Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. TUJUAN PERCOBAAN


a. Mengetahui cara kerja alat penukar kalor jenis pipa ganda (double pipe heat
exchanger)
b. Menghitung koefisien perpindahan panas, faktor kekotoran, efisiensi dan
perbandingan untuk aliran searah dan berlawanan arah.

I.2. PROSEDUR PERCOBAAN

T-3 T-4

T-1 T-2
T-6 T-5

Gambar 1. Alat penukar kalor pipa ganda

1.2.1 Percobaan Aliran Berlawanan


1. Mengalirkan uap air dengan membuka penuh semua aliran dibawah ini secara
berurutan : 1, 8, 10, 12, 3

Membuka kran 10 dan 12 harus secara bersamaan.


2. Mengalirkan air dengan membuka penuh semua aliran di bawah ini secara
berurutan: 4,6, dan membuka kran 14 sebanyak 1/5 putaran.
3. Mengamati dan mencatat T3, T4, T2, T1 setelah suhu tersebut konstan.
4. Menghitung kecepatan aliran air dengan menghitung volume air yang
tertampung selama waktu tertentu dengan

menggunakan gelas ukur dan

stopwatch.
5. Menggunakan gelas ukur dan stopwatch untuk mengukur laju alir uap air,
dengan mengukur kondensat yang terjadi.
6. Melakukan percobaan untuk 5 macam bukaan kran.

1.2.2 Percobaan Aliran Searah


1. Mengalirkan uap air dengan membuka penuh semua aliran di bawah ini secara
berurutan : 1, 8, 11, 9, 13
Membuka kran 11 dan 9 secara bersamaan (menutup terlebih dahulu kran 10
dan 12 secara bersamaan)
2. Mengalirkan air degan membuka penuh semua aliran di bawah ini secara
berurutan: 4,6, dan membuka kran 14 sebanyak 1/5 putaran.
3. Mengamati dan mencatat T3, T5, T2, T1 setelah suhu tersebut konstan.
4. Menghitung kecepatan aliran air dengan menghitung volume air yang
tertampung selama waktu tertentu dengan

menggunakan gelas ukur dan

stopwatch.
5. Menggunakan gelas ukur dan stopwatch untuk mengukur laju alir uap air,
dengan mengukur kondensat yang terjadi.
6. Melakukan percobaan untuk 5 macam bukaan kran.

I.3. INSTRUMENTASI
Suatu gambar skematik dari alat penukar kalor atau double pipe heat exchanger dapat
dilihat pada Gambar 2. Alat penukar kalor pipa ganda terdiri dari pipa-pipa tembaga
konsentris dengan panjang yang sama. Suhu masuk dan keluar fluida panas dan dingin
diukur dengan menggunakan termokopel. Untuk meminimalisasi panas atau energi yang
hilang (heat loss) dan efek radiasi, fluida panas selalu dialirkan melalui pipa bagian
dalam (inner tube).

Gambar 2.Skema alat penukar kalor pipa ganda

Laju alir diatur dengan kran pada ujung di setiap garis (kran 13 dan 14). Seluruh kran
lain arus berada dalam keadaan tertutup sempurna atau terbuka sempurna tergantung
pada kondisi eksperimen yang diinginkan.
Instrumen alat penukar kalor ini terdiri dari dua pipa ganda, di mana yang satu
terletak di atas yang lain dan saling berhubungan dengan adanya instrumentasi lain.
Diameter pipa bagian dalam sebesar 1,4 cm, diameter pipa bagian luar 2,5 cm dan
panjang masing-masing pipa sebesar 81 cm.
Pada masing-masing alat penukar kalor fluida panas dialirkan melalui pipa ke annulus
dan fluida dingin dialirkan melalui pipa ke pipa bagian dalam (inner tube). Uap panas
diarahkan ke bagian atas alat penukar kalor sedangkan air yang dipanaskan (dari inner
pipe) diarahkan ke bagian bawah alat penukar kalor. Laju alir uap panas, air panas
atau air dingin dapat ditentukan dengan flowmeter yang sudah diinstal pada alat
penukar kalor.
Suhu fluida masuk dan keluar, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, diukur
dengan menggunakan termokopel. Kondisi termodinamika uap panas dapat diatur

dengan menggunakan throttle sehingga uap dapat masuk pada kondisi jenuh
(saturated) atau sedikit superheated dan dengan mengukur suhu serta tekanan.
Tekanan pada annulus dapat di bawah tekanan masuk uap.
Alat penukar kalor pipa ganda memiliki dua macam konstruksi yaitu hairpin
construction dan straightconstruction. Konstruksi pipa ganda berupa hairpin
contstruction adalah sebagai berikut.
1.

Hair pin
Konstruksi penggabungan dua kaki hairpin lebih dipilih karena hanya
membutuhkan tempat yang lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa alat
penukar kalor sebaiknya berada dalam ukuran sekecil mungkin sehingga heat
loss-nya semakin kecil.

2.

Pengemasan dan gland


Bagian pengemasan (packing) dan gland berfungsi untuk melindungi annulus dan
mendukung pipa bagian dalam sehingga konstruksi pipa ganda menjadi lebih
kokoh.

3.

Return bend
Bagian ujung yang berlawanan dengan pipa U yang dilas bersamaan sehingga
meminimalisasi kemungkinan terjadinya kebocoran fluida akibat kesalahan pada
bagian lengkungan.

4.

Support lugs
Support lugs diletakkan tepat pada bagian ujung pipa datar sebelum pipa U untuk
menjaga posisi pipa bagian dalam.

5.

Flange
Bagian pipa bagian luar disatukan dengan flanges pada bagian ujung sehingga
tetap dapat dibongkar dan dipasang untuk pembersihan dan pemeliharaan.

6.

Union joint
Union joint berfungsi untuk menyatukan pipa bagian dalam dengan pipa U

7.

Nozzles
Sebagian kecil dari pipa dilas ke bagian annulus atau ke saluran yang bertindak
sebagai tempat masuk atau keluar fluida yang disebut sebagai nozzle.

8.

Gasket
Gasket adalah tempat di antara dua flange untuk memastikan agar titik
penggabungan (joint) bebas bocor. Terdapat beberapa tipe gasket yang umum
digunakan pada alat penukar kalor, yaitu:
a.

Karet nitrile
Digunakan pada suhu di atas 110oC untuk minyak mineral, asam mineral
encer, dan hidrokarbon alifatik.

b.

EPDM (etilen-propilen-diane monomer)


Digunakan pada suhu di atas 160oC untuk asam atau basa mineral, larutan
aqueous atau steam.

c.

Viton
Viton merupakan kopolimer dari vinylidina fluorida dan hexafluoropropilena). Digunakan pada suhu di atas 100oC untuk hidrokarbon dan
hidrokarbon terklorinasi.

Gambar 3.Alat penukar kalor pipa ganda dengan hairpin construction

Sedangkan straight construction merupakan konstruksi alat penukar kalor pipa ganda
yang terdiri dari seksi tunggal pipa bagian luar dan bagian dalam. Namun tipe ini
memiliki kekurangan yaitu memerlukan ruang yang cukup luas mengingat bentuknya
yang kurang efisien. Straight construction heat exchanger adalah seperti pada Gambar
4.

Gambar 4. Alat penukar kalor pipa ganda straight construction

Berdasarkan deskripsi konstruksi-konstruksi pipa ganda di atas maka konstruksi pipa


ganda pada alat penukar kalor yang digunakan dalam eksperimen ini adalah alat
penukar kalor dengan tipe straight construction.
Adapun skema alat yang kita gunakan untuk praktikum adalah sebagai berikut:

Fungsi
Alat Double pipe Heat exchanger ini didisain untuk mempelajari dan

mengevaluasi pengaruh perbedaan laju alir dan material teknik pada laju transfer
panas melalui dinding tipis.

Pengaturan Pipa (Pipe Arrangement)


Alat ini terdiri atas dua pipa logam berdinding tipis yang tersusun dalam suatu

panel vertikal. Pipa dapat beroperasi dengan baik pada aliran searah maupun
berlawanan. Setiap pipa terdiri dari sebuah pipa tembaga luar dan dalam. Fluida panas
mengalir melalui pipa bagian dalam dengan pertimbangan tertentu yang akan di bahas
nantinya, sedangkan fluida dingin mengalir melalui anulus antara pipa luar dan dalam.
Pengaturan terhadap valve dalam rangkaian ini akan menghasilkan aliran yang sesuai
dengan tujuan percobaan yaitu searah dan berlawanan arah.

Sambungan (Fitting)
Heat exchanger mempunyai sambungan pipa standar yang terletak sepanjang

siku yang paling rendah dari panel. Tiga sambungan masuk dialokasikan di sebelah
kanan panel.

Valves
Valve digunakan untuk mengatur kondisi aliran yang diinginkan dan untuk

mengatur laju alir dari fluida. Unit ini memiliki empat needle type metering valve.
Dua valve pada masukan tangki pencampuran dan dua lainnya pada keluaran. Semua
valve yang lain berjenis global type gate valve.Valve yang menangani fluida panas di
cat berwarna merah sedangkan yang menangani fluida dingin di cat bewarna biru.

Flowmeter
Aliran dari suatu fluida diregulasikan dengan needle valve. Laju alir untuk

fluida panas dan fluida dingin dengan specific gravity yang sama diukur dengan
menggunakan single-pass-tube-type flowmeter. Flowmeter dilengkapi dengan sebuah
skala logam yang dapat dipindahkan dan sudah dikalibrasi.

