BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Apendisitis
2.1.1.Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(perkiraan dari 2-20 cm). Apendiks terbentuk selama bulan ke 5 kehamilan.
(Santacroce, 2010). Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan meyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. (Sjamsuhidajat,
2004).
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, di belakang kolom asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan letak apendiks. (Sjamsuhidajat, 2004).
Persarafan parasimpatis berasal dari n.vagus yang mengikuti a.mensenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis
X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.
(Sjamsuhidajat, 2004).
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangren. (Sjamsuhidajat, 2004).
2.1.2.Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogensis apendisitis.
(Sjamsuhidajat, 2004).
2.1.5.Patogenesis
Apendiks veriformis merupakan sisa apeks sekum yang belum diketahui
fungsinya pada manusia. Struktur ini berupa tabung yang panjang, sempit (sekitar 69 cm), dan mengandung arteria apendikularis yang merupakan suatu arteria
terminalis (end-artery). (Price, 2005).
Pada posisi yang lazim, apendiks terletak pada dinding abdomen di bawah
titik McBurney. Titik McBurney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka
superior kanan ke umbilikus. Titik tengah garis ini merupakan tempat pangkal
apendiks. (Price, 2005).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks veriformis. (Grace, 2007).
Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen, yang biasanya
disebabkan fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat). Penyumbatan
pengeluaran sekret mukus mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi, dan
ulserasi. Peningkatan tekanan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusi
arteria terminalis (end-artery) apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung
terus, biasanya menyebabkan nekrosis, gangren, dan perforasi. Penelitian terakhir
menunjukan bahwa ulserasi mukosa berjumlah sekitar 60 hingga 70% kasus, lebih
sering daripada sumbatan lumen. Penyebab ulserasi tidak diketahui, walaupun
sampai sekarang diperkirakan oleh virus. Akhir- akhir ini penyebab infeksi yang
paling diperkirakan adalah Yersinia enterocolitica. (Lindseth, 2005).
Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh
adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah
dikenal dengan infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. (Sjamsuhidajat, 2004).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
pergeseran
(Sjamsuhidajat, 2004).
uterus,
terbukti
proses
bukan
berasal
dari
apendiks.
Peristalsis usus sering normal; peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. (Sjamsuhidajat, 2004).
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. (Sjamsuhidajat, 2004).
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas dengan lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas
mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk
melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada
posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. (Sjamsuhidajat,
2004).
2.1.8.Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi untuk massa apendiks dan jika masih ada keraguan untuk
menyingkirkan kelainan pelvis lainnya (misalnya kista ovarium).
CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain masih
mungkin. (Grace, 2007).
2.1.9.Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan
diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding lelaki. Hal ini dapat disadari
mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang
mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalian interna karena ovulasi,
menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain. (Sjamsuhidajat, 2004).
Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis
meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan
pengamatan setiap 1-2 jam. (Sjamsuhidajat, 2004).
Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi bisa meningkatkan
akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan.
(Sjamsuhidajat, 2004).
2.1.10.Diagnosis banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.
Demam Dengue. Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip
peritonitis. Di sini didapatkan hasil test positif untuk Rumpel (Rumpel,
Theodor, 1862-1923, dokter, jerman) Leede, trombositopenia, dan hematokrit
yang meningkat.
10
Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada
tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin
dapat mengganggu selama dua hari.
Urolitis Pielum/ Ureter Kanan. Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya
riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan
gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau
urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering
disertai dengan demam tinggi, mengigil, nyerikostovertebral di sebelah
kanan, dan piuria.
11
2.1.11.Tata laksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas tindakan paling tepat dan merupakan satusatunya pilihan yang paling baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa
komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis
gangrenosa dan apendisitis perforata. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. (Sjamsuhidajat,
2004).
Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi.
Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli
bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila
dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan
laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan
dilakukan operasi atau tidak. (Sjamsuhidajat, 2004).
2.1.12.Komplikasi
Komplikasi yang paling sering dilakukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendinginan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus
halus. (Sjamsuhidajat, 2004).
2.1.12.1.Massa Periapendikuler. Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa
atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus
halus. Pada massa periapendikuler yang pendindingannya belum sempurna, dapat
terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas
disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi
masih mudah. Pada anak selamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari
saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan
12
13
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan
keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya
perforasi apendiks. Dilaporkan insidens perforasi 60% pada penderita di atas usia 60
tahun. Faktor yang memengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah
gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks
berupa penyempitan lumen, dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak
disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif
sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang
sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum
berkembang. (Sjamsuhidajat, 2004).
2.1.12.4.Diagnosis
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri takan dan defans muskuler di seluruh perut,
mungkin dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan; peristalsis usus menurun
sampai menghilang karena ileus paralitik. Abses rongga peritoneum bisa terjadi
bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi disuatu tempat, paling sering di rongga
pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam
harus dicurigai abses, ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong
nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal,
atau efusi pleura. Ultrasonografi dan foto rontgen dada akan membantu
membedakannya. (Sjamsuhidajat, 2004).
2.1.12.5.Tatalaksana
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman
gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik
perlu dilakukan sebelum pembedahan. (Sjamsuhidajat, 2004).
Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat
dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang
adekuat secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini mulai
banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparoskopi apendektomi.
14
Rongga abdomen bisa dibilas dengan mudah. Dilaporkan hasilnya tidak berbeda
dibanding dengan laparotomi terbuka, tetapi keuntungannya lama rawat lebih pendek
dan secara kosmetik lebih baik. (Sjamsuhidajat, 2004).
Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan
pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila
sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pada anak tidak usah dipasang penyalir
intraperitoneal karena justru menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering.
(Sjamsuhidajat, 2004).