Anda di halaman 1dari 11

PRICING STRATEGIES AND PRACTICES

Pada saat sekarang ini, banyak peritel yang menggunakan dua strategi harga yang
saling bertentangan :
1. Everyday Low Pricing (EDLP)
Strategi ini menekankan pada harga yang ada di antara harga ‘non sale’ dan harga
penjualan setelah diskon. Istilah EDLP ini sebenarnya kurang cocok, karena harga
yang rendah, tidah berarti harga terendah (harga paling rendah). Meskipun peritel
menggunakan strategi EDLP, harga produk yang dijual oleh peritel tersebut tidak
selalu merupakan harga terendah yang ada di pasar.
Yang dimaksud dengan EDLP adalah bahwa harga yang ditawarkan adalah harga
yang stabil, karena harga tersebut tidak berfluktuasi.

Beberapa peritel yang mengadopsi strategi ini adalah Home Depot, Wal Mart,
Staples, dan Amazon.com. Karena peritel ini tidak menawarkan harga yang selalu
rendah, mereka mengadopsi kebijakan jaminan harga rendah (low price guarantee
policy), dimana mereka menjamin bahwa mereka akan memiliki harga yang
mungkin saja terendah untuk produk atau sekelompok produk tertentu. Jaminan
ini selalu menjanjikan untuk menyesuaikan harga terendah yang ditemukan atau
ada di pasar lokal manapun. Jaminan ini biasanya juga termasuk provisi untuk
mengembalikan sejumlah uang sebanyak selisih perbedaan antara harag yang
dibeli oleh konsumen di ritel yang bersangkutan, dengan harga terendah yang ada
di pasar.

Contoh peritel di Indonesia yang menggunakan strategi EDLP ini adalah


Carrefour, yang memberikan jaminan bahwa produk yang dijual di tempat
tersebut, merupakan harga yang paling murah, atau paling tidak harga nya sama
dengan yang ada di pasar atau tempat lainnya. Kenyataannya, tidak semua
produk-produk yang dijual di Carrefour , harganya murah/paling murah. Hanya
ada produk-produk tertentu saja yang harganya memang paling murah
dibandingkan dengan peritel lain. Bahkan Carrefour juga memberikan jaminan
akan mengembalikan sejumlah uang sebesar selisih perbedaan antara harga yang
dijual di Carrefour dengan yang dijual di ritel lain, tentunya syarat dan ketentuan
berlaku (mis: tidak ada ritel lain dalam radius 1 km dari Carrefour, harga yang
dijual di ritel bukan merupakan harga setelah diskon, dsb).

2. High Low Pricing


Peritel yang menggunakan strategi ini menawarkan harga lebih tinggi dari
kompetitor yang menerapkan EDLP, namun mereka menggunakan iklan untuk
melakukan promosi penjualan. Sama seperti EDLP, penggunaan strategi high/low
juga menjadi lebih intens di tahun-tahun sekarang ini.
Pada zaman dahulu, peritel busana akan menurunkan harga di akhir tahun (mis :
natal). Sementara peritel bahan makanan dan obat-obatan akan menurunkan harga
hanya apabila suppliernya menawarkan harga khusus yang lebih rendah atau
memang peritel-peritel tersebut memiliki stok barang berlebih.

Strategi EDLP memiliki lima manfaat :ϖ


1. Mengurangi perang harga
Karena EDLP menawarkan harga yang cenderung stabil, maka konsumen akan
menyadari bahwa harga yang ditawarkan adalah harga yang ‘fair’, sehingga
mereka akan membeli lebih banyak setiap waktu dan lebih sering. Berbeda
dengan strategi high/low, dimana konsumen hanya akan membeli pada saat peritel
sedang menurunkan harga.

2. Mengurangi iklan
Harga stabil yang disebabkan oleh EDLP membatasi kebutuhan untuk membuat
iklan setiap minggu. Sebagai tambahan, bahkan peritel bisa fokus pada pesan
iklan berupa gambar. Dengan EDLP, catalog yang ada pun tidak akan cepat
usang, karena perubahan harga cenderung tidak sering terjadi.

3. Meningkatkan customer service (pelayanan jasa)


Karena penjualan tidak distimulasi oleh orang yang berbondong-bondong datang,
maka peritel bisa menghabiskan waktu lebih banyak untuk konsumen. Peritel bisa
menawarkan pelayanan jasa yang lebih baik selama penjualan, namun dengan
catatan bahwa mereka mempekerjakan orang tambahan selama penjualan.