BAB II

DASAR TEORI

1. Pengertian Heat Exchanger


Pengertian alat penukar panas atau heat exchanger (HE), adalah suatu alat yang
memungkinkan perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai
pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai uap panas (superheated steam) dan air biasa
sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar
perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien.
2. Prinsip Kerja Heat Exchanger
Prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan panas dari dua fluida pada
temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak
langsung.
a) Secara kontak langsung
Panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dingin melalui permukaan
kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua fluida.Transfer panas yang
terjadi yaitu melalui interfase / penghubung antara kedua fluida.Contoh : aliran steam
pada kontak langsung yaitu 2 zat cair yang immiscible (tidak dapat bercampur), gasliquid, dan partikel padat-kombinasi fluida.
b) Secara kontak tak langsung
Perpindahan panas terjadi antara fluida panas dan dingin melalui dinding
pemisah. Dalam sistem ini, kedua fluida akan mengalir.

Gambar 1. Perpindahan kalor secara tak langsung

3. Komponen Penyusun Heat Exchanger


Heat exchanger telah distandarkan untuk menamai alat dan komponen-komponen alat
tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan
Tublar Exchanger Manufactures Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan untuk
melindungi para pemakai daribahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi
pada temperature dan tekanan yang tinggi. Komponen-komponen tersebut yang berperan dalam Heat
Exchanger adalah :
a) Shell
Shell merupakan badan dari heat exchanger, dimana didapat tube bundle.
Untuk temperatur yang sangart tinggi kadang-kadang shell dibagi dua disambungkan dengan
sambungan ekspansi. Kontruksi shell sangat ditentukan oleh keadaan tubes yang akan
ditempatkan didalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau
pelat logam yang dirol.
b) Tube (pipa)
Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir di
dalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Ketebalan dan bahan pipa
harus dipilih pada tekanan operasi fluida kerjanya. Selain itu bahan pipa haruslah
tidak mudah terkorosi oleh fluida kerja. Adapun beberapa tipe susunan tube dapat
dilihat dibawah ini :

Gambar 2. tipe susunan tube

Susunan dari tube ini dibuat berdasarkan pertimbangan untuk mendapatkan


jumlah pipa yang banyak atau untuk kemudahan perawatan (pembersihan permukaan
pipa).
c) Tube Sheet

Tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang


disebut tube bundle. HE dengan tube lurus pada umumnya menggunakan 2 buah tube
sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu buah tube sheet yang berfungsi
untuk menyatukan tube-tube menjadi tube bundle dan sebagai pemisah antara tube
side dengan shell side.
d) Sekat (Baffle)
Adapun fungsi dari pemasangan sekat (baffle) pada heat exchanger ini antara
lainadalah untuk :
Sebagai penahan dari tube bundle
Untuk mengurangi atau menambah terjadinya getaran.
Sebagai alat untuk mengarahkan aliran fluida yang berada di dalam tubes.
Ditinjau dari segi konstruksinya baffle dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok, yaitu :
Sekat plat bentuk segmen.
Sekat bintang (rod baffle)
Sekat mendatar.
Sekat impingement.
e) Tie Rods
Batangan besi yang dipasang sejajar dengan tube dan ditempatkan di bagian
palingluar dari baffle yang berfungsi sebagai penyangga agar jarak antara baffle yang
satu dengan lainnya tetap.
4. Jenis Heat Exchanger
Didalam standar mekanik TEMA (Tublar Exchanger Manufactures Association),
terdapat dua macam kelas heat Exchanger, yaitu :
a) Kelas R, yaitu untuk peraalatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk
industriminyak dan kimia berat.
b) Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomisdan
ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

Berdasarkan prinsip kerjanya heat exchanger dibedakan menjadi:


a) Pertukaran panas secara langsung

Materi yang akan dipanaskan atau didinginkan dikontakkan langsung dengan


media pemanas atau pendingin (misal: kontak langsung antara fluida dengan kukus,
es).
b) Pertukaran panas secara tidak langsung
Pertukaran

panas

secara

tidak

langsung

memungkinkan

terjadinya

perpindahan panas dari suatu fluida ke fluida lain melalui dinding pemisah.
Berdasarkan arah aliran fluida, pertukaran panasnya dapat dibedakan :
Pertukaran panas dengan aliran searah (co-current/paralel flow)
Pertukaran panas jenis ini, kedua fluida ( dingin dan panas ) masuk
pada sisi penukar panas yang sama, mengalir dengan arah yang sama, dan
keluar pada sisi yang sama pula. Karakter penukar panas jenis ini, temperatur
fluida dingin yang keluar dari alat penukar panas ( Tcb ) tidak dapat melebihi
temperatur fluida panas yang keluar dari alat penukar panas (Thb), sehingga
diperlukan media pendingin atau media pemanas yang banyak. Neraca panas
yang terjadi :
(

Gambar 3. Profil temperatur pada aliran co-current [McCabe,1993]


Dengan assumsi nilai kapasitas panas spesifik ( cp ) fluida dingin dan
panas konstan, tidak ada kehilangan panas ke lingkungan serta keadaan steady
state, maka kalor yang dipindahkan :
U = Koefisien perpindahan panas secara keseluruhan (W/m2.oC)
`

A = Luas perpindahan panas (m2)

= Thb - Tcb
= Tha - Tca
Pertukaran panas dengan aliran berlawanan arah ( counter flow )
Penukar panas jenis ini, kedua fluida ( panas dan dingin ) masuk
penukar panas dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan dan
keluar pada sisi yang berlawanan . Temperatur fluida dingin yang keluar
penukar panas (Tcb) lebih tinggi dibandingkan temperatur fluida panas yang
keluar penukar panas Thb), sehingga dianggap lebih baik dari alat penukar
panas aliran searah (Co-Current).

Gambar 4. Profil temperatur pada aliran counter current [McCabe,1993]


Kalor yang dipindahkan pada aliran counter current mempunyai
persamaan yang sama dengan co-current, dengan perbedaan nilai TLMTD ,
dengan pengertian beda T1 dan T2, yaitu:

Adapun jenis-jenis Heat Exchanger dapat dibedakan atas :


a) Jenis Shell and Tube

Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industri
perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/slinder besar) dimana
didalamnya terdapat suatubandle (berkas) pipa dengan diameter yang relative kecil.
Satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya mengalir
dibagian luar pipa tetapi masih didalam shell. Keuntungan Shell and Tube Heat
exchanger yang merupakan Heat exchanger yang paling banyak digunakan di prosesproses industri karena mampu memberikan ratio area perpindahan panas dengan volume
dan massa fluida yang cukup kecil. Selain itu juga dapat mengakomodasi ekspansi termal,
mudah untuk dibersihkan, dan konstruksinya juga paling murah di antara yang lain.
Untuk menjamin bahwa fluida pada shell-side mengalir melintasi tabung dan dengan
demikian menyebabkan perpindahan kalor yang lebih tinggi, maka didalam shell
tersebut dipasangkan sekat/penghalang (baffles)

Gambar 3. Konstruksi alat penukar kalor jenis shell and tube


Berdasarkan konstruksinya, Heat exchanger tipe Shell and Tube dibedakan atas:
Fixed Tube Sheet, merupakan jenis shell and tube Heat exchanger yang terdiri
dari tube-bundle yang dipasang sejajar dengan shell dan kedua tube sheet
menyatu dengan shell. Kelemahan pada tipe ini adalah kesulitan pada
penggantian tube dan pembersihan shell.
Floating Tube Sheet, merupakan Heat exchanger yang dirancang dengan salah
satu tipe tube sheetnya mengambang, sehingga tube-bundle dapat bergerak di
dalam shell jika terjadi pemuaian atau penyusutan karena perubahan suhu.
Tipe ini banyak digunakan dalam industri migas karena pemeliharaannya lebih

mudah dibandingkan fix tube sheet, karena tube-bundlenya dapat dikeluarkan,


dan dapat digunakan pada operasi dengan perbedaan temperatur antara shell
dan tube side di atas 200
U tube/U bundle, jenis ini hanya mempunyai 1 buah tube sheet, dimana tube
dibuat berbentuk U yang ujung-ujungnya disatukan pada tube sheet sehingga
biaya yang dibutuhkan paling murah diantara Shell and Tube Heat exchanger
yang lain. Tube bundle dapat dikeluarkan dari shellnyasetelah channel
headnya dilepas. Tipe ini juga dapat digunakan pada tekanan tinggi dan beda
temperatur yang tinggi. Masalah yang sering terjadi pada Heat exchanger ini
adalah terjadinya erosi pada bagian dalam bengkokan tube yang disebabkan oleh
kecepatan aliran dan tekanan di dalam tube, untuk itu fluida yang mengalir
dalam tube side haruslah fluida yang tidak mengandung partikel-partikel padat
b) Double Pipe (Pipa Ganda)
Pada jenis ini tiap pipa atau beberapa pipa mempunyai shell sendiri-sendiri.
Untuk menghindari tempat yang terlalu panjang, heat exchanger ini dibentuk menjadi
U. Pada keperluan khusus, untuk meningkatkan kemampuan memindahkan panas,
bagian diluar pipa diberi sirip. Bentuk siripnya ada yang memanjang, melingkar dan
sebagainya.

Gambar 3. Alat penukar kalor jenis double pipa


Pada alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak langsung
(indirect contact type), karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida sehingga
kedua fluida tidak bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih rendah (fluida
pendingin) mengalir melalui pipa kecil, sedangkan fluida dengan suhu yang lebih
tinggi mengalir pada pipa yang lebih besar (pipa annulus). Penukar kalor demikian

mungkin terdiri dari beberapa lintasan yang disusun dalam susunan vertikal.
Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida adalah proses konveksi, sedang proses
konduksi terjadi pada dinding pipa. Kalor mengalir dari fluida yang bertemperatur
tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah. Keistimewaan jenis ini adalah mampu
beroperasi pada tekanan yang tinggi, dan karena tidak ada sambungan, resiko
tercampurnya kedua fluida sangat kecil, mudah dibersihkanpada bagian fitting,
fleksibel dalam berbagai aplikasi dan pengaturan pipa, dapat dipasang secara seri
ataupun paralel, dapat diatur sedimikian rupa agar diperoleh batas pressure drop dan
LMTD sesuai dengan keperluan, mudah bila kita ingin menambahkan luas
permukaannya dan kalkulasi design mudah dibuat dan akurat
Sedangkan kelemahannya terletak pada kapasitas perpindahan panasnya
sangat kecil, mahal, terbatas untuk fluida yang membutuhkan area perpindahan kalor
kecil (<50m2), dan biasanya digunakan untuk sejumlah kecil fluida yang akan
dipanaskan atau dikondensasikan.
c) Koil Pipa
Heat Exchanger ini mempunyai pipa berbentuk koil yang dibenamkan didalam
sebuah box berisi air dingin yang mengalir atau yang disemprotkan untuk
mendinginkan fluida panas yang mengalir di dalam pipa. Jenis ini disebut juga sebagai box
cooler jenis ini biasanya digunakan untuk pemindahan kalor yang relative kecil dan fluida
yang didalam shell yang akan diproses lanjut.

