Anda di halaman 1dari 5

Latar Belakang

Hasil-ikutan (by-products) ternak merupakan salah satu potensi dari subsector


petemakan yang sampai saat ini masih belum banyak dimanfaatkan. Produk hasil
ikutan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari baik dengan proses atau
tanpa proses pengolahan. Salah satu hasil ikutan ternak domba yang dapat
dimanfaatkan adalah adalah bulu. Menurut Kammlade dan Kammlade (1955),
menyatakan bahwa secara alami bulu domba berfungsi sebagai termoregulator
yang baik yaitu dapat mempertahankan tubuh dari pengaruh udara panas atau
dingin.
Bulu domba dapat dimanfaatkan dengan beberapa tahap pengolahan, seperti
pencukuran, penyotiran, pencucian, pengeringan, pemisahan bulu, penyisiran,
pemintalan, pemutihan dan pewarnaan. Hasil dari pemintalan, bulu domba akan
menjadi benang yang dapat dijadikan sejumlah produk yang bernilai jual tinggi.
Produk yang dihasilkan dari bulu domba sering diolah menjadi kain tenun dan
produk lainnya. Proses pembuatan kain tenun dengan menggunakan bahan bulu
atau wol domba memiliki kelebihan diantaranya berat, hangat, dan halus.
DOMBA GARUT
Domba garut merupakan salah satu ternak penghasil wol (Gayatri dan
Handayani 2007). Warna wol domba garut dominan hitam pada bagian muka
(Kementan 2011). Domba garut memiliki wol yang kasar dan halus. Wol kasar
kemungkinan merupakan sifat yang diturunkan dari domba Kaapstad sedangkan
wol halus merupakan sifat yang diturunkan dari domba Merino. Domba garut
umumnya mempunyai produksi wol yang rendah karena pertumbuhan wolnya
lambat. Bulu domba garut ini berupa wol kasar sehingga bisa dimanfaatkan sebagai
bahan kerajinan. Selain itu wol domba garut kualitasnya rendah karena
pertumbuhan wol kasarnya lebih dominan dibandingkan dengan wol halusnya
(Syamyono et al. 2003). Penelitian Yamin dan Mulatsih (2012) menyatakan bahwa
domba persilangan merino memiliki rataan diameter wol antara 22-23 mikron.
DOMBA BATUR
Gayatri dan Handayani (2007) menyatakan bahwa domba batur adalah salah
satu ternak penghasil daging dan wol yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Domba batur mempunyai wol yang keriting halus berbentuk spiral berwarna putih
yang menyelimuti tubuhnya kecuali keempat bagian kaki dan muka (Abid 2010).
Penelitian Yamin dan Mulatsih (2012) menyatakan bahwa domba batur memiliki
ukuran diameter serat tersebut masuk ke dalam klasifikasi jenis wol yang bisa
dimanfaatkan untuk industri karpet wol. Domba batur memiliki serat wol yang lebih
panjang karena memiliki garis keturunan domba merino yang merupakan tipe
domba yang memiliki serat wol panjang (Hudayah 2014). Rataan panjang serat wol
lebih kecil karena berasal dari persilangan domba merino dan kapstaad. Domba
kapstaad tergolong ke dalam jenis domba dengan tipe wol yang kualitasnya jelek.
Penampakan umum wol domba batur jauh lebih bagus dibandingkan dengan wol
domba garut. Wol domba batur terlihat lebih padat dan memiliki tekstur yang lebih
lembut serta memiliki jumlah kerutan yang banyak. Karakteristik wol domba garut
tidak padat dan bentuk seratnya terlihat seperti rambut sehingga kerutannya tidak