4. Mengurangi resiko kehabisan stok dan meningkatkan manajemen persediaaan


barang dagang (inventory)
EDLP mengurangi variasi permintaan akibat penjaulan yang terlalu sering, yang
dipicu oleh turunnya harga yang besar. Akibatnya, peritel bisa mengatur inventory
nya dengan lebih tepat. Mengurangi resiko kehabisan stok akan meningkatkan
penjualan, meningkatkan kepuasan konsumen dan mengurangi rain checks (rain
checks diberikan kepada konsumen ketika mereka kehabisan stok, dan peritel
berjanji akan menjual produk yang bersangkutan, pada harga tersebut, tepat
setelah stok tersebut datang). Sebagai tambahan, permintaan konsumen yang bisa
diprediksi, membuat peritel bisa meningkatkan inventory turnover dengan
mengurangi inventory rata-rata yang dibutuhkan untuk promosi dan stok
cadangan. (Backup stock adalah inventory yang digunakan sebagai cadangan
ketika stok habis, atau ketika permintaan melebihi persediaan atau ketika barang
terlambat datang).

5. Meningkatkan profit margin


Meskipun secara umum harga kebih rendah dengan menggunakan EDLP, namun
secara leseluruhan, profit margin akan meningkat. Bandingkan dengan
penggunaan strategi high/low yang menjual lebih rendah dalam volume yang
lebih banyak.

Strategi high/low memiliki 5 manfaat/kelebihan :ϖ


1. Barang/produk yang sama akan menarik perhatian pasar yang berbeda.
Produk berupa busana yang baru pertama kali masuk ke toko biasanya akan
ditawarkan pada harga yang tinggi. Untuk produk-produk busana yang terkenal,
harga bukanlah sesuatu yang sensitif, artinya orang akan tetap membeli meskipun
harganya mahal. Untuk konsumen yang biasanya sulit menemukan ukuran yang
pas, maka biasanya mereka akan langsung membeli apabila menemukan pakaian
yang ukurannya pas, meskipun mungkin harganya mahal. Pada akhir tahun,
biasanya toko-toko akan menurunkan harga dan menawarkan diskon, dan ini akan
menarik perhatian orang banyak. Konsumen bahan makanan dan obat-obatan juga
bereaksi sama. Beberapa konsumen yang tidak terlalu mempedulikan harga akan
membeli kapanpun mereka mau, sementara yang lain (konsumen yang sensitif
terhadap harga) akan menunggu sampai harganya turun, kemudian membeli
dalam jumlah banyak guna menimbun produk-produk tersebut untuk digunakan di
masa yang akan datang.

2. Menciptakan ketertarikan
Atmosfir ‘dapatkan produk-produk tersebut selagi ada’ selalu muncul ketika toko
melakukan diskon dan menurunkan harga. Keramaian yang muncul saat itu akan
menimbulkan ketertarikan dari konsumen lain untuk mengunjungi toko yang
bersangkutan. Beberapa peritel juga akan melakukan beberapa aktivitas seperti,
demonstrasi produk, undian, penampilan artis, bahkan penawaran harga khusus
meskipun hanya berlangsung beberapa menit saja.

3. Memindahkan barang dagangan


Penjualan yang sering akan membuat barang dagangan cepat berpindah (stok yang
lama akan cepat berganti dengan yang baru).

4. Menekankan pada kualitas atau jasa


Harga yang tinggi menimbulkan sinyal pada konsumen bahwa produk tersebut
bernilai tinggi, dan atau, menyediakan pelayanan jasa yang memuaskan. Ketika
produk yang bersangkutan dijual pada harga diskon, konsumen akan tetap
mengacu pada harag awal dalam memilih kualitas produk. Sementara pada
kebijakan EDLP akan memberikan sinyal yang salah. Dimana konsumen
berasumsi bahwa karena harganya rendah, maka kualitas maupun pelayanan
jasanya juga buruk.

