Masjid, Istana, Keraton,
3. Di Bidang Pertunjukan : Sekaten, Wayang, Hadrah, Qasidah,
4. Di bidang Tradisi : Aqiqah, Khitanan, Halal Bihalal, Sadranan, Berzanzi.
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya
Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua
atau

lebih

kebudayaan

karena

percampuran

bangsa-bangsa dan

saling

mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam


Indonesia.
Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang.
Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat
kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.
Salah satu hasil akulturasi kebudayaan tersebut dapat kita lihat pada
beberapa bangunan masjid yang ada di Indonesia yang atapnya bersusun semakin
ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya
ganjil 1, 3 atau 5. Hal itu menunjukkan bahwa bangunan masjid tersebut adalah
hasil dari penggabungan kebudayaan Indonesia dan kebudayaan Islam.
2.2 Prinsip-prinsip Kebudayaan Islam
Islam datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju
kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah
datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan
tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini
jauh dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan membawa mudlarat di
dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing
kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab
dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.

Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar


Negara Indonesia pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat
perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32,
disebutkan : Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya
dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing
yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri,
serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia .
Dari

situ,

Islam

telah

membagi

budaya

menjadi

tiga

macam.

Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam, seperti : kadar besar
kecilnya mahar dalam pernikahan di kalangan masyarakat Aceh, misalnya,
keluarga wanita biasanya menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram
emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam.
Contoh yang paling jelas adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji
dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti thowaf di
Kabah dengan telanjang.
Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya
ngaben yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
Diskusi sains dan Islam ada baiknya dimulai dari satu peristiwa monumental
yang menandai lahirnya sains modern, yakni Revolusi Ilmiah pada abad ke 17 di
Eropa Barat yang menjadi cikal bakal munculnya sains moderns sebagai sistem
pengetahuan universal. Dalam historiografi sains, salah satu pertanyaan besar
yang selalu menjadi daya tarik adalah: Mengapa Revolusi Ilmiah tersebut tidak
terjadi di peradaban Islam yang mengalami masa kejayaan berabad-abad sebelum
bangsa Eropa membangun sistem pengetahuan mereka?
Sekarang mari kita menengok ke sejarah yang lebih awal tentang peradaban
Islam dan sistem pengetahuan yang dibangunnya. Catatan A.I. Sabra dapat kita
jadikan salah satu pegangan untuk melihat kontribusi peradaban Islam dalam
sains. Dalam pengamatannya, peradaban Islam memang mengimpor tradisi
intelektual dari peradaban Yunani Klasik. Tetapi proses ini tidak dilakukan begitu
saja secara pasif, melainkan dilakukan melalui proses penyesuaian dengan nilainilai Islam. Dengan demikian peradaban Islam mampu mengambil, mengolah, dan

memproduksi suatu sistem pengetahuan yang baru, unik, dan terpadu yang tidak
pernah ada sebelumnya.
Ada dua hal yang dicatat Sabra sebagai kontribusi signifikan peradaban
Islam dalam sains. Pertama adalah dalam tingkat pemikiran ilmiah yang diilhami
oleh kebutuhan dalam sistem kepercayaan Islam. Penentuan arah kiblat secara
akurat adalah salah satu hasil dari konjungsi ini.
Kedua dalam tingkat institusionalisasi sains. Sabra merujuk pada empat
institusi penting bagi perkembamgan sains yang pertama kali muncul dalam
peradaban Islam, yaitu rumah sakit, perpustakaan umum, sekolah tinggi, dan
observatorium astronomi. Semua kemajuan yang dicapai ini dimungkinkan oleh
dukungan dari penguasa pada waktu itu dalam bentuk pendanaan dan
penghargaan terhadap tradisi ilmiah.
Lalu mengapa sains dalam peradaban Islam tidak berhasil mempertahankan
kontinyuitasnya, gagal mencapai titik Revolusi Ilmiah, dan justru mengalami
penurunan? Salah satu tesis yang menarik datang dari Aydin Sadili. Seperti
dijelaskan di atas bahwa keunikan sains dalam Islam adalah masuknya unsur
agama dalam sistem pengetahuan. Tetapi, menurut Sadili, di sini jugalah penyebab
kegagalan peradaban Islam mencapai Revolusi Ilmiah. Dalam asumsi Sadili,
tradisi intelektual Yunani Klasik yang diwarisi oleh peradaban Islam baru dapat
menghasilkan kemajuan ilmiah jika terjadi proses rekonsiliasi dengan kekuatan
agama. Rekonsiliasi antara sains dan agama tersebut terjadi di peradaban Eropa,
tetapi tidak terjadi di peradaban Islam.
2.3 Masjid Sebagai Pusat Kebudayaan Islam
Secara etimologi masjid dapat diartikan sebagai tempat sujud, secara
terminologi dapat diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan ibadah dalam
arti luas (Muhaimin dan Abd. Mujid 1993) Masjid pertama yang didirikan
Rasulullah pada periode Madinah adalah Masjid Quba yang didirikan tanggal 12
Rabiul Awwal. Kemudian dilanjutkan dengan masjid Nabawi.
Banyak orang beranggapan bahwa masjid hanya lah tempat untuk
sholat,padahal masjid memiliki fungsi yang sangat luas. Pada zaman Rasulullah

masjid digunakan sebagai pusat kegiatan umat muslim, seperti mengajar Al-Quran
dan Al-Hikmah, bermusyawarah, belajar Akidah, dsb. Hal tersebut bertahan
hingga 700 tahun sejak nabi mendirikan masjid yang pertama.
Kini, fungsi masjid mulai menyempit. Orang banyak meggunakan masjid
hanya untuk tempat ibadah-ibadah ritual. Padahal potensi masjid dapat
dikembangkan, adapun beberapa potensi masjid adalah sbb :
1

Sarana Pendidikan dan Perekonomian Umat


Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan
dan pemberian pelatihan-pelatihan. Masjid dapat digunakan sebagai proses
pemberdayaan tersebut, bahkan proses pembelajaran umat. Selain itu
masjid bisa mengambil alih peran koperasi yang membawa dampak positif
bagi umat di lingkungannya. Bila konsep koperasi digabungkan dengan
konsep-konsep pusat perbelanjaan yang diminati karena harganya yang
terjangkau dan kemudian dikelola secara profesional.
Contoh:
Masjid Al-Azar Mesir adalah contoh masjid yang yang sukses sebagai
pusat pendidikan dan perekonomian. Masjid Al-Azaradalah pendiri
universitas Al-Azar yag mampu memberika beasiswa kepada para
mahasiswa, bahkan pengentasan kemiskinan merupakan salah satu

program nyata masjid.


Sarana Penyatuan umat Islam
Melalui sholat jamaah di masjid setiap hari akan menimbulkan kesadaran
terhadap jamaah bahwa manusia sama dihadapan Tuhan. Da ini akan
membuat mereka semakin merasakan betapa perlunya menjalin persatuan

dan kesatuan antar umat Islam.


Sarana meningkatkan peran remaja masjid
Para remaja dapat disalurkan dan diarahkan pada jalan yang benar dan
bermanfaat melalui peningkatan fungsi peran remaja masjid, dengan
demikian mereka dapat terhindar dari dampak negatif globalisasi seperti

kenakalan remaja, pengedaran dan penggunaan obat-obat trerlarang.


Sarana meningkatkan syiar agama Islam
Syiar dapat ditingkatkan dengan cara menjumat kan masjid setiap hari.
Faktanya jumlah masjid di Idonesia semakin banyak namun jumlah

jamaahnya semakin berkurang.


Pusat ke-Pustakaan

Perintah pertama Allah kepada nabi Muhammad adalah membaca. Oleh


karena itu sepatutnya kita sebagai umat muslim juga gemar membaca. Dan
sudah sepantrasnya masjid disediakan tempat untuk membaca entah
membaca Al-Quran atau membaca buku-buku Islamic. Fasilits-fasilitas
yang dapat menunjang terbentuknya peran masjid yang lebih baik, yaitu:
1
Perpustakaan
2
Ruang diskusi (digunakan untuk diskusi sebelum atau sesudah
sholat, juga dapat digunakan untuk bermusyawarah dan memecahkan
suatu masalah)
3
Ruang Kuliah (untuk menggali potensi jamaah masjid khususnya
para remaja dan anak-anak ataupun mahasiswa, sebagai tempat untuk
memberikan pendidikan maupun pelatihan-pelatihan
Perkembangan masjid di Indonesia cukup menggembirakan karena dewasa
ini masjid telah menjamur di seluruh nusantara. Hanya saja fungsiuonalisasinya
belum optimal
Untuk mengisi kegiatan masjid tersebut, menurut Diddin Hafidhuddin
(1988), dapat dilakukan kegiatan-kegiatan sbb
:
1 Menyelenggarakan kajian-kajian keislaman yang teratur dan terarah
menuju pembentukan pribadi muslim, keluarga muslim, dan masyarakat
2

muslim.
Melaksanakan diskusi, seminar, atau lokakarya tentang masalah-masalah

yang aktual.
Membuat data jamaah, dilihat dari segi usia, tingkat pendidikan, tingkat

pedapatan, dll
Mengefektifkan zakat, infaq, dan shadaqah, baik mengumpulkannya

maupu membaginya.
Menyelenggarakan training-training keislaman, terutama untuk kegiatan

6
7

pemuda
Disamping dakwah bil-lisan, dakwah bil-hal juga perlu diperhatikan
Berdakwah melalui buku, brosur, buletin, atau majalah dengan mendirikan
taman baca atau perpustakaan.
Oleh karena itu,dengan menghidupkan kembali peran dan fungsi
sosial agar kelak kita mampu memelihara dan mengembangkan institusi
dan lembaga suci masjid ketika lembaga-lembaga lain belum maksimal
peran dan fungsinya untuk menuju terbentuknya kehidupan yang jauh
lebih berakhlak.

Seperti sudah kita lihat, keluhuran hidup Muhammad adalah hidup


manusia yang sudah begitu tinggi sejauh yang pernah dicapai oleh umat manusia.
Hidup yang penuh dengan teladan yang luhur dan indah bagi setiap insan yang
sudah mendapat bimbingan hati nurani, yang hendak berusaha mencapai kodrat
manusia yang lebih sempurna dengan jalan iman dan perbuatan yang baik. Di
mana pulakah ada suatu keagungan dan keluhuran dalam hidup seperti yang
terdapat dalam diri Muhammad ini, yang dalam hidup sebelum kerasulannya
sudah menjadi suri teladan pula sebagai lambang kejujuran, lambang harga diri
dan tempat kepercayaan orang. Demikian juga sesudah masa kerasulannya,
hidupnya penuh pengorbanan untuk Allah, untuk kebenaran, dan untuk itu pula
Allah

telah mengutusnya.

Suatu pengorbanan

yang sudah berkali-kali

menghadapkan nyawanya kepada maut. Tetapi, bujukan masyarakatnya sendiri


pun yang dalam gengsi dan keturunan ia sederajat dengan mereka, yang baik
dengan harta, kedudukan atau dengan godaan-godaan lain, mereka tidak dapat
merintanginya.
Kehidupan insani yang begitu luhur dan cemerlang itu belum ada dalam
kehidupan manusia lain yang pernah mencapainya, keluhuran yang sudah meliputi
segala segi kehidupan. Apalagi yang kita lihat suatu kehidupan manusia yang
sudah bersatu dengan kehidupan alam semesta sejak dunia ini berkembang sampai
akhir zaman, berhubungan dengan Pencipta alam dengan segala karunia dan
pengampunan-Nya. Kalau tidak karena adanya kesungguhan dan kejujuran
Muhammad menyampaikan risalah Tuhan, niscaya kehidupan yang kita lihat ini
lambat laun akan menghilangkan apa yang telah diajarkannya itu.
"Tuhan tidak akan memaksa seseorang di luar kesanggupannya. Segala
usaha baik yang dikerjakannya adalah untuk dirinya, dan yang sebaliknya pun
untuk dirinya pula. 'Ya Allah, jangan kami dianggap bersalah, bila kami lupa
atau keliru. Ya Allah, janganlah Kaupikulkan kepada kami beban seperti yang
pernah Kaupikulkan kepada mereka yang sebelum kami. Ya Allah, jangan
hendaknya Kaupikulkan kepada kami beban yang kiranya takkan sanggup kami
pikul. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan berilah kami rahmat. Engkau
jugalah Pelindung kami terhadap mereka yang tiada beriman itu." (Qur'an, 2:
286).

2.4 Nilai-nilai Islam dalam Budaya Indonesia


Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya, yaitu budaya Arab.
Pada awal masuknya Islam ke Indonesia, dirasakan amat sulit membedakan ajaran
Islam dan budaya Arab. Dalam ajaran Islam meniru budaya suatu kaum itu boleh
saja sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar Islam, apalagi yang
ditirunya adalah panutan suci Nabi Muhammad SAW, namun yang tidak boleh
adalahmenganggap bahwa nilai-nilai budaya Arab dipandang sebagai ajaran
Islam.
Corak dan potongan baju yang dikenakan Rasulullah merupakan budaya
yag ditampilkan oleh orang Arab. Yang menjadi ajarannya menutup aurat
kesederhanaan, kebersihan dan kenyamanan. Sedangkan bentuk dan mode
pakaian yang dikenakan umat Islam boelh saja berbeda dengan yang dikenakan
ole Nabi Muhammad SAW, demikian pula cara makan nabi dengan menggunakan
jari-jemari bukan merupakan ajaran Islam.
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia para penyiar Islam
mendakwahkan ajaran Islam melalui bahawa budaya, sebagaimana dilakukan oleh
para Wali Allah di tanah Jawa. Karena kehebatan para Wali dalam mengemas
ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar
bahwa nilai-nilai Islam masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari
mereka.
Tugas berikutnya para intelektual Islam adalah menjelaskan secara
sistematik dan berkelanjutan upaya penetrasi yang sudah dilakukan oleh para
pendahulunya. Integrasi nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan bangsa Indonesia
ternyata tidak sekedar masuk pada aspek kebudayaan semata, tetapi sudah masuk
ke wilayah hukum. Sebagai contoh dalam hukum keluarga (akhwalul syahsiyyah),
masalah waris, masalah pernikahan. Nilai-nilai Islam telah masuk ke wilayah
hukum yang berlaku di Indonesia.
Di zaman modern, ada satu fenomena yang menarik untuk kita simak
bersama yaitu semangat dan pemahaman sebagian generasi muda umat Islam

khususnya Mahasiswa PTU dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam.


Mereka berpandangan bahwa Islam yang benar adalah segala sesuatu yang
ditampilkan oleh Nabi Muhammad Saw. Secara utuh termasuk nilai-nilai budaya
Arabnya. Kita sepakat bahwa Nabi Muhammad Saw. Itu adalah Rasul Allah. Kita
tahu Islam itu lebih dari beliau, dan yang menginkari kerasulannya adalah kafir.
Nabi Muhammad Saw. Adalah seorang Rasul Allah dan harus diingat
bahwa beliau adalah orang Arab. Dalam kajian budaya sudah barang tentu apa
yang ditampilkan dalam perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal.
Sedangkan nilai-nilai Islam itu bersifat universal. Maka dari itu sangat
dimungkingkan apa yang dicontoh oleh Nabi dalam hal muamalah ada nuansanuansa budaya yang dapat kita aktualisasikan dala kehidupn modern dan
disesuaikan dengan muatan budaya lokal masing-masing. Contohnya dalam cara
berpakaian dan cara makan.
Dalam ajaran Islam sendiri meniru budaya satu kaum boleh-boleh saja
sepanjang tidak bertengtangan dengan nilai-nilai dasar Islam. Apalagi yang
ditirunya adalah panutan suci Nabi Muhammad Saw, namun yang tidak boleh
adalah menganggap bahwa nilai-nilai budaya Arabnya dipandang sebagai ajaran
Islam.
Dalam perkembangan dakwah Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana
dilakukan oleh para Wali di tanah jawa. Karena kehebatan para wali Allah dalam
mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat
tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam
kehidupan sehari hari mereka.

Anda mungkin juga menyukai