Gambar 4. Pipa Coil Heat Exchanger Jenis Pipa Terbuka (Open Tube Section)
Pada heat exchanger ini pipa-pipa tidak ditempatkan lagi didalam shell, tetapi
dibiarkan diudara. Prndinginan dilakukan dengan mengalirkan air atau udara pada
bagian pipa. Berkas pipa itu biasanya cukup panjang. Untuk pendinginan dengan
udara biasanya bagian luar pipa diberi sirip-sirip untuk memperluas permukaan

perpindahan panas. Seperti halnya jenis coil pipa, perpindahan panas yang terjadi
cukup lamban dengan kapasitas yang lebih kecil dari jenis shell and tube.
d) Jenis spiral
Jenis ini menpunyai bidang perpindahan panas yang melingkar. Karena
alirannya yang melingkar maka system ini dapat Self Cleaning dan mempunyai
efisiensi perpindahan panas yang baik. Akan tetapi konstruksi seperti ini tidak dapat
dioperasikan pada tekanan tinggi.
e) Jenis lamella
Biasanya digunakan untuk memindahkan panas dari gas ke gas pada tekanan rendah.
Jenis ini memiliki koefisien perpindahan panas yang baik/tinggi. Gasketter plate
exchanger mempunyai bidang perpindahan panas yang terbentuk dari lembaran pelat
yang dibuat beralur. Laluan fluida (biasanya untuk cairan) terdapat diantara lembaran
pelat yang dipisahkan gasket yang dirancang khusus sehingga dapat memisahkan
aliran dari keduacairan. Perawatannya mudah dan mempunyai efisiensi perpindahan
panas yang baik.
5. Parameter atau Faktor Heat Exchanger
Kinerja dari suatu Heat Exchanger dapat dilihat dari parameter-parameter berikut:
a) Faktor Pengotor (Fouling Factor)
Faktor pengotoran ini sangat mempengaruhi perpindahan panas pada heat
exchanger. Pengotoran ini dapat terjadi endapan dari fluida yang mengalir, juga
disebabkan oleh korosi pada komponen dari heat exchanger akibat pengaruh dari jenis
fluida yang dialirinya. Selama heat exchanger ini dioperasikan pengaruh pengotoran
pasti akan terjadi. Terjadinya pengotoran tersebut dapat menganggu atau
mempengaruhi

temperatur

fluida

mengalir

juga

dapat

menurunkan

atau

mempengaruhi koefisien perpindahan panas menyeluruh dari fluida tersebut.


Beberapa faktor yang dipengaruhi akibat pengotoran antara lain:

Temperatur fluida

Temperatur dinding tube

Kecepatan aliran fluida

Faktor pengotoran (fouling factor, Rf) dapat dicari dengan persamaan :

dimana U pipa yang sudah tua tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

Jika fouling factor di atas sudah memiliki nilai sedemikian besar, maka HE
tersebut dapat disimpulkan sudah tidah baik kinerjanya.
b) Koefisien perpindahan panas
Semakin baik sistem maka semakin tinggi pula koefisien panas yang
dimilikinya. Koefisien perpindahan kalor, U, terdiri dari dua macam yaitu:

UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar


kalor masih baru

UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar


kalor sudahkotorSecara umum kedua koefisien itu dirumuskan sebagai

c) Penurunan Tekanan ( Pressure Drop)


Pada setiap aliran dalam HE akan terjadi penurunan tekanan karena adanya gaya gesek yang
terjadi antara fluida dan dinding pipa. Hal ini dapat terjadi pada sambungan pipa,
fitting,atau pada HE itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan kehilangan energi
sehingga perubahan suhu tidak konstan.
Untuk penurunan Tekanan pada Tube Side, besarnya penurunan tekanan pada
tube side alat penukar kalor telah diformulasikan, persamaan terhadap faktor gesekan
dari

fluida yangdipanaskan atau yang didinginkan didalam tube.

Dimana :
n = Jumlah pass aliran tube
L = Panjang tube
L.n = Panjang total.lintasan dalam ft

Mengingat bahwa fluida itu mengalami belokan pada saat passnya, maka akan
terdapatkerugian tambahan penurunan tekanan.

d) Konduktivitas Termal
Daya hantar kalor yang dimiliki fluida maupun dinding pipa HE sangat
berpengaruhpada kemampuan kalor tersebut berpindah.
e) Aliran Fluida yang Bertukar Kalor

Aliran Kalor Sejajar, kurang efisien dan cepat untuk satu fluida.
Aliran Kalor Berlawanan Arah, kalor yang ditransfer lebih banyak.

BAB III

DATA DAN PENGOLAHAN DATA


III.1. DATA PERCOBAAN
Data yang didapatkan selama percobaan sebagai berikut:
a. Searah
Bukaan

Vair (ml)

Vsteam (ml)

t (s)

1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

690
1230
1840
2000
2520

25
30
30
29
28

10
10
10
10
10

air
in(oC)
36
36
36
36
36

steam

out (oC)
48
42
39
38
34

in (oC)
92
92
92
92
92

out(oC)
74
65
55
49
42

b. Berlawanan Arah
Bukaan

Vair (ml)

Vsteam (ml)

t (s)

1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

580
940
1580
1860
2360

27
25
25
25
25

10
10
10
10
10

air
o

in( C)
28
28
28
28
28

steam
o

out ( C)
38
32
30
28
28

Data tambahan yang telah diketahui sebelumnya:

L = 81 cm = 0,81 m
D1 (tube) = 1,4 cm = 0,014 m A1 = .D1.L = 0,0356 m2
D2 (shell) = 2,5 cm = 0,025 m A2 = .D2.L = 0,0636 m2
[

in ( C)
96
96
96
96
96

out(oC)
72
60
53
50
47

Asumsi : tube & shell HE terbuat dari Cu, pada T = 20oC , nilai K Cu = 386 W/m2 oC

III.2. PENGOLAHAN DATA


Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengolahan dari data-data yang telah
dilakukan selama percobaan. Tujuan dari pengolahan data adalah untuk mendapatkan
nilai h,Uc,Ud, Rd, dan e.
Perhitungan:
1. Menghitung Qair, Qsteam, T rata-rata air dan T rata-rata steam
Qair didapatkan dengan menggunakan rumus:

Qsteam didapatkan dengan menggunakan rumus:

T rata-rata air didapatkan dengan menggunakan rumus:

T rata-rata steam didapatkan dengan menggunakan rumus:

Dengan menggunakan excel, maka hasil perhitungan masing-masing Q dan T dapat


dilihat pada tabel berikut:
a. Searah
Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

1/5
2/5
3/5
4/5
5/5

0,000069
0,000123
0,000184
0,0002
0,000252

0,0000025
0,000003
0,000003
0,0000029
0,0000028

42
39
37,5
37
35

83
78,5
73,5
70,5
67

b. Berlawanan Arah
Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

1/5

0,000058

0,0000027

33

84

2/5
3/5
4/5
5/5

0,000094
0,000158
0,000186
0,000236

0,0000025
0,0000025
0,0000025
0,0000025

30
29
28
28

78
74,5
73
71,5

2. Perhitungan h,Uc,Ud, Rd, dan e untuk masing-masing aliran:


Untuk menghitung h,Uc,Ud, Rd, dan e, dibutuhkan data tambahan yaitu sifat-sifat air
pada suhu tertentu yang didapatkan dari tabel A.9 buku Holman. Dengan teknik
interpolasi, nilai-nilai yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

Untuk air:
T

Cp

(x10-4)

Pr

28,0
29,0
30,0
33,0
35,0
37,0
37,5
39,0
42,0

4,178
4,177
4,176
4,174
4,174
4,174
4,174
4,174
4,174

995,584
995,422
995,260
994,633
993,950
993,267
993,096
992,472
991,175

8,372
8,201
8,030
7,534
7,235
6,936
6,862
6,675
6,318

0,616
0,618
0,619
0,624
0,627
0,629
0,630
0,632
0,635

5,675
5,544
5,412
5,037
4,825
4,613
4,560
4,422
4,157

Cp

(x10-4)

Pr

67,0
70,5
71,5
73,0
73,5
74,5
78,0
78,5
83,0
84,0

4,184
4,186
4,186
4,188
4,188
4,189
4,192
4,192
4,196
4,196

979,518
977,629
977,047
976,076
975,753
975,105
972,861
972,546
969,709
969,079

4,224
4,042
3,990
3,911
3,885
3,833
3,660
3,638
3,442
3,406

0,661
0,664
0,665
0,666
0,666
0,667
0,669
0,670
0,673
0,674

2,678
2,552
2,516
2,462
2,444
2,408
2,289
2,274
2,142
2,118

Untuk steam:

a. Searah
a.1. Bukaan keran 1/5 putaran
Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

1/5

0,000069

0,0000025

42

83

Sifat-sifat air pada suhu 42 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

42,0

4,174

991,175

6,318

0,635

4,157

Sifat-sifat steam pada suhu 83 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

83,0

4,196

969,709

3,442

0,673

2,142

LMTD
(

)
[

(
(

)
]
)

)
[

(
(

)
)
]
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Luar (ho)


[

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat aliran transisi, tetapi untuk perhitungan dianggap


sebagai aliran turbulen, dengan demikian ho:

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Dalam (hi)


[

]
)

]
)

Sehingga alirannya bersifat laminer, dengan demikian untuk menghitung hi


(

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Bersih (Uc)


( )

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Kotor (UD)

(
(

Fouling factor (Rd)

Efisiensi HE

)
)

Untuk menentukan efisiensi, harus diketahui fluida minimum.