nampak. Warna bulu dominan putih dan menutupi seluruh tubuhnya hingga bagian
muka domba
Pewarnaan Wol
Benang wol hasil pintalan direndam dengan air panas selama 15 menit,
perendaman diulang sebanyak 2 kali dan dibilas dengan air biasa. Kemudian
dilakukan pewarnaan. Pewarnaan dilakukan di dalam panci yang diletakkan diatas
kompor pada suhu 60 oC. Banyaknya larutan zat warna alam yang diperlukan
tergantung dari jumlah berat bahan tekstil yang akan diproses. Perbandingan
larutan zat warna alam dengan bahan tekstil (benang wol) yang digunakan adalah
1:30 (Fitrihana 2008). Penelitian terdahulu mengenai pengolahan wol domba lokal
menjadi kerajinan, yaitu menggunakan metode pewarnaan sintetis (Yamin dan
Rahayu 1995). Menurut Christina et al. (2007), zat warna tekstil dapat mencemari
lingkungan karena bersifat non-biodegradable. Zat warna tekstil umumnya dibuat
dari senyawa azo dan turunannya yang merupakan gugus benzena. Diketahui
bahwa gugus benzena sangat sulit didegradasi, kalaupun dimungkinkan dibutuhkan
waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan, akan
menjadi sumber penyakit karena sifatnya karsinogen dan mutagenik (Christina et
al. 2007).
Benang Wol
Bulu domba dapat dipintal menjadi benang dan diproses lebih lanjut sampai
menghasilkan produk bernilai ekonomi. Angka pintal suatu benang menunjukkan
kualitas dari serat bulu. Bulu yang berkualitas baik dapat menghasilkan produk
benang yang lebih panjang dalam bobot yang sama. Pada umumnya sifat benang
yang sering dievaluasi untuk menentukan kualitasnya adalah pengukuran kehalusan
yaitu bobot benang persatuan panjang tertentu, kekuatan benang dan kerataan
benang (Moerdoko et al.,1973). Respon perlakuan bahan kimia terhadap jenis serat
benang bisa berbeda. Keseragaman diameter serat sangat diinginkan oleh pengolah
wool karena kualitas pintalnya akan lebih baik (Rogan, 1989). Bulu dari bangsa
domba yang mempunyai serat halus akan lebih mudah dibentuk menjadi benang
dibandingkan dengan bulu dari bangsa domba yang berserat bulu kasar. Semakin
rendah diameter serat maka bulu akan semakin halus dan angka pintalnya akan
semakin baik, sehingga benang yang dihasilkan akan semakin panjang.
Pembahasan
Bulu domba adalah bagian penutup yang berfungsi untuk melindungi tubuh
dari pengaruh luar. Menurut Devendra dan Mcleroy (1982) bulu domba merupakan
serat penutup tubuh yang bersifat lembut, halus, penuh kerutan dan permungkaan
yang bersisik. Salah satu sifat domba adalah kemampuannya dalam mengabsorsi
uap air hingga lebih 18% dari beratnya, tanpa terasa lembab dan dapat mencapai
50% dari beratnya bila telah jenuh dengan uap air. Saat ini bulu domba sudah
banyak dimanfaatkan masyarakat untuk bahan kerajinan dan pembuatan pakaian.
Pemanfaatan bulu domba sebagai bahan kerajinan atau pakaian memerlukan
beberapa proses agar aman untuk dipergunakan serta dapat menhasailkan wol
dengan kualitas yang bagus. Sifat lain dari wol sebagai bahan pakaian

kemampuannya yang relative lebih tahan terhadap api jika disbanding bahan
sintesis lain yang sejenis.
Pengolahan bulu domba terdiri dari beberapa tahapan dimulai dari
pencukuran, penyortiran, hal ini juga dikemungkakan oleh Yamin et al 1994 bahwa
proses pengolahan erdiri dari beberapa tahap antara lain pencukuran bulu,
penyortiran, pencucian, pemisahan bulu, penyisiran, dan pemintalan. Kotoran yang
menempelpada bulu domba akan berpengaruh terhadap kebersihan, warna, dan
bau yang dihasilkan leh bulu. Stelah pencukuran, untuk menghilangkan kotoran dan
benda-benda yang menempel pada bulu maka dilakukanlah pencucian yang
pertama dengan air kemudian deterjen dan dilanjutkan dengan desinfektan.
Penggunaan desinfektan dala prses pencucian bulu domba ini berfungsi untuk
membunuh bakteri ataupun makhlukhidup lain yang ada pada bulu.
Setelah proses pencucian bulu domba selanjutnya di sisir, namun sebelum
disisir pastikan bulu domba sudah dalam keadaan kering setelah dilakukan
pencucian. Dari proses penyisiran inilah akan terlihat bulu domba yang halus dan
berserabut panjang maupun pendek. Proses selanjutnya adalah pemintalan untuk
pembuatan wol. Wol terbuat dari pilinan benang, pilinan benang yang terdiri dari
dua helai benang atau lebih biasanya lebih kokoh dan lebih kuat dibanding benang
satuan (Budiono, et al , 2008). Selanjutnya dilakukan pewanaan atau pemutihan
yang menggunakan pemutih yang bersifat oksidator maupun reduktor. Pemutihan
menghasilkan senyawa berikatan tunggal yang membuat warna wol menjadi putih
cerah.
Kekuatan serat bulu domba berpengaruh terhadap kulitas produk yang
dihasilkan, kekuatan benang dipengaruhi ada tidaknya titik rapuh, proses
pencucian, masa kebuntingan dan laktasi domba. Bulu domba yang kotor akan
mempengaruhi titik rapuh bulu domba (Duljaman M et al 2006). Rata-rata panjang
serat bulu domba dengan bahan serat yang ratannya lebih pendek. Faktor
keturunan mempengaruhi sifat-sift serat bulu domba. Domba wool bangsa murni
memiliki kelebihan dari segi kehalusan serat dan kekuatan bila dibandingkan
dengan serat bulu dari domba persilangan. Pada salah satu penelitian tehadap
perbandingan kekuatan benang dari bulu domba priangan dengan peranakan
merino dapat disebabkan oleh faktor bahan baku, kondisi alat dan manusia. Maryani
(1988) menyatakan semakin tinggi ketidak rataan dalam benang maka peluang
putus akan semakin besar. Ketida rataan juga disebabkan benang yang panjang
yang mudah mengakibatkan putus. Wol yang paling halus dan yang paling tebal
terdapat pada bagian bahu antara puncak bahu dan dasar dada. Wol yang paling
kasar terapat pada bagian belakang tubuh yaitu disekitar ekor. Wl yang paling
pendek umumnya terdapat pada bagian perut. Serat bulu pada domba umumnya
dibagi menjadi tiga yaitu serat wol halus, serat wol kasar, dan kamp. Serat wol
tumbuh dari folikel dalam kulit, terjadi pada bagian dasar dari serat wol dan bukan
tumbuh pada bagian ujungnya.
Proses perendaman dengan air dan pencucian dengan deterjen selama
pengolahan sangat berpengaruh dalam meningkatkan kebersihan dan derajat putih
serta mengurangi bau feses domba, sheep odor dan bau tanah pada bulu. Proses
pencucian dengan desinfektan sangat berpengaruh dalam mengurangi bau deterjen