5. Sulit untuk menjaga EDLP


Peritel yang menerapkan kebijakan EDLP harus memilki produk dengan harga
yang rendah, sehingga konsumen dapat membandingkannya dengan kompetitor
lain. Contohnya dengan produk bermerk nasional yang ada di toko-toko, ataupun
produk-produk komoditi seperti susu atau gula di supermarket. Produk-produk
tersebut harus dibeli secara terus-menerus oleh konsumen agar mereka menyadari
harga dari produk-produk tersebut. Untuk peritel-peritel seperti pakaian, maka
strategi EDLP ini sulit untuk dilakukan, karena konsumen tidak mungkin membeli
pakaian secara terus-menerus dalam waktu dekat. (badingkan dengan produk
seperti susu, gula yang akan dibeli secar terus-menerus)

Pedoman untuk penggunaan strategi EDLP dan high/low :ϖ


1. EDLP seharusnya tidak digunakan untuk semua kategori produk. Konsumen
akan memberikan respon yang tinggi terhadap promosi akan produk-produk
seperti shampoo, dimana pemain di dalam produk-produk ini memang banyak
(pesaingnya banyak). Dan strategi EDLP akan cocok diterapkan pada kategori
produk tersebut. Namun untuk produk-produk khusus yang pemainnya sedikit
(pesaingnya sedikit), tampaknya strategi EDLP kurang cocok.

2. Beberapa peritel akan menghentikan kebiasaan konsumen yang dipengaruhi


oleh strategi high/low. Contohnya, Dayton Hudson Corp telah mengurangi acara-
acara sale di tokonya. Kmart telah mengurangi jumlah produk yang ditawarkan di
iklan Koran. Ann Taylor telah berusaha mendorong konsumen untuk membeli
dengan mamajang produk lebih sedikit. Mereka berasumsi jika konsumen percaya
bahwa produk tersebut langka, maka mereka akan membelinya sekarang (pada
harga penuh/tanpa diskon) daripada menunggu kesempatan harganya akan turun.

3. Peritel yang menggunakan strategi EDLP harus meyakinkan konsumen bahwa


mereka memilki semua produk dengan harga terendah, meskipun pada
kenyataannya, tidak memiliki harga terendah untuk semua produk, namun hanya
beberapa produk saja.
4. Peritel harus menyadari bahwa mereka tidak bisa menghindari penjualan
dengan bersamaan. Jika mereka tidak memiliki banyak persediaan, maka mereka
bisa menghindari penjualan, namun tentunya hal ini akan menghilangkan
kesempatan mereka untuk memuaskan konsumen.

Pricing and the internet


Internet merupakan sebuah media dimana konsumen bisa membandingkan harga
secara cepat hanya dengan satu klik saja. Pada pertengahan tahun 1990-an, ketika
internet baru muncul, peritel menggunakan harga rendah untuk menarik perhatian
konsumen dan membuat mereka loyal. Harga adalah satu-satunya variabel yang
paling penting dalam komponen strategi kompetisi. Banyak para peritel baru yang
menginvestasikan uangnya dalam jutaan dollar dalam menerapkan strategi harga,
dan tidak pernah membuat profit.

Sekarang ini, sudah banyak konsumen yang membeli secara online. Pada waktu
yang bersamaan, batas antara peritel internet dan tradisional, menjadi tidak jelas.
Semakin banyak peritel tradisional yang juga menjual lewat internet. Dan bahkan
beberapa pabrik telah memotong jalur distibusi dengan melewati dostibutor, dan
menjual langsung pada konsumen.

Penjualan lewat internet tidak dikenakan pajak penjualan, kecuali penjualan


tradisional. Itulah sebabnya, para peritel tradisional merasa tidak adil apabila
mereka harus memungut pajak penjualan, sementara peritel yang menjual lewat
internet, tidak perlu melakukan hal tersebut.
Jadi bagaimana model bisnis lewat internet ini di masa yang akan datang?
Meskipun saluran distribusinya berbeda, strategi penjualan yang sukses diterapkan
di penjualan secara tradisional juga harus sukses di dunia virtual, terutama e-
retailling. Beberapa peritel akan menawarkan harga yang murah, yang lain akan
menawarkan pelayanan jasa yang lebih sering dan lebih baik. Sementara ada juga
yang akan menawarkan produk-produk unik, lebih terspesialisasi, dan lain
sebagainya. Para peritel yang secara konsisten terus berusaha untuk memenuhi
kebutuhan dan harapan konsumen, dalam bentuk apapun, adalah peritel yang akan
memenangkan persaingan. Yang terpenting, peritel yang telah mengembangkan
citra merk yang kuat dalam dunia virtual, akan berkesempatan berkompetisi pada
faktor yang lain selain harga.

Coupons / kupon
Kupon adalah dokumen yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
mendapatkan pengurangan harga sejumlah tertentu dari harga actual pembelian.
Kupon ini dikeluarkan oleh pabrik dan peritel lewat iklan di koran, rak di mesin
kasir, bahkan lewat surat.

Kupon dianggap sebagai alat promosi yang penting, karena bisa mempengaruhi
konsumen untuk mencoba produk yang baru untuk pertama kalinya,
meningkatkan penggunaan, dan melindungi pangsa pasar dari persaingan.

Kupon memiliki efek positif karena bisa mendorong pembelian dalam jumlah
banyak, daripada apabila tidak memakai kupon, di samping itu, promosi kupon ini
bisa saja mengambil kesempatan dari penjualan di masa yang akan datang tanpa
adanya peningkatan dalam penjualan. Contohnya, jika supermarket membagikan
kupon untuk promosi produk seperti gula, maka konsumen akan cenderung
membeli dalam jumlah banyak dan menimbunnya untuk digunakan di masa yang
akan datang. Itulah sebabnya, meskipun kupon banyak digunakan oleh konsumen
baru, efek dari penjualannya menjadi kacau, dan berpengaruh buruk pada profit
karena jumlah kupon yang ditukarkan menjadi banyak, dan ada biaya dari
pertukaran kupon tersebut. Dan yang paling sulit adalah mengisolasi pasar dari
komsumen baru dengan tidak mengijinkan mereka menikmati keuntungan dari
kupon tersebut.

Ada beberapa pihak yang beranggapan bahwa kupon juga menganggu, dan
membingungkan konsumen, karena biasanya banyak syarat-syarat tertentu dan
prosedur yang harus dijalani dalam menukar kupon, dan hal ini bisa menurunkan
loyalitas konsumen terhadap ritel.

Rebates/rabat
Rabat adalah uang yang dikembalikan kepada pembeli berdasarkan porsi dari
harga pembelian. Umumnya, konsumen akan melampirkan bukti pembelian
kepada pabrik, kemudian pabrik akan memberikan rabat kepada konsumen. Rabat
akan berguna apabila jumlah uangnya besar. sebaliknya, rabat akan menjadi tidak
berguna apabila waktu yang dibutuhkan oleh konsumen untuk mendapatkan rabat
lebih besar daripada jumlah rabat yang didapat.

Pabrik menyukai sistem rabat ini karena biasanya konsumen jarang ada yang
menuntut rabat. Selain itu, rabat bisa saja dikeluarkan dan dihentikan secara tiba-
tiba. Karena pembeli yang ingin mendapatkan rabat, diharuskan untuk mengisi
formulir dengan nama, alamat, dan data lainnya, maka rabat ini menjadi salah satu
cara untuk mendapatkan data-data konsumen.

Leader Pricing
Pada leader pricing, beberapa produk dihargai lebih rendah daripada harga
normalnya, hal ini bertujuan untuk meningkatkan arus penjualan dari produk-
produk pelengkap. Alasan penggunaan leader pricing ini serupa dengan kupon.
Perbedaannya adalah bahwa dengan leader pricing, peritel dan pemasok tidak
perlu mengurusi kupon. Beberapa peritel menyebut ini sevagai loss leader. Pada
kasus yang ekstrim, loss leader dijual pada harga di bawah biaya. Namun, peritel
tidak harus menjual produk pada harga di bawah biaya apabila menggunakan
strategi leader pricing. Produk-produk yang cocok untuk diterapkan dengan leader
pricing adalah produk-produk yang sering dibeli, dan konsumennya sensitive
terhadap harga. Konsumen jenis ini akan memperhatikan iklan atas produk-
produk ini, karena sering membeli. Para peritel berharap bahwa konsumen juga
akan membeli produk lainnya ketika membeli produk loss leader.

Contohnya Toys “R” Us, menggunakan strategi leader pricing untuk produk
popok bayi. Para orang tua mulai memilki kebiasaan berbelanja di Toys ketika
anak-anak mereka masih bayi, dan akan terus berlanjut sepanjang periode selama
mereka menjadi orang tua.