Air

Uap

Fluida minimumnya adalah uap.

) ]

a.2. Bukaan keran 2/5 putaran

Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

2/5

0,000123

0,000003

39

78,5

Sifat-sifat air pada suhu 39 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

39,0

4,174

992,472

6,675

0,632

4,422

Sifat-sifat steam pada suhu 78,5 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

78,5

4,192

972,546

3,638

0,670

2,274

LMTD
(

(
[
(

)
]
)

)
[

(
(

)
)
]
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Luar (ho)

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat aliran turbulen, dengan demikian ho:

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Dalam (hi)

(
[

]
)
]
)

Sehingga alirannya bersifat laminer, dengan demikian untuk menghitung hi


(

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Bersih (Uc)


( )

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Kotor (UD)

Fouling factor (Rd)

Efisiensi HE

Untuk menentukan efisiensi, harus diketahui fluida minimum.


Air

Uap

Fluida minimumnya adalah uap.

) ]

a.3. Bukaan keran 3/5 putaran

Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

3/5

0,000184

0,000003

37,5

73,5

Sifat-sifat air pada suhu 37,5 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

37,5

4,174

993,096

6,862

0,630

4,560

Sifat-sifat steam pada suhu 73,5 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

73,5

4,188

975,753

3,885

0,666

2,444

LMTD
(

)
[

(
(

)
]
)

)
[

(
(

)
)
]
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Luar (ho)

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat aliran turbulen, dengan demikian ho:

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Dalam (hi)

(
[

]
)
]
)

Sehingga alirannya bersifat laminer, dengan demikian untuk menghitung hi


(
(

)
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Bersih (Uc)

( )

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Kotor (UD)

)
(

Fouling factor (Rd)

Efisiensi HE

Untuk menentukan efisiensi, harus diketahui fluida minimum.


Air

Uap

Fluida minimumnya adalah uap.

) ]

a.4. Bukaan keran 4/5 putaran


Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

4/5

0,0002

0,0000029

37

70,5

Sifat-sifat air pada suhu 37 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

37,0

4,174

993,267

6,936

0,629

4,613

Sifat-sifat steam pada suhu 70,5 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

70,5

4,186

977,629

4,042

0,664

2,552

LMTD
(

)
[

(
(

)
]
)

)
[

(
(

)
)
]
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Luar (ho)


[

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat aliran turbulen, dengan demikian ho:

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Dalam (hi)


[

]
)

]
)

Sehingga alirannya bersifat laminer, dengan demikian untuk menghitung hi


(

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Bersih (Uc)


( )

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Kotor (UD)

(
(

Fouling factor (Rd)

Efisiensi HE

)
)

Untuk menentukan efisiensi, harus diketahui fluida minimum.

Air

Uap

Fluida minimumnya adalah uap.

) ]

a.5. Bukaan keran 5/5 putaran

Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

5/5

0,000252

0,0000028

35

67

Sifat-sifat air pada suhu 35 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

28,0
29,0
30,0
33,0
35,0
37,0
37,5
39,0
42,0

4,178
4,177
4,176
4,174
4,174
4,174
4,174
4,174
4,174

995,584
995,422
995,260
994,633
993,950
993,267
993,096
992,472
991,175

8,372
8,201
8,030
7,534
7,235
6,936
6,862
6,675
6,318

0,616
0,618
0,619
0,624
0,627
0,629
0,630
0,632
0,635

5,675
5,544
5,412
5,037
4,825
4,613
4,560
4,422
4,157

Sifat-sifat steam pada suhu 67 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

67,0

4,184

979,518

4,224

0,661

2,678

LMTD
(

)
[

(
(

)
)
]
)

)
[

(
(

)
)
]
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Luar (ho)

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat aliran turbulen, dengan demikian ho:

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Dalam (hi)

(
[

]
)
]
)

Sehingga alirannya bersifat laminer, dengan demikian untuk menghitung hi


(

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Bersih (Uc)


( )

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Kotor (UD)

)
(

Fouling factor (Rd)

Efisiensi HE

Untuk menentukan efisiensi, harus diketahui fluida minimum.


Air

Uap

Fluida minimumnya adalah uap.

) ]

b. Berlawanan arah
b.1. Bukaan keran 1/5 putaran

Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

1/5

0,000058

0,0000027

33

84

Sifat-sifat air pada suhu 33 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

33,0

4,174

994,633

7,534

0,624

5,037

Sifat-sifat steam pada suhu 84 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

84,0

4,196

969,079

3,406

0,674

2,118

LMTD
(

)
[

(
(

)
]
)

)
[

(
(

)
)
]
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Luar (ho)

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat aliran transisi, tetapi untuk perhitungan dianggap


sebagai aliran turbulen, dengan demikian ho:

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Dalam (hi)

(
[

]
)
]
)

Sehingga alirannya bersifat laminer, dengan demikian untuk menghitung hi


(

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Bersih (Uc)


( )

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Kotor (UD)

(
(

Fouling factor (Rd)

Efisiensi HE

)
)

Untuk menentukan efisiensi, harus diketahui fluida minimum.


Air

Uap

Fluida minimumnya adalah uap.

) ]

b.2. Bukaan keran 2/5 putaran

Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

2/5

0,000094

0,0000025

30

78

Sifat-sifat air pada suhu 30 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

30,0

4,176

995,260

8,030

0,619

5,412

Sifat-sifat steam pada suhu 78 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

78,0

4,192

972,861

3,660

0,669

2,289

LMTD
(

)
[

(
(

)
]
)

)
[

(
(

)
)
]
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Luar (ho)


[

(
[

]
)
(

]
)

Sehingga alirannya bersifat aliran turbulen, dengan demikian ho:

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Dalam (hi)

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat laminer, dengan demikian untuk menghitung hi


(

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Bersih (Uc)


( )

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Kotor (UD)

Fouling factor (Rd)

)
(

Efisiensi HE
Untuk menentukan efisiensi, harus diketahui fluida minimum.

Air

Uap

Fluida minimumnya adalah uap.

) ]

b.3. Bukaan keran 3/5 putaran

Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

3/5

0,000158

0,0000025

29

74,5

Sifat-sifat air pada suhu 29 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

29,0

4,177

995,422

8,201

0,618

5,544

Sifat-sifat steam pada suhu 74,5 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

74,5

4,189

975,105

3,833

0,667

2,408

LMTD
(

)
[

(
(

)
)
]
)

)
[

(
(

)
)
]
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Luar (ho)

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat aliran turbulen, dengan demikian ho:

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Dalam (hi)

(
[

]
)
]
)

Sehingga alirannya bersifat laminer, dengan demikian untuk menghitung hi


(

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Bersih (Uc)


( )

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Kotor (UD)

)
(

Fouling factor (Rd)

Efisiensi HE

Untuk menentukan efisiensi, harus diketahui fluida minimum.


Air

Uap

Fluida minimumnya adalah uap.

) ]

b.4. Bukaan keran 4/5 putaran

Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

4/5

0,000186

0,0000025

28

73

Sifat-sifat air pada suhu 28 oC adalah

Cp

(x10-4)

Pr

28,0

4,178

995,584

8,372

0,616

5,675

Sifat-sifat steam pada suhu 73 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

73,0

4,188

976,076

3,911

0,666

2,462

LMTD
(

(
[
(

)
]
)

)
[

(
(

)
)
]
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Luar (ho)

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat turbulen, dengan demikian ho:

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Dalam (hi)

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat laminer, dengan demikian untuk menghitung hi


(
(

)
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Bersih (Uc)


( )

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Kotor (UD)

)
(

Fouling factor (Rd)

Efisiensi HE

Untuk menentukan efisiensi, harus diketahui fluida minimum.


Air

Uap

Fluida minimumnya adalah uap.

b.5. Bukaan keran 5/5 putaran

) ]

Bukaan

Q air (m3/s)

Q steam (m3/s)

T air,avg (oC)

T steam,avg (oC)

5/5

0,000236

0,0000025

28

71,5

Sifat-sifat air pada suhu 28 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

28,0

4,178

995,584

8,372

0,616

5,675

Sifat-sifat steam pada suhu 71,5 oC adalah


T

Cp

(x10-4)

Pr

71,5

4,186

977,047

3,990

0,665

2,516

LMTD
(

(
[
(

)
]
)

)
[

(
(

)
)
]
)

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Luar (ho)


[

(
[

]
)
(

]
)

Sehingga alirannya bersifat aliran turbulen, dengan demikian ho:

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pipa Dalam (hi)

]
)

(
[

]
)

Sehingga alirannya bersifat laminer, dengan demikian untuk menghitung hi


(

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Bersih (Uc)


( )

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi pada Keadaan Kotor (UD)

(
(

Fouling factor (Rd)

Efisiensi HE

)
)

Untuk menentukan efisiensi, harus diketahui fluida minimum.


Air

Uap

Fluida minimumnya adalah uap.

