Anda di halaman 1dari 3

Syarifah Nawawi, Tokoh Pendidikan dari

Bukittinggi
= Cinta Terpendam Tan Malaka =

WANITA Minang pertama yang mengecap sistem pendidikan Eropa ini bernama
Syarifah Nawawi. Idaman Tan Malaka ini dikenal sebagai pejuang dan tokoh
pendidikan. Berikut kisahnya.
Syarifah Nawawi lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, tahun 1896. Syarifah
adalah buah hati dari pasangan Nawawi Soetan Makmoer, seorang guru
terkenal di Kweekschool Bukittinggi, dengan Chatimah. Syarifah merupakan
anak keempat dan putri ketiga dari sembilan bersaudara.
Bagi Nawawi Soetan Makmoer, pendidikan untuk anak sangat penting. Maka,
anak-anaknya disekolahkan ke sekolah Eropa. Dua saudara perempuan
Syarifah mendapat pendidikan privat di rumah.
Nawawi memasukkan Syarifah ke Europeesche Langere School (ELS), sekolah
Belanda di Bukittinggi. Tamat dari sana, Syarifah melanjutkan pendidikan ke
Kweekschool Bukittinggi, tempat ayahnya mengajar, pada tahun 1907.
Syarifah adalah satu-satunya murid perempuan di antara 75 orang murid
sekolah itu di tahun 1908. Dengan demikian, Syarifah adalah gadis Minang
pertama yang mencicipi sistem pendidikan sekolah Eropa.
Setamat dari Kweekschool Bukittinggi, Syarifah bersama saudaranya,
Syamsiar, pindah ke Batavia. Sewaktu berlibur ke Cianjur, oleh temannya,
Syarifah diperkenalkan kepada seorang bangsawan Sunda, R.A.A.M.
Wiranatakoesoema, yang di kemudian hari menjadi suaminya. Mereka menikah
pada bulan Mei 1916. Mulai tahun 1920 R.A.A.M. Wiranatakoesoema diangkat
menjadi Regent Bandung.
Namun, rumah tangga mereka tidak berlangsung lama. Pada 17 April 1924,

Wiranatakoesoema menceraikan Syarifah melalui telegram ketika Syarifah dan


anak-anaknya sedang berlibur di Bukittinggi. Isi telegram itu melarang Syarifah
kembali ke Bandung untuk memangku jabatan Raden Ayu Bandung. Syarifah
dinilai kurang luwes dan kurang bisa menyesuaikan diri dengan tradisi tata
hidup Sunda.
Atas keputusannya itu, Wiranatakoesoema mendapat banyak kecaman di koran
Belanda maupun koran pribumi. Kecaman juga datang dari Haji Agus Salim.
Syarifah tegar menerima perceraian itu. Dia tidak dendam kepada mantan
suaminya. Dia pun tidak penah menikah lagi dan menjadi single parent untuk
tiga anaknya: Am, Nelly, dan Minarsih
Sebenarnya, Syarifah adalah wanita idaman Tan Malaka, teman sekolahnya di
Kweekschool Bukittinggi pada tahun 1907. Namun, Tan Malaka bertepuk
sebelah tangan, karena Syarifah tak pernah menanggapi surat-surat yang
dikirim oleh Tan Malaka. Bahkan, setelah menjanda pun Syarifah tetap menolak
Tan Malaka.
Setelah diceraikan suaminya pada tahun 1924, Syarifah dan anak-anaknya
tinggal di Bukittinggi, sejak tahun 1924 hingga 1937. Ia memimpin sekolah De
Meisjes Vervolg School (Sekolah Lanjutan untuk Anak Perempuan) sebagai
kepala sekolah di kota itu.
Setelah kedua orangtuanya meninggal, pada tahun 1937 Syarifah kembali ke
Batavia. Ia menyekolahkan anak-anaknya di Koning Willem III School Batavia.
Aktivitasnya berlanjut dengan memimpin Sekolah Kemajuan Istri di Meester
Cornelis.
Tahun 1938, keluarga Syarifah pindah ke sebuah rumah yang disewa sendiri di
Jatinegara (Laan Bafadel 4). Tahun 1942, mereka pindah lagi ke Pegangsaan
Barat, ke sebuah rumah keluarga Eropa yang akhirnya mereka warisi.
Meski ketiga anaknya masih berhubungan baik dengan ayahnya di Bandung,
Syarifah tidak pernah mau menerima kembali bekas suaminya itu.
Saat Jepang masuk, Syarifah mengundurkan diri dari direktur Sekolah
Kemajuan Istri. Namun, dia tetap berjuang memajukan pendidikan wanita dan
anak-anak dan masuk ke Fujinkai, suatu organisasi wanita binaan Jepang.
Pada tanggal 11 Juli 1955, dia bersama teman-temannya mendirikan Yayasan
Panti Wanita Trisula Perwari. Perwari adalah sebuah organisasi wanita pejuang
Indonesia yang didirikan pada tahun 1945.
Syarifah tidak pernah berhenti mengabdi pada masyarakat melalui pendidikan
dan memberikan pengajaran kepada anak-anak perempuan serta wanita muda
yang tidak mampu. Bahkan, Syarifah merelakan rumahnya dijadikan tempat
sekolah.
Syarifah Nawawi meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 17 April 1988. Meski
teleh meninggal, sumbangsihnya yang tulus dan tak kenal lelah demi
terangkatnya derajat anak-anak wanita miskin akan tetap dikenang.

Sumber : Dzikry Subhanie

Anda mungkin juga menyukai