Price Bundling
Price bundling adalah praktek penawaran dua atau lebih produk atau jasa yang
berbeda, yang dijual pada satu harga. Contohnya, agen travel akan menjual tiket
perjalanan bersamaan dengan makanan, seharga $1.500. Jika dibeli secara
terpisah, maka total harganya akan menjadi $2.600. Price Bundling ini digunakan
untuk meningkatkan penjualan, baik per unit, maupun dalam jumlah uang.
Strategi ini juga cocok diterapkan untuk memindahkan produk-produk yang tidak
terlalu laku, dengan memasukkannya dalam paket penjualan dengan produk yang
permintaanya tinggi.

Multiple-Unit Pricing
Multiple-Unit Pricing ini serupa dengan price bundling, perbedaannya adalah
bahwa produk yang ditawarkan adalah serupa. Contohnya, ritel menjual 3 liter
soda seharga $2.39, sementara harga 1 liter nya adalah 99 sen – hemat 58 sen.
Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan volume penjualan.

Price Lining
Pada price lining, peritel menawarkan produk pada harga tertentu yang ada dalam
klasifikasi. Contohnya toko Values, semua produknya ditawarkan mulai dari
harga $1 = Rp. 9.000, $2 = Rp. 18.000, dst.

Berikut ini adalah keuntungan apabila menggunakan price lining :


1. Menghilangkan kebingungan akibat adanya pilihan harga yang beragam.
2. Dari sudut pandang peritel, tugas untuk mengatur barang dagangan menjadi
lebih mudah, karena dikelompokkan berdasarkan kelompok harga.
3. Memberikan fleksibilitas bagi konsumen
4. Membuat konsumen membeli produk yang lebih mahal.
Penelitian mengindikasikan bahwa ada kecenderungan orang untuk memilih
produk yang ada di kelompok ‘tengah’ price line. Contohnya, kamera yang dijual
adalah yang modelnya paling mewah, maka konsumen akan cenderung membeli
kamera yang satu level ada di bawah kategori paling mewah.

Odd Pricing
Odd pricing mengacu pada harga yang angka akhirnya adlaah ganjil. Pada zaman
dahulu, strategi odd pricing ini diterapkan untuk mengurangi kecurangan yang
dilakukan oleh karyawa. Karena produk dijual pada harga yang ganjil , maka
karyawan toko harus memberikan uang kembalian dan mencatat adanya
penjualan. Odd pricing ini juga digunakan untuk mencatat sudah berapa kali peitel
menurunkan harga. Misalnya, harga awalnya $20, penurunan harga pertama
menjadi $17.99, penurunan kedua menjadi $15398, dst.

CONTRASTING COST-ORIENTED, COMPETITION ORIENTED, AND


DEMAND-ORIENTED METHODS OF SETTING RETAIL PRICES
Pada metode cost oriented, harga ritel ditentukan dengan menambahkan
persentase tertentu ke dalam biaya barang dagang. Contohnya, jika biaya
pembuatan gaun adalah $50, maka harga jualnya adalah $100, ini adalah metode
cost oriented dengan menggandakan biaya,
Pada metode competition oriented, harga didasarkan pada harga competitor.
Pada metode demand orientation, harga didasarkan pada apa yang konsumen
harapkan atau yang mereka mau bayarkan.

Metode mana yang paling baik?


Jawabannya adalah ke-tiganya. Kelebihan dari cost orientation adalah bahwa
strategi ini dibentuk untuk mencapai target keuntungan, disamping itu, metode ini
cepat, mudah diterapkan. Pada metode competition orientation, agak sedikit sulit,
karena metode ini mendasarkan pada apa yang dilakukan pesaing, bukan pada apa
yang menjadi keinginan peritel ataupun konsumen, sementara sebaliknya, penting
juga untuk mengetahui apa dilakukan oleh pesaing. Metode demand orientation
adalah metode yang paling konsisten dengan konsep pasar, yaitu memuaskan
kebutuhan konsumen.
Kombinasi dari ketiga metode tersebut adalah yang paling berguna. Metode cost
oriented akan menjadi dasar dalam strategi harga. Metode competitive oriented
akan menyediakan informasi tentang apa yang terjadi di pasar. Metode demand
orientation akan menjadi penguji strategi. Peritel akan memulai dengan harga
yang menjadi tujuan profit peritel, menyadari adanya kompetisi, dan melakukan
pengujian untuk menentukan apakah harga tersebut adlah harga yang paling
menguntungkan.

THE COST-ORIENTED METHOD OF SETTING RETAIL PRICES


Determining the initial markup from Maintained Markup and gross Margin

Mantained markup percentage = net sales – cost of goods sold


Net sales

Gross Margin percentage = Maintained markup – workroom costs + cash


discounts
Net Sales

Initial Mark up = Maintained markup + reduction


Net sales + Reduction

Determining the initial retail price under cost oriented pricing


Retail = Cost + Markup

Initial markup as a % of cost = Initial markup as a % of retail


100% - Initial markup as a % of retail

THE COMPETITION-ORIENTED METHOD OF SETTING RETAIL PRICES


Ketika peritel menggunakan metode ini, mereka menetapkan harga berdasarkan
harga competitor, ketimbang mempertimbangan biaya atau permintaan konsumen.
Peritel bisa memilih, apakah akan menetapkan harga di atas, bawah atau sama
dengan competitor. Strategi yang dipilih harus konsisten dengan strategi peritel
secara keseluruhan dan posisi mereka di dalam pasar.

THE DEMAND-ORIENTED METHOD OF SETTING RETAIL PRICES


Demand oriented pricing harus digunakan bersamaan dengan metode cost oriented
dalam menentukan harga ritel. Dengan menggunakan metode ini, peritel tidak
hanya mempertimbangkan struktur profit yang mereka inginkan, tetapi juga
memberikan perhatian lebih kepada perubahan harga yang mempengaruhi
penjualan. Contohnya, konsumen yang sensitive terhadap harga, maka penurunan
harga kaan mendorong permintaan dan meningkatkan profit secara keseluruhan.
Sebaliknya, jika konsumen tidak terlalu sensitive terhadap harga, peningkatan
dalam harga juga tidak menurunkan profit, karena penjualan tidak turun.
Pada bagian ini, kita akan membahas (1) faktor-faktor yang mempengaruhi
sensitivitas konsumen terhadap harga, dan (2) bagaimana membuat initial retail
price dengan menggunakan metode demand-oriented.

(1) Faktor-faktor yang mempengaruhi sensitivitas konsumen terhadap harga


a. Efek produk substitusi
Konsumen menjadi sensitive terhadap harga karena ada banyak produk substitusi.
b. Efek total pengeluaran
Konsumen menjadi sensitive terhadap harga apabila total pengeluarannya besar,
baik dalam dollar maupun dari persentase pendapatan.
c. Efek perbandingan yang sulit
Konsumen menjadi sensitive terhadap harga ketika mudah dalam membandingkan
penawaran-penawaran yang ada. Akibatnya membuat peritel sulit untuk
menaikkan harga. Untuk mengatasi maslah ini dan membuat perbandingan produk
menjadi lebih sulit, maka beberapa peritel mengembangkan barnag-barang dnegan
label pribadi/khusus (private label). Private label ini mengindikasikan bahwa
produk yang bersangkutan adalah hasil produksi sendiri, bukan dari pabrik.
d. Efek harga/benefit
Hubungan antara persepsi orang atas manfaat yang akan merka terima dari sebuah
produk dan harganya. Untuk beberapa produk-produk yang eksklusif, konsumen
biasanya tidak terlalu sensitive terhadap harga, karena mereka beranggapan bahwa
mereka akan mendapatkan manfaat yang lebih karena harganya yang mahal.
Produk juga bisa dijual pad ahrga ynag rendah dan menimbulkan persepsi bahwa
produk tersebut berkualitas rendah.
e. Efek situasi
Situasi yang berbeda akan mempengaruhi sensitivitas konsumen terhadap harga.
Misalnya, mengapa para penonton bioskop rela membeli popo corn seharga $2.5
yang sebenarnya hanya perlu 5 sen untuk membuat pop corn di rumah. Memakan
pop corn adalah bagian dari pengalaman menonton film bioskop.

(2) Menentukan Initial Retail Pricing berdasarkan metode demand-oriented


pricing
Dengan : Pricing Test dan Pricing Experiment

LEGAL ISSUES IN RETAIL PRICING


Berikut ini adalah isu-isu di sekitar lingkungan pembelian barang dagang (price
discrimination dan vertical price fixing) dan isu-isu legal yang mempengaruhi
konsumen (horizontal price fixing, predatory pricing, comparative price
advertising, dan bait-and-switch tactics).

Price Discriminationϖ
Price discrimination muncul ketika pemasok menjual produk yang sama kepada
dua atau lebih konsumen pada harga yang berbeda. Price discrimination bisa
terjadi antara pemasok dengan peritel, atau antara peritel dengan konsumen.
Pertama, kita akan mempelajari tentang diskriminasi harga antara pemasok
dengan peritel, baru kemudian antara peritel dengan konsumen.
Meskipun secara umum diskriminasi antara pemasok dan peritel adalah sesuatu
yang illegal, ada tiga situasi dimana hal ini menjadi sesuatu yang dapat diterima.
Pertama, peritel yang berbeda bisa dikenakan harga yang berbeda karena adanya
perbedaan dalam biaya pembuatan/pabrikan, penjualan, atau pengiriman yang
disebabkan oleh adanya perbedaan metode atau kuantitas dimana komoditi
tersebut dijual atau dikirimkan. Pada kondisi apa saja perbedaan ini mungkin saja
terjadi?
Biasanya biaya per unit untuk pabrik, penjualan, atau pengiriman akan menjadi
lebih murah bila kuantitasnya banyak, ketimbang yang kuantitasnya sedikit.
Pabrik dapat mencapai skala ekonomi lewat aktivitas produksi yang lebih sering
untuk mencapai kuantitas yang besar. Biaya penjualan kepada konsumen bisa
menurun seiring dengan banyaknya jumlah barang yang dipesan karena biaya
yang dikenakan kepada sales person sama saja, baik itu besar maupun kecil. Biaya
pengiriman transportasi juga akan menurun seiring dengan meningkatnya
pesanan. Pengecualian ini memicu timbulnya praktik diskon terhadap kuantitas
(quantity discounts), yaitu praktik penurunan harga kepada peritel yang membeli
dalam jumlah banyak.
Pengecualian kedua untuk aturan diskriminasi harga adalah ketika perbedaan
harga tersebut bereaksi untuk merubah kondisi yang mempengaruhi pasar atas
kemampuan pemasaran dari produk. Pengecualian ketiga adalah ketika perbedaan
harga tersebut dibuat supaya produk tersebut memiliki kemampuan untuk bersaing
dengan harga kompetitor yang cenderung rendah. Contohnya, es krim Ben & Jerry
diijinkan untuk menurunkan harga di bawah harga pasar yang berlaku di pasar
lain, agar mampu bersaing dnegan competitor lokak. Pada kasus ini, kondisi pasar
telah berubah dan Ben & Jerry beraksi untuk bisa berkompetisi dengan harga
competitor.
Isu-isu legal tentang diskriminasi harga yang terjadi antara peritel dan konsumen,
tidaklah jelas. Konsumen yang berbeda akan menerima harga yang berbeda
setelah melewati proses negosiasi, untuk beberapa produk tertentu seperti mobil,
perhiasaan, atau benda-benda antik.

Vertical Price Fixingϖ


Vertical price fixing memasukkan kesepakatan untuk menetapkan harga yang
tetap antar pihak yang ada di level berbeda dari saluran distibusi yang sama (mis:
peritel dan pemasok). Kesepakatannya biasanya adalah menetapkan harga pada
harga ritel yang disarankan oleh pabrik / manufacturer’s suggested retail price
(MSRP).

Horizontal Price Fixingϖ


Horizontal price fixing memasukkan kesepakatan antara peritel yang bersaing
langsung dengan peritel lainnya untuk menetapkan harga yang sama. Contohnya,
Mel’s dan KD’s bekerjasama untuk menetapkan harga tetap pada level yang
rendah. Big G, peritel kecil, tidak mampu bersaing dengan harga rendah tersebut.
Jika Mel’s dan KD’s terus menerus melakukan praktik ini, maka lama kelamaan,
Big G akan bangkrut dan tutup. Akibatnya Big G akan keluar dari pasar, dan
Mel’s dan KD’s dapat menaikkan harga kembali. Perilaku dari Mel’s dan KD’s ini
disebut antikompetitif.

Predatory Pricingϖ
Menetapkan harga barang untuk mendoriong kompetisi diebut predatory pricing.
Ini adalah illegal. Peritel bisa menjual produk yang sama pada lokasi geografi
yang berbeda pada harga yang berbeda jika biaya produk ataupun pengirimannya
juga berbeda. Contohnya, toko The Limited mungkin saja menetapkan harga gaun
yang lebih mahal untuk toko di California daripada di Ohio, karena biaya
pengiriman dari pusat distribusi di Columbus, Ohio ke California lebih tinggi
daripada biaya pengiriman ke toko di Ohio. Peritel pesaing di Ohio mungkin saja
tidak mampu bersaing karena harga gaun di toko The Limited terlalu rendah.
Namun harga yang rendah ini cenderung disebabkan oleh rendahnya biaya
distribusi bukan suatu usaha untuk mendorong pesaing untuk keluar dari pasar,
maka taktik ini diperbolehkan.

Comparative Price Advertisingϖ


Comparative price advertising membandingkan harga produk yang ditawarkan
untuk dijual dengan harga regular yang lebih tinggi, atau harga pabrik. Konsumen
akan menggunakan harag yang tinggi sebagai referensi, untuk mendapatkan
keyakinan bahwa itulah harga wajar dari sebuah produk.
Praktik ini merupakan strategi yang baik, karena memberikan perbandingan harga
kepada konsumen dan membuat produk tersebut terlihat cukup berharga untuk
dimiliki pada harga tersebut. Ada beberapa panduan dalam menjalankan strategi
Comparative Price Advertising :
1. Memiliki harga referensi, setidaknya pada satu sampai tiga waktu sebelum
produk dijual.
2. Mengungkapkan bagaimana harga jual tersebut ditentukan dan berapa lama
harga tersebut akan ditawarkan.
3. Tawarkan kebijakan jaminan kepuasan (satisfaction guaranteed policy) dimana
konsumen bisa mengembalikan produk yang telah dibeli dengan alasan yang
masuk akal, dan uang yang dikembalikan adalah penuh (sesuai dengan harga
pembelian).
4. Berhati-hati dalam menggunakan harga yang disarankan oleh pabrik. Jangan
menggunakan harga tersebut sebagai harga referensi, kecuali bila harga tersebut
adalah harga regular.
5. Gunakan kata-kata yang objektif.
6. Jika peritel mngiklankan bahwa ia memilki produk dengan harga terendah di
kota, dan bisa mengalahkan harga pesaing, maka peritel itu harus
membuktikannya dengan benar.
7. Jika peritel mengiklankan bahwa harga produknya akan mampu bersaing
dengan harga pesaing, maka peritel harus memiliki kebijakan yang
memungkinakan penyesuaian harga untuk berjaga-jaga terhadap keakuratan dari
iklan tersebut.

Bait-and-Switch Tacticsϖ
Bait-and-switch adalah praktik yang tidak bertanggung jawab, dimana peritel
mengiming-imingi konsumen untuk masuk ke toko dengan membuat iklan yang
menawarkan produk dengan harga yang lebih rendah dari biasanya (the bait) dan
kemudian mempengaruhi konsumen untuk berganti ke produk yang harganya
lebih mahal (the switch). Bait-and-switch bisa muncul dalam dua cara. Contohnya
seorang konsumen masuk ke dalam toko untuk mencari kulkas baru. Konsumen
tersebut telah mengecek iklan yangada di koran dan menemukan produk yang
baik dengan harga yang cocok. Pada saat sudah ada di dalam toko, konsumen
menemukan bahwa produk tersebut sudah tidak ada (kehabisan stok). Dan penjual
di toko tersebut mulai mendorong konsumen untuk membeli produk (kulkas) pada
harga yang relatif mahal dan memang stoknya banyak di toko.
Pada metode bait-and-switch yang kedua, peritel memilki stok produk seperti
yang ada di iklan, tetapi menjelek-jelekkan kualitasnya, sambil menenkankan
pada kualitas produk lain yang lebih bagus, yang harganya juga tinggi. Tindakan-
tindakan ini bisa membuat konsumen bingung dan salah memilih,
Untuk menhindari adanya konsumen yang kecewa, peritel harus memilki stok
yang cukup dari produk yang diiklankan tersebut. Jika pada saat tertentu peritel
kehabisan stok, maka mereka harus menawarkan rain checks kepada konsumen.
Peritel juga harus mengingatkan salesperson untuk tidak menjelek-jelekkan
produk yang sedang diiklankan dalam rangka upaya untuk mendorong konsumen
membeli produk lain yang harganya lebih tinggi.
Diposkan oleh rodhiah di 23:38
0 komentar:
Poskan Komentar
thaks,telah mampir di blog saya.
http://rodhiah-plasacom.blogspot.com/2009/07/pricing-strategies-and-practices-
pada.html?zx=e9ec21c18fd0559b

Anda mungkin juga menyukai