PENDAHULUAN
kasus KIH akibat infeksi virus yang sembuh dengan sendirinya. Namun jika disebabkan
oleh infeksi kuman yang berat (sepsis) maka diperlukan terapi antibiotika yang tepat. Ada
pula kasus KIH yang disebabkan oleh gangguan metabolisme yakni metabolisme
karbohidrat, protein, lemak atau asam empedu. Sedangkan kasus Kolestasis Ekstrahepatik
(KEH) pada bayi-bayi Asia sebagian besar disebabkan oleh atresia bilier, yaitu gangguan
pada saluran empedu, dimana saluran itu tidak dapat dipakai mengeluarkan bahan-bahan
yang seharusnya dibuang ke tinja. Bisa juga diakibatkan oleh kista saluran empedu yang
memicu berbagai komplikasi termasuk pecahnya kista dan kematian. 5
Penanganan bayi kolestasis merupakan suatu masalah yang cukup kompleks karena
penyebabnya sangat bervariasi dan sebagian besar masih belum jelas patogenesisnya.
Oleh karena itu tugas klinisi dalam menghadapi kolestasis adalah menegakkan kolestasis
sedini mungkin, melakukan evaluasi diagnostik sedini mungkin untuk mengetahui
penyebabnya (intra atau ekstrahepatik), intervensi dini untuk mencegah komplikasi. 4,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
menghambat konjugasi bilirubin dalam hati. Bilirubin direk atau bilirubin konjugasi
dikeluarkan melalui membran kanalikuli ke saluran empedu. Proses ini terbatas (rate
limiting process). Obat seperti klopromazin dapat memblokade proses ini demikian
juga adanya bendungan ekstrahepatal dan kerusakan sel hati. Bila terjadi blokade,
maka bilirubin direk akan mengalami regurgitasi sehingga kembali ke dalam plasma.4
Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu yang kemudian dikeluarkan ke
dalam saluran pencernaan. Dalam saluran ini bilirubin direk akan direduksi oleh
bakteri menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen akan diserap oleh usus, masuk
ke dalam darah dan selanjutnya akan dikeluarkan oleh ginjal bersama air kemih.
Bilirubin direk sebagian besar diserap oleh ileum terminal secara aktif, sebagian kecil
yang tidak diserap masuk ke dalam kolon, dirusak oleh bakteri usus manjadi bilirubin
indirek. Sebagian dari bilirubin ini diserap secara pasif oleh kolon melalui vena porta
bilirubin ini memasuki hati dan dikeluarkan lagi ke dalam system bilier (sirkulasi
enterohepatik).4
2.3 Definisi
Kolestasis adalah hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi
hati, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin direk dan
penumpukan garam empedu.1,2,3,4 Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zatzat yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol
di dalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier. Kolestasis
bukan merupakan suatu penyakit, melainkan gejala dari berbagai penyakit.4
2.4 Epidemiologi
Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis
neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1
antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki
adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik. 4
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
2.5 Klasifikasi
Penyebab kolestasis pada bayi sangat bervariasi, tetapi umumnya memberikan
manifestasi klinis yang serupa.2 Secara garis besar, kolestasis terbagi atas 2
kelompok2,4 : 1) kolestasis intrahepatal, kelainan terdapat di hepatosit dan elemen
duktus bilier intrahepatik, 2) kolestastis ekstrahepatik, obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik.
2.5.1 Kolestasis intrahepatal1,2,4
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis
saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik
(hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka
kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya
saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan
hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang
disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease mengenai
kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati
maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum
transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali
fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai
saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali,
dan tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan
paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari
sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan
haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975
merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang
(butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang
spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu
yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala
organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis
neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit,
fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah
sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus,
bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon
hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,
endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang
serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler
dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan
kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa
akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik
tidak dapat ditemukan.
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan
saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik.
Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus
terutama CMVdan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan
genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir,
aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu.
10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi
dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier
sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound
terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak
jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik,
kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran
empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi
bilier..Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam
duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi
langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
b.
c.