) ]

Hasil yang didapat dari perhitungan, dijabarkan secara singkar dalam tabel berikut:
Searah
Bukaan

Vair

Vsteam

T0

T1

t0

t1

1/5

690

25

92

74

36

48

2/5

1230

30

92

65

36

42

3/5

1840

30

92

55

36

39

4/5

2000

29

92

49

36

38

5/5

2520

28

92

42

36

34

h0

h1

Uc

Ud

Rd

h0

h1

Uc

Ud

Rd

Berlawanan arah
Bukaan

Vair

Vsteam

T0

T1

t0

t1

1/5

580

27

96

72

28

38

2/5

940

25

96

60

28

32

3/5

1580

25

96

53

28

30

4/5

1860

25

96

50

28

28

5/5

2360

25

96

47

28

28

BAB IV

ANALISA
IV.1. ANALISA PERCOBAAN
Percobaan Heat Exchanger adalah percobaan yang bertujuan untuk mengetahui dan
mempelajari kerja dari alat penukar kalor dengan jenis pipa yang pipa ganda dengan
menghitung koefisien perpindahan panas, faktor kekotoran, efisiensi dan perbandingan
untuk aliran searah. Percobaan juga dilakukan untuk aliran berlawanan arah. Prinsip
kerja untuk melakukan percobaan kali ini adalah mempelajari cara kerja Heat
Exchanger dengan mempelajari perpindahan kalor yang terjadi antara dua fluida, yaitu
air dan steam dengan melewati dua bidang batas. Bidang batas pada alat penukar kalor
ini berupa pipa yang terbuat logam. Pada pipa ganda digunakan dua pipa konsentris
dimana pipa yang di luar sebagai pipa annulus dan yang di dalam disebut sebagai pipa.
Kombinasi fluida dingin dan panas yang digunakan adalah air dan steam karena suhu
air yang digunakan sehari-hari berbeda cukup jauh. Suhu air sehari-sehari keluaran dari
kran bersuhu 28-29C dan suhu steam yang digunakan bersuhu 90-100C sehingga
perpindahan kalor dapat terjadi dengan jarak suhu yang cukup besar dan perbedaan
suhu antara fluida satu dengan lainnya lebih mudah diukur.
Fluida panas menggunakan steam karena steam memiliki energi dalam yang tinggi
sehingga mampu mentrasfer kalor yang cukup besar, oleh karena itu steam sering
digunakan dalam berbagai industri. Selain itu, fluida panas steam lebih mudah
diperoleh yaitu dengan memanaskan air. Fluida dingin yang digunakan adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari. Dalam percobaan ini, membutuhkan banyak
fluida dingin karena akan divariasikan 5 bukaan kran dengan 2 arah aliran yang berbeda
sehingga membutuhkan volume fluida dingin yang cukup banyak.
4.1.1. Percobaan Aliran Berlawanan
Percobaan Heat Exchanger pertama-tama dilakukan dengan percobaan aliran
berlawanan. Untuk mendapatkan aliran air dengan steam yang saling berlawanan arah
maka kran 1, 8 , 10, 12 dan 3 yang dibuka untuk mendapatkan arah aliran steam yang
berlawanan dengan aliran air.

Kran dibuka secara berurutan mengikuti aliran steam. Kelima kran tersebut dibuka
terlebih dahulu sebelum mesin penghasil steam dihidupkan untuk menghindari alat heat
exchanger dari kerusakan karena jika kran tidak dibuka akan mennyebabkan tekanan di
dalam pipa menjadi cukup tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan.
Aliran air didapatkan dengan membuka kran 4, 5 dan 14. Kran 14 pertama-tama dibuka
1/5-nya saja. Hal ini dimaksudkan agar percobaan dilakukan sebanyak lima kali dengan
kenaikan 1/5 kali bukaan sampai bukaan penuh, dan dengan begitu akan didapatkan
variasi pengaruh kecepatan atau debit air yang keluar dari pipa dihubungkan dengan
perpindahan panas yang terjadi setiap bukaannya.
Variasi putaran dilakukan dengan membayangkan bentuk bintang dibayangkan kepada
kran pipa sehingga bisa diperkirakan ukuran 1/5 bukaan yang pas untuk melakukan
variasi bukaan kran sampai bukaan penuh.

Gambar (). Block Flow Diagram Heat Exchanger


Dari Block Flow Diagram di atas dapat diketahui bahwa dengan pengaturan bukaan
kran yang seperti dilakukan di atas akan membentuk arah aliran air dengan steam saling
berlawanan arah.

Steam mengalir melalui pipa kecil sedangkan air melalui annulus. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi heat loss yang dapat terjadi. Sehingga dapat dikatakan bahwa steam
langsung melakukan perpindahan kalor dengan air jika diletakkan di pipa, ketika
dimasukkan ke dalam annulus kemungkinan yang terjadi akan berbeda yaitu pipa
annulus yang akan melakukan perpindahan kalor dengan udara luar.
Setelah aliran steam dan air diatur mengalir berlawanan, setelah beberapa menit
menunggu hingga suhu konstan maka suhu air keluar dan steam keluar mulai diukur.
Ketika air dan steam pertama kali dikontakkan akan terjadi gradient suhu terhadap
waktu diantara kedua fluida tersebut. Sampai waktu tertentu perpindahan panas sistem
tidak berubah kembali terhadap waktu, suhu inilah yang dihitung dimana sistem telah
berada dalam kondisi setimbang. Suhu yang diukur pada waktu suhunya belum konstan
dapat mengakibatkan kesalahan perhitungan karena suhu pada waktu tersebut bukan
merupakan representasi perpindahan kalor (dilihat perubahan suhu) yang terjadi bila
steam melewati pipa dengan air pada suhu tertentu dan kecepatan tertentu.
Suhu yang dicatat besarnya adalah T3,T4,T2,T1 yaitu suhu air yang masuk, suhu steam
yang masuk, serta suhu keduanya ketika perpindahan kalor antar steam dengan air
terjadi. Suhu yang diukur dimulai ketika kedua fluida tepat akan masuk dan sesaat
setelah terjadi perpindahan kalor agar meminimalkan kesalahan pengukuran data
karena adanya heat loss (karena pipa sistem heat exchanger tidak diisolasi). Dari
pengukuran perbedaan suhu ini dapat diketahui parameter dari heat exchanger yang
digunakan.
Setelah suhu diukur, flow rate kedua fluida juga harus dihitung. Pengukuran keduanya
menggunakan gelas ukur dan stopwatch karena pada heat exchanger tidak ada
flowmeter, sehingga yang diukur adalah debitnya. Pengukuran dilakukan selama 10
detik untuk kondensat dan 5 detik untuk air. Air diukur selama 5 detik saja karena
bukaan kran air yang cukup besar sehingga air yang ditampung cuku banyak untuk
diukur. Pada pengukuran kondensat yang terbentuk perlu digunakan sarung tangan
karena suhu kondensat steam yang cukup tinggi.
Dari debit dapat diketahui laju alirnya. Laju alir setiap bukaan kran harus dikur karena
laju alir juga mempengaruhi nilai koefisien perpindahan panasnya yang berarti juga
mempengaruhi perpindahan kalor sistem. Oleh karena itu, untuk mempelajari
pengaruhnya, kecepatan alir air pada percobaan berada dalam 5 variasi kecepatan

sedangkan steam berada dalam kecepatan tetap. Aliran steam tidak diubah karena dapat
dapat mengakibatkan tekanan yang cukup tinggi di dalam pipa dan steam keluar tidak
dalam bentuk kondensat tapi dalam bentuk steam.
Sedangkan untuk perhitungan laju alir steam, dilakukan dengan mengukur debit
kondensat yang terbentuk. Banyaknya laju steam pada pipa sama dengan kondensat
yang terbentuk, karena banyaknya massa steam yang mengalir akan berubah menjadi
liquid ketika telah mengalami perpindahan kalor dan pada tekanan dan suhu ruang.
Kemudian percobaan ini diulangi kembali untuk 5 macam bukaan kran 14 sebagai
pengatur kecepatan aliran air.
4.1.2. Percobaan Aliran Serarah
Percobaan aliran searah ini dilakukan dengan membuka dua bukaan kran aliran steam
yang berbeda dengan yang sebelumnya yaitu: 1, 8, 11, 9, 3. Hal ini dilakukan agar
terdapat aliran steam yang searah dengan aliran air, dimana dapat ditunjukkan pada
gambar dibawah ini.

Gambar (). Block Flow Diagram Heat Exchanger


IV.2. ANALISA DATA
1. Faktor laju alir dalam percobaan

Berdasarkan data percobaan semakin besar laju alir air, maka kalor yang
ditukar pun semakin kecil. Karena volume air yang harus dipanaskan semakin
besar, maka suhu air hanya naik sedikit saja bila laju alir airnya diperbesar.
Sedangkan untuk memaksimalkan perpindahan kalor seharusnya laju alir
steam yang diperbesar, karena volume air yang dipanaskan akan lebih sering
mengenai steam panas yang belum tertukar kalornya akibat laju alir yang lambat.
2. Faktor arah air dan steam dalam percobaan
Pada aliran searah, karakter penukar panas jenis ini, temperatur fluida dingin
yang keluar dari alat penukar panas ( Tcb ) tidak dapat melebihi temperatur fluida
panas yang keluar dari alat penukar panas (Thb), sehingga diperlukan media
pendingin atau media pemanas yang banyak. Oleh sebab itu laju alir steam yang
diperlukan haruslah banyak. Bisa dilihat dari data, suhu air pada bukaan valve yang
penuh, menyebabkan suhu menurun. Ini mungkin terjadi akibat kesalahan
pengamatan ataupun faktor lainnya seperti faktor pengotor. Namun data sesuai
dengan teori yang telah disebutkan. Untuk aliran searah bisa disimpulkan tidak
efisien dalam menukar kalor.
Berbeda dengan aliran berlawanan arah, kedua fluida ( panas dan dingin )
masuk penukar panas dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan
dan keluar pada sisi yang berlawanan. Temperatur fluida dingin yang keluar penukar
panas (Tcb) lebih tinggi dibandingkan temperatur fluida panas yang keluar penukar
panas Thb). Dari data yang diambil suhu fluida dingin pada keluaran tidaklah lebih
besar dari suhu fluida panas yang keluar dari alat penukar kalor. Hal ini mungkin
terjadi karena laju alir belum maksimal.
IV.3. ANALISA HASIL DAN PERHITUNGAN
Aliran Searah
Perhitungan yang dilakukan dalam percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui hasil
yang didapatdarikinerja dari suatu alat penukar kalor yang memiliki aliran cocurrentataualiran searah. Pengolahan data dilakukansetalahmenentukan data geometri
pipa,yaitupanjang (L),diameter (D) dan luas (A) sertadiameterekuivalen (De), dan data
sifat air dan steam. Hal tersebut didapatkandari Tabel A.9 Heat Transfer karya J.P
Holman. Sifat yang diperoleh untuk air dan steam antara lain:

massa jenis (),

viskositas (),

konduktivitas thermal (k),

bilangan Prandtl (Pr),

dan kapasitas panas (Cp).

Untuk mempermudah mencari data dari peroperti air dan steam maka digunakan suhu
rata-rata dari steam dan air dengan melakukan perhitungan sebagai berikut,
Tavg air =

(1)

Tavg steam =

(2)

Setelah T rata-rata didapatkan maka sifat-sifat dapat dicari dengan menggunakan table A9. Namun, data yang ada tidak dapat mewakilkan semua suhu yang ada oleh karena itu
perlu dilakukan adanya interpolasi agar didapatkan nilai yang lebihakurat. Nilai laju alir
dikonversi terlebih dahulu untuk mempermudah dalam melakukan perhitungan. Dalam
melakukan perhitungan diperlukan suatu acuan suhu. Namun suhu yang ada bervariasi
terhadap permukaan kalor. Oleh karena itu, metode LMTD digunakan untuk menentukan
perbedaan temperature rata-rata untuk menentukan suhu untuk menghitung nilai UD
(Koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor sudah kotor). Bila
kita tinjau lebih jauh penggunaan metode LMTD ini dikarenakan adanya pengotoran
dalam heat exchanger sehingga terjadi perbedaan temperatur sepanjang pipa. Adapaun
persamaan metode LMTD dan UD adalah sebagai berikut,

LMTD

(T1 t1 ) (T2 t 2 )
(T1 t1 )

ln

(
T

t
)
2 2

(3)

Koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor sudah kotor (U D),

UD

q
A LMTD

(4)

Pencarian nilai UD ini nantinya digunakan untuk mencari nilai fouling factor. Sedangkan
untuk mencari nilai q digunakan persamaan berikut,

q W .Cp.(T1 T2 ) W

(6)

Di mana nilai W dapat ditentukan dengan persamaan:W = .Qsteam


Sebelum melakukan perhitungan lebih lanjut maka perlu dianalisis terlebih dahulu jenis
aliran fluida atau profil dari fluida tersebut. Hal ini dikarenakan profil dari suatu fluida
sangat berpengaruh terhadap perpindahan panas yang terjadi. Untuk menetukan profil
yang ada dilakukan perhitungan bilangan Reynold dengan persamaan sebagai berikut:

Re = De Ge/ = De Ge/ =

4W
De

2
2
( D 2 D1 )

(7)

Setelah diketahui hasilnya maka pola aliran dapat diketahui dengan mengikuti aturan
sebagai berikut :

Re < 2100 = laminar

2100 < Re < 10000 = transisi

Re > 10000 = turbulen

Kemudian setelah didapatkan profil kecepatan maka koefisien perpindahan kalor secara
konveksi dapat ditentukan dengan rumusan sebagai berikut:
Untuk Turbulen
h0 = 0,023.Re0,8.Pr0,3.

k
De

(8)

Untuk Laminar
1

D 3 k

hi 1,86 Re . Pr . 1
L D1

(9)

Perhitungan nilai koefisien konveksi ini nantinya akan digunakan dalam mencari nilai
fouling factor.Setelah mendapatkan nilai koefisien konveksi maka kita dapat menentukan
koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor masih baru
(UC).Pada perhitungan dapat terlihat bahwa nila UD dan UC bervariasi antara putaran kran
yang satu dengan yang lainnya. Namun dari data tersebut dapat kita lihat bahwa Qfluida
meningkat Re meningkat ho, hi meningkat Uc meningkat. Qsteam meningkat W

meningkat q meningkat Ud meningkat, namun tidak untuk LMTD. Bedasarkan


persamaan tersebut, semakin besar nilai LMTD, maka nilai Ud akan semakin kecil
(berbanding terbalik).
Faktor Kekotoran (Fouling Factor)
Rd

1
1

Ud Uc

(10)

Jika sebuah pipa baru saja digunakan, maka keadaannya masih normal dan bersih sehingga
tidak mengganggu proses perpindahan kalor. Namun lain halnya bila pipa tersebut
digunakan secara terus menerus maka akan terjadi penimbunan partikel dan terjadi
pengotoran dalam pipa. Penimbunan inilah yang disebut faktor pengotor.Dengan kata lain,
faktor utama yang mempengaruhi faktor kekotoran secara langsung adalah nilai koefisien
transfer panasnya, Uc dan Ud. Secara teoritis, nilai Uc > Ud. Sehingga nilai dari Rd tidak
bernilai negatif.
Pada perhitungan didapatkan nilai Rd yang besar dan bervariasi. Nilai Rd yang besar ini
menunjukkan bahwa pipa telah memiliki banyak penimbunan di dalamnya sehingga faktor
pengotor bernilai besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan permbersihan guna memperbaiki
kinerja pipa Heat Exchanger.
A. Aliran Counter-Current
Sebelummelakukanpengolahan terhadap data hasil percobaan, terlebih dahuluditentukan
data geometripipa,yaitupanjang (L),diameter (D), dan luas (A) serta De, dan data properti
dari air dan steam. Properti air dan steam tersebut diperoleh dari Tabel A.9. buku Heat
Transfer karya J.P.Holman mengenai sifat-sifat air, dan dihitung berdasarkan suhu rata-rata
yang diperoleh dari percobaan. Properti yang diperoleh untuk air dan antara lain: massa
jenis (), viskositas (), konduktivitas thermal (k), bilangan Prandtl (Pr), dan kapasitas
panas (Cp). Data yang telah didapat kemudian diolah agar didapat:
1. Koefisien Perpindahan Panas
Koefisien perpindahan kalor yang dihitung adalah koefisien perpindahan kalor
keseluruhan pada saat alat penukar kalor masih baru (UC) dan koefisien
perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor sudah kotor (UD).
Persamaan, untuk Uc dan Ud adalah sebagai berikut:

Uc

1
1 A1 ln( r0 / r1 ) 1 A1


hi
2 K L
ho A0

(11)

q
A LMTD

(12)

UD

a) Uc
Jika dilihat dari persamaan di atas, nilai Uc berbanding lurus dengan nilai
dari hi dan ho. Dan berdasarkan data hasil perhitungan, semakin tinggi nilai
koefisien panas dari steam (hi) dan koefisien panas yang diterima oleh
fluida dingin (ho), maka nilai Uc juga akan semakin besar. Pada
perhitungan percobaan bukaan pertama, diperoleh nilai hi sebesar 270,5584
W/m2.0C, nilai ho sebesar 1583,1195W/m2.0C dan nilai Uc sebesar
227,4726 W/m2 oC pada perhitungan percobaan kedua, diperoleh nilai hi
sebesar 248,0128 W/m2 oC, ho sebesar 286,3918W/m2 oC, dan nilai Uc
sebesar 176,6455 W/m2 oC. Begitu juga untuk perhitungan percobaan
dengan bukaan lainnya dimana terbukti bahwa percobaan dengan teori
dasar memiliki kesamaan atau terbukti kebenarannya.
Persamaan dasar hi adalah:
hi = NuD . k/D
karena aliran pada steam cenderung laminar, maka persamaannya
yakni:

Pada steam nilai = w, maka persamaannya berubah menjadi:


D

hi 1,86 Re . Pr . 1
L

1/ 3

k
D1

Berdasarkan persamaan di atas, nilai hi dipengaruhi oleh berbagai


faktor, antara lain Bilangan Reynold, bilangan Prandtl, serta konduktivitas
termal. Bilangan Reynold adalah bilangan yang didasarkan dari jenis
aliran dari fluida, sehingga bisa dijadikan batasan dalam perhitungan.
Re

De Ge

De
4W

2
2
( D0 D1 )

Berdasarkan persamaan, bilangan Reynold sangat dipengaruhi oleh


laju alir. Semakin besar laju alirnya maka semakin besar nilai bilangan
Reynoldnya. Begitu juga yang terjadi dalam percobaan. Pada percobaan
pertama, laju alir air sebesar 53 ml/s dan bilangan Reynoldnya sebesar
7696,487. Pada bukaan kedua, laju alir semakin besar yakni 90 ml/s dan
bilangan Reynoldnya sebesar 12159,32. Begitu juga untuk laju alir 140
ml/s,

153,3

ml/s,

dan

162

ml/s,

terliharbahwasemakinbesarlajualirnyamakabilangan Reynold-nya pun akan


semakin besar.
Di samping itu,secara tidak langsung, nilai hi dipengaruhi oleh laju
alir fluida. Dimana hi dengan laju alir akan berbanding lurus. Sementara itu,
bilangan Prandtl dan konduktivitas termal didasarkan oleh kondisi steamnya.Persamaan dasar ho,
k Cp

ho J H
De k

1/ 3

0 ,14

Nilai adalah viskositas dari air, sedangkan w adalah viskositas steam.


Sama seperti hi, salah satu faktor yang mempengaruhi nilai ho adalah
bilangan Reynold. Sedangkan bilangan Reynold sangat dipengaruhi oleh
laju alir. Semakin besar laju alirnya maka semakin besar nilai bilangan
Reynoldnya. Begitu juga yang terjadi dalam percobaan. Sementara itu, nilai
JH didapatkan dari figure 28 (buku Kern) yang menggunakan data bilangan
Reynold.Dengan kata lain, nilai Uc dipengaruhi oleh laju alir baik fluida
dingin maupun laju alir steamnya.
b) Nilai Ud

Jika dilihat persamaan, nilai Ud dipengaruhi oleh q dan LMTD. Nilai q


disini adalah jumlah kalor yang dipindahkan per satuan waktu. Adapun
persamaan untuk mencarinilai q adalah:
q W .Cp.(T1 T2 )

Selain dipengaruhi oleh propertinya, nilai q juga dipengaruhi oleh laju alir
dari kondensatnya. Semakin besar laju alir kondensat, maka semakin besar
pula kalor yang dipindahkan. Hal ini dikarenakan semakin banyak laju alir
kondensat menunjukkan banyaknya steam yang terkondensasi akibat
panasnya dari steam berpindah ke fluida dingin. Dengan begitu, suhu dari
steam akan cenderung turun lebih besar. Untuk menghitung suhu rata-rata
log atau Log Mean Temperature Difference (LMTD), maka persamaan
umumnya,
(

)
[

(
(

)
)
]
)

untuk mencari UDmenggunakan persamaan sebagai berikut,


UD

q
A LMTD

Oleh sebab itu,dapat disimpulkan bahwa,


Qfluida naik Re naik ho, hi naik Uc naik
Qsteam naik W naik q naik Ud naik
Namun ini tidak berlaku untuk LMTD. Bedasarkan persamaan tersebut,
semakin besar nilai LMTD, maka nilai Ud akan semakin kecil atau Ud
berbanding terbalik dengan LMTD. Pada perhitungan percobaan pertama,
nilai LMTD sebesar 20,42180C dan nilai dari Ud sebesar 1,8751 W/m2 oC.
Pada perhitungan percobaan kedua, nilai LMTD semakin kecil yakni
25,16510C dan nilai dari Ud semakin besar yaitu 0,5798W/m2 oC. Begitu
juga untuk percobaan ketiga, keempat, dan kelima. Nilai LMTD semakin
menurun, namun nilai Ud akan semakin besar.

2. Faktor Kekotoran (Fouling Factor)


Persamaan untuk mencari nilai dari fouling factor adalah:

Rd

1
1

Ud Uc

Apabila sebuah pipa baru saja digunakan, maka keadaannya masih normal dan
bersih sehingga tidak mengganggu proses perpindahan kalor. Namun pada suatu
saat fluida yang terus menerus mengalir dalam pipa akan membentuk seperti
sebuah lapisan yang akan mengganggu aliran kalor. Hal inilah yang dimaksud
dengan faktor kekotoran.Dengan kata lain, faktor utama yang mempengaruhi
faktor kekotoran secara langsung adalah nilai koefisien transfer panasnya, Uc dan
Ud. Secara teoritis, nilai Uc > Ud. Sehingga nilai dari Rd tidak bernilai negatif.
Berdasarkan hasil perhitungan yang sudah dilakukan untuk lima variasi bukaan,
didapatkan nilai dari faktor pengotor yang besar diantaranya yakni 0,5287 m2
o

C/W, 1,7202 m2 oC/W, 1,4470 m2 oC/W, 1,3380 m2 oC/W, 1,1654 m2 oC/W.

Dilihat dari hasil perhitungan faktor kekotoran, angka yang dihasilkan sangat
besar. Hal ini bisa disebabkan oleh saluran pipa pada rangkaian sistem HE sudah
mengalami korosi (karatan) sehingga berpengaruh pada fluida yang mengalir
melewati pipa tersebut.
3. Efisiensi
Analisis perhitungan yang akan dibahas adalah analisis perhitungan nilai efisiensi
dari kedua jenis aliran Heat Exchanger yang digunakan yaitu counter current dan
co-current untuk setiap bukaan valve feed air, yaitu 1/5, 2/5, 3/5, 4/5, dan 5/5.
Untuk menghitung nilai efektifitasnya digunakan metode NTU efektifitas.
Mengapa demikian? Metode ini digunakan karena selain caranya yang relatif
mudah, metode ini dapat digunakan untuk tujuan membandingkan penukar kalor
manakah yang harus dipilih untuk melaksanakan suatu tugas perpindahan kalor
tertentu berdasarkan efisiensi yang dihasilkannya.
Efektifitas didefinisikan sebagai perbandingan antara perpindahan kalor nyata
dengan perpindahan kalor maksimum yang mungkin Nilai maksimum akan
didapat bila salah satu fluida mengalami perubahan suhu sebesar beda suhu
maksimum yang terdapat pada penukar kalor tersebut, yaitu selisih antara suhu
masuk fluida panas dan fluida dingin. Fluida yang mungkin mengalami beda suhu

maksimum adalah yang nilai mc nya minimum, karena neraca energi


mensyaratkan bahwa energi yang diterima oleh fluida yang satu haruslah sama
dengan energi yang dilepas oleh fluida lainnya. Sehingga untuk menghitung nilai
efektifitas, terlebih dahulu kita menghitung nilai mc untuk kedua fluida, yaitu
steam dan air. Nilai cp untuk masing-masing fluida diperoleh berdasarkan
temperatur fluida tersebut, yang nilainya dapat dicari pada Tabel A-9 Buku J.P
Holman, sedangkan nilai laju alir massa kedua fluida dapat dicari dengan
menghitung debit masing- masing fluida dengan rumus :

dengan V adalah volume fluida dan t adalah waktu. Setelah itu nilai debit ini
dkalikan dengan nilai massa jenis fluida untuk mendapatkan nilai laju alir massa
fluida.

Dengan mengetahui kedua nilai ini, maka kita dapat mencari nilai mc kedua
fluida dan mampu menentukan nilai mc fluida mana yang bernilai minimum.
Pada kedua aliran dalam HE, yang berperan sebagai fluida minimum adalah
steam. Sehingga, dapat digunakan rumus berikut untuk menghitung efisiensi HE
untuk kedua jenis aliran, yaitu sebagai berikut,
Counter current
Co-current
dimana Th1,Th2,Tc1,dan Tc2 berturut-turut adalah suhu steam masuk, suhu steam
keluar, suhu suhu air masuk pada aliran co-current, dan suhu air masuk pada
aliran counter current. Setelah menghitung efektifitas masing-masing bukaan
untuk setiap aliran, maka terlihat hasil sebagai berikut; untuk aliran counter
currentdan co-current feed, semakin besar bukaan valvefeed air, maka
efisiensinya akan semakin besar. Namun untuk co-current, telah terjadi
peningkatan tajam pada bukaan valveke 2, dimana efisiensinya meningkat secara
tajam dari bukaan valve 1. Dan terlihat bahwa, efisiensi HE pada aliran counter
relatif lebih besar di setiap bukaan dibandingkan dengan co-currentsehingga, dari

nilai ini dapat disimpulkan untuk menghasilkan laju perpindahan kalor maksimal
dan merata lebih baik menggunakan counter current, karena menghasilkan
efisiensi yang lebih besar akibatkenaikan suhu air lebih signifikan pada aliran
berlawanan sehingga semakin banyak panas yang berhasil dipindahkan dari satu
fluida ke fluida lainnya, sehingga efektifitas HE semakin besar.
Efisiensi yang semakin besar ini juga dapat terlihat dari nilai NTU (Number of
Transfer Unit) yang semakin besar pula. Besarnya nilai NTU mengindikasikan
jumlah panas yang berhasil dipindahkan semakin besar, sebagai akibatnya maka
efektifitas penukar kalor pun akan semakin tinggi. Dapat terlihat dari hasil
pengolahan data untuk penukar kalor dengan efektifitas lebih besar akan memiliki
nilai NTU yang lebih besar pula, hal ini pun mendukung pernyataan di atas.
Perhitungan nilai NTU untuk kedua aliran adalah sebagai berikut (dalam HE pipa
ganda).
(

Counter current:
Co-current:

) ]

Selain itu nilai efektifitas pun juga dipengaruhi oleh nilai C yang merupakan rasio
antara Cmin/Cmaks, semakin tinggi efektifitasnya maka dapat terlihat bahwa nilai C akan
semakin kecil.
IV.4. ANALISA KESALAHAN
Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa terjadi beberapa kali penyimpangan, baik
dalam percobaan penukaran kalor aliran searah maupun aliran berlawanan arah. Pada
aliran searah terjadi penurunan suhu masuk air secara tiba-tiba pada bukaan 3/5 dan
terjadi penurunan volume kondensat steam yang terukur pada bukaan ke 4/5. Sedangkan
pada aliran berlawanan arah terjadi penurunan suhu steam masuk pada bukaan 3/5 dan
pada volume kondensat steam yang terukur pada bukaan ke 5/5 tidak terjadi perubahan
dibandingkan pada bukaan ke 4/5 meskipun terjadi perubahan suhu keluar air dan steam.
Kemungkinan penyebab kesalahan adalah sebagai berikut.
a. Terdapat heat loss yang diabaikan
b. Terdapat fouling factor yang besar yang menyebabkan ketidakkonsistenan hasil
eksperimen.

c. Terdapat kesalahan pembacaan termokopel dan skala pada gelas ukur dalam
pengukuran kondensat.
d. Terdapat kesalahan pembukaan keran di mana besar perubahan bukaan tidak stabil
sehingga hasil yang didapatkan tidak akurat terhadap perubahan laju alir fluidanya.

Berikut merupakan pembahasan mengenai kemungkinan-kemungkinan kesalahan di atas.


a. Terdapat heat loss yang diabaikan
Alat penukar kalor pipa ganda pada dasarnya sudah dirancang sedemikian sehingga
kemungkinan adanya panas yang dilepas ke lingkungan dapat diminimalisir. Fluida
panas dibuat mengalir melalui pipa bagian dalam (inner pipe) sehingga panas dapat
ditransfer semaksimal mungkin ke fluida dingin. Akan tetapi permukaan luar pipa
apabila tersentuh masih terasa panas sehingga dapat dikatakan masih terdapat panas
yang lepas ke lingkungan. Nilai heat loss ini diabaikan sehingga dapat dikatakan telah
terjadi kesalahan perhitungan.
b. Nilai fouling factor yang cukup besar
Performa alat penukar kalor pada dasarnya menurun seiring berjalannya waktu akibat
akumulasi deposit pada permukaan transfer panas. Lapisan deposit menyebabkan
terjadinya hambatan tambahan ke transfer panas dan menyebabkan laju transfer panas
pada alat penukar kalor menjadi menurun. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai
fouling factor RD adalah sebesar 0,7-2,1. Nilai fouling factor yang berubah-ubah ini
mengkonfirmasi adanya pengaruh kekotoran terhadap hasil percobaan. Kemungkinan
penurunan performa terjadi karena adanya pengotor yang tidak stagnan (tidak diam)
sehingga mengakibatkan terjadinya ketidakkonsistenan dalam hasil percobaan.
Nilai fouling factor yang cukup besar juga membuka kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam parameter yang dipakai pada perhitungan. Misalnya ada
kemungkinan penurunan performa alat penukar kalor disebabkan oleh terdapatnya
deposit pada pipa-pipa. Sedikit banyak deposit ini mempengaruhi parameter murni
dari alat penukar kalor yang digunakan, misalnya diameter pipa yang dapat berkurang
dengan adanya deposit tersebut. Kemudian juga digunakan nilai konduktivitas Cu (k
Cu) yang didasarkan pada nilai literatur. Apabila fouling factor disebabkan oleh
karena adanya korosi (yang mana sangat mungkin mengingat fluida yang digunakan
adalah air dan uap panas) maka nilai k ini tidak merepresentasikan keadaan

sebenarnya. Hal ini juga mengkonfirmasi bahwa kemungkinan terjadi kesalahan


perhitungan akibat penggunaan nilai parameter yang tidak representatif.
c. Terdapat kesalahan pembacaan
Pada dasarnya perubahan sekecil apapun pada alat penukar kalor dapat menyebabkan
terjadinya ketidakstabilan pada pertukaran panas. Suhu masuk, laju alir, sifat-sifat
fluida, komposisi fluida, dan sebagainya menyebabkan jumlah panas yang ditransfer
juga berubah. Kondisi transien ini menuju kepada perubahan suhu proses hingga pada
akhirnya sampai kepada titik di mana distribusi konsentrasi menjadi tunak. Saat panas
mulai ditransfer, terjadi perubahan suhu dluida hingga suhu-suhu tersebut mencapai
keadaan tunak. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tunak bergantung
pada alat penukar kalor yang digunakan.
Pada eksperimen, pembacaan dilakukan 3-5 menit setelah dilakukan perubahan
bukaan aliran air. Namun berdasarkan data terdapat keanehan di mana terjadi
perubahan suhu masuk air pada percobaan aliran searah dan terjadi perubahan suhu
masuk steam pada percobaan aliran berlawanan arah. Secara teoritis meskipun laju
alir fluida masuk berubah, suhu masuk tidak akan berubah. Kemungkinan perubahan
ini menunjukkan bahwa alat penukar kalor belum mencapai kondisi stabilnya pada
saat eksperimen mulai dilakukan sehingga terjadi perubahan seperti demikian.
Untuk alat penukar panas fluida panas mengalir melalui pipa bagian dalam dan
mentransfer panas ke air pendingin di pipa bagian luar. Sistem dikatakan sudah
berada pada kondisi tunak apabila sudah tidak terjadi perubahan. Perubahan bukaan
laju alir yang baru juga menyebabkan terjadi distibus temperatur hingga ke kondisi
tunak selanjutnya dicapai. Kestabilan yang baru dapatdiamati saat suhu masuk dan
keluar untuk fluida panas dan dingin menjadi stabil. Namun pada kenyataannya suhu
tidak akan pernah benar-benar stabil, namun dengan perubahan laju alir masuk yang
cukup besar seharusnya kondisi tunak dapat diamati dan kesalahan dapat
diminimalisasi.
Kesalahan pembacaan kemungkinan tidak hanya disebabkan oleh karena pembacaan
dilakukan tidak pada saat kondisi sudah tunak. Juga terdapat kemungkinan bahwa
kesalahan pembacaan terjadi akibat alat ukur yang tidak beroperasi sebagaimana
harusnya.

Termokopel

yang

digunakan

kemungkinan

mengalami

sedikit

penyimpangan akibat perawatan alat yang kurang sempurna atau sebab-sebab lainnya.
Akibatnya suhu yang ditunjukkan tidak merepresentasikan suhu yang seharusnya.
Selain oleh karena kondisi yang belum tunak dan alat ukur yang tidak beroperasi
dengan baik, kesalahan pembacaan juga dapat disebabkan oleh karena kesalahan
praktikan. Skala pada termokopel relatif rapat sehingga pembacaan relatif sulit.
Sedangkan pengukuran volume air dan kondensat sangat bergantung pada ketepatan
praktikan untuk mulai menampung fluida saat penghitungan waktu dimulai.
Jenis kesalahan yang mungkin timbul terkait dengan data dan nilai perhitungan
efektifitas penggunaan HE untuk kedua jenis aliran adalah suhu keluaran steam pada
aliran co-current tepatnya pada bukaan valve feed sebesar 2/5. Pada kasus ini, suhu
keluar steam mengalami penurunan yang signifikan, sedangkan suhu masuk steam
dan air cenderung konstan sehingga efektifitas HE yang terhitung menjadi sangat
tinggi. Tetapi setelahnya yakni pada bukaan 3/5, suhu keluaran steam pada aliran cocurrent mengalami peningkatan kembali, barulah terjadi penurunan secara bertahap
pada bukaan 4/5 dan 5/5. Nilai efektifitas HE yang terhitung untuk aliran ini bersifat
fluktuatif akibat adanya anomali suhu keluaran steam pada bukaan valve feed sebesar
2/5. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu peningkatan jumlah volume air
yang menjadi dua kali lipat dibandingkan dengan bukaan valve feed sebesar 1/5
sedangkan volume steam tetap akan menyebabkan kalor yang mampu diterima air dan
kalor yang dilepas steam akan menjadi lebih besar, sehingga selisih suhu masuk dan
keluar steam akan menjadi lebih besar pula. Apalagi alat HE yang digunakan sudah
sangat lama berkemungkinan untuk terjadi perbedaan transfer panas antara 1 titik
dengan titik lainnya sepanjang pipa. Pada titik dimana alat pencatat suhu atau sensor
suhu keluaran steam dipasang, transfer panas yang terjadi berada pada titik optimal,
sehingga suhu yang terbaca menjadi jauh lebih kecil yang berakibat pada
dihasilkannnya beda suhu dan efektifitas yang lebih besar pula. Namun, karena
kondisi di dalam alat yang tidak dapat diterka secara pasti, keadaan transfer panas
yang optimal menjadi tidak stabil/konstan. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh nilai
konduktivitas logam HE yang digunakan serta fouling factor yang terbentuk.
Kesalahan berikutnya adalah terdapatnya kejanggalan pada data T1 yang merupakan suhu
steam yang tercatat saat berada di dalam HE. Seharusnya nilai ini mengalami penurunan
bertahap seiring dengan bertambah besarnya bukaan valve feed, namun yang tercatat

pada data adalah memang suhu steam mengalami penurunan, namun nilai ini mengalami
penurunan drastis bahkan ada yang mengalami penurunan hingga suhu T 1 lebih rendah
dari nilai suhu yang terbaca pada keluaran steam. Untuk kasus ini, kemungkinan terbesar
disebabkan oleh sensor suhu atau alat pencatat suhu untuk T1 mengalami kerusakkan,
sehingga suhu yang terbaca cukup jauh dari yang diestimasikan. Hal ini didukung kuat
oleh pengalaman praktikan saat melakukan praktikum, yakni saat pembacaan suhu T1
dalam bukaan valve feed yang sama 2-3 detik pasca pembacaan suhu yang terukur
pertama kali, nilai yang ditampilkan mengalami perubahan hingga puluhan derajat
celcius. Ketidakstabilan tersebut memperkuat pernyataan praktikan bahwa alat tersebut
memang mengalami kerusakan.

BAB V

PENUTUP

V.1.

KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan dan analisis yang dilakukan terhadap hasil praktikum modul

Double Pipe Heat Exchanger, dapat disimpulkan beberapa hal,yaitu:


1. Double Pipe Heat Exchanger adalah salah satu jenis alat penukar kalor yang
menerapkan

asas

black

sebagai

prinsip

kerjanya.

Double

Pipe

Heat

Exchangerberfungsi untuk menukarkan suhu antara dua fluida yang melewati dua
bidang batas. Bidang batas pada alat penukar kalor berupa pipa yang terbuat dari
berbagai jenis logam sesuai dengan penggunaan dari alat tersebut.
2. Beberapa faktor yang menjadi parameter unjuk kerja dari alat Double Pipe Heat
Exchanger adalah faktor pengotor (dirt factor), luas permukaan perpindahan kalor,
koefisien perpindahan kalor, beda temperatur rata-rata, jenis aliran (bilangan reynold)
dan arah aliran (co-current atau counter current).
3. Aliran counter current atau aliran yang berlawanan arah lebih efektif untuk
pertukaran kalor. Perpindahan panas pada aliran ini lebih menyeluruh, fluida panas
dan fluida dingin saling bertukar panas pada titik-titik yang memiliki perbedaan suhu
yang besar. Akibatnya suhu steam dan air yang keluar tidak terpaut jauh.
4. Nilai efisiensi dan NTU akan lebih besar pada aliran countercurrent dan juga akan
lebih besar pada aliran yang laju alir volumenya besar. Secara berurutan Q naik
hodan hi naik LMTD naik naik NTU naik.
5. Parameter faktor kekotoran pada alat sangat mempengaruhi unjuk kerja alat tersebut.
Hal ini terlihat dari koefisien perpindahan panas menyeluruh antara alat pada keadaan
bersih (UC)dan pada keadaan kotor (UD). Hal ini akan berpengaruh pada temperatur
akhir yang diperoleh.
6. Semakin besar laju alir air pendingin, maka semakin besar pula laju alir kondensat
yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1989. Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik 1. Depok: DTK-FT-UI.

Holman, J.P. 1988. Perpindahan Kalor Edisi Keenam, Alih Bahasa Ir. E. Jasjfi M. Sc.
Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai