Anda di halaman 1dari 20

Skenario E blok 23 tahun 2014

A male newborn was referred to Moh.Hoesin Hospital by a midwife who helped his
mother, Mrs.Utami delivery with chief complain of grunting Mothers history was
taken from the midwife. She said that Mrs.Utamis pregnancy was full term. The baby
was born 3 hours ago with apgar score 5 for 1 st minute and 8 for 5th minutes, birth body
weight was 3kg. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had
bad smell liquor from the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea,
no sucking reflex, and there was chest indrawing.

I. KlarfikasiIstilah
1. Grunting
: Suara pada akhir ekspirasi (seperti mendengkur atau
merintih) ,paling sering terdengar pada bayi baru lahir,atau bayi yang mengalami gawat
pernapasan
2. Full term
: kehamilan cukup bulan 37-42 minggu
3. Prematur Rupture of membrane
: Pecahnya kantung amnion (ketuban)
4. Apgar Score
: Metode yang digunakan untuk menilai keadaan bayi sesaat
setelah dilahirkan untuk menilai apakah bayi menderita asphyxia atau tidak.
5. Bad Smell Liquor: cairan dengan bau tidak sedap.
6. Hypoactive: Pergerakan yang kurang.
7. Tachipneu: Pernafasan yang cepat, >60x/menit
8. Sucking reflex: Reflek smenghisap
9. Chest Indrawing: penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam
II. IdentikasiMasalah
1. A male newborn was referred to Moh.Hoesin Hospital by a midwife who
helped his mother, Mrs.Utami delivery with chief complain of grunting.
2. Mothers history was taken from the midwife. She said that Mrs.Utamis
pregnancy was full term.
3. The baby was born 3 hours ago with apgar score 5 for 1 st minute and 8 for 5th
minutes, birth body weight was 3kg.
4. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had bad
smell liquor.
5. From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea, no
sucking reflex, and there was chest indrawing.

III.AnalisisMasalah

1. A male newborn was referred to Moh.Hoesin Hospital by a midwife who helped


his mother, Mrs.Utami delivery with chief complain of grunting.
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi system pernafasan pada neonatus? 1
Pada minggu ke- 24 hingga lahir, terjadi penyempurnaan pertumbuhan bronchioli
dan alveoli. Alveoli diebntuk oleh dua jenis sel, yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I
membentuk sebagian besaar alveoli, sedangkan tipe II hanya menyusun 2% dari
permukaan. Sel tipe II menghasilkan dan menyimpan cairan surfaktan yang
menjaga kestabilan tegangan permukaan alveoli dan menjaga agar alveoli tidak
kolaps. Kelahiran dan napas pertama merangsang dan mematangkan produksi
surfaktan. Sesudah lahir alveoli berkembang ukuran dan jumlahnya. Saat lahir,
jumlah alveoli kurang lebih 150 juta, kemudian berkembang hingga 300-400 juta
pada usia 3-4 tahun yaitu jumlah yang dibutuhkan orang dewasa. Akan tetapi,
alveoli terus berkembang hingga usia 8 tahun.
Pada bayi, saluran kolateral antar alveoli, bronchioli, dan terminal bronchioli
masih belum berkembang hingga usia 2-3 tahun, sehingga dapat membuat alveoli
cenderung kolaps.
Fisiologi Pernapasan Bayi
Karena perkembangannya, maka fisiologi respirasi pada bayi dan anak kecil
berbeda dibandingkan orang dewasa. Berikut adalah hal-hal yang berbeda:
o

Paru bayi lebih tidak komplian dibandingkan dengan anak-anak besar dan
dewasa, terutama bayi prematur (kurang dari 37 minggu kehamilan) yang
mungkin kekurangan surfactant.

Neonatus terutama yang prematur mempunyai pernafasan yang abnormal yang


bisa mengarah ke apnoea. Meskipun apnoea pendek dianggap normal, tetapi
yang lebih panjang dan yang memerlukan stimulasi untuk memulai bernafas lagi
perlu pemeriksaan lebih lanjut.

Perbedaan konfigurasi anatomi rongga dada- eltak costa yang horisontal- tidak
memungkinkan perluasan rongga dada yang sama dengan dewasa, sehingga
pemenuhan oksigen bayi harus bernafas lebih sering daripada memperdalamkan
nafasnya.

Neonatus tidur hingga 20 jam sehari dan 80%nya dalam REM. Pada orang
dewasa rem hanya meliputi 20%. Karena pada saat REM terjadi penurunan tonus
postural, hal ini mengakibatkan turunnya kapasitas residual, sehingga
meningkatkan kerja pernafasan.

50% otot diafragma orang dewasa merupakan otot tipe I yang sangat tahan
terhadap kelelahan, sedangkan neonatus hanya 25%dan bayi prematur hanya
10%. Hal ini menyebabkan diafragma bayi akan cepat melelahkan diafragma.

Tingkat metabolik istirahat anak lebih tinggi dengan kebutuhan oksigen yang
lebih tinggi.

Sehingga sedikit peningkatan kebutuhan akan menyebabkan

hypoxia. Hypoxia pada bayi menyebabkan bradycardia (kurang dari 100X/mnt)


daripada tachycardia, seperti pada orang dewasa.
o

Bayi lebih banyak mengembangkan paru bagian atas daripada daerah dependent
seperti pada orang dewasa, meskipun pola perfusinya sama. Perbedaan ini bisa
akan tetap hingga mencapai usia 20 tahun. Pada bayi dengan kelainan paru
unilateral, oxygenasi bisa dioptimalkan dengan memposisikan paru yang baik
pada bagian atas.

Pernapasan Pertama
Selama persalinan

melalui

vagina,

kompresi

intermiten

thoraks

mempermudah pengeluaran cairan dari paru-paru. Surfaktan dalam cairan


memperbesar aerasi pada paru yang awalnya bebas gas dengan cara mengurangi
tegangan permukaan, sehingga dapat menurunkan tekanan yang diperlukan untuk
membuka alveolus. Meskipun demikian, tekanan yang diperlukan untuk
mengembangkan paru yang tidak mengandung udara lebih tinggi daripada
tekanan yang diperlukan pada setiap masa kehidupan yang lain; berkisar dari 1015 cm H2O selama interval 0,5 sampai 1,0 detik dibanding dengan sekitar 4 cm
H2O untuk pernapasan normal bayi cukup bulan dan orang dewasa. Tekanan
yang lebih tinggi ini diperlukan untuk memulai pernapasan dalam mengatasi gaya
perlawanan tegangan permukaan (terutama jalan napas yang kecil) serta
viskositas cairan yang tetap berada dalam jalan napas, guna memasukkan sekitar
50 ml udara ke dalam paru, dimana 20-30 ml dari volume tersebut menetap
sesudah pernapasan pertama menjadi FRC.
Sebagian besar cairan di dalam paru diambil oleh sirkulasi paru, sisanya
melalui saluran limfe paru, dihembuskan oleh bayi, ditelan, atau diaspirasi
dari orofaring. Pengeluaran cairan paru ini dapat terganggu pada keadaan pasca

a.
b.
c.
d.

seksio-cesaria, cedera sel endothel, atau sedasi neonatus.


Berikut ini rangsangan yang dapat menimbulkan pernapasan pertama:
Penurunan pO2 dan pH
Peningkatan pCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta
Redistribusi curah jantung setelah tali pusat diklem
Penurunan suhu tubuh
Berbagai rangsangan taktil, seperti sentuhan pada telapak kaki

b. Bagaimana etiologi dan mekanisme grunting pada kasus? 2


Etiologi
- Gangguan traktus respiratorius:
Hyaline membrane disease (HMD)
Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi (bayi prematur)
Transient tachypnoe of the newborn (TTN)
Paru-paru terisi cairan, sering terjadi pada bayi Caesar karena dadanya tidak
mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran

cairan dari dalam paru.


Infeksi (pneumonia)
Sindroma aspirasi
Hipoplasia paru
Hipertensi pulmonal
Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin

sindroma)
Pleural effusion
Kelumpuhan saraf frenikus
Luar traktus respiratoris:
Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP

Mekanisme

KPD

infeksi

ascenderen

teraspirasi

oleh

janin

bakteri/mikroorganisme menyerang parenkim paru peradangan akut pada


paru proses inflamasi lokal konsolidasi paru gangguan difusi
grunting
KPD acendering mikroorganisme amnion terkontaminasi kuman bayi
teraspirasi cairan ketuban yang terinfeksi terjadi radang pada alveolus
pergerakan alveoli terhambat gangguan pernapasan usaha untuk
mencegah udara banyak keluar saat ekspirasi grunting
c. Bagaimana dampak dari grunting pada kasus? 3
2. Mothers history was taken from the midwife. She said that Mrs.Utamis pregnancy
was full term. The baby was born 3 hours ago with apgar score 5 for 1 st minute and
8 for 5th minutes, birth body weight was 3kg. The mother had premature rupture of
membrane 2 days ago and had bad smell liquor.
a. Bagaimana interpretasi apgar pada kasus? 4
1 menit : 5 asfiksia ringan
5 menit : 8 menandakan terjadinya perbaikan setelah dilakukan resusitasi
Apgar menit pertama = 5. Ini menunjukkan bayi mengalami asfiksia sedang yang
kemungkinan disebabkan oleh aspirasi mekonium yang mengakibatkan terjadinya
bronkopneumoni (terjadi kesulitan pengembangan paru yang disebabkan lumen
bronkiolus

yang menyempit karena infeksi).Apgar menit kelima = 8. Ini

menunjukkan adanya perbaikan kondisi bayi setelah mendapatkan resusitasi


(adanya proses adaptasi pada bayi tersebut).

b. Bagaimana cara penilaian apgar score? 5


Skor APGAR digunakan untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir meliputi
5 variabel (warna kulit, frekuensi nadi, refleks iritabilitas, tonus otot, dan
pernafasan). Ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar pada tahun 1950. Penilaian skor
APGAR dilakukan pada:

Kriteria

Appearance
(warna kulit)

Biru - abu-abu
atau pucat di
seluruh tubuh

Badan merah,
kaki dan tangan
biru

Seluruh tubuh dan


anggota gerak
merah

Pulse
(denyut jantung)

Tidak ada

< 100x/min

> 100x/min

Grimace
(refleks iritabilitas)

Tidak ada respon

Meringis

Bersin atau batuk,


menjauh saat
saluran napas
distimulasi

Activity
(tonus otot)

Lumpuh

Fleksi tungkai
atas dan bawah

Gerakan aktif

Respiration Effort
(pernapasan)

Tidak bernapas

Menangis lemah;
terdengar seperti
merengek atau
mendengkur;
Lambat, ireguler

Baik, menangis
kuat

Menit ke-1 setelah kelahiran, yaitu untuk menilai kemampuan adaptasi bayi
terhadap perubahan lingkungan dari intrauterine ke ekstrauterine atau untuk

menilai keadaan fisiologis bayi baru lahir.


Menit ke-5, untuk menilai keberhasilan tindakan resusitasi yang dilakukan serta

sebagai penentu prognosis.


Menit ke-10.Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa
mendatang, nilai yg rendah berhubungan dg kondisi neurologis. Penilaian dapat
dilakukan lebih sering jika ada nilai yg rendah & perlu tindakan resusitasi
Interpretasi skor APGAR :

7 - 10 Bayidalamkondisibaik (bugar)

4 - 6 Asfiksia sedang

0 3 Asfiksia berat

c. Bagaimana criteria ketuban pecah dini (menurutsiapa)? 6


d. Bagaimana etiologi dan mekanisme ketuban pecah dini pada kasus? 7
Etiologi :

Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha
preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :
Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal
Inkompetensi serviks
Infeksi vagina/serviks
Kehamilan ganda
Polihidramnion
Trauma
Distensi uteri
Stress maternal
Stress fetal
Infeksi
Serviks yang pendek
Prosedur medis

Patofisiologi : Multifaktorial infeksi menyebar ke organ reproduksi bagian


atas (ascenden) mengenai selaput ketuban pelepasan mediator-mediator
peradangan perubahan kolagen jaringan (depolimerasi) ketuban jadi tipis
dan lemah mudah pecah spontan KPD

e. Bagaimana komplikasi dari ketuban pecah dini? 8


-

Persalinan prematur
Infeksi
Ibu : korioamnionitis; umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi
Bayi : septikemia, pneumonia, omfalitis
Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin

gawat.
Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonar.

f. Bagaimana hubungan ketuban pecah dini dengan grunting pada bayi? 9

Pecah ketuban dini > 24 jam infeksi ascenden (cairan ketuban berbau
menunjukan infeksi dari bakteri anaerob) korioamnionitis air ketuban
terinfeksi fetus menelan atau mengaspirasi air ketuban terjadi proses
inflamasi peningkatan resistensi saluran nafas grunting
Ketuban pecah dini dapat menyababkan terjadinya amnionitis atau
korioamnionitis. Infeksi ini akan menyebabkan ketuban berbau busuk. Cairan
ketuban yang terinfeksi juga dapat menyebabkan infeksi pada paru-paru bayi
sehingga terjadi bronkopneumonia yang dapat mengganggu pernapasan.
Menyebabkan infeksi parenkim, konsolidasi di paru, pengeluaran faktor2
inflamasi mengganggu sistem pernapasan.
g. Bagaimana etiologi dan mekanisme bad smell liquor dan makna klinisnya?
10
Etiologi
- Infeksi cairan ketuban (korioamnionitis) dapat disebabkan oleh:
ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung
antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus,selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.
mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar
melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam
yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
-

Air ketuban bercampur mekonium

Infeksi dan kuman yang sering ditemukan adalah

Streptococcus,

Staphylococcus (gram positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus


(anaerob).
Mekanisme :
Cairan ketuban berbau menandakan bahwa terjadi infeksi pada cairan ketuban atau
disebut juga korioamnionitis. Infeksi dapat terjadi secara transplasenta (melalui
darah ibu) atau infeksi yang berasl dari saluran urogenital ibu. Secara spesifik
permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum dan menjalar ke uterus.
Ketuban pecah lama meningkatkan terjadinya korioamnionitis.

Infeksi transplasenta atau infeksi dari saluran urogenitalis ibu korioamnionitis


cairan ketuban berbau.

3. From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea, no sucking
reflex, and there was chest indrawing.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik
dan hubungannya dengan riwayat sebelumnya (ketuban pecah dini)? 11
-

Hypoactive : abnormal kurang suplai O2 ke jaringan otot


Keaktifan neonatus dilihat dari posisi dan gerakan tungkai dan lengan. Pada
neonatus yang sehat, posisi ekstremitas adalah dalam keadaan fleksi sedang
gerakan tungkai dan lengannya aktif dan simetris.
Hypoactive : infeksi pada parenkim paru gangguan pernafasan O2 tak

terpenuhi ke otak gangguan SSP bayi tampak hipoaktif.


Tacypneu : abnormal (lebih 60x/menit) kompensasi dari kekurangan O2

dalam tubuh. Frekuensi respirasi normal bayi cukup bulan adalah 30-40/ menit.
Sucking reflex (-) : abnormal akibat suplai O2 ke otot sekitar mulut kurang,
tidak ada reflex menghisap karena septisemia yang menyebabkan gangguan
sistem saraf pusat.
Refleks mengisap dilakukan dengan memasukkan ujung jari ke dalam mulutnya.
Jika ujung jari diisap maka refleks isapnya baik. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk menilai kelainan saraf V, VII dan XII
Pada kasus tidak ada refleks ini, bisa jadi karena bayi lemas kekurangan
oksigen dan cadangan energi yang terus menipis, dan bisa jadi karena
adanya gangguan saraf V, VII dan XII yang disebabkan oleh sepsis

Chest indrawing : abnormal kompensasi tubuh akibat usaha bernapas yang


lebih. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan
resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan
fossae supraklavikula dan suprasternal. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi
baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anak yang lebih tua.

4. Apa diagnosis bandingnya 12

Bronkopneumonia, sepsis neonatorum


Hyialin Membaren dieases
TTN
MAS
Bronkiolitis
Bronkiolitis Akut
Obstruksi saluran nafas atas
Pleuritis
Sirkulasi fetal persisten
Kehilangan darah akut
Asidosis metabolik

5. Bagaimana cara mendiagnosis? 13


1. Anamnesis
Demam 39-40o
Pernapasan cepat dan dangkal
Sianosis
Gelisah
Pernapasan cuping hidung
Batuk, setelah beberapa hari (batuk kering kemudian menjadi produktif)
2. Pemeriksaan fisik
pernafasan cuping hidung(+), sianosis, retraksi suprasternal, interkostal, otot
epigastrik.
Suara pernafasan vesikuler menurun disertai ronki basah nyaring halus sampai
sedang.
3. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis : biasanya biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke
kiri (akut). Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi
virus atau mycoplasma.
Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
Peningkatan LED, tanda infeksi.

4. Pemeriksaan penunjang
Kultur dahak : dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat
swab).
Foto toraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada
satu atau beberapa lobus.
Cara mendiagnosis sepsis :
Dalam menentukan diagnosis diperlukan informasi :
Faktor resiko
1. Faktor Ibu : Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam, Chorioamnionitis, Demam
pada ibu (>38,4oC), infeksi saluran kencing, faktor gizi ibu
2. Faktor bayi : Asfiksia perinatal, BBLR, preterm, kelainan bawaan
Gambaran Klinik
Janin mengalami takikardi, lahir dengan asfiksia dengan APGAR score yang
rendah. Bayi terlihat lemah, hipo/hipertermi. Dapat mengalami kelainan susunan
saraf pusat sehingga mengalami letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah dan
terkadang terdengan high pitch cry. Gangguan kadiovaskular menyebabkan

hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin. Bayi juga menunjukkan
takhipnue, apnue, merintih dan retraksi otot dada
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Kultur

6. Working diagnosis. 14
Bronkopneumonia dan sepsis neonatorum
7. Epidemiologi 15
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak - anak
di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa.
Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia
masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur
kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per
1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja. Di RSU Dr Soetomo Surabaya, jumlah
kasus pneumonia meningkat dari tahun-ke tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak
190 pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak 231 pasien, dengan jumlah terbanyak pada
anak usia kurang dari 1 tahun (69%). Pada tahun 2005, anak berumur kurang dari 5
tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus dengan jumlah terbanyak pada umur pada
umur 1-12 bulan sebanyak 337 orang.
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi
juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada
umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan
oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcusaureus,
tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses
perawatan.
Epidemiologi sepsis :
Angka kejadian sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (1,818/1000) dibanding dengan negara maju (1-5 pasien / 1000 kelahiran). Pada bayi lakilaki resiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga
meningkat pada BKB dan BBLR. Pada bayi berat badan lahir amat rendah (<1000 g)
kejadian sepsis terjadi pada 26 perseribu kelahiran, sedangkan bayi dengan berat
badan lahir 1000-2000 g angka kejadiannya 8-9 perseribu kelahiran. Resiko kematian
BBLR dengan sepsis lebih tinggi daripada bayi cukup bulan
8. Faktor resiko 16
9. Patogenesis 17

10. Penataaksanaan 18
-

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit diberikan hingga sesak nafas hilang/

PaO2 pada analisis gas darah > 60 torr


Infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit dextrose 7 % atu 10 % + NaCl 15

% 6 cc + Ca glukonas diberikan dri kebutuhan


Jika terdapat asidosis berikan bikarbonat intravena
Pemberian antibiotik polifragmasi selama 10-15 hari
Ampicillin : 100mg/Kgbb/hari dalam 3-4 dosis
Klorampenikol
:
o Umur < 6 bulan : 25 50 mg/Kgbb/hari
o Umur > 6 bulan : 50-75 mg/kgbb/hari (dosis dibagi dalam 3 dosis) atau

gentamisin dengan dosis 3-5 mg/kgbb/hari diberikan dalam 2 dosis


Gentamisin :
o 2 mg/kgbb/18 jam untuk BB > 2000 gram

o 2 mg/kgbb/24 jam untuk BB < 2000 gram


Bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari ganti antibiotika dengan ceftazidime dalam
dosis 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis.

11. Pemeriksaanpenunjang 19

Pemeriksaan Fisik Tambahan


Tanda-tanda Vital yang lain selain RR ( HR, PR, suhu, BP)
Pemeriksaan fisik: warna kulit, edema/tidak
Laboratorium
CBC (Hb,Ht,RBC,WBC,Tb, ESR): digunakan untuk menetapkan adanya
anemia, infeksi dan proses inflamasi

Hb
WBC abnormal : WBC < 5000/ L
DC : neutrofil absolute < 1500/L, rasio neutrofil imatur : total > 0,2 dalam 12-24

jam pertama. Perbandingan neutrofil immature dengan neutrofil total (I/T ratio)
LED Normal : usia (hari) + 3 mm/ jam, maksimal 14 mm/jam
CRP Normal : < 1,6 mg/dL pada hari pertama , selanjutnya <1.0.
Pemeriksaan Penujang
1. Chest x-ray dilakukan untuk memastikan diagnosis bronkopneumonia pada
bayi sekaligus mengetahui derajat keparahan penyakit tersebut sehingga dapat
membantu dalam penilaian prognosis.
Gambaran radiologi khas pada bronkopneumonia adalah honey comb
appearance.

2. Kultur darah dan uji resistensi dilakukan untuk memastikan jenis agen
penginfeksi penyebab korioamnionitis, bronkopneumonia, dan sepsis. Spesimen
diambil dari darah bayi dan darah ibu. Setelah memastikan jenis agen
penginfeksi, dokter

dapat

memberikan antibiotik yang sesuai

dalam

menatalaksana pasien ini.


3. Pungsi lumbal dilakukan untuk mengetahui luasnya penyebaran infeksi di
tubuh bayi. Dengan melakukan pungsi lumbal, dapat diketahui apakah infeksi
telah menyebar hingga ke otak (ditakutkan terjadinya meningitis pada bayi).
Tes ini juga dapat membantu dalam membuat prognosis.
4. Complete Blood Count dilakukan untuk memastikan tanda-tanda infeksi.
Beberapa komponen darah yang perlu diperhatikan adalah Hb, WBC, hitung
jenis, trombosit, LED
5. CRP digunakan untuk menilai perkembangan infeksi dan fungsi hati.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan ELISA (Enzyme-linked immunosorbent
assay). CRP (C-Reactive Protein/ protein fase akut) merupakan protein yang
disintesis di hati yang berperan dalam keadaan inflamasi. Pada dasarnya, CRP
akan berikatan dengan phosphocholine yang merupakan produk bakteri maupun
sel-sel yang telah rusak. CRP akan mengikat sel yang mengekspresikan
phosphocholine (opsonin) untuk kemudian menarik (chemotacting factor) selsel radang lainnya ke tempat terjadinya inflamasi.
Konsentrasi normal dalam serum manusia normal adalah kurang dari 10 mg/L
dengan sedikit peningkatan pada proses penuaan. Kadar yang lebih tinggi dapat
ditemukan pada keadaan hamil, inflamasi ringan, infeksi virus (1040 mg/L),
infeksi bakteri (40200 mg/L), infeksi bakteri parah dan luka bakar (>200
mg/L).
6. Analisa gas darah : untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan
dengan oksigenasi.
7. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi
tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan.
8. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas
dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
9. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
12. Komplikasi 20

Bronkopneumonia : Empyema, pleuritis, abses paru, bronkiektasis, otitis media akut

Sepsis neonatorum : Meningitis yang dapat menjadi hidrosepalus, periventricular

leukomalacia.
Kematian

13. Pencegahan 21

14. Prognosis 22
15. SKDI? 23
3B
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

DAFTAR PUSTAKA
Ballard JL, Khoury JC, Wedig K, et al: New Ballard Score, expanded to include extremely
premature infants. J Pediatrics 1991; 119:417-423.
Dudell GG, Stoll BJ. Respiratory Distress Syndrome (Hyaline Membrane Disease).
Dalam:Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson Textbook of
Pediatrics.Edisi ke 18. Philadelphia: Saunders;2007.
Hasan, Rusepno. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 3. Jakarta: Percetakan
Infomedika.
Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-4. Jakarta : FKUI,
1985;1051-7.
Kosim MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi
Rizalya, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.

Wiknjosastro H, Saifuddin AB. Bayi Berat Lahir Redah. Dalam: Ilmu Kebidanan; edisi ke-3.
Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002;771-83.

Anda mungkin juga menyukai