B. Anatomik
1. Hepatik fibrosis kongenital atau penyakit polikistik infantil (pada hati dan
ginjal
2. Penyakit Caroli (pelebaran kistik pada duktus intrahepatik)
C. Kelainan metabolisme
1. Kelainan metabolisme asam amino : tyrosinemia
2. Kelainan metabolisme lipid : penyakit wolman, Nieman-Pick dan penyakit
Gaucher
3. Kelainan metabolisme karbohidrat : galaktosemia, fruktosemia, glikogenosis
4. Kelainan metabolisme asam empedu
5. Penyakit metabolik tidak khas, antara lain : defisiensi 1-antitripsin, fibrosis
kistik, hipopituitarisme idiopatik, hipotiroidisme.
D. Hepatitis
1. Infeksi (hepatitis pada neonatus) antara lain TORCH, virus hepatitis B, virus
hepatitis C, Reovirus tipe 3
2. Toksik : kolestasis akibat nutrisi parenteral, sepsis dengan kemungkinan
endotoksemia
E. Genetik atau kromosomal : Trisomi E, sindroma Down, sindroma Donahue
(Leprechaunisme)
F. Lain lain : Histiositosis X, renjatan atau hiperperfusi, obstruksi intestinal,
sindroma polisplenia, lupus neonatal.
II Kelainan Ekstrahepatik
A. Atresia bilier
B. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier
C. Perforasi spontan duktus bilier
D. Massa (neoplasma, batu)
E. Inspissated bile syndrome
10
2.6 Patofisiologi
11
sehingga tidak jarang ditemukan pula bekas luka garukan pada kulit penderita kolestasis.
Penumpukan bilirubin di ginjal akan diekskresikan melalui urine sehingga warna kencing
penderita kolestasis tampak gelap atau kemerahan seprti air teh. Sedangkan feses
penderita tampak berwarna pucat keputihan seperti dempul (disebut dengan steatorrhea)
oleh karena pigmen bilirubin yang memberi warna pada feses tidak bisa diekskresikan ke
usus halus, feses banyak mengandung lemak dan berbau busuk oleh karena lemak yang
berada di dalam makanan/usus halus tidak dapat dicerna oleh bantuan empedu.3,4,5
Kekurangan empedu di dalam usus halus juga menyebabkan terganggunya penyerapan
nutrient yang larut dalam lemak, antara lain kalsium serta vitamin A, D, E dan K. Jika
terjadi kolestasis yang persisten, maka penderita akan mengalami defisiensi nutrient
tersebut di atas, dengan manifestasi klinis berupa osteoporotik pada jaringan tulang
(kekurangan kalsium dan vitamin D), mudah terjadi pendarahan akibat terganggunya
proses pembekuan darah (kekurangan vitamin K), dan gangguan penglihatan serta kulit
menjadi kering bersisik (kekurangan vitamin A dan E).5
Gejala-gejala penyerta yang kadang timbul selain gejala utama di atas antara lain, nyeri
perut terutama pada regio hipokondrium kanan, mual dan muntah serta kehilangan nafsu
makan, atau demam, tergantung penyebab dan penyakit yang mendasarinya.5
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinik utama pada kolestatis neonatal adalah
ikterus, tinja akolik, dan urin yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasi
klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.2,5
Pada sebagian besar kasus ikterus pada sklera lebih dahulu dijumpai dibandingkan
dengan gejala klinis lainnya, kondisi ini bisa terjadi pada level bilirubin terkonjugasi
sedikitnya 2 mg/dL. Pada level bilirubin terkonjugasi yang lebih tinggi, urine berwarna
gelap dapat dijumpai akibat adanya filtrasi bilirubin ke dalam urin. Cutaneus jaundice
tidak akan nampak sebelum level bilirubin mencapai 5 mg/dL atau lebih.6
Pada pasien dengan kolestasis, gejala lain yang sering muncul adalah timbulnya rasa gatal
12
yang hebat akibat peningkatan asam empedu. Pada konsentrasi yang tinggi (5 kali lipat
dari reference range), timbunan asam empedu ini akan menyebabkan rasa gatal yang amat
mengganggu hingga pasien sulit tidur atau berkonsentrasi. Bayi yang belum bisa
menggaruk akan menjadi sangat rewel (iritabel) sebagai respon terhadap gatal yang
dirasakan.1,2,6
Pada kronik kolestasis, deposit kolesterol yang disebut xantoma dapat terbentuk pada
kulit. Ini merupakan gejala klinis yang menunjukkan telah terjadi kolestasis yang berat.
Karena rendahnya aliran empedu pada pasien dengan kolestasis, pasien ini mungkin juga
akan mengalami defisiensi pemecahan dan menyerapan lemak. Pasien ini akan
menunjukkan hambatan pertumbuhan dan akan mengalami defisiensi vitamin larut lemak
dan steatorrhea. 6
KOLESTASIS
Retensi/Regurgitasi
Asam empedu
Pruritus
Hepatotoksik
Bilirubin
Ikterus
Kolesterol
Xantelasma
Hiperkolesterolemia
Penumpukan trace elements
(tembaga dll)
Malabsorpsi
Lemak
Malnutrisi
Retardasi pertumbuhan
Vitamin larut dalam lemak
A : kulit tebal, rabun senja
D : Osteopenia
E : Degenerasi neuromuskuler
K : Hipoprotrombinemia
Diare/steatorea
Hipertensi porta
Hipersplenisme
Ascites
Perdarahan (varises)
Gambar 2.1. Manifestasi Umum kolestasis1,2,4
Gagal Hati
13
2.8 Diagnosis
Kolestasis dapat ditegakkan dengan memeriksa kadar bilirubin direk dan bilirubin total.
Apabila bilirubin total <5 mg/dl namun bilirubin direk >1 mg/dl maka atau bila bilirubin
total >5 mg/dl dengan bilirubin direk lebih dari 20% dari bilirubin total maka dapat
ditegakkan sebagai kolestasis. Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah
membedakan antara kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sedini mungkin, dan
untuk mengetahui sekuelenya. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan
meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia
atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa. Selain itu kita dapat segera
mengatasi komplikasi umum kolestasis seperti koagulopati (hipoprotrombinemia atau
defisiensi vitamin K) dan malabsorpsi lemak. 2,4
2.8.1 Anamnesis 2,4
1.
Riwayat keluarga : Bila ada saudara kandung pasien yang menderita kolestasis, maka
kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik metabolik (fibrosis kistik atau
defisiensi l-antitripsin). Atresia bilier jarang mengenai saudara pasien yang lain.
Harus diketahui pula ada tidaknya hubungan keluarga antara ayah dan ibu.
2.
Riwayat kehamilan dan kelahiran : riwayat obstetri ibu (infeksi TORCH, hepatitis B,
dan infeksi lain), berat badan lahir, infeksi intrapartum, morbiditas perinatal, dan
riwayat pemberian nutrisi parentera. Bayi atresia bilier biasanya lahir dengan berat
badan normal, sedangkan bayi dengan kolestasis intrahepatik biasanya lahir dengan
berat badan rendah.
14
Gejala-gejala tersebut di atas disebabkan oleh karena pigmen bilirubin yang seharusnya
dikeluarkan ke usus halus mengalami sumbatan, yang mengakibatkan bilirubin masuk ke
aliran darah sistemik dan terakumulasi pada target organ.5,6
Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin.
Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap
bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.5,6
Pada kolestasis intrahepatik umumnya bayi tampak sakit berat dan dapat disertai dengan
kelainan non hepatik seperti katarak, wajah dismorfik, kalsifikasi intrakranial, stenosis
pulmonal, tonus lemah, atau gejala infeksi perinatal lain.2
Pada atresia bilier, ikterus muncul sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3-5. Tinja
akolik
timbul
lebih
awal
daripada
timbulnya
tinja
akolik
pada
kolestasis
15
Tabel 2.2. Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan ekstrahepatik 1,2,4
Data klinis
Kemaknaan
Intrahepatik (P)
Warna tinja selama dirawat
- Pucat
79%
26%
0.001
- Kuning
21%
74%
3226 45*
2678 55*
0.001
16 1.5*
30 2*
0.001
13
47
12
35
Konsistensi normal
63
47
Konsistensi padat
24
1Fibrosis porta
94%
47%
2Proliferasi duktuler
86%
30%
3Trombus empedu
intraportal
63%
1%
Konsistensi keras
Biopsi hati***
16
porsi dalam wadah berwarna gelap. Porsi pertama antara jam 06 - 14, porsi kedua jam 14
- 22, dan porsi ketiga jam 22 - 06. Pada saat tinja dikumpulkan, pemberian kolestiramin
dihentikan. Bila selama beberapa hari ketiga porsi tinja tetap dempul, maka kemungkinan
besar diagnosisnya adalah kolestasis ekstrahepatik. Pada kolestasis intrahepatik,
umumnya warna dempul pada pemeriksaan tinja 3 porsi akan berfluktuasi.1,2
2.8.3 Pemeriksaan penunjang2,6,7
Sampai saat ini tidak ada pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Secara garis besar,
Kolestasis
pemeriksaan
dapat
dibagi menjadi
kelompok,
yaitutidak
pemeriksaan
Anamnesis
: Riwayat
penyakit3 dalam
keluarga
ada, berat lahir normal
Klinis : keadaan umum baik, tidak dismorfik
1. Laboratorium
dan khusus
untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati
Tinja 3 porsi rutin
: dempul,
tidak berfluktuasi
Laboratorium
rutin
(darah,
urin, tinja,
dan: bilirubin
keringat)direk > 6 mg/ml, SGOT/SGPT < 10x, GGT > 10x
2. Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
TIDAK
YA
3. Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia
bilier.
Kolestasis
Intrahepatik?
Infeksi, kelainan metabolisme, genetik
Kolestasis ekstrahepatik?
Pemeriksaan penyaring
Metabolik
Analisis kromosom
Infeksi serologis
Kultur
Petanda hepatitis
USG
(Patensi duktus biliaris)
TIDAK
Atresia bilier?
Scintigrafi
(patensi duktus biliaris?)
(usia > 1 bulan)
Tidak Paten
Kolestasis intrahepatik
Lakukan Pemeriksaan dan
ikuti sampai sembuh
Paten
Biopsi Hati
Kolestasis Intrahepatik
YA
YA
17
Gambar.2.2
Algoritmik
diagnosis kolestasis
pada bayi, terutama atresia bilier
Kolestasis
Intrahepatik
Sirosis Bilier
Kolestasis Ekstrahepatik
12.1 9.6
10.2 4.5
8.0 6.8
6.2 2.6
> 10 x
<5x
> 10 x
<5x
GT (peningkatan dari N )
<5x
>5x
b. Pemeriksaan khusus1,2,7
Sebagian ahli menganggap pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya
diagnostik yang cukup sensitif, tetapi sebagian lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini
tidak lebih baik dari pemeriksaan tinja, 3 porsi. Oleh karena itu, saat ini, DAT tidak
terlalu sering dikerjakan. Tetapi ada yang menyatakan bahwa kepekaannya dapat
18
KOLESTASIS INTRAHEPATIK
INFEKSI
Titer serologis
TORCH ibu dan
bayi
Petanda hepatitis B,
C, ibu dan bayi
Kultur darah
Tes VDRL
METABOLIK
1. Kelainan yang diturunkan
- Galaktosemia
Riwayat keluarga
Substansi reduksi di urin
UDPG 1-transferase di eritrosit
- Defisisensi alfa 1 antitripsin
yang rendah atau (-) dengan
fenotif yang mneyokong
- Cystic fibrosis
Riwayat keluarga
Uji keringat
- Kelianan endokrinologi
Atas indikasi
2. Didapat
- Kolestasis akibat nutrisis
parenteral total
Hentikan pemberian TPN
IDIOPATIK
Sindrom hepatitis neonatal
Pastikan dengan biopsi
hati perkutaneus
Fibrosis hati kongenital
Pastikan dengan biopsi
hati
Kolestasis intrahepatik
familial
Kadar kolesterol serum
normal atau rendah
Pastikan dengan biopsi
hati
19
2.9.2 Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi2,6,7
Pemeriksaan dilakukan setelah pasien dipuasakan selama 4 jam. Tidak ditemukannva
kandung empcdu, atau kandung empedu yang kecil mendukung diagnosis atresia bilier.
Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia
bilier, yaitu atresia bilier tipe I/distal.
Thoeni (1990) mengemukakan bahwa akurasi diagnostik USG 77%, dan dapat
ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam tiga fase yaitu pada keadaan puasa, saat
minum, dan sesudah minum. Bila pada saat atau sesudah minum, kandung empedu
berkontraksi, maka kemungkinan besar (90%), atresia bilier dapat disingkirkan. Selain
itu, pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi adanya kista duktus koledokus, batu kandung
empedu, tumor.
Dengan demikian, pemeriksaan ultrasonografi merupakan prosedur yang sederhana dan
noninvasif, yang sedapat mungkin dikerjakan terhadap semua bayi kolestasis.
b. Sintigrafi hati2,6,7
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemeriksaan sintigrafi dengan isotop
99
Tc-DISIDA
20
21
II. Stadium II : daerah porta tampak membulat dan membengkak, disertai dilatasi
pembuluh limfe, dan proliferasi duktuler di daerah marginal porta (usia 4-7 minggu).
III. Stadium III : mulai terjadi fibrosis di daerah porta dan periporta disertai dengan
meluasnya proliferasi duktuler ke periporta. Infiltrat inflamasi berkurang;
IV. Stadium IV : Terjadi pada usia > 10 minggu. Fibrosis periporta meluas ke parenkim
sekitarnya, struktur duktuler berkurang. sedangkan lumen duktus yang masih ada
tampak melebar dan tersumbat empedu. Duktus interlobuler mengalami kolangitis
fibrosa dengan penyempitan lumen yang tidak beraturan;
V. Stadium V : terjadi pada usia > 12 minggu. Menunjukkan suatu proses progresif
sirosis bilier sekunder yang ditandai dengan regenerasi noduler di parenkim dan
fibrosis septal perinoduler. Bila gambaran histopatologis hati telah menunjukkan
adanya sirosis, maka keadaan ini merupakan indikasi kontra operasi korektir.
Gambaran histologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi dini
Namun, tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu.
2.10 Penatalaksanaan
Penanganan kolestasis mencakup beberapa aspek yang luas. Dari segi gizi masalah utama
adalah pemberian makanan yang adekuat untuk menunjang penderita tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, selain menghindari akibat buruk adanya gangguan
metabolisme asam empedu. Pertumbuhan merupakan hal yang sangat penting karena
tidak hanya menggambarkan pengobatan yang berhasil, tetapi juga pertumbuhan yang
baik diperlukan untuk persiapan pencangkokan hati bila nanti diperlukan. Terjadinya
malnutrisi dapat diakibatkan pelbagai faktor. Menurunnya asupan makanan akibat
anoreksia, penyakit yang hilang timbul, rasa sakit, asites dan mungkin defisiensi Zn
akibat terganggunya aliran empedu, tidak saja dapat mengakibatkan kerusakan hepatosit
tetapi juga akan mengganggu penyerapan lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak.8 Dasar pengobatan kolestasis terdiri atas 3 bagian utama,8
1.
22
2.
Pengobatan nutrisi
3.
Pengobatan etiologik
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asam litokolat), dengan memberikan :
i.
ii. Kolestiramin 1 g/kg/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder.1,2
Kolestiramin adalah zat yang dapat menyerap asam empedu dan anion lain di
dalam lumen usus yang akan menurunkan pemasukan asam empedu dari usus.
Manfaat ini lebih menonjol manakala diberikan setelah makan. Zat ini lebih
rentan terhadap asam empedu yang hidrofobik dan toksis dibandingkan dengan
asam empedu yang hidrofilik yang kurang bahkan tidak toksis. Anti gatal juga
ada pada kolestiramin tapi mekanisme kerjanya tidak jelas oleh karena tidak ada
hubungan antara adanya asam empedu di dalam serum maupun di dalam kulit
dengan gatal-gatalnya. Kolestiramin biasanya diberikan bersama-sama air buah
23
atau makanan lain. Sebaiknya 2 jam setelah dan sebelum pemberian kolestiramin
tidak diberikan obat apapun. Efek samping kolestiramin yaitu bertambahnya
steatorea akibat menurunnya asam empedu, kontipasi asidosis metabolik
hiperkloremik. Obat ini tidak boleh diberikan kepada penderita atresia bilier dan
penderita yang telah mengalami operasi Roux-en Y portoenterostomi, karena
akan menyebabkan kolangitis mekanik akibat sumbatan oleh karena adanya
penumpukan kolestiramin pada saluran cerna.4,8
b.
Asam
ursodeoksikolat
(AUDK)
adalah
7-Beta-epimer
kenodioksikolat yang bersifat lebih hidrofilik dan kurang begitu toksis dibandingkan
dengan asam empedu lainnya.
8,9
masuknya asam empedu yang lebih toksis melalui ileum terminal. Hal ini akan
menyebabkan menurunnya ekskresi asam kolat dan kenodeoksikolat, yang berarti
bahwa absorbsi kedua zat itu menurun. Litokolat jauh lebih sulit larut dalam air
dibandingkan dengan AUDK, sehingga AUDK lebih cepat memasuki parenkim hati
daripada litokolat. Oleh karena itu litokolat akan segera didorong keluar kembali
oleh ursodeoksikolat sehingga hati dilindungi dari asam empedu yang toksik.8,9
Ursodeoksikolat mempunyai sifat detergen lemah oleh karena itu dapat merangsang
aliran empedu tidak saja ke arah kanalikulus (osmotic choleresis) tetapi juga
kehadiran zat itu di dalam sel hati akan memeras air dan elektrolit ke dalam
kanalikulus. Itulah sebabnya ursodeoksikolat disebut zat kloretik (chloretic agent).8,9
AUDK adalah asam empedu yang juga mempunyai sifat membantu pencernaan
lemak. Pada kolestasis, terjadi penurunan asam empedu, sehingga ursodeoksikolat
dapat menggantikan fungsi empedu terutama dalam proses absorpsi lemaak. Enzimenzim
pankreas
dan
pengosongan
kantong
empedu
dapat
dipacu
oleh
24
pencernaan bekerja optimal. AUDK juga dapat merangsang sekresi bilirubin, yang
menyebabkan metbolisme bilirubin berjalan lancar. Oleh karena itu ursodeoksikolat
dalam memperbaiki aliran empedu serta membantu pencernaan nutrien dengan baik
sehingga proses tumbuh kembang berjalan dengan mulus. 8,9
Selain itu AUDK mungkin mempengaruhi MHC (Major Histocompatibility
Complex). Sel hati yang sakit akan mengeluarkan APC (Antigen Presenting Cell)
berupa molekul MHC kelas I yang diduga bermanfaat dalam mengundang sel
limfosit T sitotoksis untuk menghancurkan sel yang tercemar. Kehadiran antigen
MHC kelas I pada permukkan hepatosit dapat membantu menerangkan terjadinya
nekrosis pada daerah periportal dan globuler pada penyakit sirosis bilier primer.
Ursodeoksikolat dapat menekan ekspresi antigen MHC kelas I pada hepotasit, oleh
karena itu target sel untuk sitotoksis juga berkurang sehingga kerusakan jaringan hati
dapat dihindari. 8,9
c.
d.
Bila telah terjadi gagal hati akibat sirosis, maka penanganannya sesuai dengan situasi
dan kondisi.1,2
e.
25
Pengobatan nutrisional menjadi hal yang sangat perlu untuk menghindari gejala sisa yang
permanen dan memperbaiki kualitas hidup. Yang paling mencolok yaitu gangguan
pencernaan lemak serta vitamin-vitamin yang larut di dalamnya sebagai akibat
menurunnya produksi asam empedu kreatinin, kadar serum Ca dan P dan juga kadar
serum 25 OHD.1,2,8
Oleh karena itu terapi nutrisi bertujuan untuk memungkinkan anak untuk tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin.1 Maka dilakukan :
1.
2.
b.
c.
26
transplantasi hati, karena zat tersebut akan menghindari prepusi jaringan akibat
defisiensi vitamin E.
d.
e.
2.
3.
4.
27
hari
6. GGT meningkat lebih dari 5 kali,
7. Tidak ada defisiensi l-antitripsin,
8. Pada sintigrafi tidak ditemukan ekskresi ke usus.
2.11 Prognosis
Kolestasis menunjukkan suatu keadaan patologis pada hepatobilier betapapun ringannya
ikterus tersebut. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan intensif sedini mungkin
agar dapat mencegah terjadinya kerusakan hati yang permanen dan progresif. Prognosis
kolestasis intrahepatik tergantung dari penyakit penyebab dan banyaknya kerusakan sel
sel hati. Kolestasis yang terjadi oleh karena sepsis, prognosisnya baik. Pada kasus
kolestasis ekstrahepatil seperti atresia bilier misalnya, bila intervensi bedah dilakukan
pada umur < 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 80% sedangkan pembedahan yang
dilakukan pada usia > 12 minggu angka keberhasilannya hanya 20%. Tanpa intervensi
bedah, rata-rata usia kematian adalah 11 bulan, dan 99% pasien meninggal pada usia 2
tahun. Pada saat ini, dengan intervensi bedah dini sejumlah 36-56% pasien hidup sampai
usia 5 tahun. Bila pasca operasi aliran empedu hanya mengalami perbaikan parsial, paling
tidak anak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebaik mungkin,
sebelum diputuskan perlu tidaknya transplantasi hati.1,2,10
28