1. Teori Mengenai Kesepakatan/ Kehendak dan Dasar Mengikatnya1
a. Teori Penawaran dan penerimaan (offer and acceptance) Yang merupakan teori dasar dari adanya kesepakatan kehendak adalah teori penawaran dan penerimaan. Yang dimaksudkan adalah bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran (offer) dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan lamaran (acceptance) oleh pihak lain dalam kontrak tersebut. Teori ini diakui secara umum di setiap sistem hukum, sungguhpun pengembangan dari teori ini banyak dilakukan di negara-negara yang menganut sistem hukum common law. b. Teori Kehendak (wilstheorie) Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat. c. Teori Pengiriman (verzend theorie) Menurut teori pengiriman ini, suatu kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. Dengan kata lain suatu kata sepakat terbentuk pada saat dikirimnya surat jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu kontrak, karena sejak saat pengiriman tersebut, si pengirim jawaban telah kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu. d. Teori pengetahuan (vernemings theorie) Yang dimaksud dengan pengetahuan dalam teori ini adalah pengetahuan dari pihak yang menawarkan. Jadi menurut teori ini suatu kata sepakat dianggap telag terbentuk pada saat orang yang menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya itu telah disetujui oleh pihak lainnya. Jadi teori ini pada hakikatnya mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui banhwa tawarannya diterima. e. Teori kepercayaan (vertrouwens theorie) Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak (secara objektif) diterima oleh pihak yang menawarkan. f. Teori kotak pos (mail box theorie) Menurut teori ini suatu penerimaan tawaran dari suatu kontrak sehingga kontrak dianggap mulai terjadi, adalah pada saat surat jawaban yang berisikan penerimaan tersebut dimasukkan dalam kotak pos. g. Teori ucapan (uiting theorie) Menurut teori ini bahwa suatu kesepakatan kehendak terjadi manakala pihak yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban yang menyatakan bahwa dia telah menerima tawaran tersebut. h. Teori Dugaan Teori dugaan yang bersifat subjektif ini antara lain dianut oleh Pitlo. Menurut teori ini saat tercapainya kata sepakat sehingga saat itu juga dianggao sebagai saat terjadinya suatu kontrak adalah pada saat pihak yangmenerima tawaran telah mengirim surat jawaban dan dia secara 1 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakt, Bandung, 2001, hlm.74. Lihat juga Munir Fuady, Op.Cit, hlm.45
patut dapat menduga bahwa pihak lainnya (pihak yang menawarkan)
telah mengetahui isi surat itu. 2. Teori Hukum Asuransi untuk Menentukan Hubungan Sebab Akibat dan Ganti Rugi a. Teori Causa Proxima (Penyebab yang Terdekat) Teori ini berpijak pada adagium causa proxima non remota spectatur yang berarti bahwa penyebab yang paling dekat / paling akhir dengan kerugian yang dipakai sebagai faktor penentu untuk dipertimbangkan; dan bukan sebab yang terjauh. Dengan demikian, akan dapat dimanfaatkan suatu kriteria tertentu sebagai pilihan, yaitu pada satu faktor saja yang dapat dimasukkan dalam kriteria fakta/fakta yang terdekat, dengan menyisihkan berbagai faktor/faktor yang lain sebelumnya. Teori ini mudah penerapannya dan dianut oleh Marine Insurance Act 1906, yang pada dasarnya berpendapat bahwa seorang penanggung hanya bertanggung jawab atas penggantian kerugian jika kerugian itu timbul karena peristiwa yang terdekat pada kerugian tersebut. Menurut P.L. Wery selanjutnya, teori ini mengandung kelemahan karena didalam beberapa kasus dapat menghilangkan fakta yang terjadi dan dapat meniadakan tanggung jawab. Misalnya fakta yang berkaitan dengan kesalahan sendiri, atau kekurang hati-hatian dari tertanggung sendiri. Misalnya contoh klasik yang diberikan P.L. Wery sebagai berikut : Seorangan pengemudi mobil dalam kondisi tidak baik di jalan raya yang licin, dengan kecepatan cukup tinggi menabrak pohon ditepi jalan, menerima pembayaran ganti rugi.--Pembayaran ganti rugi diperoleh karena peristiwa menabrak pohon. Secara tidak langsung kekurangan diri sendiri dan kesalahan sendiri menjadi terabaikan. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa causa proxima tidak lagi dianggap sebagai penyebab terdekat dalam fakta melainkan penyebab yang dominan atau yang efektif. b. Teori Conditio-sine-qua-non (syarat yang tidak dapat dihindari) Menurut teori ini bahwa setiap fakta atau peristiwa yang nerupakan suatu hal yang tidak dapat ditiadakan, tanpa meniadakan kerugian itu sendiri, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanpa kenyataan/fakta termaksud, kerugian tidak terjadi. Jadi bahwa setiap kenyataan yang terjadi merupakan penyebab dalam arti yuridis. Oleh karena itu teori ini akhirnya tidak memberikan kriteria pilihan, sehingga kriteria pilihan itu sendiri perlu dicari dengan kriteria yang lain, misalnya dihubungkan dengan tujuan yang disepakati para pihak, atau maksud dari undangundang, untuk memberikan prioritas sebagai penyebab kerugian. Secara yuridis keadaan yang demikian mempunyai banyak kelemahan karena akan melibatkan setiap fakta/kenyataan yang terjauh sekalipun sebagai faktor penyebab. Padahal secara yuridis penentuan fakta sebagai faktor penyebab haruslah sesuatu yang bersifat normatif, yang ternyata sangat sulit andaikata sampai mundur pada suatu sebab yang terjauh. Jadi teori ini sesungguhnya sangat sulit dipakai untuk memecahkan masalah yang timbul berkaitan dengan hubungan sebab akibat. Sehingga kriteria sinequa-non menjadi negatif, apabila suatu fakta/kenyataan tertntu bukan merupakan CSQN untuk suatu kerugian. Hal ini merupakan pertentangan yang fromtal dengan causa proxima non remota spectation. c. Teori Adequat
Suatu Peristiwa adalah penyebab dari kerugian apabil terdapat hubungan
yang wajar /pantas dengan kerugian, yaitu merupakan suatu sebab akibat yang pantas atau patut diduga berdasarkan peraturan atau pengalaman yang ada atau berdasarkan kepantasan. Pendapat ini juga menimbulkan berbagai kesulitan untuk menentukan suatu peralihan diantara rentetan fakta yang terjadi. Apabila rentetan fakta yang pantas adalah yang paling jauh maka dapat berkembang sebagai teori sebab yang terjauh atau causa remota. Teori ini jugan menimbulkan banyak kesulitan untuk menentukan hubungan sebab akibat. d. Teori Pembebasan Teori ini menekankan sifat yang normatif dari hubungan sebab akibat yang bersifat yuridis, artinya diantara peristiwa-peristiwa dan kerugian harus ada/terdapat suatu hubungan yang sedemikian rupa, sehingga sesuatu kerugian menurut keadilan adalah sebagai akibat dari suatu peristiwa yang dapat dibebankan kepada seseorang yang bertanggung jawab. Meskipun demikian penerapan teori ini pada hukum asuransi harus sangat hati-hati dan harus tepat dikaitkan dengan sifat dan tujuan asuransi. 3. Teori Hukum tentang Perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dalam peristiwa merger perusahaan. a. Teori Defeated Expectation (Maksud Tidak Sampai) Teori ini mengajarkan bahwa jika seseorang telah memiliki saham di suatu perusahaan yang bergerak di bidang tertentu, tidak dapt dia dipaksakan untuk memiliki saham pada perusahaan yang sudah berbeda sebagai akibat dari merger, sungguhpun dia hanyalah pemegang saham minoritas. Karena itu daripada dipaksakan dia berada dalam perusahaan yang tidak disenanginya lebih baik dia keluar dan mencari perusahaan yang disenanginya. b. Teori Locus Penitentiae (Penyesalan) Teori ini mengajarkan bahwa dengan adanya prinsip appraisal rights berarti kepada pihak managemen yang melakukan deal merger akan ekstra hati-hati sehingga terdorong untuk tidak melakukan merger yang merugikan perusahaan/pemegang saham. Jadi pemberlakuan pranata hukum appraisal rights ini dapat merupakan sarana pengecekan, tetapi tidak terlalu mencampuri urusan managemen yang kemungkinan melakukan keputusan yang salah dalam melakukan merger tersebut. c. Teori Compensation (Kompensasi) Teori ini mengajarkan bahwa tetap terjadi kemungkinan adanya pihak pemegang saham yang dirugikan karena adanya pranata hukum merger tersebut. Karena itu pemberlakuan appraisal rights bagi pemegang saham yang dirugikan tersebut, yakni dengan dibelinya kembali saham-saham dan pihak yang tidak menyetujui merger dapat merupakan suatu kompensasi yang adil atas kerugian tersebut. d. Teori Konsistensi Teori ini mengajarkan bahwa hukum ternyata tidak konsisten dalam menerapkan appraisal rights. Sebab banyak perubahan korporat lain selain merger, perubahan anggaran dasar, dan sebagainya yang juga potensial untuk merugikan kepentingan pemegang saham minoritas.
Misalnya manajemen mengubah secara drastis haluan bisnis perusahaan
tersebut, yang dalam hal ini tidak diberikan appraisal rights kepada pemegang saham minoritas yang tidak menyetujuinya. e. Teori Capital Market (Pasar Modal) Teori ini mengajarkan bahwa khususnya terhadap perusahaan terbuka appraisal rights tidak diperlukan, mengingat pihak yang menyetujuinya dapat menjual sahamnya di pasar modal dengan harga pasar yang layak bagi saham yang bersangkutan. f. Teori Cash Drain (Penyedotan Dana) Teori ini mengajarkan bahwa dengan diberlakukannya appraisal rights, maka kemungkinan perusahaan kekurangan dana karena harus membeli saham dari pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui merger tersebut. Kekurangan dana ini bukan tidak mungkin akan menyebabkan perusahaan secara langsung ataupun tidak langusng membatalkan tindakan merger tersebut, sungguhpun merger tersebut sangat bermanfaat bagi perusahaan yang bersangkutan. 4. Teori Hukum untuk menilai kepantasan harga beli kembali saham dalam merger a. Teori Earnings Value (Nilai Perolehan) Yang dimaksud dengan nilain perolehan adalah ddengan melihat nilai perolehan atau investasi. Dalam hal ini biasanya yang dilihat adalah nilai perolehan perusahaan dimasa yang akan datang (future earnings) setelah didiskon dengan nilai perolehan perusahaan sekarang (present value). b. Teori Market Value (Nilai Pasar) Teori ini mengajarkan bahwa harga saham dilihat pada nilai pasar dari saham yang bersangkutan sebelum diumumkan merger tersebut. Nilai pasar dari saham ini sulit ditentukan secara pasti, khususnya bagi saham yang bukan perusahaan terbuka. c. Teori Assets Value (Nilai Asset) Teori nilai aset ini mengajarkan bahwa harga dari saham yang akan dibeli oleh perusahaan dalam hal pemegang saham minoritas melaksanakan appraisal rights adalah sebesar harga aset di pasar yang wajar. Hal ini akan mendongkrak harga saham tersebut seandainya dalam perusahaan terdapat aset-aset yang untuk sementara tidak aktif atau tidak menghasilkan, padahal harga aset tersebut lumayan besar dan signifikan.