A male newborn was referred to Moh.Hoesin Hospital by a midwife who helped his
mother, Mrs.Utami delivery with chief complain of grunting Mothers history was
taken from the midwife. She said that Mrs.Utamis pregnancy was full term. The baby
was born 3 hours ago with apgar score 5 for 1 st minute and 8 for 5th minutes, birth body
weight was 3kg. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had
bad smell liquor from the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea,
no sucking reflex, and there was chest indrawing.
I. KlarfikasiIstilah
1. Grunting
: Suara pada akhir ekspirasi (seperti mendengkur atau
merintih) ,paling sering terdengar pada bayi baru lahir,atau bayi yang mengalami gawat
pernapasan
2. Full term
: kehamilan cukup bulan 37-42 minggu
3. Prematur Rupture of membrane
: Pecahnya kantung amnion (ketuban)
4. Apgar Score
: Metode yang digunakan untuk menilai keadaan bayi sesaat
setelah dilahirkan untuk menilai apakah bayi menderita asphyxia atau tidak.
5. Bad Smell Liquor: cairan dengan bau tidak sedap.
6. Hypoactive: Pergerakan yang kurang.
7. Tachipneu: Pernafasan yang cepat, >60x/menit
8. Sucking reflex: Reflek smenghisap
9. Chest Indrawing: penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam
II. IdentikasiMasalah
1. A male newborn was referred to Moh.Hoesin Hospital by a midwife who
helped his mother, Mrs.Utami delivery with chief complain of grunting.
2. Mothers history was taken from the midwife. She said that Mrs.Utamis
pregnancy was full term.
3. The baby was born 3 hours ago with apgar score 5 for 1 st minute and 8 for 5th
minutes, birth body weight was 3kg.
4. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had bad
smell liquor.
5. From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea, no
sucking reflex, and there was chest indrawing.
III.AnalisisMasalah
Paru bayi lebih tidak komplian dibandingkan dengan anak-anak besar dan
dewasa, terutama bayi prematur (kurang dari 37 minggu kehamilan) yang
mungkin kekurangan surfactant.
Perbedaan konfigurasi anatomi rongga dada- eltak costa yang horisontal- tidak
memungkinkan perluasan rongga dada yang sama dengan dewasa, sehingga
pemenuhan oksigen bayi harus bernafas lebih sering daripada memperdalamkan
nafasnya.
Neonatus tidur hingga 20 jam sehari dan 80%nya dalam REM. Pada orang
dewasa rem hanya meliputi 20%. Karena pada saat REM terjadi penurunan tonus
postural, hal ini mengakibatkan turunnya kapasitas residual, sehingga
meningkatkan kerja pernafasan.
50% otot diafragma orang dewasa merupakan otot tipe I yang sangat tahan
terhadap kelelahan, sedangkan neonatus hanya 25%dan bayi prematur hanya
10%. Hal ini menyebabkan diafragma bayi akan cepat melelahkan diafragma.
Tingkat metabolik istirahat anak lebih tinggi dengan kebutuhan oksigen yang
lebih tinggi.
Bayi lebih banyak mengembangkan paru bagian atas daripada daerah dependent
seperti pada orang dewasa, meskipun pola perfusinya sama. Perbedaan ini bisa
akan tetap hingga mencapai usia 20 tahun. Pada bayi dengan kelainan paru
unilateral, oxygenasi bisa dioptimalkan dengan memposisikan paru yang baik
pada bagian atas.
Pernapasan Pertama
Selama persalinan
melalui
vagina,
kompresi
intermiten
thoraks
a.
b.
c.
d.
sindroma)
Pleural effusion
Kelumpuhan saraf frenikus
Luar traktus respiratoris:
Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP
Mekanisme
KPD
infeksi
ascenderen
teraspirasi
oleh
janin
Kriteria
Appearance
(warna kulit)
Biru - abu-abu
atau pucat di
seluruh tubuh
Badan merah,
kaki dan tangan
biru
Pulse
(denyut jantung)
Tidak ada
< 100x/min
> 100x/min
Grimace
(refleks iritabilitas)
Meringis
Activity
(tonus otot)
Lumpuh
Fleksi tungkai
atas dan bawah
Gerakan aktif
Respiration Effort
(pernapasan)
Tidak bernapas
Menangis lemah;
terdengar seperti
merengek atau
mendengkur;
Lambat, ireguler
Baik, menangis
kuat
Menit ke-1 setelah kelahiran, yaitu untuk menilai kemampuan adaptasi bayi
terhadap perubahan lingkungan dari intrauterine ke ekstrauterine atau untuk
7 - 10 Bayidalamkondisibaik (bugar)
4 - 6 Asfiksia sedang
0 3 Asfiksia berat
Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha
preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :
Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal
Inkompetensi serviks
Infeksi vagina/serviks
Kehamilan ganda
Polihidramnion
Trauma
Distensi uteri
Stress maternal
Stress fetal
Infeksi
Serviks yang pendek
Prosedur medis
Persalinan prematur
Infeksi
Ibu : korioamnionitis; umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi
Bayi : septikemia, pneumonia, omfalitis
Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonar.
Pecah ketuban dini > 24 jam infeksi ascenden (cairan ketuban berbau
menunjukan infeksi dari bakteri anaerob) korioamnionitis air ketuban
terinfeksi fetus menelan atau mengaspirasi air ketuban terjadi proses
inflamasi peningkatan resistensi saluran nafas grunting
Ketuban pecah dini dapat menyababkan terjadinya amnionitis atau
korioamnionitis. Infeksi ini akan menyebabkan ketuban berbau busuk. Cairan
ketuban yang terinfeksi juga dapat menyebabkan infeksi pada paru-paru bayi
sehingga terjadi bronkopneumonia yang dapat mengganggu pernapasan.
Menyebabkan infeksi parenkim, konsolidasi di paru, pengeluaran faktor2
inflamasi mengganggu sistem pernapasan.
g. Bagaimana etiologi dan mekanisme bad smell liquor dan makna klinisnya?
10
Etiologi
- Infeksi cairan ketuban (korioamnionitis) dapat disebabkan oleh:
ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung
antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus,selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.
mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar
melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam
yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
-
Streptococcus,
3. From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea, no sucking
reflex, and there was chest indrawing.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik
dan hubungannya dengan riwayat sebelumnya (ketuban pecah dini)? 11
-
dalam tubuh. Frekuensi respirasi normal bayi cukup bulan adalah 30-40/ menit.
Sucking reflex (-) : abnormal akibat suplai O2 ke otot sekitar mulut kurang,
tidak ada reflex menghisap karena septisemia yang menyebabkan gangguan
sistem saraf pusat.
Refleks mengisap dilakukan dengan memasukkan ujung jari ke dalam mulutnya.
Jika ujung jari diisap maka refleks isapnya baik. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk menilai kelainan saraf V, VII dan XII
Pada kasus tidak ada refleks ini, bisa jadi karena bayi lemas kekurangan
oksigen dan cadangan energi yang terus menipis, dan bisa jadi karena
adanya gangguan saraf V, VII dan XII yang disebabkan oleh sepsis
4. Pemeriksaan penunjang
Kultur dahak : dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat
swab).
Foto toraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada
satu atau beberapa lobus.
Cara mendiagnosis sepsis :
Dalam menentukan diagnosis diperlukan informasi :
Faktor resiko
1. Faktor Ibu : Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam, Chorioamnionitis, Demam
pada ibu (>38,4oC), infeksi saluran kencing, faktor gizi ibu
2. Faktor bayi : Asfiksia perinatal, BBLR, preterm, kelainan bawaan
Gambaran Klinik
Janin mengalami takikardi, lahir dengan asfiksia dengan APGAR score yang
rendah. Bayi terlihat lemah, hipo/hipertermi. Dapat mengalami kelainan susunan
saraf pusat sehingga mengalami letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah dan
terkadang terdengan high pitch cry. Gangguan kadiovaskular menyebabkan
hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin. Bayi juga menunjukkan
takhipnue, apnue, merintih dan retraksi otot dada
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Kultur
6. Working diagnosis. 14
Bronkopneumonia dan sepsis neonatorum
7. Epidemiologi 15
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak - anak
di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa.
Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia
masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur
kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per
1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja. Di RSU Dr Soetomo Surabaya, jumlah
kasus pneumonia meningkat dari tahun-ke tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak
190 pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak 231 pasien, dengan jumlah terbanyak pada
anak usia kurang dari 1 tahun (69%). Pada tahun 2005, anak berumur kurang dari 5
tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus dengan jumlah terbanyak pada umur pada
umur 1-12 bulan sebanyak 337 orang.
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi
juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada
umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan
oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcusaureus,
tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses
perawatan.
Epidemiologi sepsis :
Angka kejadian sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (1,818/1000) dibanding dengan negara maju (1-5 pasien / 1000 kelahiran). Pada bayi lakilaki resiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga
meningkat pada BKB dan BBLR. Pada bayi berat badan lahir amat rendah (<1000 g)
kejadian sepsis terjadi pada 26 perseribu kelahiran, sedangkan bayi dengan berat
badan lahir 1000-2000 g angka kejadiannya 8-9 perseribu kelahiran. Resiko kematian
BBLR dengan sepsis lebih tinggi daripada bayi cukup bulan
8. Faktor resiko 16
9. Patogenesis 17
10. Penataaksanaan 18
-
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit diberikan hingga sesak nafas hilang/
11. Pemeriksaanpenunjang 19
Hb
WBC abnormal : WBC < 5000/ L
DC : neutrofil absolute < 1500/L, rasio neutrofil imatur : total > 0,2 dalam 12-24
jam pertama. Perbandingan neutrofil immature dengan neutrofil total (I/T ratio)
LED Normal : usia (hari) + 3 mm/ jam, maksimal 14 mm/jam
CRP Normal : < 1,6 mg/dL pada hari pertama , selanjutnya <1.0.
Pemeriksaan Penujang
1. Chest x-ray dilakukan untuk memastikan diagnosis bronkopneumonia pada
bayi sekaligus mengetahui derajat keparahan penyakit tersebut sehingga dapat
membantu dalam penilaian prognosis.
Gambaran radiologi khas pada bronkopneumonia adalah honey comb
appearance.
2. Kultur darah dan uji resistensi dilakukan untuk memastikan jenis agen
penginfeksi penyebab korioamnionitis, bronkopneumonia, dan sepsis. Spesimen
diambil dari darah bayi dan darah ibu. Setelah memastikan jenis agen
penginfeksi, dokter
dapat
dalam
leukomalacia.
Kematian
13. Pencegahan 21
14. Prognosis 22
15. SKDI? 23
3B
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
DAFTAR PUSTAKA
Ballard JL, Khoury JC, Wedig K, et al: New Ballard Score, expanded to include extremely
premature infants. J Pediatrics 1991; 119:417-423.
Dudell GG, Stoll BJ. Respiratory Distress Syndrome (Hyaline Membrane Disease).
Dalam:Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson Textbook of
Pediatrics.Edisi ke 18. Philadelphia: Saunders;2007.
Hasan, Rusepno. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 3. Jakarta: Percetakan
Infomedika.
Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-4. Jakarta : FKUI,
1985;1051-7.
Kosim MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi
Rizalya, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB. Bayi Berat Lahir Redah. Dalam: Ilmu Kebidanan; edisi ke-3.
Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002;771-83.