yang muncul pasca pencucian dengan deterjen sedangkan proses pemutihan


sangat berperan dalam mengurangi bau desinfektan pada bulu pasca pencucian
dengan desinferktan.
Dari data hasil praktikum yang dilakukan oleh masing-masing kelompok pada
group 2 didapat hasil rendemen masing-masing kelompok yang berbeda-beda. Pada
saat awal semua kelompok diberikan bulu domba dengan jumlah yang sama yaitu
500 g namun setelah dilakukan penyortiran di dapat hasil berat bulu domba yang
bersih dan berat bulu domba yang kotor. Kelompok yang bobot bulu domba
bersihnya terbesar adalah kelompok 4 sebesar 415,5 g dan kelompok yang jumlah
bulu ktor terbesa adalah kelompok 5 sebesar 345g. Sementara pada pengujian
ketahanan bulu domba terhadap api dapat disimpulkan bahwa bulu domba tahan
atau sukar untuk di bakar dengan api, seperti perbandingan lama waktu pengujian
pembakaran benang sintetis dan alami pada kelompok lima, benang alami habis di
bakar dengan api selama 17,32 detik sementara benang sintetis pembandingnya
habis terbakar dalam kurun waktu 4,08 detik. Nilai rendemen dan kualitas wol
yang dihasilkan domba batur lebih baik dibandingkan dengan jenis wol
domba garut, sehingga memiliki potensi yang baik untuk diolah menjadi
tenunan (Amri 2014). Rendemen adalah jumlah berat wol yang dihasilkan
setelah dilakukan proses penyortiran dan pencucian yang biasanya
dinyatakan sebagai presentase dari berat aslinya. Penyusutan terjadi dari
berat lemak yang melekat pada wol (lanolin), pasir, kotoran, debu dan
material lainnya.
Wol saat ini sudah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku garmen maupun
untuk membuat karpet ataupun permadani. Wol domba garut sebaiknya
dimanfaatkan untuk bahan papan partikel dan insulator, sedangkan wol domba
batur berpotensi besar untuk dimanfaatkan untuk pembuatan karpet wol. Serat wol
domba batur juga memiliki potensi besar untuk bisa bersaing dan menggantikan
wol impor. Kerajinan ECODOE yaitu pemanfaatan limbah bulu domba dan komoditas
akar wangi. Serat wol juga digunakan untuk pembuatan papan semen wol kayu dan
penerapan bahan perumahan seperti bufflet, sirap, lantai, pipa dan kolom.

SIMPULAN
Bulu domba merupakan salah satu hasil ikutan ternak domba yang dapat
dimanfaatkan bulu yang memiliki nilai jual yang tinggi. Bulu domba dapat
dimanfaatkan dengan beberapa tahap pengolahan, seperti pencukuran, penyotiran,
pencucian, pengeringan, pemisahan bulu, penyisiran, pemintalan, pemutihan dan
pewarnaan. Beberapa tahapan tersebut sangat menentukan kualitas benang wol
yang bagus. Bulu domba yang panjang memiliki sifat fisik yang mudah putus. Bulu
domba juga sukar untuk terbakar di banding dengan benan yang sintetis. Bulu
domba garut ini berupa wol kasar sehingga bisa dimanfaatkan sebagai bahan
kerajinan. Penampakan umum wol domba batur jauh lebih bagus dibandingkan
dengan wol domba garut. Wol domba batur terlihat lebih padat dan memiliki tekstur
yang lebih lembut serta memiliki jumlah kerutan yang banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai